Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

Diabetes mellitus

Disusun Oleh :

Nama : Feny Angraini Fitri

BP : 1711311005

Kelompok :1

Jurusan : Ilmu Keperawatan

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
A. Landasan Teoritis Penyakit :

1. Defenisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) menurut Black dan Hawk (2005) merupakan


penyakit sistemik kronik yang ditandai dengan kekurangan insulin atau penurunan
kemmpuan tubuh untuk menggunakan insulin. Menurut American Diabetes
Association (2004, dalam Smeltzer 2008) DM adalah sekelompok penyakit
metabolic dengan karakteristik terjadinya hiperglikemi yang disebabkan
kekurangan sekresi insulin. Sementara menurut Lemone dan Burke (2008) DM
adalah suatu penyakit kronis yang biasa terjadi pada orang dewasa yang
memerlukan supervisi medis dan edukasi tentang perawatan mandiri pasien yang
berkelanjutan.

Jadi, Diabetes mellitus atau penyakit gula dan biasa juga diisebut dengan
kencing manis addalah penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang
melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolute
maupun relative. Sehingga dengan keadaan tersebut memerlukan pengawasan
dan pendidikan medis yang berkelanjutan.

Glukosa darah

No Waktu pemeriksaan Normal Hiperglikemi

1. Gula darah puasa <110 mg/dl >140 mg/dl

2. Gula darah sewaktu <180 mg/dl >200 mg/dl

3. 2 jam sesudah makan < 200 mg/dl

2. Etilogi

1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)

 Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi DM tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecendrungan genetic kearah terjadinya DM tipe I.

2
Kecendrungan genetic ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA (human leucocyte antigen) tertent. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transpalasi dan proses
imun lainnya.
 Faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan reson abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah olah sebagai jaringan asing.
 Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidian menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimum yang dapat menimbulkan destruksi sel
beta pancreas.

2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari tipe II ini belum diketahui, factor genetic
memegang peranan dalam proses restirasi insulin. Diabetes mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula mula mengikat dirinya kepada reseptor – reseptor permukaan
tertentu , kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkat kan transport
glukosa menembus sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsive insulin pada membran sel. Akibatnya
terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transportasi glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia.
Diabetes mellitus tipe II disebut juga Diabetes mellitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang

3
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk bentuk diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi kadang dapat timbul pada masa
kanak kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah

a. Usia (resistensi insulin cendrung meningkat pada usia diatas 65 tahun)


b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

3. Manifestasi Klinis

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar guka darah
yang tinggi. Jika adar gula darah sampai diatsa 160-180 mg/dl, maka glukosa akan
sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lag, ginjal akan membuang air
tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal
menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering
berkemih dalam jumlah yang banyak.

Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga


banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini
penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dn berkurangnya


ketahanan selama melakukan olahraga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol
lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum
menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hamper selalu mengalami
penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami
penurunan berat badan.

Pada penderita diabetes tipe II, gejalanya timbul secara tiba tiba dan bisa
berkembang dengan cepat kedalam suatu keadaan yang disebut dengan

4
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula didalam darh adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tida dapt menggunakan gula tanpa insulin, maka sel sel ini
mengambil energy dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan mengahasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah
menjadi asam(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa
haus dan berkemih yang berlebihan, mual,muntah, lelah, dan nyeri perut (terutama
pada anak anak). Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha
untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita seperti bau keton.

Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi


koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani
terapi insulin, penderita diabetes tipe II bisa mengalami ketoasidosis jika mereka
melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stress akibat infeksi.
Kecelakaan atau penyakit yang serius.

Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1000 mg/dL,
biasanya terjadi akibat stress misalnya infeksi atau obat obatan) maka penderita
akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental,
hiperosmolar non ketotik

4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa


darah sewaktu,kadar glukosa darah puasa, kemudian diikuti dengan Tes
Toleransi Glukosa Oral standar.
Tabel interpretasi kadar glukosa darah (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM
DM

Kadar glukosa dalam


sewaktu

Plasma vena <110 110-199 >200

Darah kapiler <90 90-199 >200

5
Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena <110 110-125 >126

Darah kapiler <90 90-109 >110

a. Tes Toleransi Glukosa Oral/TTGO


Tes ini telah digunakan untuk mediagnosa diabetes awal secara pasti.
Cara pemeriksaannya adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani cukup
3. Pasien puasa selama 10-12 jam
4. Periksa kadar glukosa darah puasa
5. Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam airr 250ml, lalu minum
dalam waktu 5 menit.
6. Periksa kadar glukosa darah saat setengah, satu dan 2 jam setelah
diberikan glukosa
7. Saat pemeriksan, pasien harus istirahat, dan tidak boleh merokok
Pada saat sehat, glukosa darah puasa individu normal adalah 70-110
mg/dl. Setelah diberi glukosa akan meningkat.
b. Tes Benedict
Pada tes ini, digunakan reagen Benedict, dan urin sebagai specimen
Cara kerja :
1. Masukkan 1-2 ml urin kedalam tabung reaksi
2. Masukkan 1 ml reagen benedict kedalam urin, lalu dikocok
3. Panaskan selama 2-3 menit
4. Perhatikan jika ada perubahan warna
Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal,
karena pada keadaan DM,kadar glukosa darah amat tinggi,
sehingga dapat merusak kapiler dan glomerulus ginjal,sehingga pada
akhirnya, ginjal mengalami ”kebocoran” dan dapat berakibat
terjadinya Renal Failure, atau Gagal Ginjal.

6
Hasil dari Benedic Test

Interpretasi (mulai dari tabung paling kanan) :


0 = Berwarna Biru. Negatif. Tidak ada Glukosa.. Bukan DM
+1 = Berwarna Hijau . Ada sedikit Glukosa. Belum pasti DM, atau
DM stadium dini/awal
+2 = berwarna orange. Ada glukosa. Jika pemeriksaan kadar glukosa
mendukung/sinergis, maka termasuk DM
+3 = Berwarna Orange tua. Ada Glukosa. Positif DM
+4 = Berwarna Merah pekat. Banyak Glukosa. DM kronik 2

c. Rothera test
Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen
dipakai, Rothera agents,dan amonium hidroxida pekat. Test ini untuk
berguna untuk mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin, yang
mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat
DM kronik yang tidak ditangani. Zat – zat tersebut terbentuk dari hasil
pemecahan lipid secara masif oleh tubuh karena glukosa tidak dapat
digunakan sebagai sumber energi dalam keadaan DM, sehingga tubuh
melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk menghasilkan energi.
Cara kerja :
1. Masukan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi
2. Masukan 1 gram reagens rothera dan kocok hingga larut
3. Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu masukan 1-2 ml ammonium
hidroxida secara perlahan-lahan melalui dinding tabung
4. Taruh tabung dalam keadaan tegak

7
5. Baca hasil setelah 3 menit
6. Adanya warna ungu kemerahan pada perbatasan kedua lapisan cairan
menandakan adanya zat keton

5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan


kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar
glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan
series pada pola aktivitas pasien.

Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:

1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
d. Mempertahankan kadar KGD normal
e. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
f. Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita
g. Menarikdan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah:

a. Jumlah sesuai kebutuhan


b. Jadwal diet ketat
c. Jenis: boleh dimakan/ tidak

Diet DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan


kandungan kalorinya.

1) Diit DM I : 1100 kalori


2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III: 1500 kalori

8
4) Diit DM IV: 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI: 2100 kalori
7) Diit DM VII: 2300 kalori
8) Diit DM VIII: 2500 kalori

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

Diit VI s/d VIII :diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau
diabetes komplikasi,

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman


3 J yaitu:

JI : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau


ditambah

J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya

J III : jenis makanan yang manis harus dihindari

Penetuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan


oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan
rumus:

BBR= {BB (Kg)/TB (cm)- 100} x 100%

1. Kurus (underweight) : BBR > 90%


2. Normal (ideal) : BBR 90-110%
3. Gemuk (overweight) : BBR >110%
4. Obesitas, apabila : BBR >120%
- Obesitas ringan : BBR 120-130%
- Obesitas sedang : BBR 130-140%
- Obesitas berat : BBR 140-200%
- Morbid : BBR >200%

9
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:

1) Kurus : BB X 40-0 kalori sehari


2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiao hari bagi oenderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan Insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan
setiap 1 ½ jam sesuadah makan, berarti pola mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS)
merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM,
melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV,
kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
a) Keja OAD tingkat prereseptor: pankreatik, ekstra pancreas
b) Kerja OAD tingkat reseptor
2) Mekanisme keja Biguanida

10
Biguanida tidak mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan
efektivitas insulin, yaitu:
a) Biguanida pada tingkat prereseptor –› ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat gluconeogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor: meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang ada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
c) DM kehamilan
d) DMdan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan Infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam,
sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat
suntikan tergantung ada beberapa factor antara lain:
(1) Lokais suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding
perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan

11
(lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan
rotasi tempat suntikan 14 hari, agar tidak memberi
perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
(2) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorpsi apabila dilaksanakan
dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu
pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30
menit setelah suntikan.
(3) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin
(4) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorpsi insulin.
(5) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin
dicapai. Ini berarti sntikan intramuskuler akan lebih cepat
efeknya daripada subkutan
(6) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40-100 U/ml, tidak
terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat
penurunan dari u-100 ke u-10 maka efek insulin dipercepat.
b) Suntikan intramuscular dan intravena
Suntikan intramuscular dapat digunakan pada koma diabetic
atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan
subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah
digunakan untuk terapi koma diabetic.
5. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari
donor hidup saudara kembar identik.

6. Komplikasi

Beberapa kompliaksi dari Diabetes Melitus adalah:

12
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiller).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler.
2. Komplikasi menahun Diabetes Melitus
a. Neuropati diabetic
b. Retinopati diabetic
c. Nefropati diabetic
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/ gangrene
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada
2) Grade I : Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren ada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah
distal

13
7. WOC
DM tipe I DM tipe II

Usia, genetic, idiopati, dll


Reaksi Autoimun

Jumlah sel beta pancreas menurun


Sel Beta pancreas hancur

Defisiensi Insulin

Lipolisis Meningkat
Hiperglikemia Katabolisme protein meningkat

Penurunan BB polipagi

Glukosuria Glukoneogenesis meningkat Gliserol asam lemak


bebas meningkat

Diuresi Osmotik Kehilangan elektrolit urine Ketogenesis


8.

Kehilangan cairan hipotonik

Polidipsi Ketoasidosis ketonuria


Hiperosmolaritas

coma

14
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian
perlu di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa.
Data-data tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam
tahap berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien, umur, keluhan utama, dan
lainnya.

Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan
bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,
kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
Riwayat kesehatan dahulu :
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti Infart miokard
Riwayat kesehatan keluarga :
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
Pengkajian Pola Fungsional Gordon :
1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita
DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan
mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari
2011).
2. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat

15
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat
badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot
pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka ,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga ( self esteem ).
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.

16
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksualitas,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta
orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi
terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao
Tseng on journal, Maret 2011)
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain –
lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

2. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur /
ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

17
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

2. Perumusan Diagnosa (NANDA)


a. Nyeri akut
Berhubungan dengan agen injury : fisik
b. Kerusakan integritas jaringan
Berhubungan dengan faktor mekanik : mobilitas dan penurunan neuropati,
perubahan sirkulasi
c. Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan faktor biologis

18
3. Penetuan Kriteria Hasil (NOC) dan Perumusan Intervensi Keperawatan
(NIC)
No. Tujuan/NOC Intervensi/NIC Rasional
1. Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Mengetahui
tindakan subyektifitas klien
a. Kaji tingkat terhadap nyeri untuk
keperawatan selama
nyeri : kualitas, menentukan
6 hari, pasien dapat frekuensi,
mengontrol nyeri tindakan selanjutnya
presipitasi, 2. Menurunkan
dan durasi dan ketegangan
mengindentifikasi lokasi. 3. Menurunkan
tingkat nyeri. b. Berikan posisi stimulasi dapat
yang nyaman menurunkan
Dengan kriteria hasil c. Berikan
: ketegangan
lingkungan 4. Mengetahui tingkat
a. Penampilan yang tenang nyeri untuk
rileks d. Monitor respon menentukan
b. Klien verbal dan intervensi
menyatakan nonverbal nyeri 5. Nyeri
nyeri e. Monitor tanda mempengaruhi TTV
berkurang vital 6. Intervensi
c. Skala nyeri 0-2 f. Kaji faktor disesuaikan dengan
penyebab penyebab
g. Berikan support 7. Emosi berpengaruh
emosi terhadap nyeri
h. Lakukan terapi 8. Klien merasa
sentuhan diperhatikan
i. Lakukan teknik 9. Mengalihkan
distraksi perhatian untuk
mengurangi nyeri

2.
Setelah dilakukan Perawatan Luka 1. Mengetahui keadaan
tindakan luka
a. Catat 2. Mengetahui isi luka
keperawatan selama
karakteristik 3. Mengurangi
6 hari, perawatan
luka; tentukan transmisi
luka meningkat. ukuran dan mikroorganisme
Dengan kriteria hasil kedalam luka, 4. Membersihkan luka
: dan klarifikasi 5. Menghilangkan sel-
pengaruh borok sel yang mati
a. Luka mengecil b. Catat 6. Menutup luka
dalam ukuran karakteristik 7. Menjaga kesterilan
dan cairan sekret 8. Mengetahui kondisi
peningkatan yang keluar balutan

19
granulasi c. Bersihkan 9. Mengamati secara
jaringan dengan cairan seksama
anti bakteri perkembangan luka
d. Bilas dengan 10. Mencegah
cairan NaCl terjadinya nyeri
e. Lakukan
nekrotomi
f. Balut dengan
kassa steril
sesuai
kebutuhan
g. Lakukan
pembalutan
h. Pertahankan
teknik balutan
steril ketika
melakukan
perawatan luka
i. Amati setiap
perubahan pada
balutan
j. Bandingkan
dan catat setiap
adanya
perubahan pada
luka
k. Berikan posisi
terhindar dari
tekanan

3. Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi 1. Mengetahui apa


tindakan yang menjadi
keperawatan, status a. Tanyakan pada kelemahan pasien
nutrisi meningkat. pasien apakah dalam makanan
Dengan kriteria hasil memiliki alergi 2. Mengetahui
: makanan makanan apa saja
b. Kerjasama dan kandungan yang
a. Intake dengan ahli gizi seperti apa yang
makanan dan dalam dibuthkan pasien
minuman menentukan 3. Menjaga
adekuat jumlah kalori, keseimbangan
b. Intake nutrisi protein dan dalam tubuh
adekuat lemak secara sehingga selalu
c. Berat badan tepat sesuai homeostatis
normal dengan 4. Meningkatkan peran
kebutuhan pasien untuk

20
pasien. mengatur dietnya
c. Anjurkan 5. Mengetahui berat
masukkan badan ideal atau
kalori sesuai tidak
demham 6. Meningkatkan daya
kebuthan. tahan tubuh
d. Ajari pasien 7. Memperlancar
tentang diet kebutuhan eliminasi
yang benar daripada pasien
berdasarkan 8. Menambah sumber
kebutuhan energi
tubuh. 9. Menjaga intake
e. Timbang berat makanan yang
badan secara adekuat
teratur.
f. Anjurkan
penambahan
intake protein,
zat besi, dan
vitamin C yang
sesuai.
g. Pastikan bahwa
diet
mengandung
makanan
berserat tinggi
untuk
mencegah
sembelit.
h. Berikan
makanan
berprotein
tinggi dan
makanan
bergizi yang
sesuai.
i. Pastikan
kemampuan
pasien untuk
memenuhi
kebutuhan
gizinya.

21
4. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Dalam
evaluasi keperawatan menggunakan SOAP atau data subjektif, objektif, analisa dan
planning kedepannya. Jika masalah sudah teratasi intervensi tersebut dapat
dihentikan, apabila belum teratasi perlu dilakukan pembuatan planning kembali
untuk mengatasi masalah tersebut.
Evaluasi Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah
sebagai berikut.
1. Kondisi tubuh pasien stabil, tidak terjadi gangrene, tidak terjadi nyeri
2. Turgor kulit normal, tidak terjadi lesi atau integritas jaringan
3. Tanda-tanda vital normal
4. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi.
5. Cairan dan elektrolit pasien diabetes normal.
6. Infeksi dan komplikasi tidak terjadi
7. Rasa lelah atau keletihan berkurang/penurunan rasa lelah
8. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi nya yang menderita
diabetes melitus, efek prosedur dan proses pengobatan.

Evaluasi ini merupakan evaluasi terhadap pasien dengan diabetes mellitus


dan apabila dari poin satu sampai dengan poin 8 tersebut sudah tercapai oleh
seorang pasien, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut sudah sehat dan
dapat meninggalkan rumah sakit. Tetapi pasien tetap harus memperhatikan kadar
gulu dalam darahnya, dengan cara makan makanan yang sehat, bergizi dan rendah
gula.

22
Daftar Pustaka

http://www.searo.who.int/indonesia/topics/8-whd2016-diabetes-facts-and-
numbers-indonesian.pdf

Price and Wilson. 2006. Patofisiologi.. Jakarta: EGC


Nurrachmah, Elly dkk. 2011. Dasar-Dasar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta:
Salemba Medika

Rendy, M. Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Hasdianah. 2012. Mengenal Diabetes Mellitus. Yogyakarta: Nuha Medika

Suyono, S. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3, Jilid I. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

23

Anda mungkin juga menyukai