Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN KARDIOLOGI DAN REFARAT

KEDOKTERAN VASKULAR MEI 2022


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GAGAL JANTUNG

DISUSUN OLEH:
Inaz Azzahra C014212095

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Yulius patimang Sp.A, Sp.JP(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama / NIM : Inaz Azzahra/C014212095

Judul Refarat : Gagal Jantung

Adalah benar telah menyelesaikan refarat dengan judul “Gagal Jantung”


dan telah disetujui serta telah dibacakan di hadapan supervisor pembimbing
dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Periode 16 Mei -
11Juni 2022

Makassar, Mei 2022

Supervisor Pembimbing

dr. Yulius patimang Sp.A, Sp.JP(K)

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

BAB 1 ..................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

1.1 Pendahuluan ................................................................................................ 4

BAB 2 ..................................................................................................................... 5

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5

2.1 Definisi.......................................................................................................... 5

2.2 Epidemiologi ................................................................................................ 5

2.3 Etiologi ......................................................................................................... 6

2.4 Patofisiologi.................................................................................................. 8

2.5 Klasifikasi .................................................................................................. 10

2.6 Gejala Klinis .............................................................................................. 15

2.7 Diagnosis .................................................................................................... 16

2.8 Tatalaksana................................................................................................ 16

2.9 Prognosis .................................................................................................... 22

BAB III ................................................................................................................. 24

KESIMPULAN .................................................................................................... 24

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Penyakit kardiovaskular (CVDs) adalah penyebab utama kematian secara
global.
Kematian akibat penyakit kardiovaskuler khususnya gagal jantung adalah 27 %.
Sekitar 3 - 20 per 1000 orang mengalami gagal jantung. Gagal jantung merupakan
masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang
tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Di
Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan
Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat. Prevalensi dari gagal
jantung sendiri semakin meningkat karena pasien yang mengalami kerusakan
jantung yang bersifat akut dapat berlanjut menjadi gagal jantung kronik. World
Health Organization (WHO) menggambarkan bahwa meningkatnya jumlah
penyakit gagal jantung di dunia, termasuk Asia diakibatkan oleh meningkatnya
angka perokok, tingkat obesitas, dislipidemia, dan diabetes. Angka kejadian gagal
jantung meningkat juga seiring dengan bertambahnya usia.
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang
termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda
dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.1
Prevalensi dari gagal jantung sendiri semakin meningkat karena pasien yang
mengalami kerusakan jantung yang bersifat akut dapat berlanjut menjadi gagal
jantung kronik.
Menurut studi yang dilakukan Framingham, insiden tahunan pada laki–
laki dengan gagal jantung (per 1000 kejadian) meningkat dari 3 pada usia 50 -
59 tahun menjadi 27 pada usia 80 – 89 tahun, sementara wanita memiliki
insiden gagal jantung yang relatif lebih rendah dibanding pada laki–laki (wanita
sepertiga lebih rendah).

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai kelainan struktur atau fungsi
jantung yang menyebabkan kegagalan jantung untuk memberikan suplai darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.6
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang
pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang
tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda
retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif
dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.

2.2 Epidemiologi
Data dari Riset Keehatan Dasar pada tahun 2018 menunjukan prevalensi
penyakit gagal jantung di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter diperkirakan
seebsar 1,5 % atau diperkirakan 29.550 orang, dengan angka kejadian tertinggi
terdapat di Provinsi Kalimanran Utara yaitu 2,2% dan terendah di Provinsi NTT
yaitu 0,7%.
Gagal jantung merupakan masalah yang sedang berkembang diseluruh
dunia, dengan jumlah pasien di seluruh dunia lebih dari 20 juta orang.
Prevalensi pasien gagal jantung secara keseluruhan pada populasi pasien dewasa di
negara-negara berkembang adalah 2%. Prevalensi gagal jantung mengikuti pola
eksponensial, meningkat seiring dengan usia, dan mempengaruhi sekitar 6-10%
pasien dengan usia di atas 65 tahun. 9
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan
Indonesia pada tahun 2018, prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia
berdasarkan diagnosis dokter diperkirakan sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar
29.550 orang. Paling banyak terdapat di provinsi Kalimantan Utara yaitu 29.340
orang atau sekitar 2,2% sedangkan yang paling sedikit penderitanya adalah pada
provinsi Maluku Utara yaitu sebanyak 144 orang atau sekitar 0,3%.

5
2.3 Etiologi
Gagal jantung timbul akibat adanya cedera pada miokardium disebabkan
oleh berbagai penyebab termasuk penyakit jantung iskemik, hipertensi, dan
diabetes. Etiologi yang kurang umum termasuk kardiomiopati, penyakit katup,
miokarditis, infeksi, toksin sistemik, dan obat kardiotoksik. Saat gagal jantung,
pasien mengalami gejala yang meliputi dispnea akibat kongesti paru, edema perifer
dan asites akibat gangguan aliran balik vena. Gejala konstitusional seperti mual,
kurang nafsu makan, dan kelelahan juga sering terjadi.(Inamdar & Inamdar, 2016)
Beberapa kondisi seperti penyakit sistemik, berbagai kondisi jantung serta
cacat jantung bawaan dapat menyebabkan gagal jantung. Etiologi gagal jantung
dapat berbeda pada negara berpenghasilan tinggi dengan negara berkembang, dan
setiap pasien mungkin memiliki etiologi yang beragam. Penyakit jantung iskemik
dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyebab paling umum dari
gagal jantung pada daerah berpenghasilan tinggi. Sementara menurut analisis dari
Global Burden of Disease pada negara berkembang, penyakit jantung hipertensi,
penyakit jantung rematik, kardiomiopati dan miokarditis adalah penyebab utama
dari gagal jantung. Secara keseluruhan, lebih dari dua pertiga kasus dari semua
kasus gagal jantung disebabkan oleh penyakit jantung iskemik, PPOK, penyakit
jantung hipertensi dan penyakit jantung rematik.
2.3.1 Penyakit Arteri Koroner (CAD)
Iskemia kronik dan akut dapat menyebabkan kerusakan secara langsung
pada miokardium dan menyebabkan remodeling serta pembentukan jaringan
parut pada jantung. Hal ini menyebabkan relaksasi yang tidak adekuat pada
saat diastol dan gangguan kontraksi pada saat sistol, mengakibatkan penurunan
kontraktilitas jantung serta penurunan cardiac output (CO). Pembentukan
jaringan parut mungkin juga dapat berhubungan dengan pembentukan
aneurisma, yang selanjutnya mengganggu kinerja kontraktil dan relaksasi.
Infark Miokardium (IM) juga menyebabkan kontraksi yang tidak sinkron pada
segmen yang mengalami infark, remodeling ventrikel, dilatasi ventrikel dan
dilatasi annular, dan regurgitasi mitral yang merupakan predisposisi gagal
jantung. Lebih dari 70% kasus gagal jantung juga disertai dengan CAD. CAD

6
merupakan prediktor kuat dari kematian pada pasien dengan gagal jantung
akut.
2.3.2 Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko independen untuk
CAD. Prevalensi tekanan darah tinggi yang meningkat sangat
memungkinkan untuk menjadi penyebab dari sekitar seperempat hingga
sepertiga kasus gagal jantung. Tekanan darah yang tinggi meningkatkan
resistensi pembuluh darah dan mengaktifkan sistem Renin-Angiotensin-
Aldosteron (RAAS). Jantung harus memompa darah melawan afterload
yang lebih tinggi yang disebabkan oleh tingginya tekanan darah, yang
meningkatkan massa miokardium sebagai mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan CO normal dan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri
(LVH). Jika tekanan darah tetap tidak terkontrol, apoptosis dan fibrosis
dapat terjadi. LVH meningkatkan kekakuan pada miokardium dan dapat
menyebabkan iskemia, yang mengarah ke HFrEF atau HFpEF. Kontrol
tekanan darah sangat penting untuk meningkatkan prognosis dari gagal
jantung. Berdasarkan analisis Systolic Blood Pressure Intervention Trial
(SPRINT), menurunkan tekanan darah hingga mencapai target dibawah 120
mmHg pada pasien gagal jantung tanpa diabetes telah menurunkan risiko
relatif sebanyak 38% dibandingkan dengan target tekanan darah sistolik
kurang dari 140 mmHg.
2.3.3 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
PPOK meningkatkan risiko CAD, disritmia jantung dan penyakit
terkait merokok lainnya serta dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan
gagal jantung kanan.
2.3.4 Penyakit Katup Jantung
Penyakit katup degenerasi di negara maju serta penyakit katup
rematik di negara berpenghasilan rendah dapat menyebabkan gagal jantung.
Stenosis aorta dan pulmonal meningkatkan afterload ventrikel dan dapat
menyebabkan gagal jantung. Pada regurgitasi katup, kelebihan volume yang
persisten dapat menyebabkan pembesaran ventrikel dan gangguan fungsional
yang dapat menyebabkan gagal jantung.

7
2.3.5 Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah penyakit dimana terdapat kelainan baik
fungsional dan struktural otot jantung tanpa adanya CAD, tekanan darah
tinggi, penyakit katup atau penyakit jantung bawaan. Kardiomiopati
digolongkan menjadi 5 jenis, yang dapat bersifat genetik atau didapat:
kardiomiopati dilatasi (DCM), kardiomiopati hipertrofi (HCM),
kardiomiopati restriktif (RCM), kardiomiopati ventrikel kanan aritmogenik
(ARVCM), dan kardiomiopati tidak terklasifikasi lainnya. MP dapat
menyebabkan HFrEF, HFpEF, atau HFmrEF.

Kemungkinan penyebab lain dari gagal jantung termasuk penyakit jantung


bawaan, miokarditis, penyakit infiltratif, kardiomiopati peripartum, human
immunodeficiency virus (HIV), penyakit jaringan ikat, amiloidosis,
penyalahgunaan zat, penggunaan alkohol jangka panjang, obesitas, diabetes
mellitus (DM), hipertiroidisme ( dapat menyebabkan HF output tinggi), hipertensi
pulmonal (dapat menyebabkan HF kanan), perikarditis konstriktif (dapat
menyebabkan HFpEF), emboli paru (dapat menyebabkan gagal jantung kanan), dan
kemoterapi seperti doksorubisin (Hajouli & Ludhwani, 2021)
2.4 Patofisiologi
Jumlah darah yang dipompakan oleh jantung dalam suatu periode waktu
adalah cardiac output (CO) yang merupakan hasil dari perkalian jumlah detak
jantung (HR) dan stroke volume (SV) dengan jumlah normal 4-8L/menit. Faktor
lainnya yang dapat mempengaruhi jumlah darah yang dipompakan dari jantung
adalah kontraksi sinergis ventrikel, integritas dinding ventrikel, dan kemampuan
ketahanan katup valvular.11
Gambar 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cardiac Output11

8
Stroke volume adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel per
detak jantung dengan jumlah normal 1cc/kg atau sekitar 60-100cc. Stroke volume
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Jumlah peregangan serat miokard pada akhir distol

2. Afterload, atau tahanan yang perlu dilawan oleh ventrikel saat


memompakan darah, dan

3. Kontraktilitas, yaitu kondisi inotropic jantung pada saat preload atau


afterload
Secara umum patofisiologi gagal jantung diawali dengan adanya
perubahan secara morfologis kemudian terjadi perubahan neuroendokrin
sebagai mekanisme kompensasi, kemudian terjadi remodeling hingga terjadi
dekompensasi.

Prinsip disfungsi kardiovaskular pada patofisiologi gagal jantung yaitu:

A. Kegagalan Pompa

Pada beberapa kondisi, miokard berkontraksi lemah pada saat sistol


sehingga terjadi penurunan cardiac output. Sebaliknya miokard juga
dapat mengalami kegagalan pada periode diastole yang dapat diakibatkan
gangguan pengisian ventrikel.

B. Obstruksi Aliran

Gangguan yang menyebabkan obstruksi aliran darah ke pembuluh


(seperti plak ateroskelori)s atau menghambat pembukaan katup jantung
atau meningkatkan tekanan dalam ruang jantung ( seperti stenosis aorta,
hipertensi sistemik, atau coarctasio aorta) meningkatkan tekanan secara
berlebhan pada ruang jantung sehingga jantung harus bekerja lebih keras
untuk melawan obstruksi.

C. Regurgitasi Aliran

Inkompetensi katup meningkatkan volume yang masuk sehingga


mempengaruhi baik ventrikel maupun atrium misalnya akan

9
memepengaruhi ventrikel kiri pada regurgitasi aorta atau mempengaruhi
ventrikel kiri dan atrium kiri pada regurgitasi mitral

D. Aliran Balik

Darah dapat mengalir tidak sesuai jalur aliran yang normal bahkan dapat
berpindah dari bagian yang satu ke bagian lainnya (seperti dari jantung
kiri ke jantung kanan) atau melalui defek kongenitala atau didapat. Aliran
balik juga dapat terjadi antar pembuluh darah seperti pada patent ductus
arteriosus.
E. Penyakit Gangguan Konduksi Jantung

Gangguan konduksi jantung atau aritmia akibat gangguan pembentukan


dan transmisi impuls (seperti fibrilasi atrium atau ventrikel) dapat
menyebabkan kontraksi miokard yang adekuat.
F. Ruptur Jantung atau Pembuluh Utama

Pada beberapa keadaan seperti luka tembak atau diseksi dan rupture aorta
dapat memberikan damapak yang sangat besar.
Disfungsi disfungsi diatas dapat mengganggu jalur sinyal yang mengontrol
morfogenesis, miosit, kontraktilitas, atau konduksi elektrik jantung yang
akan menyebabkan kerja jantung bertambah atau fungsi jantung berubah
sehingga terjadi perubahann cardiac output yang menyebabkan terjadinya
gagal jantung.

2.5 Klasifikasi
A. Berdasarkan Lokasi

1. Gagal Jantung Kiri

Gagal jantung kiri adalah ketidakmampuan jantung untuk


memompakan darah dari daerah yang bertekanan tinggi ke rendah sehingga
terjadi penurunan CO ke sirkulasi sistemik. Darah yang terakumulasi di
ventrikel kiri, atrium kiri, dan sirkulasi pulmonal menyebabkan peningkatan
tekanan vena pulmonal (normalnya 10mmHg) melebihi tekanan osmotic

10
kapiler (normalnya 25mmHg) sehingga terjadi perpindahan cairan dari
intrakapiler ke interstitium paru.15

Beberapa keadaan yang menyebabkan gagal jantung kiri yaitu:

a. Hipertensi

b. Kardiomiopati distriktif

c. Stenosis atau regurgitasi aorta atau katup mitral

d. Infark Miokard Akut

e. Kardiomiopati dilatasi

2. Gagal Jantung Kanan


Gagal jantung kanan yaitu umumnya terjadi karena kelanjutan dari left
sistolik hear failure sehingga terjadi peningkatan pada arteri pulmonal sehingga
ventrikel kanan membutuhkan usaha yang lebih untuk melewati arteri pulmonal
dan jika terus menerus maka dapat terjadi kegagalan memompa dari ventrikel
kanan atau disertai kegagalan saat pengisian ventrikel kanan akibatnya volume
darah dari seluruh tubuh akan terakumulasi hanya pada atrium kanan maka
dapat terjadi peningkatan tekanan atrium kanan sehingga terjadi backwards ke
vena cava dan akan tersebsar kembali ke perifer. Apabila terjadi dalam jangka
waktu lama maka dapat terjadi edema pretibial, peningkatan vena jugular.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan gagal jantung kanan yaitu:
a. Gagal jantung kiri

b. Hipertensi pulmonal

c. Penyakit paru kronis seperti pneumonia berat, emboli paru, stenosis


aortal atau mitral.
d. Kelainan katup tricuspid atau pulmonal
e. Infark ventrikel kanan
f. Kardiomiopati

11
B. Berdasarkan Fungsi
1. Gagal Jantung Sistolik/ Heart Failure with Reduced Ejection Fraction
Gagal jantung sistolik adalah penurunan kontraktilitas miokard,
ditandai dengan fraksi ejeksi kurang dari 40%. Jantung yang normal
mengejeksikan darah sekitar 65% dari darah yang ada ventrikel di ujung
diastol. Pada gagal jantung sistolik, fraksi ejeksi menurun secara progresif
dengan meningkatnya derajat disfungsi miokard. Penurunan fraksi ejeksi
akan meningkatkan preload sehingga ventrikel berdilatasi dan ketegangan
dinding ventrikel dan EDV meningkat.15
Gagal jantung sistolik dapat diakibatkan oleh:15
A. Gangguan kontraktilitas jantung seperti iskemik atau kardiomiopati
B. Overload volume seperti insufisiensi katup atau anemia
C. Peningkatan tekanan berlebih seperti hipertensi dan stenosis katup.

2. Gagal Jantung Diastolik/ Heart Failure with Preserved Ejection Fraction


Pada gagal jantung diastolic terjadi disfungsi diastolik ventrikel baik
gangguan relaksasi diastolik awal (proses aktif yang bergantung pada
energi), peningkatan kekakuan dinding ventrikel (properti pasif), atau
keduanya. Saat diastol, pengisian ventrikel terjadi pada tekanan yang lebih
tinggi dari normal karena bagian bawah loop bergeser ke atas sebagai hasil
dari penurunan komplians bilik. Pasien dengan disfungsi diastolik sering
menunjukkan tanda-tanda kongesti vaskular karena peningkatan tekanan
diastolik ditransmisikan ke vena pulmonal dan sistemik.4

Beberapa kondisi yang menyebabkan gagal jantung diastolic


yaitu:4
a. Iskemik otot jantung
b. Hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis, atau kardiomiopati
c. Tamponade jantung

C. Berdasarkan Onset
 Gagal Jantung Akut dan Kronik

12
Gagal jantung akut adalah terminologi yang digunakan
untuk mendeskripsikan kejadian atau perubahan yang cepat
dari tanda dan gejala gagal jantung. Ada 2 jenis persentasi gagal
jantung akut, yaitu gagal jantung akut yang baru terjadi pertama
kali (de novo) dan gagal jantungdekompensasi akut pada gagal
jantung kronis yang sebelumnya stabil.

Gagal jantung kronik mendeskripsikan pasien yang telah


memiliki diagnosis gagal jantung atau yang memiliki gejala
yang lebih bertahap. Jika gagal jantung kronik memburuk, baik
tiba-tiba atau lambat, episode tersebut dapat digambarkan
sebagai gagal jantung 'dekompensasi' dan jika berlangsung
secara tiba-tiba maka masuk dalam bagian gagal jantung akut.

D. Berdasarkan Derajat Keparahan

1. Klasifikasi NHYA
Klasifikasi gagal jantung yang digunakan di kancah internasional untuk
mengelompokkan atau mengklasifikasikan gagal jantung adalah klasifikasi
menurut New York Heart Association (NYHA). Dalam congestive heart failure
(CHF), klasifikasi yang menunjukkan tingkatan keparahan dari kondisi pasien,
menurut New York Heart Association (NYHA) klasifikasi fungsonal CHF dibagi
dalam 4 kelas yaitu:
Tabel 2.5.1 : Klasifikasi CHF menurut New York Heart Association (NYHA)

13
Klasifikasi diatas menjadi acuan dalam penggolongan tingkatan gagal
jantung. Black & Hawks (2009) membagi gagal jantung menjadi 4 tingkatan. Gagal
jantung tingkat pertama atau disebut dengan istilah disfungsi otot jantung
asimtomatik dengan gagal jantung ringan merupakan penderita yang sesuai dengan
kelas I/II NYHA. Gagal jantung tingkat kedua atau disebut dengan istilah gagal
jantung ringan ke sedang merupakan penderita yang sesuai dengan kelas II/III
NYHA. Gagal jantung tingkat ketiga atau disebut dengan istilah gagal jantung
lanjut merupakan penderita dengan kelas III/IV NYHA. Gagal jantung tingkat
keempat atau disebut dengan gagal jantung berat dengan fase dekompensasi yang
berkelanjutan merupakan penderita dengan kelas III/IV NYHA.

2. Klasifikasi Stevenson
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda
kongesti (adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato
jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square
wave blood pressure pada manuver valsava) dan kecukupan perfusi (adanya
tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas
dingin dan penurunan kesadaran). Pasien yang mengalami kongesti disebut basah
(wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut
dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut
penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
Tabel 2.5.2 : Klasifikasi CHF berdasarkan keadaan perfusi-kongesti

14
2.6 Gejala Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung kongestif dapat dilihat dari gejala dan tanda
yang muncul pada pasien. Gejala dan tanda gagal jantung kongestif dapat dibagi
berdasarkan gagal jantung kiri dan gagal jangtung kanan.

15
2.7 Diagnosis
1. EKG:
 Temuan non-spesifik
 Dapat memberikan petunjuk tentang penyebab gagal jantung, misalnya
gelombang Q pada infark miokard dan LVH pada stenosis aorta.
2. Sinar-X:
 Kardiomegali terutama pada kasus yang berat dan kronis
 Perubahan kongestif vena pulmonal yang hadir terutama pada GJK akut.
 Pasien dengan GJK mungkin tidak menunjukkan kongesti paru
 Kadang-kadang bilateral atau efusi selaput dada kanan.
3. Dua-dimensi Echo dan studi Doppler:
 Konfirmasi diagnosis gagal jantung
 Fraksi ejeksi dan dilatasi ventrikel kiri tertekan
 Gerakan abnormalitas dinding ventrikel kiri
 Deteksi kelainan katup, efusi perikardial, dan intrakardiak shunt.
4. Kateterisasi Jantung:
Pada pasien yang dipilih untuk mendeteksi keberadaan dan luasnya
penyakit arteri koroner.

2.8 Tatalaksana
A. Non Farmakologi
 Diet Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus
diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat
badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau < 2
g/hari untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi
1,5-2 L/hari hanya untuk gagal jantung berat.
 Merokok : Harus dihentikan.
 Aktivitas fisik Olah raga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda
dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III)
dengan intensitas yang nyaman bagi pasien.
 Istirahat : Dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.

16
 Bepergian Hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat
panas atau lembab. (Nafrialdi dan Setiawati, 2007).
B. Farmakologi
Usaha pertama dalam penanggulangan gagal jantung kongestif ialah
mengatasi sindrom gagal jantung yaitu meningkatkan cardiac output dan
menurunkan ventricular filling pressure. Kemudian mengobati faktor
presipitasi seperti aritmia, anemia, tirotoksikosis, stres, infeksi dan lain-lain,
memperbaiki penyakit penyebab seperti hipertensi, PJK, penyakit katup
serta mencegah komplikasi trombo-emboli.17

a. Kasus Kronis
Konsep terapi farmakologis saat ini ditujukan terutama pada:
1. Menurunkan preload melalui pemberian diuretik termasuk aldosteron
reseptor antagonist dan nitrat. Diuretik juga dipakai sebagai obat untuk
mengatasi retensi cairan badan.
2. Meningkatkan kontraktilitas jantung (bagi yang terjadi gangguan
kontraktilitas miokard) melalui pemberian digitalis, ibopamin, β-
blocker generasi ketiga atau fosfodiesterase inhibitor.
3. Menurunkan afterload (bagi yang terjadi peningkatan afterload)
dengan ACE-inhibitors, Angiotensin Receptor Blocker (ARB), Direct
renin inhibitor, atau Calcium Channel Blockers (CCB) golongan
dihidropiridin.
4. Mencegah myocardial remodelling dan menghambat progresivitas
gagal jantung dengan ACE-inhibitors dan ARB
5. Memperbaiki metabolisme energi miokard dengan Carnitine, Co-
enzyme Q10, D-ribose, Magnesium dan vitamin vitamin
6. Intervensi khusus nonfarmakologis ditujukan bagi pasien gagal
jantung stadium D yang sudah tidak respon dengan obat-obatan.
Bagi penderita gagal jantung kongestif berat (NYHA kelas IV) yang
perlu dirawat lama di rumah sakit, atau pada mereka yang memiliki risiko

17
tinggi terjadinya trombosis vena dalam, maka perlu diberi tambahan
pengobatan berupa antikoagulan.17
Perlu diuraikan sedikit tentang gagal jantung kongestif akibat disfungsi
diastolik, yang mekanisme terjadinya adalah melalui gangguan relaksasi
miokard, kekakuan dinding ventrikel dan/atau adanya pengekangan perikard.
Pada keadaan demikian, maka strategi terapi adalah menurunkan tekanan
ventrikel kri dengan nitrat atau diuretik, mencegah hipertrofi ventrikel kiri
dengan ACE-inhibitor atau ARB, dan mengusahakan jantung dalam irama
sinus. CCB merupakan salah satu obat yang dapat memperbaiki relaksasi
diastolik, obat ini dilaporkan bermanfaat pada penderita gagal jantung akibat
hypertrophic cardiomyopathy.17

Menurunkan preload
Berbagai manifestasi klinik gagal jantung kongestif adalah akibat
adanya retensi cairan dan kelebihan garam. Oleh sebab itu pengobatan gagal
jantung kongestif yang pertama adalah mengeluarkan kelebihan cairan dan
garam dalam tubuh.17
a. Diuretik
Diuretik merupakan pengobatan standard untuk penderita gagal jantung
kongestif. Kebanyakan pasien membutuhkan obat golongan ini secara
kronis untuk mempertahankan euvolumia. Diuretik yang sering digunakan
ialah tiazid, furosemid dan spironolakton. Hydro-Chloro Tiazide (HCT)
dan spironolakton dianjurkan terutama pada gagal jantung NYHA kelas II.
Apabila kondisi memburuk baru diberikan furosemid. Kontraindikasi
pemberian diuretik adalah: tamponade jantung, infark miokard ventrikel
kanan, hepatic failure, hipokalemi dan hipersensitif.
b. Nitrat
Pemberian nitrat sangat berguna bagi penderita gagal jantung yang juga
memiliki riwayat penyakit jantung koroner. Atau bagi mereka yang telah
menerima furosemid dosis tinggi namun belum mampu mengatasi sindrom
gagal jantung. Pemberian nitrat harus selalu dimulai dengan dosis awal
yang rendah untuk mencegah sinkope.17

18
Meningkatkan kontraktilitas jantung
Tidak semua gagal jantung kongestif terjadi gangguan kontraktilitas. Obat
inotropik hanya diberikan pada pasien yang tebukti ada gangguan kontraktilitas
misalnya pada pemeriksaan fisis atau hasil ECHO menunjukkan ejection
fraction (EF) < 40%. Sebagian besar simpatomimetik seperti adrenalin,
isoprenalin, dobutamin atau efedrin memiliki efek inotropik positif, namun
obat ini tidak dianjurkan untuk gagal jantung karena mereka juga
meningkatkan laju jantung yang akan memperparah kondisi penyakit. Dibawah
ini hanya diuraikan obat inotropik yang khusus untuk pengoabatan gagal
jantung.17

a. Digitalis (digoksin)
Digitalis telah hampir satu abad digunakan sebagai obat standard untuk
penderita gagal jantung karena memiliki efek inotropik positif
(meningkatkan kontraktilitas) dan kronotropik negatif (menurunkan laju
jantung). Sifat ini sangat ideal digunakan sebagai obat gagal jantung karena
hampir semua pasien gagal jantung mengalami takikardi. Dengan
menurunkan laju jantung, obat ini memberi kesempatan ventrikel kiri
mengadakan relaksasi dan pengisian yang efektif untuk kemudia
dipompakan keluar.
b. Ibopamin
Ibopamin adalah dopamine-like prodrug. Berbagai studi melaporkan bahwa
pemberian ibopamin 3 x 100 mg per hari pada penderita gagal jantung
mampu menaikkan cardiac index sebesar 30% disertai penurunan resistensi
vaskular, tanpa banyak mempengaruhi denyut jantung dan tekanan darah.
Dengan demikian obat ini dapat diberikan sebagai monoterapi
(menggantikan digitalis dan diuretik), atau diberikan sebagai terapi
kombinasi dengan digitalis pada gagal jantung NYHA kelas II dan III.
c. β-blocker
Adrenoseptor-β di miokard memegang peranan penting atas terjadinya
gagal jantung. Β-blockers yang terbukti dapat meningkatkan ejection

19
fraction, memperbaiki gejala dan menurunkan angka kematian pasien gagal
jantung adalah metoprolol, bisoprolol dan carvedilol. “Start slow and go
slow” adalah cara pemberian β-blockers untuk pasien gagal jantung; semua
pasien harus dalam kondisi relatif stabil yaitu sudah tidak terlalu sesak, tidak
udem pretibial atau asites.
d. Fosfodiesterasi inhibitor
Fosfodiesterase inhibitor seperti milrinone, amrinone menghambat
degradasi cAMP. Peningkatan jumlah cAMP selular mengaktifkan protein
kinase yang pada jantung akan menyebabkan terjadinya peningkatan
kontraktilitas, sedangkan pada pembuluh darah terjadi vasodilatasi dan
venodilatasi. Dengan demikian fosfodiesterase inhibitor dinamakan “ino-
dilator”.
e. Isoniazide (INH)
Potassium channel blocker 4-aminopiridin memperpanjang fase
depolarisasi sehingga meningktakan kontraktilitas otot jantung atau otot
polos vaskular.17

Menurunkan after-load
Menurunkan beban jantung dengan menurunkan after-load merupakan
langkah berikut penanggulangan gagal jantung kongestif. Kadang-kadang
tekanan darah pasien tidak tinggi, namun hanya dengan pemberian dosis kecil
obat yang menurunkan afterload dapat sangat memperbaiki gejala.
a. ACE-inhibitors
Setelah ditemukannya angiotensin II reseptor yang memiliki sifat
protooncogenic terhadap sel jantung, maka konsep yang paling populer
terhadap mekanisme kerja ACE-inhibitors pada gagal jantung ialah bahwa obat
golongan ini memiliki efek langsung pada jantung dalam hal mencegah
terjadinya remodelling dan menghambat perluasan kerusakan miokard. Selain
itu, obat golongan ini juga memiliki efek lainnya seperti: menurunkan after-
load, menurunkan aktivitas saraf simpatis, menurunkan sekresi aldosteron
(sehingga meningkatkan ekskresi natrium), dan menurunkan sekresi
vasopresin yang semuanya berguna untuk penderita gagal jantung.

20
b. ARB
ACE-inhibitors tidak mampu menghambat sebagian besar produksi
Angiotensin II, jadi dengan memblokade AT-1 reseptor, ARB diharapkan
dapat menghambat sebagian besar efek negative dari sistem RAA. Walaupun
ARB diketahui tidak memiliki efek yang baik seperti ACE-inhibitors yaitu
meningkatkan bradikinin, prostaglandin dan NO di jaringan jantung, pembuluh
darah dan organ lain.
c. Direct renin inhibitor (Aliskiren)
Aliskiren adalah obat antihipertensi yang relatif baru. Aliskiren Observation
of Heart Failure Treatment (ALOFT) Study menunjukkan bahwa pada pasien
gagal jantung yang stabil dengan obat-obat gagal jantung termasuk ACE-
inhibitors dan ARB,.

d. CCB
CCB dihidopiridin merupakan vasodilator kuat sehingga biasanya diberikan
pada pasien gagal jantung grade II yang tidak takikardi. CCB yang long acting
seperti amlodipin dan nivedipin GIT lebih baik karena tidak mempresipitasi
refleks takikardi dan dilaporkan bermanfaat pada kasus yang belum maupun
yang sudah terjadi gangguan fungsi sistolik. Bagi pasien tidak mampu dapat
diberikan nifedipin (10 mg) yang penting dosis dibagi rata setiap 8 jam.17

Mencegah remodeling
Obat yang memiliki efek mencegah remodeling seperti ACE-inhibitors
dan ARB bermanfaat menghambat progresivitas gagal jantung. Namun dosis
yang diberikan harus maksimal. Sebenarnya hampir semua obat antihipertensi
memiliki efek mencegah remodeling termasuk CCB, β-blocke dan diuretik.17
Memperbaiki metabolisme energi miokard
Telah diuraikan diatas bahwa patogenesis disfungsi miokard terutama
disebabkan karena kekurangan produksi energi atau ATP. D-ribose, L-
carnitine, Co-Q10 dan Mg++ merupakan empat bahan yang sangat dibutuhkan
untuk memperbaiki metabolisme energi dan menyuplai kebutuhan energi
secara maksimal pada miokard.17

21
b. Kasus akut
Tindakan umum untuk gagal jantung kongestif akut ialah apabila penderita
dibaringkan pada posisi setengah duduk, dan diberi oksigen. Oksigen secara
rutin diberikan pada penderita gagal jantung kongestif akut, karena hampir
semua penderita mengeluh sesak napas. Oksigen konsentrasi tinggi mutlak
diperlukan pada penderita yang PO2 kurang dari 70%, atau terdapat tanda-
tanda edema paru yang berat.
Agar tidak terjadi kekeringan mukosa paru, pemberian oksigen sebaiknya
disertai uap air. Pada pemberian oksigen konsentrasi sangat tinggi (60-100%),
maka setiap 5 jam harus dihentikan beberapa menit untuk mencegah keracunan
oksigen. Tanda-tanda keracunan oksigen antara lain: perasaan lemah, nausea,
vomitus, batuk-batuk, perasaan terbakar di daerah substernal dan tanda-tansa
serebral seperti konvulsi.
Untuk gagal jantung kongestif akut dimana memerlukan pengobatan segera
dan tepat, maka monitoring fungsi kardiovakular sebaiknya dilakukan dengan
metode invasif seperti pemasangan kateter vena sentral atau kateter Swan-
Ganz.17
2.9 Prognosis
Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%)
dan berkaitan dengan derajat keparahannya. Data Framingham yang
dikumpulkan sebelum penggunaan vasodilatasi untuk gagal jantung
menunjukkan mortalitas 1 tahun rerata sebesar 30% bila semua pasien dengan
gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari 60% pada NYHA kelas
IV. Maka kondisi ini memiliki prognosis yang lebih buruk daripada sebagian
besar kanker. Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau secara
mendadak (diduga karena aritmia) dengan frekuensi yang kurang lebih sama.
Sejumlah faktor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung.
1. Klinis: semakin buruk gejala pasein, kapasitas aktivitas, dan gambaran
klinis, semakin buruk prognosis;
2. Hemodinamik: semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup, dan fraksi
ejeksi, semakin buruk prognosis;

22
3. Biokimia: terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepineprin,
renin, vasopresin, dan peptida natriueretik plasma. Hiponatremia
dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk;
Aritmia: fokus ektopik ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada
pengawasan EKG ambulatori menandakan prognosis yang buruk. Tidak jelas
apakah aritmia ventrikel hanya merupakan penanda prognosis yang buruk atau
apakah aritmia merupakan penyebab kematian.1

23
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

1. Klinis: semakin buruk gejala pasein, kapasitas aktivitas, dan gambaran


klinis, semakin buruk juga prognosis
2. Hemodinamik: semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup,dan fraksi
ejeksi, semakin buruk juga prognosis
3. Biokimia: Hiponatremia yang lebih buruk dikaitkan dengan prognosis
dikaitkan dengan prognosis yang buruk.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization, 2017. Facts Sheet Cardiovascular Diseases


2. Hajar R. (2019). Congestive Heart Failure: A History.” Heart views: the
official journal of the Gulf Heart Association vol. 20, 3 (2019): 129-132.
3. Kelompok Kerja Gagal Jantung dan Kardiometabolik Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia: PP Perki 2020
4. Brito Daniel, Malik Ahmad. Indah Chabra. Vaqar Sarosh. Gagal Jantung
Kongestif. National Library of Medicine. 2022.
5. Adista Rangga Juliar. Nurkhalis. Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Gagal
Jantung. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika
6. Kemp CD, Conte JV. The pathophysiology of Heart Failure. Journal
Cardiovascular Pathology Elsevier 21 (2012). p. 365-371
7. Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskuler dan Renal.
Jakarta : Salemba Medika.
8. (Nohria, A., Lewis, E., dan Stevenson, L.W., 2009)
9. Kelas Fungsional (Muttaqin, 2009; Mansjoer, et al., 2009)
10. Aaronson & Ward. 2010. At Glance Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:
Erlangga.
11. Rampengan Starry Homenta. 2013. Buku Praktis Radiologi. Fakultas
Kedoktera Universitas Indonesia.
12. McDonagh T. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure. European Society of Cardiology. 2021
13. Peter Kabo. 2014. Bagaimana menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular
Secara Rasional. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
14. Setiawati, A., dan Nafrialdi, 2007, Obat Gagal Jantung, Farmakologi dan
Terapi, Edisi V, 34 dan 300, Departeman Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
15. Lilly, L. S., 2011. Pathophysiology of Heart Disease. 5nd ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkin, a Wolters Kluwer business.
16. Lilly, L. S., 2011. Clinical Manifestations. In: Pathophysiology of Heart
Disease. 5nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin, a Wolters
Kluwer business, pp. 232-234.

25
17. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung.
18. Ponikowski, P., Voors, A. A., Anker, S. D., Bueno, H., Cleland, J. G. F.,
Coats, A. J. S., Falk, V., González-Juanatey, J. R., Harjola, V. P.,
Jankowska, E. A., Jessup, M., Linde, C., Nihoyannopoulos, P., Parissis, J.
T., Pieske, B., Riley, J. P., Rosano, G. M. C., Ruilope, L. M., Ruschitzka,
F., … Davies, C. (2016). 2016 ESC Guidelines

26

Anda mungkin juga menyukai