Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kolera tetap menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di negara berkembang
seperti Afrika, Asia, dan Amerika. Walaupun epidemiologi dan bakteriologi penyakit
kolera telah diketahui sejak abad lalu. Kolera merupakan penyakit menular saluran
pencenaan yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholera. Bakteri ini dapat masuk ke
dalam tubuh manusia melalui air minum yang terkontaminasi akibat sanitasi yang buruk
(water borne) atau mengkonsumsi ikan yang tidak dimasak dengan benar terutama
kerang (food borne). Sebagaian besar kasus yang ditemui memperlihatkan gejala
seperti diare, perut keram disertai mual, muntah yang akut dan hebat yang akibatnya
seseorang dalam waktu beberapa hari kehilangan banyak cairan tubuh dan masuk
kedalam kondisi dehidrasi.
Kematian paling banyak disebabkan oleh dehidrasi akibat frekuensi buang air besar
yang terlalu sering. Jika seseorang dengan kolera dibiarkan tanpa mendapat perawatan
sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Perawatan yang dapat
dilakukan adalah dengan rehidrasi agresif regimen yang dilakukan secara intravenous
(pada kasus yang parah) atau dengan rehidrasi oral yaitu pemberian oralit (oral
rehydration solution), yang berlanjut hingga diare berhenti. Untuk mengurangi resiko
penyakit kolera di masyarakat, perlu pemahaman yng mendalam mengenai biologi,
epidemiologi, ekologi, pengobatan dan pencegahan penyakit ini.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.
2.
3.
4.

Memahami definisi dan etiologi penyakit kolera.


Mengetahui dan memahami tanda dan gejala penyakit kolera.
Memahami cara penularan (route) penyakit kolera.
Mengetahui dan memahami pengobatan dan cara pencegahan dari
penyakit kolera.

BAB II Tinjauan Pustaka


2.1 Definisi Penyakit Kolera

Kolera merupakan suatu sindrom epidemiologik klinis yang disebabkan oleh Vibrio
cholerae (V.cholerae), umumnya serogrup O1. Dalam bentuknya yang berat, penyakit
ini ditandai oleh diare yang hebat dengan tinja menyerupai air cucian beras (rice water),
yang dengan cepat dapat menimbulkan dehidrasi. (Lesmana, 2004)
Kolera adalah suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan yang
disebabkan oleh suatu enterotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio cholerae , dengan
ditandai diare cair ringan sampai diare cair berat dengan muntah yang dengan cepat
menimbulkan syok hipololemik, asidosis metabolik dan tidak jarang menimbulkan
kematian.
Bakteri kolera menghasilkan racun yang menyebabkan usus halus melepaskan
sejumlah besar cairan yang banyak mengandung garam dan mineral. Karena bakteri
sensitif terhadap asam lambung, maka penderita kekurangan asam lambung cenderung
menderita penyakit ini.
Vibrio cholerae adalah salah satu bakteri yang masuk dalam family Vibrionaceae
selain dari Aeromonas dan Plesiomonas, dan merupakan bagian dari genus Vibrio.
Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1884 dan sangat
penting dalam dunia kedokteran karena menyebabkan penyakit kolera. Vibrio
cholerae banyak ditemui di permukaan air yang terkontaminasi dengan feces yang
mengandung kuman tersebut, oleh karena itu penularan penyakit kolera ini dapat
melalui air, makanan dan sanitasi yang buruk.

2.2 Etiologi Penyakit Kolera


Kolera adalah mikroorganisme berbentuk batang, berukuran pendek, sedikit
melengkung, dapat bergerak, bersifat gram negatif dan mempunyai flagela polar
tunggal. Terdapat berbagai sereotipe V. cholera yang dapat menimbulkan diare akut.
Kolera dapat tumbuh dengan mudah pada bermacam media laboratorium nonselektif
yaitu agar Mac Conkey dan beberapa media selektif termasuk agar garam empedu,
agar gliserin-telurit-taurokholat serta agar trosulfat-sitrat-garam-empedu-sukrosa
(TCBS).

Vibrio cholerae termasuk bakteri gram negative, berbentuk batang bengkok seperti
koma dengan ukuran panjang 2-4 um. Pada isolasi, Koch menamakannya
kommabacillus, Tapi bila biakan diperpanjang , kuman ini bisa menjadi batang yang
lurus yang mirip dengan bakteri enteric gram negative. Kuman ini dapat bergerak
sangat aktif karena mempunyai satu buah flagella polar yang halus (monotrikh). Kuman
ini tidak membentuk spora. Pada kultur dijumpai koloni yang cembung (convex), halus
dan bulat yang keruh (opaque) dan bergranul bila disinari. Salah satu ciri khas dari
vibrio cholerae ini adalah dapat tumbuh pada pH yang sangat tinggi (8,5-9,5) dan
sangat cepat mati oleh asam. Pertumbuhan sangat baik pada pH 7,0. Karenanya
pembiakan pada media yang mengandung karbohidrat yang dapat difermentasi, akan
cepat mati.
V. cholerae meragi sukrosa dan manosa tanpa menghasilkan gas tetapi tidak meragi
arabinosa. Kuman ini juga dapat meragi nitrit. Ciri khas lain yang membedakan dari
bakteri enteric gram negative lain yang tumbuh pada agar darah adalah pada tes
oksidasi hasilnya positif. V. choleraemenghasilkan enterotoksin yang tidak tahan asam
dan panas, dengan berat molekul sekitar 90.000 yang mengandung 98% protein, 1%
lipid dan 1% karbohidrat.

2.3 Tanda dan Gejala Penyakit Kolera


Gejala dimulai dalam 1-3 hari setelah terinfeksi bakteri, bervariasi mulai dari diare
ringan-tanpa komplikasi sampai diare berat-yang bisa berakibat fatal. Beberapa orang
yang terinfeksi, tidak menunjukkan gejala. Penyakit biasanya dimulai dengan diare
encer seperti air yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa rasa sakit dan muntah-muntah.
Pada kasus yang berat, diare menyebabkan kehilangan cairan sampai 1 liter dalam 1
jam. Kehilangan cairan dan garam yang berlebihan menyebabkan dehidrasi disertai
rasa haus yang hebat, kram otot, lemah dan penurunan produksi air kemih. Banyaknya
cairan yang hilang dari jaringan menyebabkan mata menjadi cekung dan kulit jari-jari
tangan menjadi keriput. Jika tidak diobati, ketidakseimbangan volume darah dan
peningkatan konsentrasi garam bisa menyebabkan gagal ginjal, syok dan koma. Gejala
biasanya menghilang dalam 3-6 hari. Kebanyakan penderita akan terbebas dari
organisme ini dalam waktu 2 minggu, tetapi beberapa diantara penderita menjadi
pembawa dari bakteri ini.

Berikut merupakan gejala dan tanda-tanda yang ditampakkan penderita kolera:


1.

Diare encer dan berlimpah tanpa didahului rasa mulas atau tenesmus
(rasa ingin buang air besar walaupun perut sudah terasa kosong). Diare
terjadi berkali-kali dalam jumlah yang cukup banyak.
2.
Kotoran yang semula berwarna dan berbau mulai berubah menjadi
cairan putih keruh tanpa bau busuk ataupun amis. Tetapi berbau manis
yang menusuk.
3.
Kotoran berwarna putih ini bila diendapkan akan mengeluarkan
gumpalan-gumpalan putih.
4.
Muntah setelah diare dan tidak merasakan mual sebelumnya.
5.
Kejang otot dan bisa disertai nyeri yang hebat.
Akibat banyaknya cairan yang keluar sehingga terjadi dehidrasi dengan tanda-tanda :
detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lainnya. Jika
tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian.

2.4 Cara Penularan Penyakit Kolera


Penyakit kolera dapat menyebar baik sebagai penyakit yang endemik, epidemik atau
pandemik. Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feses
(kotoran) manusia. Jika kotoran yang mengandung bakteri mengkontaminasi air sungai
dan lainnya, maka orang yang melakukan kontak dengan air tersebut beresiko terkena
kolera, bahkan mengonsumsi ikan dalam air yang sudah terkontaminasi pun bisa
menyebabkan Anda terkena kolera.

2.5 Pengobatan Penyakit Kolera


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memperkuat diagnosis,
dilakukan pemeriksaan terhadap apusan rektum atau contoh tinja segar.
Penatalaksanaan penyakit ini yang sangat penting adalah segera mengganti kehilangan
cairan, garam dan mineral dari tubuh. Untuk penderita yang mengalami dehidrasi berat,
cairan diberikan melalui infus. Di daerah wabah, kadang-kadang cairan diberikan
melalui selang yang dimasukkan lewat hidung menuju ke lambung. Bila dehidrasi sudah
diatasi, tujuan pengobatan selanjutnya adalah menggantikan jumlah cairan yang hilang
karena diare dan muntah. Makanan padat bisa diberikan setelah muntah-muntah
berhenti dan nafsu makan sudah kembali. Pengobatan awal dengan tetrasiklin atau

antibiotik lainnya bisa membunuh bakteri dan biasanya akan menghentikan diare dalam
48 jam. Bila berada di daerah resisten Vibrio cholera, dapat digunakan furozolidone.
Lebih dari 50% penderita kolera berat yang tidak diobati meninggal dunia. Kurang dari
1% penderita yang mendapat penggantian cairan yang adekuat, meninggal dunia.
Dasar pengobatan kolera yaitu pengobatan yang bersifat simtomatik, causal,
penggantian cairan dan dietetik.
a. Terapi cairan
Pengibatan utama pada kolera adalah penggantian cairan elektrolit dan keseimbangan
asam basa yang cepat dan adekuat, yaitu dengan pemberian cairan yanng tergantung
pada dehidrasi ringan, sedang, berat menurut WHO yaitu sebagai berikut :

Dehidras
Tanda dan gejala Ringan

Dehidrasi
sedang

Penampilan dan
keadaan umum
bayi dan anakanak usia muda

Mengantuk,
lembek, dingin,
Haus, gelisah, berkeringat
iritatif
tungkai yang
terhadap
sianotik,
sentuhan atau mungkin
mengantuk
kematosa

Anak-anak
berusia lebih
lanjut dan
dewasa

Haus, giat,
gelisah
Haus, giat,
gelisah

Haus, giat,
hipotensi
postural

Dehidrasi berat

Biasanya
sadar,
kelihatan
cemas, dingin,
berkeringat,
tungkai yang
sianotik, kulit
jari-jari tangan

dan kaki
berkeriput,
kejang otot

Denyut nadi
radialis

Pernafasan

Kecepatan dan Cepat dan


volume normal lemah

Normal

Fontanela depan Normal

Cepat, sangat
lemah, kadangkadang tidak
teraba

Dalam,
Dalam dan
mungkin cepat cepat
Cekung

Sangat cekung

Normal atau
rendah

< 90 mm,
mungkin tidak
dapat dicatat

Tekanan darah
sistolik

Normal

Kelenturan kulit

Cubitan
kembali
Cubitan segera Cubitan
dengan sangat
kembali
kembali
lambat ( > 2
normal
dengan lambat detik )

Mata

Normal

Cekung (dapat
diketahui)
Sangat cekung

Air mata

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Selaput lendir

Basah

Kering

Sangat kering

Pengeluaran air
kemih

Normal

Tidak ada yang


keluar selama
Jumlah
beberapa jam,
berkurang dan kandung kemih
warna gelap
kosong

% berat yang
hilang

4-5 %

6-9%

10 % atau lebih

Kekurangan
cairan yang
diperkirakan

40-50 ml/kg

60-90 ml/kg

100-110 ml/kg

Rehidrasi dilaksanakan 2 tahap yaitu : terapi rehidrasi dan maintenance. Penderita


dehidrasi berat dengan shock hipovolemik harus segera diber cairan pengganti secara
intravena.
Pada anak yang berusia lebih muda dapat menerima cairan kurang lebih 30 ml/tts
selama 1 jam pertama, 40 ml/tts/dalam 2 jam berikutnya serta kurang lebih 40mg/kg
selama jam ketiga dan selanjutnya pada anak-anak yang berusia lebih lanjut dan orang
dewasa biasanya diberikan jumlah keseluruhan tersebut dalam 3-4 jam sedangkan
kecepatan dan jumlah yang tepat dari cairan pengganti serta pemeliharaan selanjutnya
disesuaikan dengan derajat dehidrasi dan pengeluaran tinja yang terus berlangsung.
Sesudah itu biasanya dapat dimulai terapi oral dengan tujuan mempertahankan cairan
yang masuk agar sama dengan yang keluar.
Monitoring atau pemantauan yang cermat dan teliti terhadap tanda-tanda vital seperti
tensi, nadi, respirasi, suhu serta perlu diperhatikan adanya ronkhi paru-paru yang sering
akibat edema paru dan edema kelopak mata, untuk mencegat terjadinya dehidrasi
berlebihan. Cairan intravena yang dipilihyang dapat menggantikan kehilangan cairan
insotonus dan elektrolit yang terjadi melalui tinja kolera dan WHO menemukan bahwa
RL sebagai larutan yang terbaik dan perlu ditambahkan kalium klorida (sebanyak 10 m
Ek/l) atau diberikan per oral jika fungsi ginjal baik untuk mencegah hipokalemia berat.
Rehidrasi oral dapat diberikan secukupnya adalah tindakan utam kecuali apabila anal
kesadarannya kurang, muntah terus menerus, menderita ileus dan dalam keadaan
syok, pada keadaan ini yang paling tepat adalah rehidrasi intravena.
Penderita dengan derajat dehidrasi sedang atau ringan mula-mula dapat diberikan
cairan pengganti oral dengan tujuan mempertahankan cairan yang masuk adar sama
dengan yang keluar. Larutan tersebut dapat dibuat dengan menggunakan air minum
biasa yang bersih (oralit). Penderita dengna dehidrasi sedang mendapatkan 100 mg/kg
larutan garam dehidrasi oral selama 4 jam.

2.6 Pencegahan Penyakit Kolera


Tindakan pencegahan yang terbaik terhadap kolera adalah menghindari makanan dan
air yang tercemar dengan pengadaan air bersih, dan perhatian pada persiapan makan
dan penyimpanan di rumah dapat menurunkan insidensi kolera secara bermakna.
Menjaga kebersihan lingkungan, terutama air dan tempat pembuangan kotoran
merupakan cara mencegah penyakit kolera. Mengonsumsi air yang sudah dimasak
terlebih dahulu, mencuci tangan sampai bersih sebelum makan, mencuci sayuran, dan
menghindari mengonsumsi ikan dan kerang yang dimasak setengah matang.
Jika salah satu anggota keluarga ada yang menderita penyakit kolera, sebaiknya
diisolasi dan segera berikan pengobatan. Lakukan sterilisasi pada benda yang tercemar
muntahan atau tinja.
Pemberian vaksin dapat diberikan pada individu-individu yang berisiko tinggi pada suatu
daerah endemik kolera. Dengan imunisasi vaksin standar yaitu pemberian seluruh sel
bakteri mati yang mengandung 10 biliun vibrio mati per ml, hanya memberikan proteksi
60-80% untuk masa 3-6 bulan. Vaksin di sini tidak berpengaruh pada carier dalam
pencegahan penularan, sehingga vaksin kolera tidak efektif untuk mengatasi suatu
keadaan endemik. Hingga saat ini perilaku personal saja lah yang memberikan
pencegahan terbaik. Pemberian antibiotik tetrasiklin bisa membantu mencegah penyakit
pada orang-orang yang sama-sama menggunakan perabotan rumah dengan orang
yang terinfeksi kolera.
Dengan adanya pengendalian terhadap wabah dengan mengusahakan untuk
mengenali kontak kasus dan mengobati karier yang membawanya, sehingga keduanya
merupakan hal yang sangat penting untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Konsep Penyebab Penyakit dan Elemen Penyakit


Penyebab Kolera adalah bakteri yang dikenal dengan nama Vibrio cholera(atau biasa
disingkay V. Cholera). Bakteri ini adalah noda Gram-negatif dan memiliki flagel
(panjang, lonjong, bagian proyeksi) untuk motilitas dan pili (struktur mirip rambut)
digunakan untuk melampirkan jaringan. Bakteri Vibrio. Choleraeakan mengeluarkan
enterotoksin atau racunnya di saluran usus sehingga terjadinya diare yang disertai
muntah akut. Bakteri ini bisa menyebar melalui kotoran manusia yang juga sebagai
tempat perkembangbiakannya. Jika mengkontaminasi air sungai atau aliran lainnya,
maka jika ada orang yang terkena air tersebut bisa menyebabkan terkena kolera. Hal ini
bisa terjadi juga jika mengonsumsi ikan yang terkontaminasi bakteri V. Cholerae.
Gejala ini menyebabkan penderita hanya dalam beberapa hari dapat kehilangan banyak
cairan tubuh atau dehidrasi. Meskipun gejala mungkin ringan, sekitar 5% -10% dari
sebelumnya orang yang sehat akan mengembangkan diare berlebihan dalam waktu
sekitar satu sampai lima hari setelah menelan bakteri. Penyakit berat membutuhkan
perawatan medis yang segera.
Jika dehidrasi tidak segera ditangani atau mendapatkan penanganan yang tepat, dapat
berlanjut ke arah hipovolemik dan asidosis metabolik sampai akhirnya
menyebabkan kematian. Hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana
terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ.
Sedangkan asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan yang
ditandai dengan rendahnya kadarbikarbonat dalam darah.
Pada tahapan ini, penderita tidak banyak terbantu dengan pemberian air minum biasa.
Penderita kolera membutuhkan infus cairan gula (Dextrose) dan garam (Normal
saline) atau bentuk cairan infus gabungan keduanya (Dextrose Saline).
Penyebab kolerayang memberi gejala yang paling parah kolera adalah kelompok OO1
dan O139. Kelompok O terdiri dari struktur lipopolysaccharides-protein yang berbeda
pada permukaan bakteri yang dibedakan dengan teknik imunologi. Toksin yang
dihasilkan oleh serotipe V. Cholerae sebagai penyebab penyakit kolera merupakan
enterotoksin terdiri dari dua subunit, A dan B; informasi genetik untuk sintesis subunit ini
dikodekan pada plasmid (elemen genetik tidak dalam kromosom bakteri). Selain itu,
jenis lain encode plasmid untuk pilus (sebuah struktur mirip rambut hampa yang dapat
meningkatkan lampiran bakteri ke sel manusia dan memfasilitasi pergerakan toksin
dari V. Cholerae ke dalam sel manusia).

Enterotoksin menyebabkan sel manusia untuk mengambil air dan elektrolit dari tubuh
(terutama saluran pencernaan atas) dan pompa ke dalam lumen usus dimana cairan
dan elektrolit yang diekskresikan sebagai cairan diare. Enterotoksin ini mirip dengan
toksin yang dibentuk oleh bakteri yang menyebabkan difteri di kedua jenis bakteri
rahasia racun ke lingkungan sekitarnya di mana racun kemudian masuk ke sel manusia.
Bakteri penyebab kolera biasanya ditularkan oleh orang-orang minum air yang
terkontaminasi, tetapi bakteri juga dapat diperoleh dalam makanan yang terkontaminasi,
terutama makanan laut seperti tiram mentah.
Faktor-faktor umum penyebab kolera diantaranya yaitu :
1.
2.
3.
4.

paparan kebersihan yang buruk


pipa air minum yang terkontaminasi akibat kebocoran
makan makanan mentah dan kerang, dan
kekurangan asam klorida yang dapat meningkatkan kerentanan.

3.2 Level Pencegahan Penyakit


3.2.1 Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial merupakan uasaha mencegah terjadinya risiko atau


mempertahankan keadaan rosiko rendah dalam masyarakat terhadap penyakit secara
umum. Usaha pencegahan pada tahap ini ialah memperbaiki kebiasaan dan perbaikan
sarana prasarana kebersihan yang ada di masyarakat . adapun usaha-usaha
pencegahan primordial menurut WHO ialah:
1.
Minum dan menggunakan air bersih
Air yang bersih disini ialah air yang aman digunakan, baik untuk diminum, untuk
memasak, mencuci, mandi dan lainnya. Karena air disini berpeluang besar dalam
penularan wabah kolera. Sebelum air dikonsumsu diusahakan air dimasak terlebih
dahulu sampai mendidih. Selanjutnya dalam penyimpanan air diusahakan dalam wadah
tertutup dan bersih agar tidak ada bakteri yang masuk dalam air. Sebaiknya hindari
pembelian minuman yang dijual dalam wadah cangkir atau es karena mungkin semua
itu tidak aman untuk dikonsumsi.
2.

Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih

Mencuci tangan disini dilakukan sebelum makan atau menyiapkan makanan, setelah
menggunakan jamban atau toilet, setelah merawat orang sakit diare. Cuci tangan disini
tentunya dengan menggunakan sabun agar bakteri tidak menempel pada tangan kita
dan masuk kedalam tubuh kita. Sebaiknya cuci tangan sering dilakukan untuk
mencegah tertulanya penyakit kolera ini dan penyakit lain. Jika tidak ada sabun yang
tersedia, maka kita dapat menggunakan abu atau pasir untuk pengganti sabu tersebut
lalu bilas dengan air bersih.
3.
Gunakan jamban atau mengubur kotoran
Penggunaan jamban atau system sanitasi lainnya seperti toilet kimia untuk membuang
kotoran sangat diperlukan, karena penyebaran penyakit ini melalui air, jika kotoran
langsung dibuang ke aliran air maka akan sangat cepat penularannya. Dalam hal
penggunaan jamban disini pemerintah harus ikut andil karena masih banyak
masyarakat yang tidak memiliki satu fasilitas ini. Dan juga perlu adanya penyuluhan
untuk penggunaan jamban ini di desa- desa terpencil yang notabenenya tidak memiliki
jamban, dan meskipun memiliki mereka tidak mau menggunakan jamban dengan
alasan masing-masing. Dan jika tidak memiliki jamban maka buang air harus dilakukan
setidaknya 30 meter dari badan air agar tidak langsung menyentuh atau mengalir dalam
aliran air, kemudian untuk pembuangan kotoran bisa menggunakan kantong plastic lalu
dikubur dalam tanah jika tidak memiliki jamban.
4.
Masak dengan baik makanan ( terutama makanan laut)
Masak makanan hingga matang sempurna untuk makanan laut agar bakteri-bakteri
yang ada ldalam makanan mati dan aman dikonsumsi. Serta hindari makanan mentah
selain buah-buahan dan sayuran yang telah dikupas sendiri oleh penjual.
5.
Membersihkan dapur dan tempat mencuci teratur
Membersihkan dapur disini ditujukan agar dapur selalu bersih dan sehat serta tidak
menjadi sarang penyakit. Pembersihan tempat cucian dilakukan agar air yang
menggenang juga tidak menjadi sarang penyakit.

3.2.2 Pencegahan Primer


Pencegahan primer merupakan suatu usaha pencegahan penyakit melalui usaha
mengatasi atau mengontrol faktor-faktor risiko dengan sasaran utamanya orang sehat

melalui usaha peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi kesehatan) serta
pencegahan khusus terhadap penyakt tertentu. Pencegahan pirmer untuk kolera yang
pertama menggunakan promosi kesehatan ialah diadakannya penyuluhan tenteng
bahaya wabah kolera, pemberian pengetahuan tentang pencegahan-pencegahan yang
harus dilakukan, makanan dan gizi yang baik, perumahan dan fasilitas yang baik serta
sehat. Pencegahan selanjutnya ialah brupa pencegahan khusus (specific protection),
pencegahan disini berupa diadakannya imunisasi dengan pemberian vaksin TCD (tifus,
kolera,disentri) vaksinasi Kolera kini mungkin dengan vaksin oral Dukoral. Namun
vaksin ini tidak memberikan 100% perlindungan terhadap penyaki, pemberian asupa
gizi yang benar juga sangat diperlukan.

3.2.3 Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder ini diberikan kepada mereka yang menderita atau dianggap
menderita. Pencegahan sekunder disini berupa diagnosis dini dan pengobatan yang
tepat. Penanganan penyakit kolera ialah mengganti kehilangan cairan, garam dan
mineral dari tubuh. Untuk penderita yang mengalami dehidrasi berat, cairan diberikan
melalui infus. Karena penderita biasanya mengalami dehidrasi berat, selanjutnya
adalah menggantikan jumlah cairan yang hilang karena diare dan muntah setelah nafsu
makan penderita kembali. Pengobatan awal dengan tetrasiklin atau antibiotik lainnya
bisa membunuh bakteri dan biasanya akan menghentikan diare dalam 48 jam. Bila
berada di daerah resisten Vibrio cholera, dapat digunakan furozolidone.

3.2.4 Pencegahan Tersier


Tujuan utama dari pecegahan tersierini ialah mencegah cacat, kematian, serta usaha
rehabilitasi. Pencegahan untuk kolera ini ialah dengan perawatan penderita hingga
sembuh. Terapi untuk seorang penderita kolera antara lain ulalah memberikan
pengganti cairan tubuh yang hilang sebagai langkah awal, yaitu penggantian cairan
tubuh dengan infus atau drip. Cara ini merupakan tindakan paling tepat bagi penderita
yang banyak kehilangan cairan baik melalui diare ataupun muntah. Pada anak sekitar
usia 2 tahun yang tinggal di daerah endemik, Kolera harus di beri Anti Biotik. Anti biotik
yang biasa di berikan adalah:
1.

Tetrasiklin dengan dosis 12,5 mg/kg BB, 4 kali sehari, Selama 3 hari.

2.

Doksisiklin dengan dosis tunggal 300 mg. namun tidak sesuai untuk
anak di bawah 12 tahun.
3.
Trimetoprim (TMP) dan Sulfametoksazol (SMX), dengan dosis 5 mg
TMP+25 mg SMX/kgBB, 2 kali sehari, selama 3 hari.
Bila berada di daerah resistan V. Cholerae dapat di berikan Surozolidone dan
Kloramfenikol dengan dosis 1,25 mg/kgBB, 4 kali sehari, selama 3 hari. (Mubin. 2006.
346-347).

3.3 Program Pemerintah untuk menyelesaikan


masalah Kolera
Pemberian imunisasi dan vaksin merupakan salah satu cara pemerintah untuk
menanggulangi masalah kesehatan yang terjadi karena dalam waktu 46 minggu
setelah imunisasi akan timbul antibodi spesifik yang efektif mencegah penularan
penyakit, sehingga anak tidak mudah tertular infeksi, tidak menderita sakit berat, serta
tidak terjadi wabah dan kematian. Program imunisasi nasional pada anak sangat efektif
untuk mencegah penyakit dan kematian. Pentingnya imunisasi didasarkan pada
pemikiran paradigma sehat bahwa upaya promotif dan preventif merupakan hal
terpenting dalam peningkatan status kesehatan. Salah satu upaya preventif yang bisa
dilakukan adalah meningkatkan cakupan dan kelengkapan imunisasi. Vaksinasi
dilakukan secara besar-besaran melalui penyuntikan sehingga penderita kolera
akhirnya dapat dibatasi jumlahnya.
Untuk menuntaskan masalah kesehatan yang terjadi khususnya kematian pada anak
akibat penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, cakupan dan kelengkapan
imunisasi dasar yang belum mencapai target maka solusi yang harus ditempuh ialah
melaksanakan upaya pemberdayaan masyarakat untuk mencegah dan meningkatkan
status kesehatan dan menata lingkungan sehat secara mandiri dengan anggaran yang
kecil serta mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat. Dalam upaya
promotif dan preventif masyarakat tidak berperan sebagai objek atau sasaran program
melainkan masyarakat harus dijadikan sebagai subyek yang melaksanakan upaya
peningkatan kesehatan secara mandiri berawal dari pribadi, keluarga dan masyarakat
secara luas.
Selain itu ada beberapa alternatif solusi yang bisa ditempuh untuk menyelamatkan anak
Indonesia melalui imunisasi antara lain: mengaktifkan program surveilans secara baik,
mengutamakan promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan rehabilitatif dan

kuratif, menggerakkan lintas sektor, membina suasana yang kondusif, advokasi,


pengorganisasian masyarakat, pengembangan sumber daya manusia, alokasi dana
yang cukup, serta melakukan evaluasi secara ilmiah dengan melakukan penelitian.

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Kolera adalah suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan yang
disebabkan oleh suatu enterotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio cholerae , bakteri ini
masuk ke dalam tubuh seseoang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi,
ditandai dengan diare cair ringan sampai diare cair berat dengan muntah yang dengan
cepat menimbulkan syok hipololemik, asidosis metabolik dan tidak jarang menimbulkan
kematian.
Cara pencegahan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan prinsip
sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feses) pada
tempatnya yang memenuhi standart lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang sudah
dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai
sabun/antiseptik, cuci sayuran dengan bersih terutama sayuran yang dimakan mentah
(lalapan), hindari memakan ikan dan keran yang dimasak setengah matang.
Pencegahan pirmer untuk kolera yang pertama menggunakan promosi kesehatan ialah
diadakannya penyuluhan tenteng bahaya wabah kolera, pemberian pengetahuan
tentang pencegahan-pencegahan yang harus dilakukan, makanan dan gizi yang baik,
perumahan dan fasilitas yang baik serta sehat. Pencegahan selanjutnya ialah brupa
pencegahan khusus (specific protection), pencegahan disini berupa diadakannya
imunisasi dengan pemberian vaksin TCD (tifus, kolera,disentri) vaksinasi Kolera kini
mungkin dengan vaksin oral Dukoral. Pencegahan sekunder yaitu bagi penderita yang
mengalami dehidrasi berat, cairan diberikan melalui infus. Karena penderita biasanya
mengalami dehidrasi berat, selanjutnya adalah menggantikan jumlah cairan yang
hilang karena diare dan muntah setelah nafsu makan penderita kembali. Untuk
pencegahan tersier yaitu dengan perawatan penderita hingga sembuh. Terapi untuk
seorang penderita kolera antara lain ialah memberikan pengganti cairan tubuh yang
hilang sebagai langkah awal, yaitu penggantian cairan tubuh dengan infus atau drip.

Daftar Pustaka
Juniatiningsih, dkk. 2007. Profil Status Imunisasi Dasar Balita di Poliklinik Umum
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jurnal:
Sari Pediatri
Lesmana Murad. 2014. Perkembangan Mutakhir Infeksi
Kolera. http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/MURAD.pdf.
(Diakses Pada Tanggal 9 Maret 2014)
Melindacare. 2012. Penyebab Penyakit Kolera dan
Pencegahannya.http://www.melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.
php?id=1789_Penyebab-Penyakit-Kolera-dan-Pencegahannya(Diakses Pada
Tanggal 9 Maret 2014)
Noor, Nasry Nur. 2008. EPIDEMIOLOGI. Jakarta. PT. RINEKA CIPTA
Soedjatmiko. 2012. Pentingnya Imunisasi Untuk Mencegah Wabah, Sakit Berat,
Cacat serta Kematian Bayi dan Balita. Buletin: Pusat Data dan Informasi
Kesehatan RI.
Soemarsono.1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kolera. Jakarta : FKUI
Yoga Lucky, Natasukma
Satria. Kolera.http://www.scribd.com/doc/33262599/Kolera (Diakses Pada
Tanggal 9 Maret 2014)

Anda mungkin juga menyukai