Anda di halaman 1dari 20

1.

Anatomi fisiologi
Anatomi fisiologi jantung (David R&Yerizal K. 2018)

Jantung merupakan organ yang penting dalam sistem tubuh manusia.


Jantung berfungsi untuk memompakan darah yang mengandung oksigen dan
nutrien ke seluruh tubuh. Jantung terdiri dari beberapa ruang yang dibatasi oleh
beberapa katup, diantaranya adalah katup atrioventrikular dan semilunar. Katup
atrio ventrikular terdiri atas katup bicuspid (mitral) dan katup tricuspid, yang
terletak diantara atrium dan ventrikel, sedangkan katup semilunar terletak antara
ventrikel dengan aorta dan arteri pulmonal.
Jantung terpisah menjadi dua, yaitu jantung bagian kanan dan jantung
bagian kiri. Jantung bagian kanan meliputi atrium kanan yang menampung darah
rendah oksigen tetapi mengandung banyak karbondioksida dari seluruh tubuh
vena kava superior dan vena kava inferior. Melalui katup triskupidalis darah
dialirkan ke ventrikel kanan pada fase diastole dan selanjutnya dipompa melalui
arteri pulmonalis ke paru paru melalui fase sistol, proses tersebut dinamakan
sirkulasi paru. Jantung bagian kiri meliputi atrium kiri yang menampung darah
kaya oksigen dari paru paru melalui vena pulmonalis. Darah selanjutmya akan
melewati katup bikuspidalis untuk dialirkan ke ventrikel kiri pada fase diastole
lalu dipompa oleh ventrikel kiri ke aorta pada fase sistol, dan didistribusikan ke
seluruh tubuh melalui pembuluh darah, proses tersebut dinamakan sirkulasi
sitemik.
2. Definisi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan penyakit yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah melebihi normal. (Ihsan Kurniawan
dkk,2019).
Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan dengan tekanan sistolik yang
terus-menerus >140 mmHg dan/atau tekanan diastolic yang >90mmHg
(Sulastri,2015) Menurut data Kemenkes RI (2015) menyebutkan bahwa
hipertensi adalah penyakit tertinggi yang diderita oleh lansia (Kemenkes, 2015;
Riskesdas, 2013) dalam jurnal (Athi’ Lindayani dkk 2018).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi
penyebab utama mortalitas baik di dunia khususnya di negara-negara
berkembang (Kemenkes RI, 2018) dalam jurnal (Siti Eka Yanti dkk 2020)
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup
berbahaya di seluruh dunia karena hipertensi merupakan faktor risiko utama yang
mengarah kepada penyakit kardiovaskuler seperti serangan jantung, gagal
jantung, stroke dan penyakit ginjal yang mana pada tahun 2016 penyakit jantung
iskemik dan stroke menjadi dua penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2018)
dalam jurnal (Yuniar Tri Gesela Arum, 2019)
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi
masalah kesehatan yang sangat serius saat ini. Hipertensi yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar
terkena penyakit jantung kongestif, dan 3 kali lebih besar terkena serangan
jantung (Imelda dkk 2020)
Hipertensi adalah kelainan heterogen yang bias muncul dari penyebab
spesifik (hipertensi sekunder) atau dari mekanisme patofisiologi yang tidak
diketahui penyebabnya (hipertensi primer atau esensial). (Heni Lutfiyati dkk
2017).
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, gagal ginjal. Disebut
sebagai “pembunuh diam-diam“ karena orang dengan hipertensi sering tidak
menampakkan gejala (Brunner & Suddart, 2015) dalam jurnal (Maria Sumaryati
2019)
Hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai
1. hipertensi primer atau hipertensi esensial yang merupakan 95 % dari
seluruh pasien hipertensi dan hipertensi sekunder (Yolanda 2017).
2. hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya
ginjal, jantung koroner dan diabetes, kelainan sistem saraf pusat.
Sugiharto (2007) dalam (Maria Sumaryati 2019)

3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada lanjut usia menurut (Brunner& Suddarth, 2000) dalam
jurnal (Dibetriyana harefa 2019) dikarenakan terjadinya perubahan:
1. perubahan pada; elastisitas dinding aorta menurun,
2. katup jantung menebal dan menjadi kaku,
3. kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, sehingga kontraksi dan volumenya pun
ikut menurun,
4. kehilangan elastisitas pembuluh darah karena kurang efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigen,
5. meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Menurut Gunawan dalam Pithaloka (2011) dalam jurnal (Jon Piter S. & Novi
Silvia V. 2019) faktor dan penyebab terjadinya hipertensi antara lain :

1. Faktor keturunan
seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita
hipertensi jika orangtuanya penderita hipertensi.
2. Ciri perseorangan
yaitu umur, jenis kelamin, dan ras. Umur yang bertambah akan
menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah pria
umumnya lebih tinggi dibandingkan wanita. Data statistik di
Amerika menunjukkan hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua
kali lebih banyak dibandingkan dengan orang kulit putih.
3. Kebiasaan hidup, antara lain: Konsumsi garam yang tinggi.
Berdasarkan data statistik diketahui bahwa hipertensi jarang diderita
oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam yang
rendah. Dunia kedokteran juga telah membuktikan bahwa
pembatasan konsumsi garam (natrium) oleh obat diuretik (pelancar
kencing) akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut. Kegemukan
atau makan yang berlebihan.

faktor penyebab hipertensi:

1. Faktor Usia
hal ini terjadi karena pada umur tua arteri besar kehilangan
kelenturan dan menjadi kaku sehingga darah yang dipaksa untuk
melalui pembuluh darah yang sempit dari pada biasanya dan
mengakibatkan naiknya tekanan darah. Tekanan darah tinggi banyak
terjadi pada usia dewasa tengah yaitu diatas 40 tahun (Hartanti &
Mifbakhuddin, 2015). dalam (Lusiane Adam 2019)
2. Faktor Obesitas
Obesitas dapat memicu terjadinya Hipertensi akibat terganggunya
aliran darah. Dalam hal ini orang dengan obesitas biasanya
mengalami peningkatan kadar lemak dalam darah (hiperlipidemia)
sehingga berpotensi menimbulkan penyempitan pembuluh darah
(atersklerosis). Penyempitan terjadi akibat penumpukan plak
ateromosa yang berasal dari lemak. Penyempitan tersebut memicu
jantung untuk bekerja memompa darah lebih kuat agar kebutuhan
oksigen dan zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh dapat terpenuhi. Hal
inilah yang menyebabkan tekanan darah meningkat (Sari, 2017).
3. Faktor Aktivitas/Olahraga
Seseorang penderita Hipertensi yang melakukan aktivitas
fisik/olahraga setiap hari dapat memperkecil resiko terjadinya
Hipertensi, demikian pula sebaliknya bila seseorang tidak pernah
atau jarang melakukan aktivitas fisik/olahraga setiap hari dapat
meningkatkan resiko terjadinya Hipertensi. Kegiatan fisik yang
dilakukan secara teratur dapat menyebabkan perubahan-perubahan
misalnya jantung akan bertambah kuat pada otot polosnya sehingga
daya tampung besar dan konstruksi atau denyutannya kuat dan
teratur, selain itu elastisitas pembuluh darah akan bertambah karena
adanya relaksasi dan vasodilatasi sehingga timbunan lemak akan
berkurang dan meningkatkan kontrksi otot dinding pembuluh darah
tersebut (Marliani & Tantan dalam Karim, 2018).
4. Faktor Konsumsi Garam
Konsumsi garam berlebihan dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Garam membantu menahan air dalam tubuh. Dengan
begitu, akan meningkatkan volume darah tanpa adanya penambahan
ruang. Peningkatan volume tersebut mengakibatkan bertambahnya
tekanan di dalam arteri. Penderita Hipertensi hendaknya
mengkonsumsi garam tidak lebih dari 100 mmol/hari atau 2,4 gram
natrium, 6 gram natrium klorida (Widyanto dkk, 2013) dalam jurnal
(Lusiane Adam 2019)
5. Faktor Konsumsi Rokok
Rokok mengandung berbagai zat kimia berbahaya seperti nikotin dan
karbon monoksida. Zat tersebut akan terisap melalui rokok sehingga
masuk ke aliran darah dan menyebabkan kerusakan lapisan endotel
pembuluh darah arteri sehingga mempercepat aterosklerosis. Bagi
penderita yang memiliki aterosklerosis atau penumpukan lemak pada
pembuluh darah, merokok dapat memperparah kejadian Hipertensi
(Sari, 2017).
Merokok merupakan faktor utama penyebab penyakit pembuluh
darah jantung serta peningkatan tekanan darah. Seseorang menghisap
rokok denyut jantungnya akan meningkat sampai 30%. Rokok
mengandung nikotin sebagai penyebab ketagihan dan merangsang
pelepasan adrenalin sehingga kerja jantung lebih cepat dan kuat,
akhirnya terjadi peningkatan tekanan darah (Purwanti, 2018).

Hipertensi banyak terjadi pada lansia Hal ini dapat disebabkan karena beberapa
faktor (Athi’ Lindayani dkk 2018) seperti:

1. Usia
2. riwayat penyakit hipertensi pada masa lalu,
3. pola makan yang tinggi garam dan
4. kurang nya aktivitas fisik seperti olahraga

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2015) dalam jurnal


(Yuniar Tri Gesela Arum, 2019), faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi pada penduduk usia produktif (25-54 tahun) adalah

1. faktor genetik,
2. obesitas,
3. kebiasaan merokok,
4. konsumsi garam,
5. penggunaan minyak jelantah, dan
6. stress.

Sementara pada penelitian lain yang dilakukan oleh Montol (2015) di Kota
Tomohon menyebutkan bahwa faktor risiko hipertensi pada penduduk usia
produktif (25-42 tahun) dalam jurnal (Yuniar Tri Gesela Arum, 2019) adalah

1. kebiasaan mengonsumsi alkohol,


2. kebiasaan merokok,
3. pola makan tinggi natrium, dan
4. status gizi.

Penyebab hipertensi sesuai dengan menurut (Brunner & Suddart, 2015) dalam
(Maria Sumaryati 2019)

1. yaitu gangguan emosi,


2. obesitas,
3. konsumsi alkohol yang berlebihan,
4. kopi,
5. obat-obatan,
6. faktor keturunan,
7. penyempitan arteri renalis,
8. penyakit parenkim ginjal,
9. berbagai obat,
10. disfungsi organ,
11. tumor dan kehamilan

Beberapa faktor faktor penyebab terjadinya hipertensi (Rahajeng and Tuminah,


2009; Suzana dkk, 2011), BMI (Puavilai dkk, 2011), dan aktifitas fisik (Huai
dkk,2013). Dalam jurnal (Athi’ Lindayani dkk 2018) adalah

1. keturunan,
2. usia,
3. jenis kelamin, dan
4. gaya hidup seperti kebiasaan pola makan yang tinggi garam dan
lemak Manifestasi klinis
4. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa
cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak
cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi
kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa
darah melaui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk
melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan. Ini lah yang terjadi pada usia lanjut, di mana dindingnya arterinya telah
menebal dan kaku karena arterioskalirosis (Ihsan Kurniawan dkk, 2019)
Dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
(2000) dalam jurnal (Ibrahim 2017) menjelaskan patofisiologi hipertensi terdapat
pada, mekanisme yang mengatur atau mengontrol kontriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat vasonator. Pada medula otak, dari pusat
vasomotor inilah bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna, medula spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meski tidak diketahui dengan jelas mengapa bisa terjadi hal tersebut. Pada saat
yang bersamaan, sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang. Hal ini mengakibatkan
tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya untuk memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal dan memicu pelepasan renin.
Pelepasan renin inilah yang merangsang pembentukan angiotensin I yang akan
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat yang nantinya akan
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon aldosteron ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, sehingga terjadi
peningkatan volume intra vaskular. Semua faktor ini dapat mencetus terjadinya
hipertensi. Pada keadaan gerontologis dengan perubahan struktural dan
fungsional sistem
pembuluh perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah
usia lanjut. Perubahan itu antara lain aterosklerosis hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah. Akibatnya akan
mengurangi kemampuan aorta dan arteri besar dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume secukupnya) dan curah jantung pun
ikut menurun, sedangkan tahanan perifer meningkat (Darmojo & Hadimartono,
1999) dalam jurnal (Ibrahim 2017)
5. Pathway

Obesitas Merokok Gangguan ginjal

Penumpukan lemak Penumpukan Gangguan


plak dari nikotin penyaring
Penyempitan lumen
Retensi garam
Arteriosklerosis
(penumpukan
Hilangnya elastisitas lemak)
jaringan Endapan air

Penurunan relaksasi
otot polos Volume darah
meningkat

Hipertensi

Kerusakan vaskuler Perubahan situasi

Perubahan struktur Informasi yang minim


Penyumbatan pembuluh
darah Defisiensi Ansietas
pengetahuan

vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Pembuluh darah Jantung

Sistemik Tekanan
sistemik darah

Vasokontrik Kerja jantung


meningkat

Afterload
meningkat Resiko
penurunan
perfusi jaringan
Penurunan
curah jantung Intoleransi
aktivitas

Koroner

Iskemia miokard

Nyeri
6. Manifestasi Klinis
Gejala yang muncul pada hipertensi adalah
1. sakit kepala,
2. telinga berdengung (tinnitus),
3. jantung berdebar-debar,
4. mudah Ielah,
5. pusing (vertigo),
6. penglihatan kabur, dan
7. mimisan. Hipertensi juga dikenal sebagai heterogeneouse group of
disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok,
umur, sosial, dan kelompok (Depkes 2013) dalam jurnal (Hasbi
Taobah R. dkk 2017)
Tanda dan gejala hipertensi atau tekanan darah tinggi juga terkadang tidak
dirasakan adanya gejala, namun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi
bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala dapat
bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit
lainnya seperti
1. sakit kepala/rasa berat di tengkuk,
2. pusing/vertigo,
3. jantung berdebar-debar,
4. mudah lelah,
5. penglihatan kabur,
6. telinga berdengung dan
8. hidung berdarah (ruhyanuddin 2007) dalam jurnal (Hasbi Taobah R.
dkk 2017)

Pada hipertensi tanda dan gejala dibedakan menjadi 2 dalam jurnal (Ibrahim
2017)
1. Tidak Bergejala
maksudnya tidak ada gejala spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa, jika kelainan arteri tidak diukur, maka
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa.
2. Gejala yang lazim
gejala yang lazim menyertai hipertensi adalah
1) nyeri kepala,
2) kelelahan. Namun hal ini menjadi gejala yang terlazim pula
pada kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhlaeni (2001) dalam jurnal (Ibrahim 2017)

Manifestasi klinis pasien hipertensi diantaranya:

1. mengeluh sakit kepala,


2. pusing,
3. lemas,
4. kelelahan,
5. gelisah,
6. mual dan muntah,
7. epistaksis,
8. kesadaran menurun.
Gejala lainnya yang sering ditemukan:
1. marah,
2. telinga berdengung,
3. rasa berat di tengkuk,
4. sukar tidur,
5. mata berkunang-kunang.
7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium; Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko
seperti: hipokoagulabilitas, anemia. BUN/ kreatinin: memberikan informasi
tentang perfusi/fungsi ginjal. Glukosa: Hiperglikemi (DM adalah pencetus
hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin. Urinalisa:
darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
2. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3. EKG: dapat menunjukan pola regangan, di mana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IU: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: batu ginjal, perbaikan
ginjal.
5. Poto dada: menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung (Sobel, et al, 1999) dalam jurnal (Ibrahim 2017)

8. Penatalaksanaan
Untuk penanganan hipertensi terdapat dua cara yaitu secara secara
farmakologidansecaranon-farmakologi. (Athi’ Lindayani dkk 2018).

Tatalaksana hipertensi dapat dilakukan dalam dua kategori yaitu :

1. non farmakologi
Upaya non farmakologis adalah dengan menjalani pola hidup sehat
seperti menjaga berat badan, mengurangi asupan garam, melakukan
olahraga, mengurangi konsumsi alkohol dan tidak merokok.
2. farmakologis. Terapi farmakologis adalah tatalaksana hipertensi
menggunakan obat (Ann et al, 2015) dalam jurnal (Destiara H.Z &
Riris D.R 2017)

Penatalaksanaan medis menurut Sobel (1999) dalam jurnal (Ibrahim 2017) yaitu:

1. Penatalaksanaan Non Farmakologis: adopsis gaya hidup sehat oleh


semua individu penting dalam pencegahan meningkatnya tekanan
darah dan bagian yang tidak terpisahkan dari terapi pasien dengan
hipertensi. Terdapat banyak pilihan terapi non-farmakologis dalam
menangani hipertensi pada lansia, terutama bagi mereka dengan
peningkatan tekanan darah yang ringan. Bukti saat ini menunjukkan
bahwa perubahan gaya hidup cukup efektif dalam menangani
hipertensi ringan pada lansia. Beberapa cara berikut membantu
menurunkan tekanan darah pada lansia: mengurangi berat badan
yang berlebihan, mengurangi atau bahkan menghentikan konsumsi
alkohol, mengurangi intake garam pada makanan, dan melakukan
olah raga ringan secara teratur. Cara lain yang secara independen
mengurangi resiko penyakit arteri terutama adalah berhenti merokok.
Pada pasien dengan hipertensi ringan sampai sedang (tekanan
diastolik 90-105 mmHg dan atau sistolik 160-180mmHg) terapi
nonfarmakologi dapat dicoba selama 3 sampai 6 bulan sebelum
mempertimbangkan pemberian terapi farmakologis. Pada hipertensi
berat, perubahan gaya hidup dan terapi farmakologi harus dijalani
secara bersama-sama. Pola makan makanan tinggi kalium dan
kalsium serta rendah natrium juga merupakan metode terapi
nonfarmakologis pada lansia penderita hipertensi ringan.
2. Penatalaksanaan Farmakologis: secara garis besar terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat
anti hipertensi yaitu: mempunyai efektivitas yang tinggi, mempunyai
toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal, memungkinkan
penggunaan obat secara oral, tidak menimbulkan intoleransi, harga
obat relatif murah sehingga terjangkau oleh klien, dan
memungkinkan penggunaan jangka panjang. Saat ini, pemberian
terapi farmakologis menunjukkan penurunan morbiditas dan
mortalitas pada lansia penderita hipertensi. Berdasarkan penelitian
terbaru pada obatobat antihipertensi yang tersedia sekarang ini
angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor),
angiotensin-receptor blocker (ARBs), calcium channel blocker,
diuretik tipe Tiazid, beta-blocker, semua menurunkan komplikasi
penyakit hipertensi. Diuretik tiazid merupakan terapi dasar
antihipertensi pada sebagian besar penelitian. Pada penelitian-
penelitian tersebut, termasuk Antihypertensive And Lipid Lowering
Treatment To Prevent Heart Attack Trial, diuretik lebih baik dalam
mencegah komplikasi kardiovaskular akibat penyakit hipertensi.
Pengecualian datang dari Australian National Blood Pressure Trial,
yang melaporkan hasil yang sedikit lebih baik pada pria kulit putih
yang memulai terapi hipertensi dengan ACE inhibitor dari pada
mereka yang memulai dengan diuretik. Diuretik menambah
keampuhan obat-obat hipertensi, berguna untuk mengontrol tekanan
darah dan lebih terjangkau dari pada obat-obat antihipertensi lain.
Diuretik seharusnya dipakai sebagai pengobatan awal terapi
hipertensi untuk semua pasien, baik secara sendiri maupun
kombinasi dengan 1 dari golongan obat antihipertensi lain (ACE
inhibitor, ARBs, β Blocker, CCB), karena memberikan manfaat pada
beberapa penelitian. Namun jika obat ini tidak ditoleransi secara baik
atau merupakan kontraindikasi, sedangkan obat dari golongan lain
tidak, maka pemberian obat dari golongan lain tersebut harus
dilakukan. Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan dua atau
lebih obat-obat antihipertensi lain untuk mencapai target tekanan
darah yang diingini. Tambahan obat kedua dari golongan lain
seharusnya dimulai jika penggunaan obat tunggal pada dosis yang
adekuat gagal mencapai target tekanan darah yang diingini. Bila
tekanan darah di atas 20/10 mmHg dari target, pertimbangkan untuk
memulai terapi dengan dua obat, baik pada sebagai resep yang
terpisah maupun pada dosis kombinasi tetap. Pemberian obat
antihipertensi dengan dua obat dapat mencapai target tekanan darah
yang diingini dalam waktu yang singkat, namun mesti diperhatikan
adanya hipotensi ortostatik, seperti pada pasien diabetes mellitus,
disfungsi otonom, dan beberapa kelompok usia tua.

9. Komplikasi
Komplikasi dari hipertensi adalah
1. stroke,
2. penyakit jantung,
3. infark miokard,
4. gagal ginjal dan kebutaan (Kemenkes RI, 2018) dalam jurnal (Siti Eka Yanti,
dkk. 2020)
Komplikasi yang terjadi apabila tekanan darah tinggi tidak diobati dan
ditanggulangi, maka dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri
didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut.
Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ jantung, otak, ginjal dan mata,
sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung, resiko stroke, kerusakan pada
ginjal dan kebutaan (Yolanda, 2017) dalam jurnal (Maria Sumaryati 2019)
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama
(persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi
secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Penyakit hipertensi dapat
menyebabkan berbagai komplikasi. Hipertensi mencetuskan timbulnya plak
aterosklerotik di arteri serebral dan arteriol, yang dapat menyebabkan oklusi
arteri, cedera iskemik dan stroke sebagai komplikasi jangka panjang (Yonata,
2016) dalam jurnal (Destiara H.Z & Riris D.R 2017)

10. Asuhan keperawatan


Menurut Hidayat (2009) dalam jurnal (Ibrahim 2017) asuhan
keperawatan pada lansia dengan hipertensi meliputi:
1. Pengkajian:
1) Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko, antara lain:
kegemukan, riwayat keluarga positif, peningkatan kadar lipid
serum, merokok sigaret berat, penyakit ginjal, terapi hormon
kronis, gagal jantung, kehamilan.
2) Aktivitas/ Istirahat, gejala: kelemahan, letih, nafas pendek,
gaya hidup monoton. Tanda: frekuensi jantung meningkat,
perubahan irama jantung, takipnea.
3) Sirkulasi, gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode
palpitasi. Tanda: kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari
karotis, jugularis, radialis, takikardi, murmur stenosis
valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu
dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin
lambat/ bertunda.
4) Integritas Ego, gejala: riwayat perubahan kepribadian,
ansietas, faktor stress multiple (hubungan, keuangan, yang
berkaitan dengan pekerjaan). Tanda: letupan suasana hati,
gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan meledak,
otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara.
5) Eliminasi, gejala: gangguan ginjal saat ini atau (seperti
obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu).
6) Makanan/cairan, gejala: makanan yang disukai yang
mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol,
mual, muntah dan perubahan BB akhir - akhir ini
(meningkat/turun) dan riwayat penggunaan diuretik. Tanda:
berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
7) Neurosensori, gejala: keluhan pening pening/pusing,
berdenyut, sakit kepala, sub oksipital (terjadi saat bangun
dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam),
gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan
kabur,epistakis). Tanda: status mental, perubahan
keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses pikir,
penurunan kekuatan genggaman tangan.
8) Nyeri/ketidaknyamanan, gejala: angina (penyakit arteri
koroner/ keterlibatan jantung), sakit kepala.
9) Pernafasan, gejala: dispnea yang berkaitan dari
kativitas/kerja takipnea, ortopnea, dispnea, batuk
dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: distrespernafasan/penggunaan otot aksesori
pernafasan bunyi nafas tambahan. (krakties/mengi), sianosis.
10) Keamanan, gejala: gangguan koordinasi/cara berjalan,
hipotensi postural.
2. Diagnosa (SDKI)
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi
2. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler selebral.
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri.
4. Intoleransi aktivitas berrhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

5. Intervensi (SIKI)

 Penurunan curah jantung


 Perawatan jantung
Observasi
o Observasi tanda/gejala primer penurunan
curah jantung
o Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
curah jantung
o Monitor tekanan darah
o Monitor intake dan output
o Monitor berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor keluhan nyeri dada
o Monitor EKG 12 sadapan
o Monitor aritmia
o Monitor nilai laboratorium jantung
o Monitor fungsi alat pacu jantung
o Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah aktivitas

Terapeutik

o Posisikan pasien semi flowler dengan kaki


ke bawah atau posisi nyaman
o Berikan diet jantung yang sesuai
o Gunkan stocking elastis atau pneumatic,
intermiten
o Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi gaya hidup sehat
o Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
stress
o Berikan dukungan emosional dan spiritual
o Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%

Edukasi

o Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi


o Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
o Anjurkan berhenti merokok
o Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan harian
o Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
intake dan output cairan harian
Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
o Rujuk ke program rehabilitas jantung

DAFTAR PUSTAKA

Athi’ Lindayani,dkk . 2018. Gambaran hipertensi pada lansia diwilayah kerja puskesmas
CukirJombang.JURNALEDUNursing,Vol.2,No.2,September2018http://journal.u
nipdu.ac.id ISSN:2549-8207 e-ISSN:2579-6127

David R&Yerizal K. 2018. Anatomi dan Fisiologi Kompleks Mitral. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2018; 7(Supplement 2)

Destiara H.Z, Riris D. 2017. Hubungan Pengetahuan Dan Riwayat Hipertensi Dengan
Tindakan Pengendalian Tekanan Darah Pada Lansia. ©2017 FKM_UNAIR All
right reserved. Open access under CC BY–SA license
doi:10.20473/jbe.v5i2.2017.174-184 Received 23 March 2017, Received in
Revised Form 07 June 2017 Accepted 24 July2017, Published online: 31 August
2017 .

Hasbi Taobah R. dkk. 2017. Hubungan Tingkat Stres Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Penderita Hipertensi. Jurnal Keperawatan `Aisyiyah Volume 4 | Nomor 1 |
Juni 2017 JKA.2017;4(1): 37-45 ISSN 2355-67773

Heni Lutfiyati, dkk. 2017. Pola Pengobatan Hipertensi Pada Pasien Lansia Di
Puskesmas Windusari, Kabupaten Magelang Kabupaten Magelang. Jurnal
Farmasi Sains dan Praktis, Vol. III, No. 2, November 2017

Ibrahim. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Hipertensi. Idea Nursing
Journal Vol.II No.1 ISSN:2087-2879
Ihsan Kurniawan dkk. 2019. Hubungan Olahraga, Stress dan Pola Makan dengan
Tingkat Hipertensi di Posyandu Lansia di Kelurahan Sudirejo I Kecamatan
Medan Kota. Vol. 1 No.1 Januari 2019 | JHSP

Imelda dkk. 2020. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di Puskesmas Air Dingin Lubuk Minturun. Health & Medical Journal
Heme, Vol II No 2 July 2020.

Jon Piter S.&Novi Silvia V. 2019. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia Di Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas
Simpang Bahjambi Kabupaten Simalungun. Jurnal Penelitian Kesmasy Vol. 2
No. 1 Edition: May – October 2019.

Karim, N.S. (2018) Hubungan Aktivitas Fisik dengan Derajat Hipertensi pada Pasien
Rawat Jalan di Wilayah Kerja Puskesmas Tugulandang Kabupaten Sitaro. Jurnal
Universitas Sam Ratulangi, 6(1). Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/download/19468/19019

Lusiane Adam. 2019. Determinan Hipertensi Pada Lanjut Usia . Jambura Health and
Sport Journal Vol. 1, No. 2, Agustus 2019 p-ISSN: 2654-718X, e-ISSN: 2656-
2863

Maria Sumaryati. 2018. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Keluarga
Ny”M” Dengan Hipertensi Dikelurahan Barombong Kecamatan Tamalate
Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada Vol.6,Issue 2, pp. 1379-
1383, Desember 2018 ISSN 2654-4563

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017.Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (SDKI).Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018.Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018.Standar Luaran Keperawatan


Indonesia (SLKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Purwanti, R.T.P.A. (2018). Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Terjadinya Hipertensi


pada Pegawai CV. Lusindo Desa Sukadanau Cikarang Barat. Skripsi, Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses dari
http://eprints.ums.ac.id

Sari. (2017). Berdamai dengan Hipertensi. Jakarta: Bumi Medika.

Siti Eka Yanti, dkk. 2020. Hubungan Tingkat Pengetahuan Komplikasi Hipertensi
Dengan Tindakan Pencegahan Komplikasi. Jurnal Keperawatan Volume 12 No
3, Hal 439 - 448, September 2020 p-ISSN 2085-1049 Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kendal e-ISSN 2549-8118

Yuniar Tri Gesela Arum. 2019. Hipertensi pada Penduduk Usia Produktif (15-64
Tahun). Higeia Journal Of Public Health Research And Development
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia p ISSN 1475-362846 e ISSN
1475-222656

Anda mungkin juga menyukai