Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

GLOMERULONEFRITIS AKUT

Oleh:
Indah Mulia Herwisdiane 21360153
Sofia Ayu Lestari 21360090

Preseptor:
dr. Diah Astika Rini, Sp.A.

DEPARTEMEN SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD JEND AHMAD YANI METRO
KOTA METRO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal


tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang
pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.1

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.


Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang
mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui
merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon
imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2

Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di
rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak
pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).3

Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau


secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.
Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala
umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah,
biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh
spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
BAB II

STATUS PASIEN

Tanggal Masuk RSMM : 29 September 2021

No. RM : 124057

Pukul : 02.00 WIB

2.1 Anamnesis (Alloanamnesis) (Ayah)


a. Identitas

Nama : Janeeta Shofi

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 20-10-2011

Usia : 10 tahun

Anak ke- :2

Hubungan dengan orang tua : Anak Kandung

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Mawar Barat, No. 16, RT.42/07, Metro Barat


Nama Ayah : Martin Yohanes
Umur : 39 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMA

Nama Ibu : Siti Maryam

Umur : 39 Tahun

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : D3
b. Riwayat Penyakit

Keluhan utama : Muntah >10 kali

Keluhan tambahan : kepala sakit, batuk, demam, muka bengkak dari 1


minggu yang lalu, urin bercampur darah

Data diperoleh secara alloanamnesis pada tanggal 29 September 2021 pukul 02.00

Riwayat penyakit sekarang :

Os datang ke IGD RSU Muhammadiyah diantar oleh keluarganya dengan


keluhan muntah >10x sejak hari selasa malam. Muntah tidak disertai lendir dan darah.
Keluhan os disertai demam sejak 10 hari yang lalu dan mimisan 1 kali. Keluarga os
mengaku os mengalami demam yang naik turun. 7 hari SMRS os mengeluhkan
bengkak di seluruh wajah . Os sempat dibawa kedua orangtuanya berobat ke klinik A.
Setelah diberi pengobatan, bengkak diwajah mereda dengan konsistensi kenyal. Os
juga sempat di tes urin dan urin tersebut bercampur darah. 3 hari SMRS os
mengeluhkan kembali bengkak di seluruh wajah. 2 hari SMRS bengkak di wajah
belum hilang. 1 hari SMRS keluarga os mengaku os mengeluhkan nyeri di belakang
kepala dan bengkak di wajah masih belum hilang. Sebelum masuk RS os muntah
>10x dan pusing sehingga os dibawa ke IGD RSU muhammadiyah. Setelah di IGD os
mimisan dan muntah 1 kali. Keluhan mereda setelah diberi obat injeksi dan obat
pereda bengkak. BAB(+), BAK(+).

Riwayat penyakit dahulu:

Os mengatakan sering sakit tenggorokan, batuk dn pilek sejak kecil hingga


sekarang

Riwayat penyakit keluarga:

Kakek os menderita penyakit ginjal dan tante os menderita SLE

Riwayat pengobatan:

Os sudah pernah berobat ke klinik 1 minggu yang lalu

c. Pemeliharan Kehamilan Ibu dan Prenatal

Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : Trimester 1 : 3x

Trimester 2 : 3x

Trimester 3 : 3x

Keluhan selama kehamilan: Keluhan selama kehamilan disangkal

Obat yang dikonsumsi selama kehamilan : Vitamin dan tablet Fe

Kesan : Ibu kontrol kehamilan teratur dan mengkonsumsi vitamin dan tablet Fe dari
bidan

d. Riwayat Persalinan

Lahir di : Rumah Persalinan (Pervaginam)

Cukup bulan atau tidak : Cukup Bulan (38 Minggu)

Berat badan : 3000gram

Panjang badan : 48 cm

Cacat : tidak ada

Anak ke- :2

e. Riwayat Imunisasi

Imunisasi Umur (bulan)


Lahi 1 2 3 4 5 6 9 12 18
r
Hepatitis B ✓ ✓ ✓ ✓
Polio ✓ ✓ ✓ ✓
BCG ✓
DPT ✓ ✓ ✓ ✓
Campak ✓ ✓
Kesan : Riwayat Imunisasi lengkap

f. Riwayat makanan

0-6 bulan : ASI (0-1 bulan) + Susu Formula

6-18 bulan : Susu Formula + MPASI

>18 bulan : Susu Formula + Makanan lunak

Kesan : Pemberian makanan sesuai usia


g. Riwayat perkembangan

Pertumbuhan gigi : 8 bulan

Tengkurap : 3 bulan

Duduk : 7 bulan

Berjalan : 14 bulan

Mengoceh : 10 bulan

Bicara : 15 bulan

Kesan : perkembangan anak sesuai usia

2.2 Pemeriksaan fisik

a. Status Pasien

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Suhu : 36,2°C

Frekuensi Nadi : 77 x/m

Nafas : 48 x/m

Spo2 : 99%

Tekanan Darah : 168/113mmHg

Berat Badan : 29 kg

Tinggi Badan : 135 cm

Status gizi:

Bb/u : 29/37 x 100 = 78 (BB Kurang)

Tb/u : 135/144 x 100 = 93 (Normal)

Bb/tb : 29/31 x 100 = 93 (Gizi baik)


Kebutuhan cairan : 1680ml/hari

Kebutuhan Na : 87-116 mEq/hari

Kebutuhan Protein :29-43,5 g/ hari

Kebutuhan kalori :

b. Status Generalis

Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh

Pucat : (+)

Sianosis : (-)

Ikterus : (-)

Edem : (-)

Turgor : Baik, Kembali dengan cepat

Pembesaran KGB : (-)

Kesan : pucat (+)

Kepala

Wajah : Simetris, normocephal, facies folley (-), oedem (+)

Rambut : Hitam dan tidak mudah di cabut

Ubun-ubun : cekung, tidak menonjol

Mata : kelopak mata oedem (+/+), Sklera ikterik (-/-), Konjungtiva


tidak anemis

Telinga : Simetris, sekret (-)

Hidung : Simetris, nafas cuping hidung (-), sekret (-)

Mulut : Sianosis (-), bibir kering (+), faring hiperemis (-)

Kesan : Wajah dan kelopak mata oedem, dan bibir kering

Leher
Bentuk : Simetris

Trakea : Deviasi (-)

KGB : Tidak terdapat pembesaran

Kaku kuduk : Tidak ditemukan

Kesan : Dalam batas normal

Thorax

Bentuk : normochest

Inpeksi : simetris, retraksi (-)

Palpasi : nyeri tekan (-)

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler

Kesan : Dalam batas normal

Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : bj 1 bj 2 murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Kesan : Dalam batas normal

Paru-paru

Inspeksi : Simetris, Lesi (-), Retraksi dinding dada(-)

Palpasi : Massa (-) ,Ekspansi simetris

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Vesikuler (+/+)

Kesan : Dalam batas normal


Abdomen

Inspeksi : datar dan simetris

Auskultasi : bising usus (+)

Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen

Palpasi : nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba membesar

Genitalia Eksterna

Jenis kelamin : Perempuan ( tidak ada kelainan)

Ekstremitas

Akral dingin (-), sianosis (-), oedem (-)

Kesan : Dalam batas normal

2.2 Pemeriksaan Penunjang

Cek darah lengkap

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi rutin
Hemoglobin 10,4* L= 13-18g/dL P=12-16g/dL
Leukosit 9.300 4.500-11.000 sel/µL
Trombosit 444.000 150.000-450.000 sel/µL
Eritrosit 3,55* L=4,5-4,5 juta sel/ µL P=4,0-5,0 juta sel/µL
Hematoktrit 29* L=40-48% P=37-43%
Jenis Leukosit Basofil 0 <3%
Jenis Leukosit Eosinofil 0 <3%
Jenis Leukosit Neutrofil Staff 0 <6%
Jenis Leukosit Neutrofil Segmen 70 50-70%
Jenis Leukosit Limfosit 22 20-40%
Jenis Leukosit Monosit 8 <8%
MCV 83 78-100 FL
MCH 29,2 25-35 Pg
MCHC 35,3 31-37g/dL
RDW-CV 12,7 %
RDW-SD 41,3 fL
GDS 91 <200 mg/dL
Albumin 3,23* 4,0-5,8 gr/dL
Kolesterol 171 <200 mg/dL
Kesan : hypoalbuminemia, anemia

Cek urin lengkap

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
Berat Jenis 1.010 1.010-1.030
PH 6,0 4,5-8,0
Leukosit 0 <20 Leu/uL
Eritrosit 200* <10 Ery/uL
Nitrit - Negatif
Protein +* <0,3g/L
Bilirubin - <1,5umol/L
Urobilirubin - <3,5 umol/L
Glukosa - <0,1mmol/L
Keton - <2,8 mmol/L
Sedimen urin
Sedimen eritrosit >25* 0-1/LPB
Sedimen leukosit 0-2 0-5/LPB
Epitel + Positif
Kristal - Positif/Negatif
Silinder - Negatif
Kesan : hematuria, proteinuria

2.3 Follow Up Pasien

S O A P
Keluhan Status Assesment Penatalaksanaan
29/09/2021 Glomerulonefritis •IVFD D5 ½ NS XX GTT
KU: Sakit sedang Akut Mikro
mual • ampicillin
muntah(+), KS: Compos mentis
Epitaksis (+),  Furosemide
urin berbuih HR: 73x/ menit  Ome
dan hematuri  ambroxol
RR: 24x/ menit
(+), lemas
(+), oedem T: 36,4⁰C 
pada wajah
(+), batuk (+) SpO2: 99%

Pemeriksaan Kepala:
Kepala : nyeri (+)
Mata : oedem (+), sklera ikterik
(-), konjungtiva anemis (-)
Hidung : epitaksis (+), nafas
cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (+)
Kesan : kepala nyeri, mata
eodem,epitaksis, dan bibir
kering

Pemeriksaan Leher
Dalam batas normal

Pemeriksaan Paru
Dalam batas normal

Pemeriksaan Jantung:
Dalam batas normal

Pemeriksaan Abdomen:
I : simetris rata, tidak buncit
P : Massa (-), Nyeri tekan (+)
P : timpani seluruh lamang
abdomen
A : bising usus (+)
Kesan : nyeri tekan di
epigastric

Pemeriksaan Ekstremitas:
Dalam batas normal
30/09/2021 KU: Tampak Sakit sedang Glomerunefritis •IVFD D5 ½ NS XX GTT
Batuk (+), KS: Compos mentis Akut Mikro
mual muntah HR: 68x/ menit
•Ceftriaxon 2x250 mg i.v
(- RR: 32x/ menit
), demam (-), T: 36,2⁰C •Gentamicin 2x15 mg i.v
mata SpO2: 98%
bengkak •Sanmol 3x5 cc
berkurang, Pemeriksaan Kepala:
BAB (-), Mata : oedem (+), sklera ikterik •Ambroxol Syr 3x1 cc
epitaksis (-) (-), konjungtiva anemis (-)
Hidung : epitaksis (-), nafas -02 1-2 L/Min
cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (+)
Kesan : mata eodem, dan bibir
kering

Pemeriksaan Leher
Dalam batas normal

Pemeriksaan Paru
Dalam batas normal

Pemeriksaan Jantung:
Dalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen:
Pemeriksaan Abdomen:
I : simetris rata, tidak buncit
P : Massa (-), Nyeri tekan (-)
P : timpani seluruh lamang
abdomen
A : bising usus (+)
Kesan : Dalam batas normal

Pemeriksaan Ekstremitas:
Dalam batas normal

1/10/2021 KU: Sedang Glomerulonefritis •IVFD D5 ½ NS XX GTT


Batuk (-), KS: Compos mentis Akut Mikro
mual muntah HR: 63 x/ menit
•Ceftriaxon 2x250 mg i.v
(+), demam RR:28 x/ menit
(-), mata T: 36,4 ⁰C •Gentamicin 2x15 mg i.v
bengkak (+), SpO2: 97%
bibie •Sanmol 3x5 cc
bengkak (+), Pemeriksaan Kepala:
ektremitas Mata : oedem (+), sklera ikterik •Ambroxol Syr 3x1 cc
bengkak (+), (-), konjungtiva anemis (-)
BAB (+), Hidung : epitaksis (-), nafas  02 1-2 L/Min
epitaksis (-) cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering dan
bengkak (+)
Kesan : mata eodem, dan bibir
kering dan oedem

Pemeriksaan Paru
I: Simetris, lesi (-), massa (-),
retraksi (-)
P: Massa (-), ekspansi kiri =
kanan
P: Sonor
A: Ronki (-)
Kesan : Dalam batas normal

Pemeriksaan Jantung:
Dalam batas normal

Pemeriksaan Abdomen:
Dalam batas normal

Pemeriksaan Ekstremitas:
Oedem (+)
Kesan : ekstremitas oedem
2.5 Diagnosis Banding
Sindrom Nefritik

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptoccocus

2.6 Diagnosis Kerja

Glomeronefrolitiasis Akut Pasca Streptococcus

2.7 Penatalaksanaan

Non Medikalmentosa

 Diet >> jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan


 Oedem berat, diberikan makanna tanpa garam
 Oedem ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1gr/hari
 Tirah baring

Medikalmentosa

 IVFD D5 ½ NS 20 tpm
 Ampicillin 4x200mg
 Gentamicin 3x29mg
 Captopril 2x12,5mg
 Furosemide 2x15mg
 Omeprazole 20mg

2.8 Prognosis

Quo Ad Vitam : ad bonam

Quo Ad functionam : ad bonam

Quo Ad sanactionam : ad bonam


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus 


(GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat
infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain.
Penyakit ini sering mengenai anak-anak.7

Glomerulonefritis akut (GNA) yang terjadi setelah infeksi streptokokus pada faring
atau kulit mempunyai karakteristik berupa trias klinis klasik yang terdiri dari edema yang
terjadi secara tiba-tiba, hematuria, dan hipertensi. Meskipun gambaran klinisnya cukup jelas,
hasil pemeriksaan laboratorium yang membuktikan adanya infeksi streptokokus memberikan
dukungan diagnosis tambahan yaitu meningkatnya kadar antibodi antistreptokokus dan
reduksi kadar komplemen serum karena adanya konsumsi dari interaksi antigen-antibodi di
ginjal. Penyakit ini dapat sembuh sendiri pada anak-anak, sedangkan pada pasien dewasa
sekitar 25-40% kasus berkembang menjadi glomerulonefritis kronik.

3.2.   Etiologi

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah


infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta
hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60
menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis.
Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..3,7

Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan
alasan bahwa :

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina

2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A

3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4


Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari
streptokokus, penyebab lain diantaranya:

1. Bakteri  :    streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,


Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi dll
2. Virus    :    hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika dl
3. Parasit      : malaria dan toksoplasma 1,8

3.3. Patofisiologi

Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga


terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur
membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah
dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap
dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat
lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis
glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel
endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya
kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke
dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.
Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul
subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah
pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.2

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari
reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi)
mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan
destruksi pada membran basalis glomerulus.11
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat
tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri,
atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau
antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen
glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan
endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan
epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau
granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen
komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini.
Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.12,13

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.7

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin.
Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari
sistem komplemen.7

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi
perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas
diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler.
Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa
glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan
kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang
nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya
kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.12,13

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks


imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil
cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang
dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak
sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga
dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi
spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus
terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis
akut post steroptokokus.1,2

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan


adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan
hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis


glomerulus dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan


badan autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen


antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana
basalis ginjal.4

3.4.   Gejala Klinis

Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak


jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang
telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi
Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh.
Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi
berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan
ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi
hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata
dibagian anggotaGFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal)
akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema
dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.
Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema
paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya
tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung
kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.1,2,7,8

Gambar 7.proses terjadinya proteinuria dan hematuria 14

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian
pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,
maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila
keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi
sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala
infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.1,4,7

Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.
Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme
masih belum diketahui dengna jelas. 1,2

3.5.   Gambaran Laboratorium

Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik


ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik,
leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan
lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal
ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang
tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik
total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam
minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin
menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif
komplomen.1,4,7

Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus


dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak
berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai
kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa,
karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3,
ternyata berlangsung lebih lama.2,12

Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis
terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain
antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus.
Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan
faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya
serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan,
lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada
hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen
sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum
meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti
adanya infeksi. 1,3,7

Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks
imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan
tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1

3.6.   Diagnosis

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan


gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut
setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya
infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti
untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai
glomerulonefritis  akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan
glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria
nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut
pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada
saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab
jarang tampak pada nefropati-IgA.1,2,7,12

Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria


makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik
yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis
lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut
pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.1,2,7,12

Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya  cepat membaik


(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria 
masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada
glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan
tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok
dengan glomerulonefritis kronik  yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal
dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada
glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO
> 100 kesatuan Todd. 1,2

Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik


akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada
glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak
perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan
fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi
merupakan indikasi.1,2,7

3.8.    Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di


glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu
dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya
untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.

3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah,
maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi
seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa


untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek
toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun
dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk,
1972).

7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4,11

3.9.   Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.

2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat


gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran


jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik


yang menurun.1,3,4,7
BAB IV
ANALISIS KASUS

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?


Ya sudah tepat
Berdasarkan alloanamnesis yang dilakukan bersama ibu pasien dan pemeriksaan saat
pasien datang ke IGD RSAY Os datang ke IGD RSU Muhammadiyah diantar oleh
keluarganya dengan keluhan muntah >10x sejak hari selasa malam. Muntah tidak
disertai lendir dan darah. Keluhan os disertai demam naik turun sejak 10 hari yang
lalu, mimisan 1 kali, bengkak di seluruh wajah, dan nyeri dibelakang kepala. Os juga
sempat di tes urin dan urin tersebut bercampur darah. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan suhu tubuh 36,2°C, RR 48x/menit, HR 77x/menit, TD 168/113mmHg,
pemeriksaan kepala didapatkan oedem (+), hal ini mendukung diagnosis ke arah
glomerulonephritis akut
Pemeriksaan penunjang yang digunakan adalah pemeriksaan urin lengkap didapatkan
hematuria dan proteinuria. Jika dilihat dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik hingga
pemeriksaan penunjang, maka diagnosis glomerulonephritis akut dapat ditegakkan
untuk kasus ini.
2. Apakah terapi pada pasien ini sudah tepat?
ya, sudah tepat
pada penatalaksanaan, pasien diberikan:
O2 1-2 L/menit untuk mempertahankan saturasi > 92%.
IVFD D5 ⅟₂ NS 10 tpm micro untuk memelihara keseimbangan tubuh dan nutrisi.
Inj. Gentamisin 2x25 mg untuk mengatasi bakteri gram negatif
Inj. Ceftriaxone 4x250 mg antibiotik spektrum luas untuk mengatasi bakteri gram
positif dan negatif
Sanmol 3x 5 cc sebagai antipiretik untuk mengatasi keluhan demam pada pasien
Ambroxol syr 3x1 cc sebagai agen mukolitik untuk mengatasi keluhan batuk
berdahak pada pasien
Dasar tatalaksana
Terapi yang diberikan pada pasien O2, terapi cairan, antipiretik, dan antibiotic

dan mukolitik. O2 diberikan sebanyak 2 lt/menit karena pasien dengan saturasi

oksigen <92%. Kebutuhan Cairan diberikan sebagai pengganti kebutuhan kalori yang

tidak bisa didapatkan oleh pasien bronkopneumonia secara oral Terapi cairan yang

diberikan pada pasien ini yaitu infus D5 ⅟₂ NS sebanyak 10 tetes/ menit. Indikasi

pemberian antipiretik (paracetamol 10-15mg/kgBB) pada pasien adalah adanya

peningkatan suhu mencapai 37° C serta untuk menjaga kenyamanan pasien dan untuk

mengencerkan dahak di berikan antimukolitik (1 cc).

Pemberian antibiotik gentamisin dengan dosis 3-5mg/kgBB/8jam dan

antibiotik

ceftriaxone yang merupakan antibiotik sefalopsorin generasi ketiga dengan dosis

ceftriaxone yaitu 50-100 mg/KgBB/hari, dalam dua dosis pemberian didasari pada

etiologi dari bronkopneumoni, di mana ceftriaxone digunakan untuk mengatasi

bakteri yang lebih luas sedangkan gentamisin digunakan untuk mengatasi bakteri

gram negatif.

3. Apakah diagnosa pada kasus ini sudah tepat?


Ya, sudah tepat
Berdasarkan alloanamnesis ayah pasien menyatakan bahwa pasien mengeluh …….
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.

2. Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, DKK.1990. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.
Kompendium Nefrologi Anak, 57-65, Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca
streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.

4. Pujiadi AH, DKK.2010. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Pedoman Pelayanan Medis IDI
Jilid I, 89-91, Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

5. Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis. Ilmu Penyakit Dalam II, 274-281, Balai
Penerbit FKUI,Jakarta.

6. Donna J. Lager, .D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html. Accessed April


8th, 2009.

7. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th , 2009.

8. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed April 8th , 2009.

9. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed April 8th, 2009.

10. Sindrom Nefritis Akut. In: Garna H, Nataprawira HMD, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Anak. 3rd ed. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNPAD RSHS; 2005.

11. Vinen CS, Oliveira DBG. Acute Glomerulonephritis. Postgrad Med Journal. 21 March 2007;79:206-
13.

12. Falk RJ, Jennette JC, Nachman PH. Primary Glomerular Disease. In: Brenner BM, Rector FC,
editors. Benner & Rector's the Kidney. 7th ed. Philadelphia: W B Saunders; 2004.
13. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults and Children.
4th ed. MIssouri: Mosby; 2002.

14. Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis Associated with Infections. In: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia: W B Saunders; 2003.

Anda mungkin juga menyukai