Makalah Kep. Anak KEL 6
Makalah Kep. Anak KEL 6
KEPERAWATAN ANAK I
“Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem
Respirasi ISPA, Pneumonia, Asma, TBC, Difteri Dan Dampaknya
Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (Dalam
Konteks Keluarga)”
Makalah ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan
Anak 1 yang di ampu oleh: Rani F, S.Kep,Ners.,M.Kep
Oleh:
Alfida Nurzakiyah C1AA18010
Asep Ega M C1AA18022
Kania Putri Aisyah C1AA18058
Sely Julistiani C1AA18104
Siti Yoanny Putri C1AA18110
Kelas 2B
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat taufik
serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem Respirasi
ISPA, Pneumonia, Asma, TBC, Difteri Dan Dampaknya Terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (Dalam Konteks Keluarga”, sebagai tugas
mata kuliah Keperawatan Anak I.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 2
D. Metodelogi............................................................................................ 2
E. Sistematika Penulisan………………………………………............... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
ISPA
A. Konsep teori ISPA……………………………………………………
3
B. Konsep Asuhan Keperawatan ISPA…………………………………
8
Pneumonia
A. Konsep teori Pneumonia................................................................... 13
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pneumonia………………………….. 14
Asma
A. Konsep teori Asma............................................................................ 19
B. Konsep Asuhan Keperawatan Asma.............................................. 30
TBC
A. Konsep teori TBC…………………………………………………….. 42
B. Konsep Asuhan Keperawatan TBC………………………………….. 53
Difteri
A. Konsep teori Difteri ………………………………………………….
58
B. Konsep Asuhan Keperawatan Difteri……………………………….. 59
A. Kesimpulan........................................................................................... 62
B. Saran..................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut kami merumuskan masalah sebagai
beikut “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan Sistem
Respirasi serta Dampaknya Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
(Dalam Konteks Keluarga)?”
C. Tujuan Penulisan
D. Metodelogi
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, Data teoritis dalam makalah
ini dikumpulkan dengan menggunakan studi pustaka, artinya penulis mengambil
data melalui media pustaka dalam penyusunan makalah ini, dan ditambah
referensi dari media internet. Dengan meyebutkan berbagai sumber untuk
penulisan makalah ini.
E. Sistematika Penulisan
1. BAB I : PENDAHULUAN terdiri dari Latar Belakang, Rumusan
Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
2. BAB II : PEMBAHASAN
BAB III : PENUTUP terdiri dari Kesimpulan dan Saran
BAB II
PEMBAHASAN
2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan
Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan
Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma,
Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih
didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia.
3. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
a. Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
rendah.
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul
gejala demam dan batuk.
4. Manifestasi Klinis
Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt.
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,
adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan
membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan
sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
b. Demam.
Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika
anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali
demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,5OC-40,5OC.
c. Meningismus.
d. Anorexia.
Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
e. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama
bayi tersebut mengalami sakit.
f. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
g. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
h. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan
lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
i. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
j. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
5. Pemeriksaan Diagnostik
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
a. Upaya pencegahan
1) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
2) Immunisasi.
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
4) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
b. Pengobatan dan perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
1) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2) Meningkatkan makanan bergizi
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih
5) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.
6) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak
tersebut masih menetek
Pengobatan antara lain :
1) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau
dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera
dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari.
Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian
digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan
kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2) Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu
ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan
kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)
Intervensi :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
6. Lakukan suction pada mayo
7. Berikan bronkodilator bila perlu
8. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
10. Monitor respirasi dan status O2
11. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
12. Pertahankan jalan nafas yang paten
13. Atur peralatan oksigenasi
14. Monitor aliran oksigen
15. Pertahankan posisi pasien
16. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
17. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
pilihan kedua
Amoksilin, 3x
Pilihan Pertama Kotrimoksazol, 2x sehari selama 5
sehari selama 5 hari hari
Tablet Tablet
Usia atau BB Dewasa Anak Sirup sirup
2-4 bulan (4 -
¼
<6 kg) 1 2,5 ml 2,5 ml
4-12 bulan (6 -
½
<10 kg) 2 5,0 ml 5 ml
12 bln-5 th (10
- <19 kg) 1 3 7.5 ml 10 ml
Sumber: Buku bagan MTBS (2000)
Keterangan:
Ashma
A. Konsep Teori Asma
1. Pengertian Asma
Asma ialah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran napas
sangat mudah bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus
dengan manifestasi berupa serangan asma.
Berdasarkan atas pengertian asma maka untuk manifestasi serangan
asma harus ada pencetus dan ada dasar hiperreaktivitas dari bronkus.
Serangan asma dapat berupa sesak napas ekspiratoir yang paroksismal
berulang-ulang dengan mengi(wheezing) dan batuk yang akibat konstriksi
atau spasme otot bronkus,inflamasi mukosa bronkus,dan produksi lendir
kental yang berlebihan. Asma merupakan penyakit keturunan.
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan
utama ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperreaktivitas
bronkus), yang belum jelas diketahui penyebabnya. Diduga karena adanya
hambatan dari sebagian sistem adrenergik, kurangnya enzim adenilsiklase
dan meningginya tonus parasimpatik kalau ada ransangan yang
menyebabkan terjadinya spasme bronkus. Banyak faktor yang ikut
menentukan derajat reaktivitas atau iritasibalitas tersebut diantaranya faktor
genetik, biokimiawi, saraf autonom, imunologis, infeksi, endokrin, faktor
psikologis. Oleh karena itu, asma disebut penyakit yang multifaktoral.
2. Patologi
Asma ditandai oleh adanya 3 kelainan yakni, konstruksi otot bronkus,
inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret di jalan napas. Pada stadium
permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi
bertambah. Lumen bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti
pembuluh darah, infiltrasi sel cosinofil dalam sekret di dalam lumen saluran
napas. Jika seerangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat
deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin basal,
hiperplasia serat elastin, juga hiperplasia dan hipertrofi otot bronkus. Pada
serangan yang berat atau pada asma yang menahun terdapat penyumbatan
bronkus oleh mukus yang kental.
3. Patogenesis
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya asma sehingga belum ada
patogenesis yang dapat menerangkan semua penemuan pada penyelidikan
asma. Salah satu sel yang memegang peranan penting pada patgenesis asma
ialah sel mast. Sel mast dapat terangsang berbagai pencetus misalnya
alergen,infeksi, dan lain-lain. Sel mast ini akan mengalami degranulasi dan
mengeluarkan berbagai mediator misalnya histamin, bradikinin, dan enzim
paroksidase.
Telah ditemukan bahwa serangan asma timbul bila ada pencetus, dan
berbagai pencetus tersebut ialah:
a. Alergen
Sensititasi tegantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan
alergen berhubungan dengan umur. Bayi dan anak kecil sering
berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau
bulu binatang, spora jamur yang terdapat di rumah. Dengan
bertambahnya umur makin banyak jenis alergen penccetusnya. Asma
karena makanan sering terjadi pada bayi dan anak kecil.
b. Infeksi
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak. Virus yang
menyebabkan ialah respiratory syncytial virus (RSV) dan virus
parainfluenza. Kadang-kadang karena bakteri misalnya pertusis dan
streptokokus, jamur, misalnya aspergillus dan parasit seperti askuris.
c. Iritasi
Hairspray, minyak wangi, obat semprot nyamuk, asap rokok, bau
tajam, dan polutan udara lainnya dapat memicu serangan asma. Iritasi
hidung dan batuk sendiri dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi.
d. Cuaca
Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin, dan
kelembaban udara dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya
serangan asma.
e. Kegiatan Jasmani
Kegiatan jasmani berat misalnya berlari atau naik sepeda dapat
memicu serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang berlebihan
dapat merupakan pencetus pasien dengan faal paru dibawah optimal
amat rentan terhadap kegiatan jasmani.
f. Infeksi Saluran Napas
Infeksi virus pada sinus, baik sinusitis akut maupun kronik dapat
memudahkan terjadinya asma pada anak (Rachelesfky dkk,1978).
Rhintis alergika dapat memberatkan asma melalui mekanisme iritasi
atau refleks.
g. Faktor Pasikis
Faktor psikis merupakan pencetus yang tidak boleh diabaikan dan
sangat kompleks. Tidak adanya perhatian atau tidak mau mengakui
persoalan yang berhubungan dengan asma oleh anak
sendiri/keluarganya akan menggagalkan usaha pencegahan. Sebaliknya
terlalu takut terhadap adanya serangan atau hari depan anak juga dapat
memperberat serangan asma.
a. Bronkodilator
b. Kortikosteroid
c. Ketotifen (Zaditen)
d. DSCG (Intal)
e. Mukolitik
7. Jenis-jenis Ashma
Ada berbagai pembagian asma pada anak,diantaranya adalah:
a. Asma episodik yang jarang
Biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun. Serangan umumnya
dicetuskan oleh infeksi virus saluran napas bagian atas. Banyaknya
serangan 3-4 kali dalam 1 tahun. Lamanya serangan dapat beberapa
hari, jarang merupakan serangan yang berat.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji faal paru. Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat
obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan
dan mengikuti perjalanan penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal
paru paru adalah peak flow meter, caranya anak disuruh meniup flow
meter beberapa kali (sebelum menarik nafas dalam melalui mulut
kemudian menghembuskan dengan kuat) dan dicatat hasil yang
terbaik.
b. Foto toraks. Foto toraks terutama dilakukan pada anak yang baru
pertama kali berkunjung ke poliklinik, untuk menyingkirkan
kemungkinan ada penyakit lain. Pada pasien asma yang telah kronik
akan terlihat jelas adanya kelainan berupa hiperinflasi atau atelektasis.
c. Pemeriksaan darah. Hasilnya akan terdapat cosinofilia pada darah
tepi dan sekret hidung. Bila tidak cosinofilia kemungkinan bukan
asma. Selain itu juga dilakukan uji tuberkulin dan uji kulit dengan
menggunakan alergen.
9. Penatalaksanaan
a. Medik
Asma dapat sedang tenang atau tidak sedang ada serangan, tetapi juga
dapat dalam keadaan serangan dan serangan tersebut dapat ringan,
sedang, atau berat. Kadang yang biasanya diatasi dengan obat dapat
menolong, ini kali tidak dapat lagi. Serangan demikian beratnya
hingga dapat mengancam jiwa anak; oleh karena itu, anak perlu
dirawat dirumah sakit.
Serangan asma yang ringan biasanya cukup diobati dengan obat
bronkodilator oral atau aerosol, bahkan yang ringan sekali tidak
memerlukan pengobatan. Serangan asma yang sedang dan akut perlu
pengobatan yang cepat kerjanya, misalnya bronkodilator aerosol atau
bronkodilator subkutan, adrenalin misalnya. Bila pada serangan ringan
akut tidak diperlukan kortikisteroid; pada serangan ringan kronik atau
serangan sedang, perlu tambahan kortikosteroid disamping
bronkodilator. Pada serangan sedang perlu oksigen.
Serangan asma yang berat bila gagal dengan bronkodilator aerosol
oral atau subkutan dan kortikosteroid perlu teofilnum (teofilin)
intravena dan koreksi penyimpangan asam basa serta elektrolit.
Oksigen sangat penting untuk pasien ini. Keadaan pasien yang
demikian memerlukan perawatan dirumah sakit.
a. Oksigen
b. Periksa keadaan gas darah pasang IVFD (infus) dengan cairan 3:1
glukosa 10% dan NaCl 0.9% + KCl 5 mEq/kolf
1) Koreksi kekurangan cairan
2) Koreksi penyimpangan asam basa
3) Koreksi penyipangan elektrolit
c. Teofilin yang sudah diberikan diteruslan. Ukur kadar teofilin
dalam darah, pantau tanda-tanga keracunan teofilin. Bila tanda
keracunan tidak ada dan keadaan serangan asma belum membaik
mungkin perlu ditambah teofilin.
d. Kartikosteroid dilanjutkan, jika velum diberi harus diberikan.
e. Usaha pengenceran lendir dengan obat mukolitik untuk lendir yang
banyak dan lengket diseluruh cabang-cabang bronkus.
f. Periksa foto toraks.
g. Lakukan pemeriksaan EKG.
h. Pantau tanda-tanda vital.
b. Keperawatan
Perawatan pasien asma ditunjukan pada:
1) Bila pasien sedang tidak mendapat serangan asma
2) Bila pasien sedang mendapat serangan
- Mata
Perhatikan apakah jarak mata lebar atau lebih kecil, amati
kelopak mata terhadap penetapan yang tepat, periksa alis mata
terhadap kesimetrisan dan pertumbuhan rambutnya, amati
distribusi dan kondisi bulu matanya, bentuk serta amati ukuran
iris apakah ada peradangan atau tidak, kaji adanya oedema
pada mata. Pada asma tidak ditemukan masalah pada saat
dilakukan pemeriksaan mata.
- Hidung
Amati pasien, apakah pasien menggunakan nafas cuping
hidung
- Mulut
Periksa bibir terhadap warna, kesimetrisan, kelembaban,
pembengkakan, lesi, periksa gusi lidah, dan palatum terhadap
kelembaban, keutuhan dan perdarahan, amati adanya bau,
periksa lidah terhadap gerakan dan bentuk, periksa gigi
terhadap jumlah, jenis keadaan, inspeksi faring menggunakan
spatel lidah. Biasanya ditemukan pada mulut terdapat nafas
barbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup
selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan
- Telinga
Periksa penempatan dan posisi telinga, amati penonjolan atau
pendataran telinga, periksa struktur telinga luar dan ciri-ciri
yang tidak normal, periksa saluran telinga luar terhadap
hygiene, rabas dan pengelupasan. Lakukan penarikan aurikel
apakah ada nyeri atau tidak lakukan palpasi pada tulang yang
menonjol di belakang telinga untuk mengetahui adanya nyeri
tekan atau tidak
- Leher
Gerakan kepala dan leher klien dengan ROM yang penuh,
periksa leher terhadap pembengkakan kelenjar getah bening,
lakukan palpasi pada trakea dan kelenjar tiroid
- Dada
Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi atau tarikan dinding
dada kedalam, amati jenis pernafasan, amati gerakan
pernafasan dan lama inspirasi serta ekspirasi, lakukan perkusi
diatas sela iga, bergerak secara simentris atau tidak dan lakukan
auskultasi lapang paru
- Abdomen
Periksa kontur abdomen ketika sedang berbaring terlentang,
periksa warna dan keadaan kulit abdomen, amati turgor kulit.
Lakukan auskultasi terhadap bising usus serta perkusi pada
semua area abdomen
- Ekstremitas
Kaji bentuk kesimetrisan bawah dan atas, kelengkapan jari,
apakah terdapat sianosis pada ujung jari, adanya oedema, kaji
adanya nyeri pada ekstremitas
- Genetalia dan anus
Kaji kebersihan sekitar anus dan genetalia, inspeksi ukuran
genetalia, posisi, uretra, inspeksi adanya tanda-tanda
pembangkakan, periksa anus adanya robekan, hemoroid, polip
5. Data psikososial anak
Data psikososial menilai dampak-dampak hospitalisasi, termasuk
prosedur pada bayi dan keluarga. Pada pasien bayi lebih mudah cemas
karena tindakan yang dilakukan, kemungkinan pada bayi kehilangan
kontrol terhadap dirinya. Serta ketakutan bayi terhadap perlukaan
muncul karena bayi menganggap tindakan dan prosedurnya
mengancap intregritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan
reaksi agresif dengan marah dan berontak, menangis dengan kencang
sambil berontak/berguling-guling dan selalu ingin tetap di pangkuan
ibunya
6. Data perkembangan keluarga
Dikaji sejauh mana perkembangan keluarga ketika klien sakit
7. Data penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinophil
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel
cetakan) dari cabang bronkus
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum,
umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang
tinggi dan kadang terdapat mucus plug
- Pemeriksaan darah
8. Pengobatan/terapy
a. Pengobatan non farmakologik:
1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus
3) Pemberian cairan
4) Fisiotherapy
5) Beri O2 bila perlu
b. Pengobatan farmakologik:
1) Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas.
- Simpatomimetik/ adrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec),
Terbutalin (bricasma).
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam
bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa
semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler
dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator
(Alupent, Berotec, brivasma serta Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang
sangat halus) untuk selanjutnya dihirup
2) Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin
(Euphilin Retard), Teofilin (Amilex). Efek dari teofilin
sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian: Bentuk suntikan
teofillin/aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah.
Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah
sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung
sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada
juga dalam bentuk suppositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika
penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin
(misalnya muntah atau lambungnya kering).
3) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat
pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk
penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
4) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti
kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali
1mg/hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan
secara oral. (Dudut Tanjung., Skp, 2007)
Diagnosa Keperawatan Asma
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
secret berlebih
2. kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai O2
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, yang dibuktikan oleh penurunan berat badan dan
ketidakmampuan untuk makan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan O2
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas
6. kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
dan jelas
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bunyi nafas dan 1. Beberapa derajat spasme bronkus
catat adanya abnormalitas, terjadi dengan obstruksi jalan napas
bunyi napas seperti mengi dan dapat/tidak dimanifestasikan
dengan adanya napas yang abnormal
2. Kaji/pantau frekuensi 2. Takipnea biasanya ada pada
pernapasan, catat rasio beberapa derajat dan dapat ditemukan
inspirasi/ekspirasi pada penerimaan atau selama
stress/adanya proses infeksi akut
3. Catat adanya derajat 3. Disfungsi pernafasan adalah
dyspnea, distress pernapasan, variable yang tergantung pada tahap
penggunaan otot bantu proses akut yang menimbulkan
pernapasan perawatan di rumah sakit
4. Tempatkan anak pada posisi 4. Peninggian kepala tempat tidur
yang nyaman, seperti memudahkan fungsi pernapasan
meninggikan kepala tempat dengan menggunakan gravitasi
tidur
5. Pertahankan polusi 5. Pencetus tipe alergi pernapasan
lingkungan. Contoh: debu, asap dapat menimbulkan episode akut
dll. 6. Merelaksasikan otot halus dan
6. Berikan obat bronkodilator menurunkan spasme jalan napas,
sesuai indikasi mengi dan produksi mukosa
Intervensi Rasional
1. awasi suhu 1. demam dapat terjadi karena infeksi
dan atau dehidrasi
2. diskusikan kebutuhan 2. malnutrisi dapat mempengaruhi
nutrisi adekuat kesehatan umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi
3. dapatkan specimen sputum 3. untuk mengidentifikasi organisme
dengan batuk/pengisapan penyebab dan kerentanan terhadap
untuk pewarnaan berbagai anti microbial
gram/kultur/sensitifitas
Intervensi Rasional
1. jelaskan tentang penyakit 1. menurunkan ansietas dan dapat
pasien menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana
pengobatan
2. diskusikan obat pernapasan, 2. penting bagi pasien memahami
efek samping dan reaksi perbedaan antara efek samping
yang tidak diinginkan mengganggu dan merugikan
3. tunjukan teknik penggunaan 3. pemberian obat yang tepat akan
inhaler meningkatkan keefektifannya
TBC
A. Konsep Teori TBC
1. Pengertian TBC
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberculosis, dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak
diparu-paru yang yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif
Mansjoer, 2000).
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat
sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru.
Sifat sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen
setelah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan
prevalens tuberkulosis anak tidak mudah dengan penelitian indeks
tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis anak.
Tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan
pemberian imunisasi BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi,
yaitu penderita TB dewasa. Anak biasanya tertular TB, atau juga disebut
mendapat infeksi primer TB, akan membentuk imunitas sehingga uji
tuberkulin akan menjadi positif, tidak semua anak yang terinfeksi TB
primer ini akan sakit TB.
2. Etilogi
a. Meroko pasif: meroko pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak,
sehingga meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok
mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat
yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh
darah (Reuters health, 2007).
b. Faktor risiko TBC anak (admin 2007)
1) Resiko infeksi TBC / Anak yang memiliki kontak dengan orang deeasa
dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena,
kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan terhadap orang
dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang
dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut
mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus
atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif
dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama
sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan
kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC
pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC
sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat
batuk. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum.
Bahkan jika ada sputum pun, kumanTBC jarang sebab hanya terdapat
dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak.
2) Resiko penyakit TBC: Anak kurang dari 5 tahun mempunyai resiko
lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin
karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur).
Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring
pertambahan usia! Pada bayi kurang dari 1 tahun yang terinfeksi TBC,
43%nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun,
yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa
5-10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC
diseminata dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Konversi
tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis.
Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang,
kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
3. Patofisiologi
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular.
Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman
ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman
berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas.
Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung kuman. Ini biasanya
terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru (Wirjodiadordjo, 2008).
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung,
seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantaranya
adalah sebagai berikut: tuberculosis paru primer dan tuberculosis post primer.
Tuberculosis primer sering terjadi pada anak, proses ini dapat dimulai dari
proses yang disebut droplet nuklei, yaitu suatu proses terinfeksinya partikel
yang mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan terhirup
serta diendapkan pada permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan
dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin
serta makrofag ke dalam alveolar spas. Tuberculosis post primer, dimana
penyakit ini terjadi pada pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis (hidayat, 2008).
Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui
terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari
seseorang yang terinfeksi. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan
oleh respon imunitas yang diperantarai oleh sel dengan sel elector berupa
makropag dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel imuni responsif. Tipe
imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada bagian yang terinfeksi
oleh limfosit dan limfokin mereka, responya berupa reaksi hipersentifitas
selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolar
membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh
makropag. Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi dan timbal pneumobia
akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat sisa, atau prosesnya
dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel - sel (Price dan Wilson,
2006).
Drainase limfatik basil tersebut juha masuk ke kelenjar getah bening
regional dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju (nekrosis
gaseosa), jeringan grabulasi yang disekitarnya pada sel-sel epitelloid dan
fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jaringan parut kolagenosa,
menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer pada paru
dinamakan fokus ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang
terlibat dengan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang
mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto thorax rutin pada
seseorang yang sehat (Price dan Wilson, 2006).
Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien menunjukkan
demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat badan, berkeringat
malam, nyeri dada dan batuk menetal. Batuk pada awalnya mungkin
nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum
mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai manifestasi
atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental,
demam, anorexia dan penurunan berat badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan
lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman (Smeltzer dan Bare, 2002).
a. Infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan
sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat
kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan
membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer predileksinya disemua lobus, 70%
terletak subpelura. Fokus primer dapat mengalami penyembuhan
sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih lanjut. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-
6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan
reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas
seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TBC2. Meskipun demikian, ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant
(tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu
yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan
sekitar 6 bulan.
b. TBC pasca primer (post primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau
efusi pleura.
4. Manifestasi klinik
Menurut wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta
muncul. Pada saat-saat awal 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya
demam sedikit. Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-
paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi),
anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab.
Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul
gambaran flek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul
gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung
kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC- nya
tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja
muncul, bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan
sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, penyebab TBC
adalah kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk
mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. Pada orang dewasa bisa
dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau
dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak
mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa
dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk
mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang harus dicermati pada saat
diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak
anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC
(wirjodiardjo, 2008).
a. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi
BCG sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi
BCG. Ini juga harus di curigai TBC, meskipun jarang.
b. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan
setiap bulan berkurang.
c. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun
ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
d. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi.
Kalau tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh
curiga kemungkinan anak terkena TBC.
e. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai
sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah
adanya pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan,
ketiak, dan sebagainya.
f. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan
yang khas.
g. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin
(MantouxTest, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika
hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi pada anak yang gizinya kurang,
meskipun ada TBC hasilnya biasanya negatif karena tidak memberujan
reaksi terhadap MT.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Kultur sputum: positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
b. Diehl neelsen: (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
c. Test kulit: (PPD, Mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area durasi
10 mm) terjadi 48- 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen
menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara
berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
d. Elisa/ western Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorax: dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
f. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster: urien dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
g. Biopsi jarum pada jarinagn paru: positif untuk granula TB: adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
h. Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi,
contohnya Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB
paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan
sisa pada paru.
i. Pemeriksaan fungsi pada paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim/
fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis
luas).
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksananaan medis.
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
1) Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan: setiap hari dengan jangka
waktu 1-3 bulan.
a) Streptomisin inj 750 mg
b) Pas 10 mg
c) Ethambutol 1000 mg
d) Isoniazid 400 mg.
2) Jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2x seminggu,
selama 13-18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan
ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat
saja, obat yang diberikan dengan jenis: INH, Rifampicin, Ethambutol.
Dengan fase selama 2x seminggu dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat
dilakukan dengan melakukan:
a) Lemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
b) Pemberian oksigen yang adekuat
c) Latihan batuk efektif
d) Fisioterapi dada
e) Pemberian nutrisi yang adekuat
f) Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid,
streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
g) Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan
perkembangan anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu
memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas
perkembangan, yaitu (suriadi dan yuliani, 2001):
Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak
(permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi).
Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus
yang bervariasi bagi anak. - Melibatkan anak dalam mengatur
jadwal harian dan memilih aktivitas yang diinginkan.
Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di
rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan
teman melalui telepon jika memungkinkan.
7. Pencegahan
a. Imunisasi BCG pada anak balita, vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak
anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
b. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati
sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi
penularan.
c. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
d. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
e. Pencegahan terhadap penyakjt TBC dapat dilakukan dengan tidak
melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan
dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi
udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
f. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/
mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat
ludah yang diberikan lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan
untuk menguranhi aktivitas kerja serta menengkan pikiran.
Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua b.d isolasi
pasien.
Tujuan: anak tidak akan mengalami kecemasan karena perpisahan
berhubungan dengan penurunan kontak parental.
Intervensi Rasional
a. Ajarkan orang tua tentang teknik Pemahaman dan mengikuti teknik
isolasi dengan benar. isolasi membantu mencegah
penularan TBC yang memungkinkan
orang tua bersama selama mungkin
dengan anaknya, akan mengurangi
perpisahan.
b. Motivasi orang tua dan anggota Seringnya keluarga kontak akan
keluarga lainnya untuk mengurangi kecemaan akibat
mengunjunginya secara teratur. perpisahan.
DIFTERI
A. Konsep Teori Difteri
1. Pengertian Difteri
Difteri adalah infeksi bakteri pada hidung dan tenggorokan.
Meski tidak selalu menimbulkan gejala, penyakit ini biasanya
ditandai oleh munculnya selaput abu-abu yang melapisi tenggorokan
dan amandel. Bila tidak ditangani, bakteri difteri bisa mengeluarkan
racun yang dapat merusak sejumlah organ, seperti jantung, ginjal, atau
otak. Difteri tergolong penyakit menular berbahaya dan berpotensi
mengancam jiwa, namun bisa dicegah melalui imunisasi.
2. Etiologi
Difteri disebabkan oleh bakteri bernama Corynebacterium
diphtheria, yang dapat menyebar dari orang ke orang. Seseorang bisa
tertular difteri bila tidak sengaja menelan atau menghirup percikan air liur
yang dikeluarkan penderita saat batuk dan bersin. Penularan juga bisa
terjadi melalui benda yang sudah terkontaminasi air liur penderita, seperti
gelas atau sendok.
Difteri dapat dialami siapa saja. Namun, risiko terserang difteri
akan lebih tinggi apabila tidak mendapat vaksin difteri secara lengkap.
3. Gejala Difteri
Gejala difteri muncul 2 sampai 5 hari setelah seseorang terinfeksi.
Meskipun demikian, tidak semua orang yang terinfeksi difteri mengalami
gejala. Apabila muncul gejala, biasanya berupa terbentuknya lapisan tipis
berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel penderita.
Selain muncul lapisan abu-abu ditenggorokan, gejala lain yang
dapat muncul meliputi :
a. Sakit tenggorokan
b. Suara serak
c. Batuk
d. Pilek
e. Demam
f. Menggigil
g. Lemas
h. Muncul benjolan dileher akibat pembengkakan kelenjar getah bening
4. Pencegahan Difteri
Difteri dapat dicegah dengan imunisasi DPT, yaitu pemberian
vaksin difteri yang dikombinasikan dengan vaksin tetanus dan batuk rejan
(pertusis). Imunisasi DPT termasuk dalam imunisasi wajib bagi anak-anak
Indonesia. Pemberian vaksin ini dilakukan pada usia 2,3,4, dan 18 bulan,
serta pada usia 5 tahun.
Guna memberikan perlindungan yang optimal, vaksin sejeni DPT
(Tdap dan Td) akan diberikan pada rentang usia 10-12 tahun dan 18 tahun.
Khusus untuk vaksin Td, pemberian dilakukan setiap 10 tahun.
Bagi anak-anak berusia dibawah 7 tahun yang belum pernah
mendapat imunisasi DPT atau tidak mendapat imunisasi lengkap, dapat
diberikan imunisasi kejaran sesuai jadwal yang dianjurkan dokter anak.
Khusus bagi anak-anak yang sudah berusia 7 tahun keatas dan belum
mendapat imunisasi DPT, dapat diberikan vaksin Tdap.
A. Kesimpulan
Sistem respirasi adalah salah satu sistem yang berperan vital dalam tubuh
manusia, sistem respirasi berfungsi untuk pertukaran udara yang mengandung
oksigen dan karbondioksida, yang kemudian akan diteruskan oleh sistem
kardiovaskular untuk penyebarannya dalam tubuh. Sebagai salah satu sistem yang
sangat banyak perannya dalam tubuh, sistem respirasi harus dijaga agar tidak
mengalami gangguan. Seorang perawat yang merupakan tenaga kesehatan yang
berinteraksi paling lama dengan pasien harus mampu melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem respirasi. Oleh karena itu
perawat harus memahami semua diagnosa yang berhubungan dengan gangguan
sistem respirasi.
B. Saran