Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Air merupakan salah satu kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Air bersih dapat
berasal dari air sumur, air pipa, air telaga, air sungai dan mata air. Penduduk di negara kita
masih banyak yang menggunakan air sumur untuk keperluan sehari-hari antara lain untuk
mandi, cuci dan memasak (Mukono, 2002).
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak (Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 416/ Menkes/Per/IX/1990). Ditinjau dari segi kualitas, air harus memenuhi
beberapa syarat kesehatan baik fisik, bakteriologis, kimiawi maupun radioaktif (Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 907/Menkes/ SK/VII/2002).
Air merupakan sarana utama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
karena merupakan salah satu media berbagai penularan penyakit, terutama penyakit saluran
pencernaan. Penyakit saluran pencernaan dapat dikurangi melalui penyediaan air yang
memenuhi syarat kualitas air bersih. Air merupakan salah satu di antara pembawa penyakit
yang berasal dari tinja yang akhirnya akan sampai kepada manusia.
Sampai saat ini penduduk Indonesia sulit terbebas dari penyakit diare, kolera, disentri
hingga tifus. Sebab, semua penyakit tersebut berhubungan erat dengan air (waterborne
diseases). Kasus penyakit kolera umumnya penyakit yang menyebar karna sanitasi yang
buruk yang menyebabkan kontaminasi sumber air. Air di sini berfungsi sebagai pemindah
penyakit.

B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KOLERA
Kolera adalah penyakit diare yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
signifikan di seluruh dunia. Penyakit tersebut merupakan penyakit infeksi usus yang
disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae. Bakteri tersebut mengeluarkan enterotoksin
(racunnya) pada saluran usus sehingga terjadilah diare (diarrhoea) disertai muntah yang akut
dan hebat, akibatnya seseorang dalam waktu hanya beberapa hari kehilangan banyak cairan
tubuh dan masuk pada kondisi dehidrasi. Apabila dehidrasi tidak segera ditangani, maka akan
berlanjut kearah hipovolemik dan asidosis metabolik dalam waktu yang relatif singkat dan
dapat menyebabkan kematian bila penanganan tidak adekuat. Pemberian air minum biasa
tidak akan banyak membantu, Penderita (pasien) kolera membutuhkan infus cairan gula
(Dextrose) dan garam (Normal saline1) atau bentuk cairan infus yang di mix keduanya
(Dextrose Saline).
Ada dua jenis umum Vibrio cholerae
1. Vibrio cholera serogrup O1 non-bakteri
2. Vibrio cholera serogrup O1
Dalam kebanyakan kasus, Vibrio cholerae serogrup O1 adalah jenis Vibrio cholerae yang
menyebabkan kolera. Vibrio cholera serogrup O139, sebuah Vibrio cholerae serogrup O1
nonbakteri, adalah penyebab lain dari kolera. Ada sekitar 70 spesies lain dari Vibrio cholera
serogrup O1 non-bakteri, namun spesies lainnya jarang menyebabkan diare.

B. GEJALA KLINIS

Pada orang yang feacesnya ditemukan bakteri kolera mungkin selama 1-2 minggu
belum merasakan keluhan berarti. Tetapi saat terjadinya serangan infeksi maka tiba-tiba
terjadi diare dan muntah dengan kondisi cukup serius sebagai serangan akut yang
menyebabkan samarnya jenis diare yang dialami.
Akan tetapi pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang
ditampakkan, antara lain ialah :
1. Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
2. Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan
putih keruh seperti air cucian beras1 tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti
manis yang menusuk.
3. Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan
mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
4. Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.
5. Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah
merasakan mual sebelumnya.
6. Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
7. Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan tanda-
tandanya seperti : detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung,
hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti
cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.

C. CARA PENULARAN
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik.
Meskipun sudah banyak penelitian berskala besar dilakukan, namun kondisi penyakit ini
tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia kesehatan. Bakteri Vibrio cholerae berkembang
biak dan menyebar melalui feces (kotoran) manusia.

Bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan
sebagainya, maka orang lain yang melakukan kontak dengan air tersebut beresiko terkena
penyakit kolera itu juga. Misalnya cuci tangan yang tidak bersih lalu makan, mencuci sayuran
atau makanan dengan air yang mengandung bakteri kolera, makan ikan yang hidup di air
terkontaminasi bakteri kolera, bahkan air tersebut (seperti di sungai) dijadikan air minum
oleh orang lain yang bermukim disekitarnya. Hal ini akan semakin meningkatkan resiko
terjadinya penyakit kolera.

Dalam situasi adanya wabah (epidemic), biasanya tinja orang yang telah terinfeksi
menjadi sumber kontaminasi. Penyakit ini dapat menyebar dengan cepat di tempat yang tidak
mempunyai penanganan pembuangan kotoran (sewage) dan pengolahan air minum yang
memadai. Pada saat wabah kolera (El Tor) skala besar terjadi di Amerika Latin pada tahun
1991, penularan yang cepat dari kolera terjadi melalui air yang tercemar karena sistem PAM
perkotaan yang tidak baik, air permukaan yang tercemar, serta sistem penyimpanan air di
rumah tangga yang kurang baik. Makanan dan minuman pada saat itu diolah dengan air yang
tercemar dan di jual oleh pedagang kaki lima, bahkan es dan air minum yang dikemaspun
juga tercemar oleh Vibrio cholerae. Biji-bijian yang dimasak dengan saus pada saat wabah itu
terbukti berperan sebagai media penularan kolera.

Vibrio cholerae yang dibawa oleh penjamah makanan dapat mencemari makanan,
yang apabila tidak disimpan dalam lemari es dalam suhu yang tepat dapat meningkatkan
jumlah kuman berlipat ganda dalam waktu 8-12 jam. Sayuran dan buah-buahan yang dicuci
dan dibasahi dengan air limbah yang tidak diolah, juga menjadi media penularan.

Bakteri kolera juga dapat hidup di lingkungan air payau dan perairan pesisir. Kerang-
kerangan (shellfish) yang dimakan mentah juga dapat menjadi sumber kolera. Seperti di
Amerika Serikat, kasus sporadis kolera timbul karena mengkonsumsi seafood mentah atau
setengah matang yang ditangkap dari perairan yang tidak tercemar. Sebagai contoh, kasus
kolera yang muncul di Louisiana dan Texas menyerang orang-orang yang mengkonsumsi
kerang yang diambil dari pantai dan muara sungai yang diketahui sebagai reservoir alami dari
Vibrio cholera (O1 serotipe Inaba), muara sungai yang tidak terkontaminasi oleh air limbah.
Biasanya penyakit kolera secara langsung tidak menular dari orang ke orang. Oleh karena itu,
kontak biasa dengan penderita tidak merupakan resiko penularan.

D. PENCEGAHAN

Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan
prinsip sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feaces) pada
tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang sudah
dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai
sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah
(lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang. Bila dalam
anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya mendapatkan
pengobatan.Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di sterilisasi, searangga
lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas.Pemberian vaksinasi kolera dapat melindungi
orang yang kontak langsung dengan penderita.

E. PENANGGULANGAN

Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mendapatkan penanganan


segera, yaitu dengan memberikan pengganti cairan tubuh yang hilang sebagai langkah awal
(terapi rehidrasi agresif). Dasar dari terapi kolera adalah rehidrasi agresif melalui oral dan
intravena yang dilakukan untuk memperbaiki kekurangan cairan dan elektrolit, juga untuk
mengganti cairan akibat diare berat yang sedang berlangsung. Pemberian cairan dengan cara
Infus/Drip adalah yang paling tepat bagi penderita yang banyak kehilangan cairan baik
melalui diare atau muntah. Selanjutnya adalah pengobatan terhadap infeksi yang terjadi, yaitu
dengan pemberian antibiotik/antimikrobial seperti Tetrasiklin, Doxycycline atau golongan
Vibramicyn. Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48 jam dapat menghentikan diare yang
terjadi.

Selain itu, untuk menangani penyakit kolera ini juga dapat dilakukan disinfeksi
serentak terhadap tinja dan muntahan serta bahan-bahan dari kain (linen, seperti sprei, sarung
bantal dan lain-lain) serta barang-barang lain yang digunakan oleh penderita, dengan cara di
panaskan, diberi asam karbol atau disinfektan lain. Masyarakat yang memiliki sistem
pembuangan kotoran dan limbah yang modern dan tepat, tinja dapat langsung dibuang ke
dalam saluran pembuangan tanpa perlu dilakukan disinfeksi sebelumnya. Pada kondisi
tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera pemberian
makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke lambung (sonde).
Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak dapat diatasi (meninggal dunia),
sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat penanganan kurang adekuat
meninggal dunia. (massachusetts medical society, 2007 : Getting Serious about Cholera)
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/amp/s/adhienbinongko.wordpress.com/2012/12/01/kolera-
epidemiologi-penyakit-menular/amp/ diakses pada 22 Maret 2019 pukul 16.48 WIB

https://id.scribd.com/doc/315996929/Makalah-Penyakit-kolera-docx diakses pada 22 Maret


2019 pukul 06.39 WIB
HUBUNGAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR DAN PERILAKU
SEHAT DENGAN KEJADIAN WATERBORNE DISEASE DI DESA TAMBAK
SUMUR, KECAMATAN WARU, KABUPATEN SIDOARJO [Journal] / auth.
Puspitasari Shinta and Mukono J // Jurnal Kesehatan Lingkungan . - Departemen Kesehatan
Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga : [s.n.], Juli 1, 2013. -
Vol. 7. - pp. 76-82.

Anda mungkin juga menyukai