Anda di halaman 1dari 21

Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang asma bronkial
Kepada semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu
demi kelancaran tugas ini, kami ucapkan terimakasih sebesar-besarnya.
Kami menyadari bahwa terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan tugas ini,
maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penyusun

dr Syamsuriah

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................. i


Daftar Isi ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................. 1
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
2.1 Definisi asma bronkial ................................................................... 2
2.2 Etiologi asma bronkial.................................................................... 2
2.3 Patofisiologi asma bronkial............................................................. 4
2.4 Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinis ........................................... 5
2.5 Pengkajian asma bronkial................................................................ 5
2.6 Pemeriksaan untuk Menegakkan Diagnosis.................................... 6
2.7 Diagnosis asma bronkial.................................................................. 9
2.8 Penatalaksanaan asma bronkial ...................................................... 10
2.9 Komplikasi asma bronkial.............................................................. 13
2.10 Pencegahan asma bronkial.............................................................. 13
BAB III PENUTUP................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 15
3.2 Saran................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penderita asma di Indonesia


Laporan riset kesehatan dasar oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2013 memperkirakan
jumlah pasien asma di Indonesia mencapai 4.5 persen dari total jumlah penduduk. Menurut
data yang dikeluarkan WHO pada bulan Mei tahun 2014, angka kematian akibat penyakit
asma di Indonesia mencapai 24.773 orang atau sekitar 1,77 persen dari total jumlah kematian
penduduk. Setelah dilakukan penyesuaian umur dari berbagai penduduk, data ini sekaligus
menempatkan Indonesia di urutan ke 19 di dunia perihal kematian akibat asma. Asma
bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak maupun dewasa di
negara berkembang maupun negara maju. Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang
tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang.

1.2. Tujuan
1.2.1 Mengetahui definisi asma bronkial.
1.2.2. Mengetahui etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala / manifestasi klinis, diagnosis
klinis, komplikasi, penatalaksanaan dan pencegahan.

1.3.Rumusan Masalah
Mengetahui lebih detail tentang asma bronkial.

1
BAB II
PEMBAHASA
N

2.1 Definisi Asma Bronkial


Asma Bronkial adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut
otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi
alveolus.( Huddak & Gallo, 1997 )
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.( Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami
inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48)

2. 2 Etiologi Asma Bronkial


Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
2.2.1 Faktor Predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpajan dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2.2.2 Faktor Presipitasi
• Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, contoh debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi udara.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut, contoh makanan dan obat-obatan.
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, contoh perhiasan, logam dan jam
tangan

2
• Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga dan debu.

• Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.

• Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

• Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat


Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau
olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Para ahli belum mengetahui secara pasti apa yang menjadi penyebab asma. Akan tetapi,
serangan umumnya terjadi ketika seseorang terpajan pencetusnya. Beberapa hal yang
mungkin bisa menjadi penyebab pencetus asma, antara lain: perokok aktif dan perokok pasif,
infeksi saluran pernapasan atas (seperti pilek, flu, atau pneumonia), alergi terhadap makanan,
serbuk sari, jamur, tungau debu, dan bulu hewan peliharaan, pajanan zat-zat di udara (seperti
polusi udara, asap kimia, atau racun), faktor cuaca (seperti cuaca dingin, berangin, dan panas
yang didukung dengan kualitas udara yang buruk dan perubahan suhu secara drastis),
mengkonsumsi obat-obatan tertentu (seperti aspirin, NSAID, dan beta-blocker), makanan
atau minuman yang mengandung pengawet (seperti MSG), mengalami stres dan kecemasan
berat, bernyanyi, tertawa, atau menangis yang terlalu berlebihan, parfum dan wewangian,
memiliki riwayat penyakit refluks asam lambung (GERD).

3
Faktor Risiko

Siapa saja yang berisiko tinggi terkena penyakit ini?

Penyakit ini bisa menyerang siapa saja, bahkan orang dewasa yang berusia 30 atau 40-an
sekalipun. Memang, kebanyakan kasus sudah diketahui sejak pasien masih bayi atau kanak-
kanak. Namun, kira-kira sejumlah 25 persen dari pengidap asma bronkial baru pertama kali
mengalami serangan di usia dewasa.

Menurut WHO, penyakit ini adalah penyakit yang paling umum dialami anak-anak karena:

 Orangtua memiliki riwayat penyakit ini.

 Memiliki infeksi pernapasan, misalnya pneumonia dan bronkitis.

 Memiliki alergi atopik tertentu, misalnya alergi makanan atau eksim.

 Lahir dengan berat badan rendah.

 Kelahiran prematur.

2.3 Patofisiologi Asma Bronkial


Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar
bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut: seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi
Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi
dengan antigen spesifikasinya.

Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru
yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronchus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibodi Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang
telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini
akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

4
Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi
karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

2.4 Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinis Asma Bronkial


1. Stadium dini
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Ronki basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c. Whezing belum ada.
d. Belum ada kelainan bentuk dada.
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan Ig E
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan, timbul sesak napas dengan atau
tanpa sputum, whezing, ronki basah bila terdapat hipersekresi, penurunan tekanan parsial O2.

2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronki
b. Sesak napas berat dan dada seolah –olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e. Thoraks seperti barrel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)

2.5 Pengkajian Asma Bronkial


Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
a. Riwayat kesehatan yang lalu:
• Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
• Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
• Kaji riwayat pekerjaan pasien.

5
b. Aktivitas
• Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
• Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
• Tidur dalam posisi duduk tinggi.
c. Pernapasan
• Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
• Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang di tempat tidur.
• Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
• Adanya bunyi napas mengi.
• Adanya batuk berulang.
d. Sirkulasi
• Adanya peningkatan tekanan darah.
• Adanya peningkatan frekuensi jantung.
• Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
• Kemerahan atau berkeringat.
e. Integritas ego
• Ansietas
• Ketakutan
• Peka rangsangan
• Gelisah
f. Asupan nutrisi
• Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan.
• Penurunan berat badan karena anoreksia.
g. Hubungan sosial
• Keterbatasan mobilitas fisik.
• Susah bicara atau bicara terbata-bata.
• Adanya ketergantungan pada orang lain.
h. Seksualitas
• Penurunan libido

2.6 Pemeriksaan untuk Menegakkan Diagnosis Asma Bronkial


2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium

6
1) Pemeriksaan Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya
reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga
terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk
melibat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
beberapa antibiotik (Muttaqin, 2008).

2) Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/astrub)


(a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
(b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
(c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.
(d) Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm 3 baik asma
intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3.
Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat (Muttaqin, 2008).

2.6.2 Pemeriksaan Penunjang


1) Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. Alat pengukur faal paru, selain penting
untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
Spirometri tes fungsi paru-paru untuk mengukur kapasitas pernapasan dan seberapa baik
pasien bernapas. Prosedur ini mengharuskan pasien bernapas ke dalam alat yang disebut
spirometer. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis
asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM).

2) Tes provokasi :
a. Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b. Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c. Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara
dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
d. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.

7
e. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
f. Pemeriksaan sputum.

3) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang
tidak disebabkan asma.

4) Pemeriksaan Tes Kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit.
Uji tersebut untuk mendukung anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang
positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan
dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan
(pada dermographism).

5) Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

6) Peak Flow Meter/PFM


Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk
mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Tes ini menggunakan alat yang disebut peak
flow meter, pasien mengeluarkan napas ke dalam tabung untuk mengukur kekuatan udara
yang bisa dikeluarkan dari paru-paru. Pemantauan aliran puncak dapat memungkinkan pasien
untuk memerhatikan seberapa baik asma ketika di rumah.Spirometer lebih diutamakan
dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis obstruksi
saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan
dan bukan alat diagnostik, PFM dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak
dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

8
7) Petanda Inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas
penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan
petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan
melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara
yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan
antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat
berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi,
tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.

2.7 Diagnosis Asma Bronkial

Mengenali tingkat keparahan asma


Tidak hanya mengetahui gejala, penting juga untuk memahami tingkat keparahan dari asma
bronkial. Kekambuhan asma biasanya tergantung seberapa parah kondisi yang dimiliki.
Berikut adalah tingkat-tingkat keparahan asma:

 Intermiten

 Persisten ringan

 Persisten sedang

 Persisten berat
Bagaimana cara mendiagnosis penyakit ini?
Kondisi ini hanya bisa didiagnosis dari riwayat kesehatan anda (termasuk jenis dan frekuensi gejala),
riwayat medis keluarga, serta menjalani pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru-paru. Bila diperlukan,
juga dapat melakukan sejumlah tes seperti:
 Tes alergi untuk mengetahui alergen yang mempengaruhi timbulnya asma.
 Tes bronkus untuk mengukur sensitivitas saluran pernapasan.
 Tes untuk menunjukkan apakah memiliki kondisi lain dengan gejala yang sama
seperti asma (misalnya refluks asam lambung, kelainan pita suara, atau sleep apnea).
 Spirometri
 Tes Arus Puncak Ekspirasi (APE)
 Rontgen dada atau EKG (elektrokardiogram). Tes ini akan membantu mengetahui
apakah benda asing atau penyakit lainnya menyebabkan gejala asma.
 CT scan

9
2.8 Penatalaksanaan/Pengobatan Asma Bronkial

Prinsip umum pengobatan asma bronkial adalah :


1. Menghilangkan obstruksi jalan napas dengan segera.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma.
3. Memberikan edukasi kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik
pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnnya.

Pengelolaan penyakit asma meliputi terapi nonfarmakologis dan farmakologis.


Terapi nonfarmakologis dengan menghindari faktor pencetus, menjaga kebersihan
lingkungan dan rutin kontrol ke dokter. Sedangkan terapi farmakologis dengan obat pelega
maupun pengontrol saluran napas ada yang disemprot dan diminum, pemberian oksigen,
fisioterapi. Dijelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa terapi nonfarmakologis lebih
penting dan bermakna daripada terapi farmakologis. Pasien diberitahu masih perlu
memperbaiki pola hidupnya dan sering kontrol asma ke Puskesmas sebulan sekali serta
meminum obat dan kurangi aktivitas fisik serta selalu sedia obat semprot pelega di rumah.

Pengobatan farmakologik :

Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam dua golongan :

1) Simpatomimetik/ adrenergik (adrenalin dan efedrin), contohnya:


- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk
bubuk halus yang dihirup (Ventolin Dishaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, Bricasma serta Ventolin) yang oleh alat khusus diubah
menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin), nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)

1
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda.
Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian: bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita
yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga
dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah
atau lambungnya kering).

Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya
adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan
bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu
bulan.

Ketotifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan
dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.

Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan yaitu: antiinflamasi merupakan
pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal
dengan pengontrol, serta bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi
eksaserbasi/ serangan dekenal dengan pelega.5

Contoh antiinflamasi yaitu golongan steroid inhalasi seperti flutikason propionat dan
budesonid, golongan antileukotrin seperti metilprednisolon, kortikosteroid sistemik seperti
prednison, agonis beta-2 kerja lama seperti formeterol, prokaterol.6

Obat pelega ada dari golongan agonis beta-2 kerja singkat seperti salbutamol, terbutalin,
fenoterol, golongan antikolinergik seperti ipratoprium bromide,golongan metilsantin seperti
teofilin, aminofilin dan lain-lain.7

Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami asma adalah menghilangkan gejala
asma dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Penatalaksanaan asma bertujuan untuk
menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, agar kualitas hidup meningkat, mencegah
eksaserbasi akut, meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin,

1
mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan jasmani dan aktivitas lainnya,
menghindari efek samping obat, mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara ireversibel,
meminimalkan kunjungan ke gawat darurat. Komunikasi yang baik dan terbuka antara dokter
dan pasien adalah hal yang penting sebagai dasar penatalaksanaan.1,4

Risiko berkembangnya asma bronkial merupakan interaksi antara faktor pejamu (host faktor)
dan faktor lingkungan.
Faktor pejamu termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya
asma bronkial, yaitu genetik, alergik (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras.
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau predisposisi asma
bronkial untuk berkembang menjadi asma bronkial, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan
atau menyebabkan gejala-gejala asma bronkial menetap.7

Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok,
polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosio-ekonomi dan besarnya
keluarga.7

Interaksi faktor genetik dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan bahwa baik
faktor lingkungan maupun faktor genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma
bronkial, dan pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma bronkial pada individu
dengan genetik asma bronkial. Faktor-faktor yang mempengaruhi asma bronkial akan
berbeda pada tiap individu.

Bagaimana cara mengobati asma?

Penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Pengobatan yang diberikan hanya bertujuan untuk
mengurangi gejala dan mencegah kambuh. Berikut adalah pilihan pengobatan yang
diberikan:

1) Obat kontrol jangka panjang

Apabila kondisi yang dialami termasuk kronis atau persisten ringan hingga berat, pengobatan
yang cocok adalah terapi jangka panjang. Pengobatan jangka panjang bertujuan untuk
mengendalikan keparahan gejala, dan mencegahnya kambuh secara berkelanjutan.

1
2) Obat kontrol jangka pendek

Pengobatan jangka pendek lebih bertujuan untuk meredakan serangan akut dengan
segera saat kejadian. Fungsi obat ini adalah membantu meringankan gejala yang baru muncul
dan kambuh sewaktu-waktu. Namun, obat ini tidak boleh diminum lebih dari 2 minggu.

Mengendalikan penyakit asma.

Jika Anda kebetulan mengidap asma atau sudah mengidap asma sejak lama, jangan cemas
dengan kondisi ini karena asma merupakan penyakit yang masih dapat dikendalikan dengan
cara: mengenali dan menghindari pemicu asma, mengikuti rencana penanganan asma,
mengenali serangan asma dan melakukan langkah pengobatan yang tepat, menggunakan
obat-obatan asma secara teratur, memonitor kondisi saluran napas.

2.9 Komplikasi Asma Bronkial

Penyakit asma yang tidak dikendalikan dengan baik dapat memengaruhi kesehatan secara
keseluruhan. Bahkan, penyakit ini bisa berdampak langsung pada fungsi tubuh. Begitu pula
jika pengobatannya tidak tepat.

Berikut beberapa komplikasi asma yang mungkin bisa terjadi:

 Masalah psikologis (cemas, stres, atau depresi).


 Menurunnya performa di sekolah atau di pekerjaan.
 Tubuh sering terasa lelah.
 Gangguan pertumbuhan dan pubertas pada anak-anak.
 Pneumonia (infeksi paru-paru)
 Rusaknya paru-paru sebagian atau keseluruhan (atelektasis)
 Kegagalan pernapasan, di mana kadar oksigen dalam darah menjadi sangat
rendah, atau kadar karbon dioksida menjadi sangat tinggi.
 Status asmatikus (serangan asma berat yang tidak merespon pengobatan).
 Kematian

2.10 Pencegahan Asma Bronkial

Bagaimana cara mencegah kambuhnya serangan asma?

1
Meski tak bisa disembuhkan, serangan penyakit ini dapat dicegah supaya tidak kambuh.
Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah kambuhnya asma, diantaranya:

1) Buat rencana aksi asma

Setiap pasien dengan kondisi ini dianjurkan untuk menentukan rencana perawatan bersama
dokter dan tim kesehatan lainnya. Ini disebut rencana aksi asma. Dokter akan membantu
dalam menentukan jenis obat dan perawatan yang sesuai dengan kondisi Anda. Pastikan
untuk mengikuti rancangan perawatan tersebut supaya kambuhnya gejala dapat dicegah.

2. Menghindari faktor pencetus

Seseorang akan mengalami serangan gejala bila terpajan pencetusnya. Maka dari itu, kenali
hal-hal apa saja yang dapat mencetuskan kekambuhan gejala asma. Beberapa faktor pencetus
yang paling umum adalah pajanan zat iritan dari asap rokok, polusi udara, bahan kimia dalam
produk rumah tangga hingga bulu binatang dan serbuk sari.

3. Rutin cek fungsi paru-paru

Rutin mengecek fungsi paru-paru dengan peak flow meter juga bisa jadi cara mencegah
kekambuhan serangan. Peak flow meter membantu mengukur jumlah aliran udara dalam
napas penderita sehingga akan memudahkan penanganan sebelum gejalanya memburuk. Di
sisi lain ini alat ini pun dapat membantu mengenali pencetusnya sehingga penderita dapat
menghindarinya.

4. Minum obat sesuai yang dianjurkan

Ketika gejala penyakit asma muncul, segera minum obat yang dianjurkan dan hentikan
aktivitas yang mencetuskan kekambuhan gejala. Bila gejala yang dialami tidak juga
membaik, periksakan diri ke tenaga kesehatan atau rumah sakit.

5. Vaksin flu

Gejala dapat kambuh dipicu oleh batuk berkepanjangan akibat flu. Maka itu, tidak ada
salahnya untuk melakukan vaksin flu. Selain itu, disarankan untuk melakukan vaksinasi
influenza dan pneumonia secara teratur untuk mencegah memburuknya penyakit asma yang
disebabkan kedua penyakit tersebut.

1
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3. 1 Kesimpulan

3.1.1 Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang
ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau
sulit bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti
nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan usia, baik muda
atau tua.
3.1.2 Meskipun penyebab pasti asma belum diketahui secara jelas, namun ada beberapa
faktor pencetus, seperti asap rokok, debu, bulu binatang, aktivitas fisik, udara dingin, infeksi
virus, atau bahkan terpajan zat kimia.
3.1.3 Untuk mengetahui apakah seorang pasien menderita penyakit asma, maka dokter perlu
melakukan sejumlah tes. Namun sebelum tes dilakukan, dokter biasanya akan mengajukan
pertanyaan pada pasien mengenai gejala apa saja yang dirasakan, waktu kemunculan gejala
tersebut, dan riwayat kesehatan pasien serta keluarganya.
3.1.4 Ada dua tujuan dalam pengobatan penyakit asma, yaitu meredakan gejala dan
mencegah gejala kambuh. Untuk mendukung tujuan tersebut, diperlukan rencana pengobatan
dari dokter yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Rencana pengobatan meliputi cara
mengenali dan menangani gejala yang memburuk, serta obat-obatan apa yang harus
digunakan.

3.2 Saran

3.2.1 Asma bronkial adalah penyakit yang dapat dicegah. Untuk mencegah terjadinya
penyakit ini, beberapa hal yang dapat dilakukan dan harus dihindari: hindari melakukan
olahraga berat, menjalankan diet yang benar, menggunakan obat yang telah sesuai dengan
indikasi pemeriksaan kondisi pasien.

1
DAFTAR PUSTAKA

1. Judith M.Wilkinson. 2007. Diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan


Kriteria hasil NOC.
2. Brunner & Suddart. 2002 .Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : AGC.
3. Crockett, A. 1997. Penanganan Asma dalam Penyakit Primer. Jakarta. Hipocrates.
4. Crompton, G. 1980. Diagnosis and Management of Respiratory Disease. Blackwell
Scientific Publication.
5. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta. EGC.
6. Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC.
7. Hudak & Gallo 1997. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume 1.
Jakarta.EGC.
8. Price, S & Wilson, L. M. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta. EGC.
9. Pullen, R. L. 1995. Pulmonary Disease. Philadelpia. Lea & Febiger.
10. Rab, T. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta. Hipokrates.
11. Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. 1999. Keperawatan Medikal Bedah. Buku
Satu. Jakarta. Salemba Medika.
12. Staff Pengajar FK UI. 1997. Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta. Info Medika.
13. Sundaru, H. 1995. Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya. Jakarta. FK UI.
14. IDAI. 2010. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
15. Global Initiative for Asthma (GINA). 2012. At-A-Glance Asthma Management
Reference.
16. Rengganis I. 2008. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Majalah Kedokteran
Indonesia. 58(11):444-51.
17. Depkes RI. 2007. Pharmaceutical care untuk penyakit asma. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
18. PDPI. 2006. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di
indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
19. Global strategy for asthma management and prevention. 2007. National Institutes
of Health.

1
20. Bateman ED, Jithoo A. 2007. Asthma and allergy - a global perspective in
Allergy. European Journal of Allergy and Clinical Immunology. 62(3):213-5.
21. https://doktersehat.com/asma-bronkial-penyebab-gejala-dan-pengobatan/
22. http://ariebencolenk.blogspot.com/2012/01/asma-bronkial.html

1
PENATALAKSANAAN ASMA BRONKIAL

MAKALAH
DIAJUKAN SEBAGAI SYARAT UNTUK KENAIKAN PANGKAT/GOLONGAN

dr .SYAMSURIAH
NIP. 19710204 200212 2 003
PANGKAT/GOLONGAN : PEMBINA TK I / IV.B

DINAS KESEHATAN

PEMERINTAH KOTA BEKASI

BEKASI 2020

1
2

Anda mungkin juga menyukai