A. CONTOH KASUS
Penyakit kolera sejak awal April hingga awal Agustus 2008 di Kabupaten Paniai
dan Kabupaten Nabire Provinsi Papua telah menelan korban 105 penderita meninggal.
Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan RI melaporkan kondisi masyarakat daerah pedalaman Papua yang masih jauh
dari hidup dan perilaku sehat seperti minum air mentah, buang air besar tidak pada
tempatnya seperti di kebun atau sungai serta terbiasa mencium dan menyentuh penderita
yang meninggal akibatnya penyakit kolera sangat cepat menular, menyebar, dan
mewabah ke daerah-daerah sekitarnya hingga akhirnya menimbulkan KLB kolera.
12 thn – 50 thn 2 2 4
12 bln – 50 thn 6 5 11
JUMLAH 11 16 21
Makan kerang mentah atau yang tidak dimasak dengan matang, atau makanan laut
lainnya yang berasal dari lokasi tertentu.
Tumbuhnya bakteri kolera di daerah kolera mewabah bisa melalui nasi dan milet
yang terkontaminasi setelah dimasak dan didiamkan di suhu ruangan selama beberapa
jam.
Bakteri kolera bisa bertahan di air untuk jangka waktu yang lama dan mencemari
sumur-sumur yang digunakan oleh masyarakat umum.
Infeksi kolera bisa bersumber dari sayuran dan buah-buahan mentah yang tidak
dikupas. Lahan pertanian yang terkontaminasi oleh pemupukan yang tidak baik atau
air untuk pengairan yang mengandung sampah.
Lingkungan padat penduduk yang tidak memiliki sanitasi memadai.
Vibrio cholerae yang dibawa oleh penjamah makanan dapat mencemari makanan,
yang apabila tidak disimpan dalam lemari es dalam suhu yang tepat dapat meningkatkan
jumlah kuman berlipat ganda dalam waktu 8-12 jam. Sayuran dan buah-buahan yang
dicuci dan dibasahi dengan air limbah yang tidak diolah, juga menjadi media penularan.
Bakteri kolera juga dapat hidup di lingkungan air payau dan perairan pesisir. Kerang-
kerangan (shellfish) yang dimakan mentah juga dapat menjadi sumber kolera. Seperti di
Amerika Serikat, kasus sporadis kolera timbul karena mengkonsumsi seafood mentah
atau setengah matang yang ditangkap dari perairan yang tidak tercemar. Sebagai contoh,
kasus kolera yang muncul di Louisiana dan Texas menyerang orang-orang yang
mengkonsumsi kerang yang diambil dari pantai dan muara sungai yang diketahui sebagai
reservoir alami dari Vibrio cholera (O1 serotipe Inaba), muara sungai yang tidak
terkontaminasi oleh air limbah. Biasanya penyakit kolera secara langsung tidak menular
dari orang ke orang. Oleh karena itu, kontak biasa dengan penderita tidak merupakan
resiko penularan.
Tidak semua penderita kolera memiliki gejala, sehingga tidak sadar bahwa
mereka telah terinfeksi Vibrio cholerae atau bakteri kolera. Dari seluruh orang yang
terinfeksi kolera, hanya 10 persen di antaranya yang menunjukkan gejala. Walau tidak
memiliki gejala, penderita kolera masih bisa menularkan kepada orang lain melalui air
yang terkontaminasi akibat bakteri kolera yang menyebar melalui tinja selama 1-2 pekan.
Kolera yang telah menyebabkan gejala selama beberapa jam bisa mengakibatkan
dehidrasi atau tubuh kekurangan cairan. Dehidrasi parah terjadi jika tubuh kehilangan
cairan lebih dari 10 persen total berat tubuh. Selain itu perlu diketahui bahwa diare akibat
kolera bisa menyebabkan hilangnya cairan tubuh dengan cepat, yaitu sekitar 1 liter per
jam, dan muncul secara tiba-tiba. Orang yang terjangkit bakteri kolera akan merasa mual
dan muntah selama beberapa jam pada tahap awal terinfeksi. Sulit untuk membedakan
diare akibat kolera atau penyakit lain, namun biasanya diare akibat kolera menyebabkan
pasien terlihat tampak pucat. Ada beberapa gejala kolera seperti berikut ini.
1. Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
2. Feces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan
putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti
manis yang menusuk.
3. Feces (tinja) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan
mengeluarkan gumpalan-gumpalan berkali-kali & dalam jumlah yang cukup banyak.
4. Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah
merasakan mual sebelumnya.
5. Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeriyang hebat.
6. Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan tanda-
tandanya seperti ; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, dan kematian.
2.6. PENGOBATAN KOLERA
Penderita kolera harus ditangani dengan cepat dan tepat, terutama memberikan
pengganti cairan tubuh yang hilang (Dehidrasi). Pemberian cairan bisa dilakukan melalui
oral dengan pemberian cairan oralit dan melalui infus intravena (pada kasus yang parah).
Pemberian elektrolit cairan tubuh dilakukan selama 1-5 hari tanpa pemberian antibiotik.
Penggunaan antibiotik dilakukan setelah 5 hari hari atau setelah meredanya muntah-
muntah. Antibiotik yang biasa digunakan yakni tetrasiklin, trimethoprhim.
Pencegahan penyakit kolera pun dapat dilakukan dengan pembiasaan hidup sehat, yakni :
B. PEMBERANTASAN KOLERA
1. Tindakan pencegahan Pemberian Imunisasi aktif dengan vaksin mati whole cell,
yang diberikan secara parenteral kurang bermanfaat untuk penanggulangan wabah
maupun untuk penanggulangan kontak. Vaksin ini hanya memberikan
perlindungan parsial (50%) dalam jangka waktu yang pendek (3 – 6 bulan) di
daerah endemis tinggi tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi
asimptomatik, oleh karena itu pemberian imunisasi tidak direkomendasikan. Dua
jenis Vaksin oral yang memberikan perlindungan cukup bermakna untuk
beberapa bulan terhadap kolera yang disebabkan oleh strain O1, kini tersedia di
banyak negara. Pertama adalah vaksin hidup (strain CVD 103 – HgR, dosis
tunggal tersedia dengan nama dagang Orachol® di Eropa dan Mutacol di Kanada,
SSV1); yang lainnya adalah vaksin mati yang mengandung vibrio yang
diinaktivasi ditambah dengan sub unit B dari toksin kolera, diberikan dalam 2
dosis (Dukoral, SBL). Sampai dengan akhir tahun 1999, vaksin-vaksin ini belum
mendapat lisensi di AS.
2. Pengawasan penderita, kontak atau lingkungan sekitarnya
a. Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan kasus kolera umumnya
diwajibkan sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional (International
Health Regulation,1969).
b. Disinfeksi serentak : Dilakukan terhadap tinja dan muntahan serta bahan-
bahan dari kain (linen, seperti sprei, sarung bantal dan lain-lain) serta barang-
barang lain yang digunakan oleh penderita, dengan cara di panaskan, diberi
asam karbol atau disinfektan lain. Masyarakat yang memiliki sistem
pembuangan kotoran dan limbah yang modern dan tepat, tinja dapat langsung
dibuang ke dalam saluran pembuangan tanpa perlu dilakukan disinfeksi
sebelumnya. Pembersihan menyeluruh
c. Karantina :Tidak diperlukan.
d. Manajemen kontak : Lakukan survei terhadap orang yang minum dan
mengkonsumsi makanan yang sama dengan penderita kolera, selama 5 hari
setelah kontak terakhir. Jika terbukti kemungkinan adanya penularan
sekunder didalam rumah tangga, anggota rumah tangga sebaiknya di beri
pengobatan kemoprofilaksis; untuk orang dewasa adalah tetrasiklin (500 mg 4
kali sehari) atau doksisiklin (dosis tunggal 300 mg) selama 3 hari, kecuali
untuk strain lokal yang diketahui atau diduga resisten terhadap tetrasiklin.
Anak-anak juga bisa diberikan tetrasiklin (50mg/kg/hari dibagi ke dalam 4
dosis) atau doksisiklin (dosis tunggal 6 mg/kg) selama 3 hari, dengan
pemberian tetrasiklin dalam waktu yang singkat, tidak akan terjadi noda pada
gigi.
e. Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : Lakukan investigasi
terhadap kemungkinan sumber infeksi berasal dari air minum dan makanan
yang terkontaminasi. Makanan yang dikonsumsi 5 hari sebelum sakit harus di
tanyakan. Pencarian dengan cara mengkultur tinja untuk kasus-kasus yang
tidak dilaporan hanya disarankan dilakukan terhadap anggota rumah tangga
atau terhadap orang-orang yang kemungkinan terpajan dengan satu sumber
(Common source) didaerah yang sebelumnya tidak terinfeksi.
f. Pengobatan spesifik : Ada tiga cara pengobatan bagi penderita Kolera : 1).
Terapi rehidrasi agresif.
3. Pengobatan untuk komplikasi. Dasar dari terapi kolera adalah rehidrasi agresif
melalui oral dan intravena yang dilakukan untuk memperbaiki kekurangan cairan
dan elektrolit, juga untuk mengganti cairan akibat diare berat yang sedang
berlangsung. Antibiotika yang tepat adalah terapi tambahan yang sangat penting
terhadap pemberian cairan, karena pemberian antibiotika dapat mengurangi
volume dan lamanya diare dan dengan cepat mengurangi ekskresi dari vibrio
sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya penularan sekunder. Akhirnya pada
saat terapi rehidrasi cukup efektif, dan penderita tertolong dari renjatan
hipovolemik dan tertolong dari dehidrasi berat, penderita dapat mengalami
komplikasi seperti hipoglikemi yang harus di ketahui dan di obati dengan segera
natrium asetat dan 8 gr glukosa/L) dan “Larutan Dacca” (5 g NaCL, 4 gr
NaHCO3, dan 1 g KCL/L), yang dapat dibuat ditempat pada keadaan darurat.
Penggantian cairan awal sebaiknya diberikan 30ml/kg BB pada jam pertama
untuk bayi dan pada 30 menit pertama untuk penderita berusia diatas 1 tahun, dan
sesudahnya pasien harus di nilai kembali. Sesudah dilakukan koreksi terhadap
sistem cairan tubuh yang kolaps, kebanyakan penderita cukup diberikan rehidrasi
oral untuk melengkapi penggantian 10 % defisit awal cairan dan untuk mengganti
cairan hilang yang sedang berlangsung.
Antibiotika yang tepat dapat memperpendek lamanya diare, mengurangi volume
larutan rehidrasi yang dibutuhkan dan memperpendek ekskresi vibrio melalui
tinja. Orang dewasa diberi tetrasiklin 500 mg 4 kali sehari dan anak anak 12.5
mg/kg 4 kali sehari selama 3 hari. Pada saat Strain V. cholerae yang resisten
terhadap tetrasiklin sering ditemukan, maka pengobatan dilakukan dengan
pemberian antimikroba alternatif yaitu TMP-SMX (320 mg trimethoprim dan
1600 mg sulfamethoxazol dua kali sehari untuk orang dewasa dan 8 mg/kg
trimethoprim dan 40 mg/kg sulfamethoxazol sehari dibagi dalam 2 dosis untuk
anak-anak, selama 3 hari); furazolidon (100 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa
dan 1.25 mg/kg 4 kali sehari untuk anak-anak, selama 3 hari); atau eritromisin
(250 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa dan 10 mg/kg 3 kali sehari untuk anak-
anak selama 3 hari). Siprofloksasin, 250 mg sekali sehari selama 3 hari, juga
merupakan regimen yang baik untuk orang dewasa. V. cholerae strain O139
resisten terhadap TMP-SMX. Oleh karena ditemukan strain O139 atau O1 yang
mungkin resisten terhadap salah satu dari antimikroba ini, maka informasi tentang
sensitivitas dari strain lokal terhadap obat-obatan ini perlu diketahui, jika fasilitas
untuk itu tersedia, informasi ini digunakan sebagai pedoman pemilihan terapi
antibiotika yang tepat.
4. Penanggulangan wabah
a. Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah risiko tinggi
untuk segera mencari pengobatan bila sakit.
b. Sediakan fasilitas pengobatan yang efektif.
c. Lakukan tindakan darurat untuk menjamin tersediaanya fasilitas air minum
yang aman. Lakukan klorinasi pada sistem penyediaan air bagi masyarakat,
walaupun diketahui bahwa sumber air ini tidak terkontaminasi. Lakukan
klorinasi atau masaklah air yang akan di minum, dan air yang akan dipakai
untuk mencuci alat-alat masak dan alat-alat untuk menyimpan makanan
kecuali jika tersedia air yang telah di klorinasi dengan baik dan terlindungi
dari kontaminasi.
d. Lakukan pengawasan terhadap cara-cara pengolahan makanan dan minuman
yang sehat. Setelah diolah dan dimasak dengan benar, lindungi makanan
tersebut dari kontaminasi oleh lalat dan penanganan yang tidak saniter;
makanan sisa sebaiknya dipanaskan sebelum dikonsumsi. Orang yang
menderita diare sebaiknya tidak menjamah atau menyediakan makanan dan
minuman untuk orang lain. Makanan yang disediakan pada upacara
pemakaman korban kolera mungkin tercemar dan selama wabah
berlangsung makanan ditempat seperti ini sebaiknya dihindari.
e. Lakukan investigasi dengan sungguh-sungguh dengan desain sede- mikian
rupa untuk menemukan media dan lingkungan yang memungkinkan
terjadinya penularan menurut variable orang, tempat dan waktu serta buatlah
rencana penanggulangan yang memadai.
f. Sediakan fasilitas pembuangan sampah dan limbah domestik sesuai dengan
syarat kesehatan.
g. Pemberian imunisasi dengan suntikan vaksin kolera Whole cell tidak di
anjurkan.
h. Pada saat situasi wabah relatif mulai tenang, vaksin kolera oral dapat
diberikan sebagai tambahan terhadap upaya penanggulangan wabah kolera..
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kolera adalah suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan yang
disebabkan oleh kelompok enterotoksin yang dihasilkan oleh vibrio Kolera yang ditandai
dengan diare cairringan, diare cair berat dengan muntah yang dengan cepat dapat
menimbulkan syok hipovolemik, asidosis metabolik dan tidak jarang menimbulkan
kematian. Penyebab kolera adalah bakteri bernama Vibrio cholerae. Bakteri kolera
memproduksi CTX atau racun berpotensi kuat di usus kecil. Dinding usus yang ditempeli
CTX akan mengganggu aliran mineral sodium dan klorida hingga akhirnya menyebabkan
tubuh mengeluarkan air dalam jumlah besar (diare) dan berakibat kepada kekurangan
elektrolit dan cairan. Penularan biasanya melalui feses si penderita, bias juga makanan
yang terkontaminasi oleh bakteri kolera. Gejalanya seperti diare yang sangat encer, tinja
seperti air cucian beras yang berbau busuk, terjadi muntah setelah diare, kejang otot perut
dan dehidrasi. Untuk pencegahan biasanya dilakukan pemberian vaksin. Sedangkan
untuk pemberantasan dilakukan tindakan pencegahan terlebih dahulu seperti pemberian
vaksin, dan melakukan pengawasan terhadap penderita, kontak atau lingkungan
sekitarnya.
3.2. Saran
Untuk masyarakat
Untuk Mahasiswa/Mahasiswi
Tingkatkan pengetahuan kita tentang penyakit kolera & penyakit menular lainnya.
Agar kita dapat memberi tahu pada masyarakat sekitar.
BAB IV
REFERENSI
Permenkes No. 1501 Tahun 2010 Algoritma Diagnosis Penyakit dan Respons Serta Definisi
Kasus Penyakit
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Jakarta: EGC.
Abdurahmat, Asep S. 2010. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Gorontalo: UNG
Abdul M. I, 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara; Jakarta Barat
Budiyanto, 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik FKUI ; Jakarta.