GLOMERULONEFRITIS AKUT
Oleh:
Indah Mulia Herwisdiane 21360153
Sofia Ayu Lestari 21360090
Preseptor:
dr. Diah Astika Rini, Sp.A.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di
rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak
pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).3
STATUS PASIEN
No. RM : 124057
Usia : 10 tahun
Anak ke- :2
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Umur : 39 Tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : D3
b. Riwayat Penyakit
Data diperoleh secara alloanamnesis pada tanggal 29 September 2021 pukul 02.00
Riwayat pengobatan:
Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : Trimester 1 : 3x
Trimester 2 : 3x
Trimester 3 : 3x
Kesan : Ibu kontrol kehamilan teratur dan mengkonsumsi vitamin dan tablet Fe dari
bidan
d. Riwayat Persalinan
Panjang badan : 48 cm
Anak ke- :2
e. Riwayat Imunisasi
f. Riwayat makanan
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 7 bulan
Berjalan : 14 bulan
Mengoceh : 10 bulan
Bicara : 15 bulan
a. Status Pasien
Suhu : 36,2°C
Nafas : 48 x/m
Spo2 : 99%
Berat Badan : 29 kg
Status gizi:
Kebutuhan kalori :
b. Status Generalis
Pucat : (+)
Sianosis : (-)
Ikterus : (-)
Edem : (-)
Kepala
Leher
Bentuk : Simetris
Thorax
Bentuk : normochest
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
Jantung
Paru-paru
Palpasi : nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba membesar
Genitalia Eksterna
Ekstremitas
S O A P
Keluhan Status Assesment Penatalaksanaan
29/09/2021 Glomerulonefritis •IVFD D5 ½ NS XX GTT
KU: Sakit sedang Akut Mikro
mual • ampicillin
muntah(+), KS: Compos mentis
Epitaksis (+), Furosemide
urin berbuih HR: 73x/ menit Ome
dan hematuri ambroxol
RR: 24x/ menit
(+), lemas
(+), oedem T: 36,4⁰C
pada wajah
(+), batuk (+) SpO2: 99%
Pemeriksaan Kepala:
Kepala : nyeri (+)
Mata : oedem (+), sklera ikterik
(-), konjungtiva anemis (-)
Hidung : epitaksis (+), nafas
cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (+)
Kesan : kepala nyeri, mata
eodem,epitaksis, dan bibir
kering
Pemeriksaan Leher
Dalam batas normal
Pemeriksaan Paru
Dalam batas normal
Pemeriksaan Jantung:
Dalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen:
I : simetris rata, tidak buncit
P : Massa (-), Nyeri tekan (+)
P : timpani seluruh lamang
abdomen
A : bising usus (+)
Kesan : nyeri tekan di
epigastric
Pemeriksaan Ekstremitas:
Dalam batas normal
30/09/2021 KU: Tampak Sakit sedang Glomerunefritis •IVFD D5 ½ NS XX GTT
Batuk (+), KS: Compos mentis Akut Mikro
mual muntah HR: 68x/ menit
•Ceftriaxon 2x250 mg i.v
(- RR: 32x/ menit
), demam (-), T: 36,2⁰C •Gentamicin 2x15 mg i.v
mata SpO2: 98%
bengkak •Sanmol 3x5 cc
berkurang, Pemeriksaan Kepala:
BAB (-), Mata : oedem (+), sklera ikterik •Ambroxol Syr 3x1 cc
epitaksis (-) (-), konjungtiva anemis (-)
Hidung : epitaksis (-), nafas -02 1-2 L/Min
cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (+)
Kesan : mata eodem, dan bibir
kering
Pemeriksaan Leher
Dalam batas normal
Pemeriksaan Paru
Dalam batas normal
Pemeriksaan Jantung:
Dalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen:
Pemeriksaan Abdomen:
I : simetris rata, tidak buncit
P : Massa (-), Nyeri tekan (-)
P : timpani seluruh lamang
abdomen
A : bising usus (+)
Kesan : Dalam batas normal
Pemeriksaan Ekstremitas:
Dalam batas normal
Pemeriksaan Paru
I: Simetris, lesi (-), massa (-),
retraksi (-)
P: Massa (-), ekspansi kiri =
kanan
P: Sonor
A: Ronki (-)
Kesan : Dalam batas normal
Pemeriksaan Jantung:
Dalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen:
Dalam batas normal
Pemeriksaan Ekstremitas:
Oedem (+)
Kesan : ekstremitas oedem
2.5 Diagnosis Banding
Sindrom Nefritik
2.7 Penatalaksanaan
Non Medikalmentosa
Medikalmentosa
IVFD D5 ½ NS 20 tpm
Ampicillin 4x200mg
Gentamicin 3x29mg
Captopril 2x12,5mg
Furosemide 2x15mg
Omeprazole 20mg
2.8 Prognosis
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) yang terjadi setelah infeksi streptokokus pada faring
atau kulit mempunyai karakteristik berupa trias klinis klasik yang terdiri dari edema yang
terjadi secara tiba-tiba, hematuria, dan hipertensi. Meskipun gambaran klinisnya cukup jelas,
hasil pemeriksaan laboratorium yang membuktikan adanya infeksi streptokokus memberikan
dukungan diagnosis tambahan yaitu meningkatnya kadar antibodi antistreptokokus dan
reduksi kadar komplemen serum karena adanya konsumsi dari interaksi antigen-antibodi di
ginjal. Penyakit ini dapat sembuh sendiri pada anak-anak, sedangkan pada pasien dewasa
sekitar 25-40% kasus berkembang menjadi glomerulonefritis kronik.
3.2. Etiologi
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan
alasan bahwa :
3.3. Patofisiologi
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari
reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi)
mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan
destruksi pada membran basalis glomerulus.11
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat
tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri,
atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau
antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen
glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan
endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan
epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau
granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen
komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini.
Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.12,13
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.7
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin.
Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari
sistem komplemen.7
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi
perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas
diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler.
Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa
glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan
kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang
nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya
kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.12,13
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi
spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus
terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis
akut post steroptokokus.1,2
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian
pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,
maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila
keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi
sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala
infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.1,4,7
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.
Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme
masih belum diketahui dengna jelas. 1,2
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis
terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain
antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus.
Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan
faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya
serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan,
lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada
hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen
sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum
meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti
adanya infeksi. 1,3,7
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks
imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan
tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1
3.6. Diagnosis
3.8. Penatalaksanaan
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu
dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya
untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah,
maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi
seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun
dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk,
1972).
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4,11
3.9. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
oksigen <92%. Kebutuhan Cairan diberikan sebagai pengganti kebutuhan kalori yang
tidak bisa didapatkan oleh pasien bronkopneumonia secara oral Terapi cairan yang
diberikan pada pasien ini yaitu infus D5 ⅟₂ NS sebanyak 10 tetes/ menit. Indikasi
peningkatan suhu mencapai 37° C serta untuk menjaga kenyamanan pasien dan untuk
antibiotik
ceftriaxone yaitu 50-100 mg/KgBB/hari, dalam dua dosis pemberian didasari pada
bakteri yang lebih luas sedangkan gentamisin digunakan untuk mengatasi bakteri
gram negatif.
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.
2. Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, DKK.1990. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.
Kompendium Nefrologi Anak, 57-65, Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca
streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
4. Pujiadi AH, DKK.2010. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Pedoman Pelayanan Medis IDI
Jilid I, 89-91, Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5. Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis. Ilmu Penyakit Dalam II, 274-281, Balai
Penerbit FKUI,Jakarta.
10. Sindrom Nefritis Akut. In: Garna H, Nataprawira HMD, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Anak. 3rd ed. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNPAD RSHS; 2005.
11. Vinen CS, Oliveira DBG. Acute Glomerulonephritis. Postgrad Med Journal. 21 March 2007;79:206-
13.
12. Falk RJ, Jennette JC, Nachman PH. Primary Glomerular Disease. In: Brenner BM, Rector FC,
editors. Benner & Rector's the Kidney. 7th ed. Philadelphia: W B Saunders; 2004.
13. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults and Children.
4th ed. MIssouri: Mosby; 2002.
14. Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis Associated with Infections. In: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia: W B Saunders; 2003.