A. DEFINISI
Luka bakar (combus) adalah suatu trauma yang di sebabkan oleh panas,
arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam (Padila : 2012).
Luka bakar (combustio) adalah kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti air, api, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga
mempengaruhi seluruh sistem tubuh (Nina, 2008).
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat
tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu
yang sangat rendah. Saat terjadi kontak dengan sumber termis (atau penyebab
lainnya), berlangsung reaksi kimiawi yang menguras energi dari jaringan
sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan (Moenadjat, 2009).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap,
listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya
berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang
mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif
(PRECISE, 2011)
Ada empat tujan utama yang berhubungan dengan luka bakar :
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk menyelamatkan jiwa pasien – pasien luka
bakar yang
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini ,
spesialistik serta individual
Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan
program rehabilitasi (brunner & suddarth vol 3:1912
B. Etiologi
C. Manisfestasi klinis
a. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi
obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas
pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi
memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan
bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
c. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan
nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis
besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal
bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
d. Perawatan jalan nafas
e. Penghisapan sekret (secara berkala)
f. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan
nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi
umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan
bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat
tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat
(mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
g. Bilasan bronkoalveolar
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki
kompliansi paru
2. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan
tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat
meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi
status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal
dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik
dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan
seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat.
Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan
menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa
cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
a. Cara Evans
1) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
b. Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi
yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat
dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan
fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus
G. Pemeriksaan penunjang
A. Biodata
a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas
sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran
bila luka bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama
3) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan
perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan
berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah,
leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada
yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring .
Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan
penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas karena terbentuknya
edema dan jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian terhadap
jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi
(circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata
dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina
dan menurunnya tajam penglihatan.
Ekstrimitas atas
18% 18% 18 %
(kanan dan kiri)
Ektrimitas bawah
27% 31% 30%
(kanan dan kiri)
Genetalia 1% 1% 1%
C. ADL
a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit;gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer
umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan
(semua luka bakar).
c) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam;
diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi);
penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar
dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam
(RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal;
kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur
membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak
nyeri.
h) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal);
sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
harisehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok.
- Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa
hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar
mulut dan atau lingkar nasal.
- Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh;
ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam
setelah cedera.
- Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis.Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar
(eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka
bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi
(jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok
listrik).
D. Rencana Intervensi
- diagnosa
Kekurangan
Fluid balance Fluid Management
volume cairan
Hydration Timbang popok/pembalut
Nutritional Status: jika diperlukan
Food and Fluid Pertahankan catatan
Intake intake dan output yang
Kriteria Hasil : akurat
Mempertahankan urine Monitor status hidrasi
output sesuai dengan (kelembaban membran
usia dan BB, BJ urine mukosa, nadi adekuat,
normal, HT normal tekanan darah ortostatik),
Tekanan darah, nadi, jika diperlukan
suhu tubuh dalam batas Monitor vital sign
normal Monitor masukan
Tidak ada tanda-tanda makanan/cairan dan
dehidrasi, elastisitas hitung intake kalori
turgor kulit baik, harian
membran mukosa Kolaborasikan pemberian
lembab, tidak ada rasa cairan IV
haus yang berlebihan Monitor status nutrisi
Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Tawarkan snack (jus
buah, buah segar)
Kolaborasi dengan dokter
Atur kemungkinan
tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management
Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
Pelihara IV line
Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
Monitor tanda vital
Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
Monitor berat badan
Dorong pasien untuk
menambah intake oral
Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
Monitor adanya tanda
gagal ginjal
Resiko infeksi
Infection Control (Kontrol
berhubungan Immune Status
Infeksi)
dengan Knowledge :
Bersihkan lingkungan
hilangnya Infection control
setelah dipakai pasien
barier kulit dan Risk control
lain
terganggunya
Pertahankan teknik isolasi
respons imun. Kriteria Hasil :
Batasi pengunjung bila
Klien bebas dari tanda
perlu
dan gejala infeksi
Instruksikan pada
Mendeskripsikan proses
pengunjung untuk
penularan penyakit,
mencuci tangan saat
faktor yang
berkunjung dan setelah
mempengaruhi
berkunjung meninggalkan
penularan serta
pasien
penatalaksanaannya
Gunakan sabun
Menunjukkan
antimikrobia untuk cuci
kemampuan untuk
tangan
mencegah timbulnya
Cuci tangan setiap
infeksi
sebelum dan sesudah
Jumlah leukosit dalam
tindakan keperawatan
batas normal
Gunakan baju, sarung
Menunjukkan perilaku
tangan sebagai alat
hidup sehat
pelindung
Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik
bila perlu infection
protection (proteksi
terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Pertahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
Pertahankan teknik isolasi
k/p
Berikan perawatan kulit
pada area epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukkan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara menghindar
infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
Nyeri akut
Pain Level, Paint management
berhubungan
pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan
comfort level secara komprehensif
inflamasi dan
Setelah dilakukan tinfakan termasuk lokasi,
kerusakan
keperawatan selama …. karakteristik, durasi,
jaringan
Pasien tidak mengalami frekuensi, kualitas dan
nyeri, dengan kriteria hasil: faktor presipitasi.
1. Mampu mengontrol 2. Observasi reaksi nonverbal
nyeri (tahu penyebab dari ketidaknyamanan.
nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan keluarga
menggunakan tehnik untuk mencari dan
nonfarmakologi untuk menemukan dukungan.
mengurangi nyeri, 4. Kontrol lingkungan yang
mencari bantuan). dapat mempengaruhi nyeri
2. Melaporkan bahwa seperti suhu ruangan,
nyeri berkurang pencahayaan dan
dengan menggunakan kebisingan.
manajemen nyeri. 5. Kurangi faktor presipitasi
3. Mampu mengenali nyeri.
nyeri (skala, intensitas, 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
frekuensi dan tanda untuk menentukan
nyeri). intervensi.
4. Menyatakan rasa 7. Ajarkan tentang teknik non
nyaman setelah nyeri farmakologi: napas dala,
berkurang. relaksasi, distraksi, kompres
5. Tanda vital dalam hangat/ dingin.
rentang normal. 8. Berikan analgetik untuk
6. Tidak mengalami mengurangi nyeri: ……...
gangguan tidur 9. Tingkatkan istirahat.
10. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur.
11. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
DAFTAR PUSTAKA
A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Cetakan II.
Jakarta : Salemba Mahardika.
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong
W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Amin & Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarata : Percetakan Mediaction
Publishing Jogjakarta
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya
Media
Erick Chandowo. 2011. Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3. Available.on
http://www.academia.edu/7710988/LAPORAN_PENDAHULUAN_LUK
A_ BAKAR_3 diakses tanggal 25 Oktober 2015
https://www.academia.edu/8542579/Askep_Luka_Bakar_Combustio_,dia
kses tanggal 6 Oktober 2015
Huda Amin. 2017. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid II. Jakarta : EGC
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Lukman Abdul. 2011. Askep Luka Bakar Combustio. Available.on
Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media
Aeuscullapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.