Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 3

ASUHAN KEPERAWATAN RHINITIS

Dosen Pengampu:

Ns. Harinal Afri Resta, M. Kep, CWCCA

Oleh kelompok 4:

1. Niken Selvi Wahyuni 1902012

2. Divah Nahdya 1902006

3. Natasya Fadila Zahara 1902026

4. Winda Yulianti 1902021

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN SYEDZA SAINTIKA

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah pada junjungan
kita, Rasulullah Muhammad SAW. Puji syukur dan shalawat selalu mengawali penulis
dalam setiap langkah, sehingga dapat menyelesaikan Tugas Kelompok Makalah ini
yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN RHINITIS”

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa dalam penyusunan


makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun
penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun, khususnya dari dosen pengampu guna menjadi acuan dalam bekal
pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang. Terselesaikannya
makalah ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, serta bantuan dari semua pihak
yang terlibat.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat


untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan ................................................................................................. 1

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ..................................................................... 2

A. Definisi ................................................................................................ 2
B. Etiologi ................................................................................................ 2
C. Patofisiologi ......................................................................................... 2
D. Manifestasi Klinis ................................................................................ 3
E. Tanda dan Gejala.................................................................................. 4
F. Pemeriksaan Diagnostik ....................................................................... 5
G. Penatalaksanaan ................................................................................... 5

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................. 7

A. Pengkajian ........................................................................................... 7
B. Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 7
C. Inervensi ............................................................................................. 7
D. Implementasi ...................................................................................... 10
E. Evaluasi ............................................................................................. 10

BAB 4 PENUTUP ........................................................................................ 11

A. Kesimpulan ........................................................................................ 11
B. Saran .................................................................................................. 11

ii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa hidung (mukosa
olfaktori). Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar pada rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo stratified columnar
ephitelium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.

Alergi hidung adalah keadaan atopi yang aling sering dijumpai, menyerang
20% dari populasi anak-anak dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di
tempat lain, alergi hidung dan penyakit atopi lainnya kelihatannya lebih rendah,
terutama pada negara-negara yang kurang berkembang. Penderita Rhinitis alergika
akan mengalami hidung tersumbat berat, sekresi hidung yang berlebihan atau rhinore,
dan bersin yang terjadi berulang cepat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana definisi dari rhinitis?
2. Bagaimana tinjauan teori dari rhinitis?
3. Bagaimana asuhan keperawatan dengan rhinitis?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari rhinitis
2. Untuk mengetahui dan memahami tinjauan teori dari rhinitis
3. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan rhinitis

1
BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. (Dorland, 2002). Rhinitis


adalah istilah untuk peradangan mukosa. Rinitis adalah suatu inflamasi membran
mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik sebagai rinitis alergik atau
nonalergik. Rinitis non-alergik paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas,
termasuk rinitis viral (Common cold) dan rhinitis nasal dan bacterial. Terjadi sebagai
akibat masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas structural, neoplasma, dan
massa. Rhinitis mungkin suatu menifestasi alergi, dimana kasus ini disebut sebagai
rhinitis alergik. (Smeltzer, Suzanne C. 2002)

B. ETIOLOGI

Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap
sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu:

1. Immediate Phase Allergic Reaction, berlangsung sejak kontak dengan


allergen hingga 1 jam setelahnya

2. Late Phase Allergic Reaction, reaksi yang berlangsung pada dua hingga
empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat
berlangsung hingga 24 jam.

C. PATOFISIOLOGI

Terdapat hipersekresi kelenjar serosa pada mukosa traktus respiratoris terutama


pada mukosa hidung dan sinus, metaplasia epitel bersilia dan peninggian relative sel
cangkir. Membrana propria hidung dan sinus menjadi sembab dan terdiri dari cairan
interstitium. Sel jaringan interstitium membentuk serbukkan seluler yang terdiri dari

2
sel plasma, limfosit, monosit, dan eosinofil. Endotel pembuluh darah membengkak
sehingga permeabilitasnya meninggi diikuti eksudasi serosa. (Perawatan Anak Sakit:
Ngastiyah, 2003)
Patofisiologi rhinitis adalah terjadinya inflamasi dan pembengkakkan mukosa
hidung, sehingga menyebabkan edema dan mengeluarkan secret hidung. Rhinitis
persisten (menetap) mengakibatkan sikatrik fibrosa pada jaringan pengikat dan antropi
kelenjar yang mengeluarkan lendir atau ingus.
Rangsangan saraf parasimpatis akan menyebabkan terlepasnya asetilkolin,
sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dalm konka serta meningkatkan permiabilitas
kapiler dan sekresi kelenjar, sedangkan rangsangan sraaf simpatis mengakibatkan
sebaliknya.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala lokal berupa kongesti nasal, rabas nasal (purulen dengan rinitis
bakterialis),bersin-bersin, batuk, hidung tersumbat, beringus, gatal pada hidung,
hidung berair, sakit tenggorokan, dan tidak enak badan, tinnitus (rasa ada dengung di
telinga), rasa penuh di telingan dan postnasal drip. Sakit kepala dapat saja terjadi,
terutama jika terdapat juga sinusitis. Gejala umum dapat berupa kelainan pada
gastrointestinal seperti muntah, mual, obstipasi, kembung, atau kadang diare. Juga
dapat terjadi gelisah, mudah tersinggung, nyeri otot (mialgia) dan nyeri pada sendi-
sendi dan sebagainya. Pada pemeriksaan ditemukan membrane mukosa berwarna
merah, membengkak dan lembab. Pasien mengeluh adanya rasa gatal dan mata berair/
menangis. Infeksi bakteri atau infeksi kronis mengakibatkan keluarnya ingus yang
kehijau-hijauan atau purulen, mukoid, dan kental. Infeksi sekunder seperti otitis media,
bronchitis atau pneumoni seharusnya disingkirkan.
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kana, tergantung pada posisi pasien.
Terdapat rinorea yang mukus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin,
dan tidak disertai gatal di mata. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur
karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan
sebagainya.

3
Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan obstruksi dan
rinorea. Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema
mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat.
Permukaannya dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid,
biasanya sedikit. Namun pada golgongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya
serosa dan dalam jumlah banyak.

E. TANDA DAN GEJALA


a. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
(umumnya bersin lebih dari 6 kali).
b. Hidung tersumbat.
c. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi
biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau
kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi
sinus.
d. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan
tenggorok.
e. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.

Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-
ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu.
Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung untuk membersihkan diri dari
benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam satu kali serangan maka
dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi.

Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak. Hidung
tersumbat, mata gatal dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata. Tanda
dan gejala rinitis adalah rongesti nasal, nafas nasal (purulen dengan renitis bakterialis)
gatal pada nasal, dan bersin-bersin. Sakit kepala dapat saja terjadi, terutama jika
terdapat juga sinusitis. (Smeltzer, Suzanne C. 2002).

4
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan
uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat
keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas
merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik
meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah
pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan
eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang
penelitian.

G. PENTALAKSANAAN

Penatalaksanaan rinitis tergantung pada penyebab,yang mungkin diidentifikasi


dengan riwayat kesehatan komplit dan menanyakan pasien dengan kemungkinan
pemajanan terhadap allergen di rumah, lingkunan, atau di tempat kerja. Jika gejala
menunjukkan ringitis alergik, mungkin dilakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi
kemungkinan allergen. Terapi obat-obatan termasuk antihistamin, dekongestan,
kortikosteroid topical, dan natrium kromolin. Obat-obatan yang resepkan biasanya
digunakan dalam beberapa kombinasi, tergantung pada gejala pasien. ( Smeltzer,
Suzanne C. 2002).

Pasien dengan rinitis alergik diinstruksikan untuk menghindari alergen atau


iritan, seperti debu, asap, bau, tepung, sprei, atau asap tembakau. Sprei nasal salin
mungkin dapat membantu dalam menyembuhkan membrane mukosa, melunakan
sekresi yang kering, dan menghilangkan iritan. Untuk mencapai kesembuhan
maksimal, pasien diinstruksikan untuk menghembuskan hidung sebelum memberikan
obat apapun ke dalam rongga hidung.

5
Pengobatan bersifat individual karena reaksi alergis tidak selalu sama pada tiap
individu. Obat yang biasa diberikan adalah :
1. Antihistamin, kortikosteroid, dan obat tetes hidung vasokontriktor.
2. Pengobatan spesifik tehadap alergen tertentu setelah uji kerentanan.

6
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN RHINITIS

A. PENGKAJIAN
a. Identitas (Nama, jenis kelamin, umur , bangsa )
b. keluhan utama : Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung
tersumbat, dan hidung gatal
c. Riwayat peyakit dahulu: Pernahkan pasien menderita penyakit THT
sebelumnya.
d. Riwayat keluarga : Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang
di alami pasien
e. Pemeriksaan fisik :
 Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mucoid
 Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur tindakan medis
2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret
yang mengental
3. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore

C. INTERVENSI
1. Dx. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit
dan prosedur tindakan medis
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x ... jam,
diharapkan cemas klien hilang atau berkurang

7
Kriteria Hasil:
a. Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola
kopingnya
b. Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya
serta pengobatannya
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan klien 1. Menentukan tindakan selanjutnya
2. Berikan kenyamanan dan 2. Memudahkan penerimaan klien
ketentaman pada klien : terhadap informasi yang diberikan
- Temani klien 3. Meningkatkan pemahaman klien
- Perlihatkan rasa empati( datang tentang penyakit dan terapi untuk
dengan menyentuh klien ) penyakit tersebut sehingga klien
3. Berikan penjelasan pada klien lebih kooperatif
tentang penyakit yang dideritanya 4. Dengan menghilangkan stimulus
perlahan, tenang seta gunakan yang mencemaskan akan
kalimat yang jelas, singkat mudah meningkatkan ketenangan klien.
dimengerti 5. Mengetahui perkembangan klien
4. Singkirkan stimulasi yang secara dini.
berlebihan misalnya : 6. Obat dapat menurunkan tingkat
- Tempatkan klien diruangan yang kecemasan klien
lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang lain
/klien lain yang kemungkinan
mengalami kecemasan
5. Observasi tanda-tanda vital.
6. Bila perlu , kolaborasi dengan tim
medis

8
2. Dx. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya
secret yang mengental
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x ... jam,
diharapkan jalan nafas menjadi efektif setelah sekret keluar
Kriteria Hasil:
a. Klien tidak lagi bernafas melalui mulut
b. Jalan nafas Kembali normal terutama hidung
Intervensi Rasional
1. Kaji penumpukan secret yang ada 1. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan
2. Observasi tanda-tanda vital. selanjutnya
3. Kolaborasi dengan team medis 2. Mengetahui perkembangan klien sebelum
dilakukan operasi
3. Kerjasama untuk menghilangkan obat yang
dikonsumsi

3. Dx. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada


hidung
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x … jam,
diharapkan klien dapa beristirahat dengan tenang dan nyaman.
Kriteria Hasil:
a. Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan tidur klien. 1. Mengetahui permasalahan klien dalam
2. Ciptakan suasana yang nyaman. pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
3. Anjurkan klien bernafas lewat mulut 2. Agar klien dapat tidur dengan tenang
4. Kolaborasi dengan tim medis 3. Pernafasan tidak terganggu.
pemberian obat 4. Pernafasan dapat efektif kembali lewat
hidung

9
D. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses perawatan diamana
rencana perawatan dilaksanakan, melaksanakan intervensi/ aktivitas yang telah
ditentukan. (Doenges, Moorhouse, & Burley, 2000).

E. EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, yakni proses yang
dilakukan secara terus-menerus dan penting untuk menjamin kualitas serta ketepatan
perawatan yang diberikan dan dilakukan dengan meninjau respon untuk menentukan
keefektifan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. (Doenges,
Moorhouse, & Burley, 2000).

10
BAB 4
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. (Dorland, 2002). Rhinitis
adalah istilah untuk peradangan mukosa. Rinitis adalah suatu inflamasi membran
mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik sebagai rinitis alergik atau
nonalergik. Rinitis non-alergik paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas,
termasuk rinitis viral (Common cold) dan rhinitis nasal dan bacterial. Terjadi sebagai
akibat masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas structural, neoplasma, dan
massa. Rhinitis mungkin suatu menifestasi alergi, dimana kasus ini disebut sebagai
rhinitis alergik. (Smeltzer, Suzanne C. 2002).

Patofisiologi rhinitis adalah terjadinya inflamasi dan pembengkakkan mukosa


hidung, sehingga menyebabkan edema dan mengeluarkan secret hidung. Rhinitis
persisten (menetap) mengakibatkan sikatrik fibrosa pada jaringan pengikat dan antropi
kelenjar yang mengeluarkan lendir atau ingus.
Rangsangan saraf parasimpatis akan menyebabkan terlepasnya asetilkolin,
sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dalm konka serta meningkatkan permiabilitas
kapiler dan sekresi kelenjar, sedangkan rangsangan sraaf simpatis mengakibatkan
sebaliknya.

B. SARAN

Kami selaku mahasiswa berharap dengan pembuatan makalah ini, dapat


memberikan manfaat dalam proses belajar mengajar. Dan tetap mengharapkan
bimbingan lebih dalam lagi dari para dosen pengampu mengenai Asuhan Keperawatan
Rhinitis.

11
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, WA. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC
Long, barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK
Pajajaran
Smeltzer, suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
http://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/Meditek/article/download/927/1005
https://www.alomedika.com/penyakit/telinga-hidung-tenggorokan/rhinitis-alergi

12

Anda mungkin juga menyukai