Anda di halaman 1dari 37

1

MAKALAH DISKUSI KLINIK BEDAH MULUT


“GINJAL”

Tutor oleh :
Drg. Bayu Indra Sukmana, M.Si
DITA PERMATASARI I4D111010 ARISKA ENDARIANTARI I4D111037
GUSTI GINA P I4D111009 CHAIRUNNISA I4D111203
TALITHA MAGHFIRA R. I4D111017 NABILLA KUSWARENI I4D111210
DESSY SHARFINA I4D111020 BALQIS AFIFAH I4D111211
HIDAYATULLAH I4D111035 SHARLA N. L I4D111212
NORYUNITA RAHMAH I4D111040 YAZID ERIANSYAH P I4D111213
LUTFIYAH I4D111202 MELINDA HAIRI I4D111214
DIAN PRATIWI I4D111204 NOVIE APRIANTI I4D111215
M. ALFIAN NOOR I4D111206 SALDY RIZKY S I4D111216
ANINDYA PUTRI P. I4D111207 TAUPIEK RAHMAN I4D111217
DESLITA TRILIANTI I. I4D111208 PUTRI AMALIA I4D111218
RISKI AGUSTIN I4D111209 SUNJAYA TUNGGALA I4D111219
RENITA RAHMAD I4D111014 NOR SAKINAH I4D111220
VIRGI AGUSTIA PUTRI I4D111032 MARIA ANGELINA T.S I4D111221
M. REZA SETIAWAN I4D111033
DEVINTHA AYU M.T I4D111036

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, kami dapat menyelesaikan
makalah diskusi klinik Bedah Mulut yang berjudul ”Ginjal”.
Kami mengucapkan terima kasih pada Drg. Bayu Indra Sukmana, M.Si
selaku tutor dosen pembimbing dan pihak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Lambung Mangkurat yang telah membimbing kami sehingga dapat berjalan
dengan baik dan lancar. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang membantu penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kepada para pembaca dapat
memberikan kritik dan saran.

Banjarmasin, Maret 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
2.1 BAB II ISI
2.1 Definisi Ginjal ..................................................................................... 2
2.2 Anatomi dan histology Ginjal ............................................................. 2
2.3 Fungsi Ginjal ...................................................................................... 5
2.4 Fisiologi Kerja ginjal .......................................................................... 6
2.5 Penyakit Ginjal ................................................................................... 8
2.6 Patogenesis Penyakit Ginjal ................................................................ 10
2.7 Pemeriksaan Klinis dan Gejala Penyakit Ginjal ................................. 11
2.8 Manifestasi Oral Pada Penyakit Kelainan Ginjal ............................... 17
2.9 Pemeriksaan Penunjang Penyakit Ginjal ............................................ 20
2.10 Hemoestasis Penyakit Ginjal .......................................................... 27
2.11 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal .................................................... 28
2.12 Penatalaksanaan Gigi Penderita Kelainan Ginjal ............................ 32
2.13 Komplikasi ...................................................................................... 32
2.14 Prognosis ......................................................................................... 33
2.15 Pencegahan Penyakit Ginjal ............................................................ 33
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................... 34
3.2 Saran .............................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi
kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan
air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui
glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang
sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan
keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin.1
Sebagian besar penyakit ginjal menyerang nefron, mengakibatkan kehilangan
kemampuannya untuk menyaring. Kerusakan pada nefron dapat terjadi secara
cepat, sering sebagai akibat pelukaan atau keracunan. Tetapi kebanyakan penyakit
ginjal menghancurkan nefron secara perlahan dan diam-diam. Kerusakan hanya
tertampak setelah beberapa tahun atau bahkan dasawarsa. Sebagian besar penyakit
ginjal menyerang kedua buah ginjal sekaligus.2
Gagal ginjal terminal terjadi bila fungsi ginjal sudah sangat buruk, dan
penderita mengalami gangguan metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat.
Ginjal yang sakit tidak bisa menahan protein darah (albumin) yang seharusnya
tidak dilepaskan ke urin. Awalnya terdapat dalam jumlah sedikit (mikro-
albuminuria). Bila jumlahnya semakin parah akan terdapat pula protein lain
(proteinuria). Jadi, berkurangnya fungsi ginjal menyebabkan terjadinya
penumpukan hasil pemecahan protein yang beracun bagi tubuh, yaitu ureum dan
nitrogen.2
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal ginjal
karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik dibanding dialysis kronik dan
menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi ginjal
merupakan prosedur menempatkan ginjal yang sehat berasal dari orang lain
kedalam tubuh pasien gagal ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih fungsi kedua
ginjal yang telah mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya. 3

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ginjal


Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia
terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur
keseimbangan cairan dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah dan
keseimbangan asam-basa darah, serta sekresi bahan buangan dan kelebihan
garam.3

2.2 Anatomi dan Histologi Ginjal


2.2.1 Anatomi
Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding
abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 hingga L3.
Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar.
Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula
renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar adalah
fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini 9 berfungsi sebagai pelindung dari trauma
dan memfiksasi ginjal.4
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang
dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal
mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari
glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa
triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian
apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan
hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis
ginjal. 4

5
2.2.2. Mikrostrukrur Nefron Ginjal
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Didalam setiap ginjal
terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi
yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tubulus kontraktus
proksimal, lengkung henle dan tubulus kontraktus distal yang mengosongkan diri
ke duktus pengumpul. Glomerulus bersama Kapsul Bowman juga disebut badan
Malpigi. Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi
sebagai penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel mempunyai
sitoplasma yang sangat tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra
dengan diameter 500-1000A0. 4
a. Nefron
Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan (nefron).
Ukuran ginjal terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang membentuknya. Tiap
ginjal manusia memiliki kira-kira 1.3 juta nefron. Setiap nefron bisa membentuk
urin sendiri. Karena itu fungsi satu nefron dapat menerangkan fungsi ginjal. 4

6
b. Glomerulus
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut
glomerulus, yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal. Tekanan
darah mendorong sekitar 120 ml plasma darah melalui dinding kapiler
glomerular setiap menit. Plasma yang tersaring masuk ke dalam tubulus. Sel-
sel darah dan protein yang besar dalam plasma terlalu besar untuk dapat
melewati dinding dan tertinggal. 4
c. Tubulus kontortus proksimal
Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah
disaring oleh glomerulus melalui kapsula bowman. Sebagian besar dari filtrat
glomerulus diserap kembali ke dalam aliran darah melalui kapiler-kapiler
sekitar tubulus kotortus proksimal. Panjang 15 mm dan diameter 55 µm. 4
d. Ansa henle
Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari nefron
ginjal dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan
kemudian naik kembali kebagian korteks dan membentuk ansa. Total panjang
ansa henle 2-14 mm. 4
e. Tubulus kontortus distalis
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil longgar
kedua. Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin dibuat pada
tubulus kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20
ml/menit) mencapai tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam
tubulus proksimal. 4
f. Duktus koligen medulla
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil longgar
kedua. Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin dibuat pada
tubulus kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20
ml/menit) mencapai tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam
tubulus proksimal. 4

7
2.3 Fungsi Ginjal
2.3.1 Pembuangan Non-protein Nitrogen Compound (NPN)
Fungsi ekskresi NPN ini merupakan fungsi utama ginjal. NPN adalah sisa
hasil metabolisme tubuh dari asam nukleat, asam amino, dan protein. Tiga zat
hasil ekskresinya yaitu urea, kreatinin, dan asam urat.5
2.3.2 Pengaturan Keseimbangan Air
Peran ginjal dalam menjaga keseimbangan air tubuh diregulasi oleh ADH
(Anti-diuretik Hormon). ADH akan bereaksi pada perubahan osmolalitas dan
volume cairan intravaskuler. Peningkatan osmolalitas plasma atau penurunan
volume cairan intravaskuler menstimulasi sekresi ADH oleh hipotalamus
posterior, selanjutnya ADH akan meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus
distalis dan duktus kolektivus, sehingga reabsorpsi meningkat dan urin menjadi
lebih pekat. Pada keadaan haus, ADH akan disekresikan untuk meningkatkan

8
reabsorpsi air. Pada keadaan dehidrasi, tubulus ginjal akan memaksimalkan
reabsorpsi air sehingga dihasilkan sedikit urin dan sangat pekat dengan
osmolalitas mencapai 1200mOsmol/L.1,6 Pada keadaan cairan berlebihan akan
dihasilkan banyak urin dan encer dengan osmolalitas menurun sampai dengan 50
mOsmol/L. 5
2.3.3 Pengaturan Keseimbangan Elektrolit
Beberapa elektrolit yang diatur keseimbangannya antara lain natrium,
kalium, klorida, fosfat, kalsium, dan magnesium.6
2.3.4 Pengaturan Keseimbangan Asam Basa
Setiap hari banyak diproduksi sisa metabolisme tubuh bersifat asam
seperti asam karbonat, asam laktat, keton, dan lainnya harus diekskresikan. Ginjal
mengatur keseimbangan asam basa melalui pengaturan ion bikarbonat, dan
pembuangan sisa metabolisme yang bersifat asam. 6
2.3.5 Fungsi Endokrin
Ginjal juga berfungsi sebagai organ endokrin. Ginjal mensintesis renin,
eritropoietin, dihydroxy vitamin D3, dan prostaglandin. 6

2.4. Fisiologi Kerja Ginjal


Fisiologi Ginjal
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat
terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma
darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam
jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di
eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin.7
Price dan Wilson (2005) menjelaskan secara singkat fungsi utama ginjal
yaitu :
Fungsi Eksresi
o Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mili Osmol dengan
mengubah-ubah ekresi air.

9
o Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-
ubah ekresi natrium.
o Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu
dalam rentang normal.
o Mempertahankan derajat keasaman/pH plasma sekitar 7,4 dengan
mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali karbonat
o Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein
(terutama urea, asam urat dan kreatinin).
o Bekerja sebagai jalur eksretori untuk sebagian besar obat.
Fungsi Non eksresi
o Menyintesis dan mengaktifkan hormon
 Renin : penting dalam pengaturan tekanan darah Universitas
Sumatera Utara
 Eritropoitin : merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum
tulang
 1,25-dihidroksivitamin D3 sebagai hidroksilasi akhir vitamin D3
menjadi bentuk yang paling kuat.
 Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodil;ator bekerja secara
lokal dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal
 Degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon, parathormon,
prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH, dan hormon
gastrointestinal.8
Sistem eksresi terdiri atas dua buah ginjal dan saluran keluar urin. Ginjal
sendiri mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri yang masuk ke
medialnya. Ginjal akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah dan
mengubahnya menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter.
Dari ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang
tersebut merasakan keinginan mikturisi dan keadaan memungkinkan, maka urin
yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra. 9
Unit fungsional ginjal terkecil yang mampu menghasilkan urin disebut
nefron. Tiap ginjal bisa tersusun atas 1 juta nefron yang saling disatukan oleh

10
jaringan ikat. Nefron ginjal terbagi 2 jenis, nefron kortikal yang lengkung
Henlenya hanya sedikit masuk medula dan memiliki kapiler peritubular, dan
nefron jukstamedulari yang lengkung Henlenya panjang ke dalam medulla dan
memiliki Vasa Recta. Vasa Recta adalah susunan kapiler yang panjang mengikuti
bentuk tubulus dan lengkung Henle. Secara makroskopis, korteks ginjal akan
terlihat berbintik-bintik karena adanya glomerulus, sementara medula akan terlihat
bergaris-garis karena adanya lengkung Henle dan tubulus pengumpul.9
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi
sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke
kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara
bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman
hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler
glomerulus tetapi tidak difiltrasi. Kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi
lengkap dan kemudian akan dieksresi. Setiap proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi
tubulus, dan sekresi tubulus diatur menurut kebutuhan tubuh.10

2.5 Penyakit Ginjal


Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
analisis atau transplatasi ginjal. 11
Penyakit ginjal kronik tidak hanya akan menyebabkan gagal ginjal, tetapi
juga menyebabkan komplikasi kardiovaskular, keracunan obat, infeksi, gangguan
kognitif dan gangguan metabolik dan endokrin seperti anemia, renal osteodistrofi,
osteitis fibrosacysta dan osteomalasia. 11
Pada derajat awal, penyakit ginjal kronik belum menimbulkan gelaja dan
tanda, bahkan hingga laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih
asimtomatik tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

11
Keluhan yang timbul pada fase ini biasanya berasal dari penyakit yang mendasari
kerusakan ginjal, seperti edema pada pasien dengan sindroma nefrotik atau
hipertensi sekunder pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik. Kelainan secara
klinis dan laboratorium baru terlihat dengan jelas pada derajat 3 dan 4.Saat laju
filtrasi glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual,
nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan pasien. Pasien
mulai merasakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi glomelurus
kurang dari 30%. 11
Patofisiologi penyakit ginjal kronik meliputi dua tahapan kerusakan ginjal: (1)
mekanisme awal tergantung dari etiologi yang mendasarinya dan (2) mekanisme
progresivitas, termasuk hipertrofi dan hiperfiltrasi nefron yang tersisa yang
merupakan konsekuensi masa panjang penurunan massa ginjal. Pengurangan
massa ginjal menyebabkan hipertrofi sruktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nephron) sebagai kompensasi. Respon terhadap penurunan
jumlah nefron ini dimediasi oleh hormon vasoaktif, sitokin dan faktor
pertumbuhan. Hal ini mengakibatkan terjadinya oleh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya
diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang tersisa. Proses ini
akan diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. 11
2.5.1 Sindroma Nefritik
Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis
berupa oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis
(proteinuri kurang dari 2 gram/hari dan hematuri serta silinder eritrosit).1-
3Etiologi SNA sangat banyak, diantaranya kelainan glomerulopati primer
(idiopati),glomerulopati pasca infeksi, DLE, vaskulitis dan nefritis herediter
(sindroma Alport).11
SNA merupakan salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut
Pasca Streptokokus (GNAPS), dimana terjadi suatu proses in" amasi pada tubulus
dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus pada
seseorang. GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu

12
streptokokus ß hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau
saluran nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1 . 2 minggu untuk infeksi
saluran nafas dan 1 . 3 minggu untuk infeksi kulit.12
Mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks imun
dimana antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar dalam
darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun. Kompleks imun
yang beredar dalam darah dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat
pada kapiler-kapiler glomerulus dan terjadi perusakan mekanis melalui aktivasi
sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi. GNAPS tercatat
sebagai penyebab penting terjadinya gagal ginjal, yaitu terhitung 10 . 15% dari
kasus gagal ginjal di Amerika Serikat. GNAPS dapat muncul secara sporadik
maupun epidemik terutama menyerang anak-anak atau dewasa muda pada usia
sekitar 4 . 12 tahun dengan puncak usia 5 . 6 tahun.Lebih sering pada laki-laki
daripada wanita denganrasio 1,7 . 2 : 1. Tidak ada predileksi khusus pada ras
ataupun golongan tertentu. GNAPS merupakan penyakit ginjal supuratif tersering
dengan manifestasi klinis berupa penyakit yang ringan hingga asimtomatis, hanya
sedikit sekali dengan manifestasi klinis yang berat, dengan rasio 3 : 1. Mengingat
insiden GNAPS dengan manifestasi klinis yang jelas jarang ditemukan, maka
diagnosis dan terapi merupakan masalah penting untuk dibahas.13

2.5.2 Sindroma Nefrotik

Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan


permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema.Sifat khusus penyakit ini adalah
sering kambuh, sering gagalnya pengobatan dan timbul penyulit, baik akibat
penyakitnya sendiri maupun oleh karena akibat pengobatannya. Penyulit yang
sering terjadi pada sindrom nefrotik adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal akut,
malnutrisi, gangguan pertumbuhan, hiperlipidemia, anemia.14

Sindrom nefrotik pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling
sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat

13
dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun,dengan prevalensi
berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak.Di negara berkembang insidensinya lebih
tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang
dari 14 tahun.Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.14

Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik dan sekunder


mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES),
purpura Henoch Schonlein. Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom
nefrotik kongenital, sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada
umumnya sebagian besar (±80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang
baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya
akan relaps dan sekitar 10% tidak memberi respon lagi dengan pengobatan
steroid. 15

2.5.3 Batu Ginjal


Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana
ditemukannya batu yang mengandung komponen kristal dan matriks organik yang
merupakan penyebab terbanyak kelainan saluran kemih. Lokasi batu ginjal khas
dijumpai di kaliks, atau pelvis dan bila keluar akan terhenti dan menyumbat pada
daerah ureter (batu ureter) dan kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ginjal
dapat terbentuk dari kalsium, batu oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat.
Namun yang paling sering terjadi pada batu ginjal adalah batu kalsium. Batu
terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut akan tetap berada pada
posisi metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan yang
menyebabkan presipitasi kristal. Apabila kristal mengalami presipitasi
membentuk inti batu, yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik
bahan-bahan yang lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Kristal akan
mengendap pada epitel saluran kemih dan membentuk batu yang cukup besar
untuk menyumbat saluran kemih sehingga nantinya dapat menimbulkan gejala
klinis. Penderita nefrolitiasis sering mendapatkan keluhan rasa nyeri pada
pinggang ke arah bawah dan depan. Nyeri dapat bersifat kolik atau non kolik.

14
Nyeri dapat menetap dan terasa sangat hebat. Mual dan muntah sering hadir,
namun demam jarang di jumpai pada penderita. Dapat juga muncul adanya bruto
atau mikrohematuria. 16
2.5.4 Gagal Ginjal
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali
dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh seperti sodium dan kalium
didalam darah atau secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal
sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam dunia
kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal
ginjal kronis. 17
Kerusakan pada ginjal membuat sampah metabolisme dan air tidak dapat
lagi dikeluarkan. Dalam kadar tertentu, sampah tersebut dapat meracuni tubuh,
kemudian menimbulkan kerusakan jaringan bahkan kematian. Menurut The
Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney
Foundation (NKF) pada tahun 2009, mendefenisikan gagal ginjal kronis sebagai
suatu kerusakan ginjal dimana nilai dari GFR nya kurang dari 60 mL/min/1.73 m2
selama tiga bulan atau lebih. Dimana yang mendasari etiologi yaitu kerusakan
massa ginjal dengan sklerosa yang irreversibel dan hilangnya nephrons ke arah
suatu kemunduran nilai dari GFR. 17

2.6 Patogenesis Penyakit Ginjal


Mekanisme yang dapat menyebabkan CKD adalah glomerulosklerosis,
parut tubulointerstisial, dan sklerosis vaskular.
a. Glomerulosklerosis
Progresifitas menjadi CKD berhubungan dengan sklerosis progresif glomeruli
yang dipengaruhi oleh sel intraglomerular dan sel ekstraglomerular. Kerusakan sel
intraglomerular dapat terjadi pada sel glomerulus intrinsik (endotel, sel
mesangium, sel epitel) dan ekstrinsik (trombosit, limfosit, monosit/makrofag). Sel
endotel dapat mengalami kerusakan akibat gangguan hemodinamik,metabolik
dan imunologis. Kerusakan ini berhubungan dengan reduksi fungsi antiinflamasi

15
dan antikoagulasi sehingga mengakibatkan aktivasi dan agregasi trombosit serta
pembentukan mikrotrombus pada kapiler glomerulus serta munculnya
mikroinflamasi. Akibat mikroinflamasi, monosit menstimulasi proliferasi sel
mesangium sedangkan faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi sel mesangium
yang berproliferasi menjadi sel miofibroblas sehingga mengakibatkan sklerosis
mesangium. Karena podosit tidak mampu bereplikasi terhadap jejas sehingga
terjadi peregangan di sepanjang membrana basalis glomerulus dan menarik sel
inflamasi yang berinteraksi dengan sel epitel parietal menyebabkan formasi adesi
kapsular dan glomerulosklerosis, akibatnya terjadi akumulasi material amorf di
celah paraglomerular dan kerusakan taut glomerulo-tubular sehingga pada
akhirnya terjadi atrofi tubular dan fibrosis interstisial.18
b. Parut tubulointerstisial
Proses fibrosis tubulointerstisialis yang terjadi berupa inflamasi, proliferasi
fibroblas interstisial, dan deposisi matriks ekstra selular berlebihan. Gangguan
keseimbangan produksi dan pemecahan matriks ekstra selular mengakibatkan
fibrosis ireversibel.18
c. Sklerosis vascular
Perubahan pada arteriol dan kerusakan kapiler peritubular mengeksaserbasi
iskemi interstisial dan fibrosis. Tunika adventisia pembuluh darah merupakan
sumber miofibroblas yang berperan dalam berkembangnya fibrosis interstisial
ginjal. 18

2.7 Pemeriksaan Klinis dan Gejala Penyakit Ginjal


Pada pemeriksaan fisik pasien terdapat beberapa hal yang sesuai dengan
keadaan
pasien CKD :
1. Kulit : warna = pucat, kering, dan pitting oedema, lembab/kering, edema
pretibial
2. Mata : konjunctiva tampak anemis pada mata kanan dan kiri
3. Mulut : bibir dan lidah = pucat
4. Ekstremitas inferior: edema (pitting edem) pada kaki kanan dan kiri

16
5. Hipertensi
Pada umumnya penderita CKD stadium 1-3 tidak mengalami gejala
apa- apa atau tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan, elektrolit,
endokrin dan metabolik yang tampak secara klinis (asimtomatik). Gangguan
yang tampak secara klinis biasanya baru terlihat pada CKD stadium 4 dan 5.
Beberapa gangguan yang sering muncul pada pasien CKD anak adalah:
gangguan pertumbuhan, kekurangan gizi dan protein, gangguan elektrolit,
asidosis, osteodistrofi ginjal, anemia dan hipertensi. 19

Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada
penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh difisiensi eritropoitin. Hal-hal
yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan
darah (misal, perdarahan saluran cerna, hematuri) masa hidup eritrosit yang
pendek akibat terjadinya hemolysis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum
tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. 19

2.8 MANIFESTASI ORAL PADA PENYAKIT KELAINAN GINJAL


Apabila aspek fungsional ginjal terganggu pada tahap terminal maka fungsi ginjal
hampir tidak ada sehingga glomerulus filtration rate terus menurun dan retensi
dari berbagai produk buangan sistemik akan memberikan gambaran penyakit
ginjal kronis pada rongga mulut apabila kondisi tubuh dari azotemik menjadi
uremik. Berikut merupakan manifestasi penyakit ginjal kronis pada rongga mulut,
yaitu :
a. Oral Malodor / bau mulut tak sedap
Gejala yang paling sering muncul dan paling awal terjadi apabila ginjal
gagal berfungsi, yaitu timbulnya rasa kecap logam akibat alterasi sensasi
pengecapan, terutama pada pagi hari. Rasa kecap logam ini berupa bau
amonia, dan kondisi ini sering dialami oleh penderita yang menjalani
hemodialisis. Uremic fetor atau ammoniacal odor ini terjadi karena
konsentrasi urea yang tinggi pada rongga mulut, dan pecah menjadi
amonia pada penderita dengan gejala uremia. 27,28,29

b. Xerostomia
Pada penderita ginjal kronis dan penderita yang menjalani hemodialisis,
gejala ini sangat sering dan signifikan. Hal ini sring terjadi sebagai hasil
dari menafestasi beberapa faktor seperti inflamasi kimia, dehidrasi,
penfasan melalui mulut, dan keterlibatan langsung kelenjar salivarius,

17
restriksi cairan, dan efek samping obat. Xerostomia cenderung menambah
kerentanan penderita terhadap karies dan inflamasi gusi, candidiasis, serta
kesusahan berbicara. 27

c. Plak, kalkulus, dan karies


Dalam suatu penelitian, xerostomia akan meningkatkan predisposisi karies
karena retensi produk urea serta pengaliran serta produksi saliva sedikit.
Namun, menurut beberapa penelitian hidrolisis urea akan menghasilkan
konsentrasi amonia yang tinggi dan mengubah pH saliva menjadi basa
pada penderita penyakit ginjal kronis sehingga meningkatkan substansi
fosfat dan amonia dalam saliva dan hasilnya kapasitas buffer yang tinggi
disertai risiko karies menurun. 28,30,31
Pembentukan kalkulus pada aringan keras gigi berkaitan erat dengan
gangguan homeostasis kalsium fosfor. Presipitasi kalsium dan fosfor yang
didorong oleh pH yang buruk pada penderita ginjal kronis karena
hidrolisis urea saliva menjadi amonia, dimana amonia berperan dalam
menyebabkan pH menjadi basa. Secara langsung, retensi urea akan
memfasilitasi alkanisasi plak gigi, dan meningkatkan pembentukan
kalkulus terutama pada penderita yang menjalani hemodialisis. Selain itu,
penderita yang menjalani hemodialisis memiliki jumlah magnesium saliva
yang rendah. Pada kalkulus penderita yang menjalani hemodialisis
mengandung oksalat dan pada kondisi uremia turut menyebabkan retensi
oksalat. 32

d. pembesaran gusi
pembesaran gusi sekunder akibat penggunaan obat adalah manifestasi oral
pada penyakit ginjal yang sering dilaporkan. Hal ini dapat diakibatkan oleh
cyclosporin dan atau kalsium channel blocker. Prinsipnya mempengaruhi
papila interdntal labial, walaupun kadang menjadi lebih luas melibatkan
tepi gusi dan lidah serta permukaan palatum.
1. Pembersaran gusi akibat cyclosporin
Pembesaran gusi pada penderita yang mengkonsumsi cycloposrin
dapat dilihat pada rentang waktu pemakaian 3 bulan. Anak-anak dan
remaja mungkin lebih rentan terkena pembesaran gusi akibat
cyclosporin. 28,33
2. Pembersaran gusi akibat calcium channel blocker
Prevalensi yang dilaporkan akibat penggunaan nifedipin bervariasi,
terjadi antara 10-83%. Keberadaan plak gigi mungkin merupakan
predisposisi terjadi pembesaran gusi akibat nifedipin. Dosis dan durasi
pengobatan tidak berkaitan dengan prevalensi terjadinya pembesaran
gusi.28,34

e. Lesi Mukosa

18
Lesi mukosa yang sering didapat pada penderita yang menjalani
transplantasi dan hemodialisis cenderung terjadi plak dan ulserasi keputih-
putihan. Plak ini disebut uremic frost dan terjadi apabila sisa krista urea
terdeposit pada permukaan epitel dari epaforasi respirasi, juga karena
aliran saliva yang berkurang. Penyakit lichenoid juga dapat terjadi akibat
efek terapi obat, dan oral hairy leukoplakia yang juga dapat bermanifestasi
sekunder dari efek obat imunosupresi. Stomatitis uremic perlu
diperhatikan dan dapat muncul sebagai daerah perpigmentasi putih, merah
maupun keabuan pada mukosa oral. Pada stomatitis uremic tipe
eritematus, suatu lapisan pseudomembran keabuan yang akan melapisi lesi
eritema dan lesi ini selalu menyakitkan. Stomatitis uremic tipe ulseratif
memiliki gambaran merah dan ditutupi lapisan yang pultaceous.
Manifestasi ini dapat terjadi akibat peningkatan nitrogen yang membentuk
trauma kimia secara langsung akibat gagal ginjal. 27,28,31,35

f. Perubahan warna mukosa


Mukosa rongga mullut penderita gagal ginjal sering terlihat lebih pucat.
Hal ini disebabkan karena pengaruh anemia dari penderita tersebut dan
kondisi ini disebut pallor. Gejala lain yang sering terlihat adalah warna
kemerahan pada mukosa akibat deposit beta-karotin. 28,31

g. Keganasan rongga mulut


Risiko karsinoma sel squamosa pada mulut pasien yang menerima
hemodialisis sama dengan risiko populasi orang sehat. Tiap peningkatan
risiko keganasan mulut pada pasien ginjal kronis mungkin menunjukkan
efek imunosupresan iatrogenik, yang meningkatkan kejadian tumor yang
berhubungan dengan virus sarkoma kaposi atau limpoma non hodgkin.
Perkembangan tumor juga bisa berkaitan erat dengan penderita aids yang
menderita penyakit ginjal kronis, sebagai faktor risiko primer maupun
sekunder. 28

h. Infeksi rongga mulut


Infeksi rongga mulut pada penyakit ginjal kronis biasa lebih banyak terjadi
pada pasien yang menjalani tranplantasi ginjal akibat menurunnya
imunitas tubuh oleh obat – obatan immunosupresan, juga pada beberapa
pasien hemodialisis. Infeksi yang sering terjadi adalah infeksi jamur
berupa angular cheilitis, pseudimembranous, eritematous dan kronik
atropik candidiasis,sedangkan infeksi virus pada penyakit ginjal kronis
biasa berupa penyakit herpes. 28,36

i. Kelainan Gigi
Beberapa kelainan struktur gigi seperti hipoplasia enamel erosi gigi
peningkatan mobiliti gigi dan maloklusi dapat terjadi pada penderita
penyakit ginjal kronis. Pada anak – anak dengan gagal ginjal kronis

19
dilaporkan gigi terlambat tumbuh dan hipoplasia enamel gigi susu maupun
permanen, sSelain itu juga tampak adanya erosi. Manifestasi lain termasuk
mobiliti gigi maloklusi dan kalsifikasi jaringan lunak. 27,28,37

j. Lesi Tulang Alveolar


Beragam jenis kelainan tulang dapat dijumpai pada penyakit ginjal kronis.
Antara lain :
- Kelainan metabolisme kalsium termasuk hidroksilasi dari 1
hidroksikolekalsiferol menjadi vitamin D aktif,
- Penurunan ekskresi ion hidrogen
- Hiperpospatemia
- Hipokalsemia
- Hiperparatiroidisme sekunder
- Gangguan kimiawi fosfat oleh proses dialisis
- Demineralisasi tulang
- Fraktur rahang
- Lesi fibrokistik radiolusen
- Penurunan ketebalan korteks tulang
Pada gigi dan jaringan periodonsium antara lain terlambat tumbuh,
hipoplasi enamel kalsifikasi pulpa,dan penyempitan pulpa. 28

2.9 Pemeriksaan Penunjang Penyakit Ginjal


Fungsi pemeriksaan faal ginjal adalah:
i) untuk mengidentifikasi adanya gangguan fungsi ginjal
ii) untuk mendiagnosa penyakit ginjal
iii) untuk memantau perkembangan penyakit
iv) untuk memantau respon terapi
v) untuk mengetahui pengaruh obat terhadap fungsi ginjal
a) Kreatinin
Nilai normal : 0,6 – 1,3 mg/dL SI : 62-115 µmol/L
Deskripsi :
Tes ini untuk mengukur jumlah kreatinin dalam darah. Kreatinin
dihasilkan selama kontraksi otot skeletal melalui pemecahan kreatinin fosfat.
Kreatinin diekskresi oleh ginjal dan konsentrasinya dalam darah sebagai indikator
fungsi ginjal. Pada kondisi fungsi ginjal normal, kreatinin dalam darah ada dalam
jumlah konstan. Nilainya akan meningkat pada penurunan fungsi ginjal. Serum

20
kreatinin berasal dari masa otot, tidak dipengaruhi oleh diet, atau aktivitas dan
diekskresi seluruhnya melalui glomerulus. Tes kreatinin berguna untuk
mendiagnosa fungsi ginjal karena nilainya mendekati glomerular filtration rate
(GFR). 20
Kreatinin adalah produk antara hasil peruraian kreatinin otot dan
fosfokreatinin yang diekskresikan melalui ginjal. Produksi kreatinin konstan
selama masa otot konstan. Penurunan fungsi ginjal akan menurunkan ekskresi
kreatinin. 20
Implikasi klinik :
• Konsentrasi kreatinin serum meningkat pada gangguan fungsi ginjal baik karena
gangguan fungsi ginjal disebabkan oleh nefritis, penyumbatan saluran urin,
penyakit otot atau dehidrasi akut.
• Konsentrasi kreatinin serum menurun akibat distropi otot, atropi, malnutrisi atau
penurunan masa otot akibat penuaan.
• Obat-obat seperti asam askorbat, simetidin, levodopa dan metildopa dapat
mempengaruhi nilai kreatinin pada pengukuran laboratorium walaupun tidak
berarti ada gangguan fungsi ginjal.
• Nilai kreatinin boleh jadi normal meskipun terjadi gangguan fungsi ginjal pada
pasien lanjut usia (lansia) dan pasien malnutrisi akibat penurunan masa otot.
• Kreatinin mempunyai waktu paruh sekitar satu hari. Oleh karena itu diperlukan
waktu beberapa hari hingga kadar kreatinin mencapai kadar normal untuk
mendeteksi perbaikan fungsi ginjal yang signifikan.
• Kreatinin serum 2 - 3 mg/dL menunjukan fungsi ginjal yang menurun 50 %
hingga 30 % dari fungsi ginjal normal.
• Konsentrasi kreatinin serum juga bergantung pada berat, umur dan masa otot.
Faktor pengganggu
• Olahraga berat, angkat beban dan prosedur kreatinin
• Alkohol dan penyalahgunaan obat meningkatkan kadar kreatinin
• Atlet memiliki kreatinin yang lebih tinggi karena masa otot lebih besar
• Injeksi IM berulang dapat meningkatkan atau menurunkan kadar kreatinin
• Banyak obat dapat meningkatkan kadar kreatinin

21
• Melahirkan dapat meningkatkan kadar kreatinin
• Hemolisis sampel darah dapat meningkatkan kadar kreatinin
• Obat-obat yang meningkatkan serum kreatinin: trimetropim, simetidin,
ACEI/ARB
b) Kreatinin Urin (Clcr) Creatinine clearance
Nilai normal : Pria : 1 - 2 g/24 jam
Wanita : 0,8 - 1,8 g/24 jam
Deskripsi:
Kreatinin terbentuk sebagai hasil dehidrasi kreatin otot dan merupakan
produk sisa kreatin. Kreatinin difi ltrasi oleh glomerulus ginjal dan tidak
direabsorbsi oleh tubulus pada kondisi normal. Kreatinin serum dan klirens
kreatinin memberikan gambaran filtrasi glomerulus. 21
Implikasi klinik:
Pengukuran kreatinin yang diperoleh dari pengumpulan urin 24 jam,
namun hal itu sulit dilakukan. Konsentrasi kreatinin urin dihubungkan dengan
volume urin dan durasi pengumpulan urin (dalam menit) merupakan nilai
perkiraan kerja fungsi ginjal yang sebenarnya. 21
Beberapa metode pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk
mengevaluasi fungsi ginjal. Metode pemeriksaan yang dilakukan dengan
mengukur zat sisa metabolisme tubuh yang diekskresikan melalui ginjal seperti
ureum dan kreatinin :
1. Pemeriksaan Kadar Ureum
Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang
diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan
ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difi ltrasi oleh glomerulus.
Pemeriksaan ureum sangat membantu menegakkan diagnosis gagal ginjal akut.
Pengukuran ureum serum dapat dipergunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal,
status hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen, menilai progresivitas penyakit
ginjal, dan menilai hasil hemodialisis. 21
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur kadar ureum serum,
yang sering dipilih/digunakan adalah metode enzimatik. Enzim urease

22
menghidrolisis ureum dalam sampel menghasilkan ion ammonium yang kemudian
diukur. Ada metode yang menggunakan dua enzim, yaitu enzim urease dan
glutamat dehidrogenase. 21
Ureum dapat diukur dari bahan pemeriksaan plasma, serum, ataupun urin.
Jika bahan plasma harus menghindari penggunaan antikoagulan natrium citrate
dan natrium fluoride, hal ini disebabkan karena citrate dan fluoride menghambat
urease. Ureum urin dapat dengan mudah terkontaminasi bakteri. Hal ini dapat
diatasi dengan menyimpan sampel di dalam refrigerator sebelum diperiksa. 21
Peningkatan ureum dalam darah disebut azotemia. Kondisi gagal ginjal
yang ditandai dengan kadar ureum plasma sangat tinggi dikenal dengan istilah
uremia. Keadaan ini dapat berbahaya dan memerlukan hemodialisis atau
tranplantasi ginjal. Penurunan kadar ureum plasma dapat disebabkan oleh
penurunan asupan protein, dan penyakit hati yang berat. Pada kehamilan juga
terjadi penurunan kadar ureum karena adanya peningkatan sintesis protein. 21

2. Pemeriksaan Kadar Kreatinin


Kreatinin merupakan hasil metabolisme dari kreatin dan fosfokreatin.
Kreatinin memiliki berat molekul 113-Da (Dalton). Kreatinin difiltrasi di
glomerulus dan direabsorpsi di tubular. Kreatinin plasma disintesis di otot skelet
sehingga kadarnya bergantung pada massa otot dan berat badan. Kadar kreatinin
berhubungan dengan massa otot, menggambarkan perubahan kreatinin dan fungsi
ginjal. Kadar kreatinin relatif stabil karena tidak dipengaruhi oleh protein dari
diet. Ekskresi kreatinin dalam urin dapat diukur dengan menggunakan bahan urin
yang dikumpulkan selama 24 jam. The National Kidney Disease Education
Program merekomendasikan penggunaan serum kreatinin untuk mengukur
kemampuan infiltrasi glomerulus, digunakan untuk memantau perjalanan penyakit
ginjal. Diagnosis gagal ginjal dapat ditegakkan saat nilai kreatinin serum
meningkat di atas nilai rujukan normal. Pada keadaan gagal ginjal dan uremia,
ekskresi kreatinin oleh glomerulus dan tubulus ginjal menurun. 21
Kadar kreatinin tidak hanya tergantung pada massa otot, tetapi juga
dipengaruhi oleh aktivitas otot, diet, dan status kesehatan. Penurunan kadar

23
kreatinin terjadi pada keadaan glomerulonefritis, nekrosis tubuler akut, polycystic
kidney disease akibat gangguan fungsi sekresi kreatinin. Penurunan kadar
kreatinin juga dapat terjadi pada gagal jantung kongestif, syok, dan dehidrasi,
pada keadaan tersebut terjadi penurunan perfusi darah ke ginjal sehingga makin
sedikit pula kadar kreatinin yang dapat difi ltrasi ginjal. Kadar kreatinin serum
sudah banyak digunakan untuk mengukur fungsi ginjal melalui pengukuran
glomerulus filtration rate (GFR). Rehbeg menyatakan peningkatan kadar kreatinin
serum antara 1,2–2,5 mg/dL. 21
Kadar kreatinin yang dipergunakan dalam persamaan perhitungan
memberikan pengukuran fungsi ginjal yang lebih baik, karena pengukuran klirens
kreatinin memberikan informasi mengenai GFR Glomerular Filtration Rate.
Kreatinin merupakan zat yang ideal untuk mengukur fungsi ginjal karena
merupakan produk hasil metabolisme tubuh yang diproduksi secara konstan,
difiltrasi oleh ginjal, tidak direabsorbsi, dan disekresikan oleh tubulus proksimal.
Kreatinin serum laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena massa otot yang
lebih besar pada laki-laki. Nilai normal kadar kreatinin serum pada pria adalah
0,7-1,3 mg/dL sedangkan pada wanita 0,6-1,1 mg/dl. 21
Ada beberapa penyebab peningkatan kadar kreatinin dalam darah, yaitu
dehidrasi, kelelahan yang berlebihan, penggunaan obat yang bersifat toksik pada
ginjal, disfungsi ginjal disertai infeksi, hipertensi yang tidak terkontrol, dan
penyakit ginjal. 21
PEMERIKSAAN LAINNYA
1. Pemeriksaan Kadar Asam Urat
Asam urat adalah produk katabolisme asam nukleat purin. Walaupun asam
urat difiltrasi oleh glomerulus dan disekresikan oleh tubulus distal ke dalam urin,
sebagian besar asam urat direabsorpsi di tubulus proksimal. Pada kadar yang
tinggi, asam urat akan disimpan pada persendian dan jaringan, sehingga
menyebabkan infl amasi. Bahan pemeriksaan untuk asam urat berupa heparin
plasma, serum, dan urin. Diet akan mempengaruhi kadar asam urat. Bahan
pemeriksaan yang lipemik, ikterik, hemolisis dapat menghambat kerja enzim,
sehingga menurunkan kadar asam urat pada pemeriksaan kadar asam urat yang

24
menggunakan enzim. Obat-obatan seperti salisilat dan thiazide akan
meningkatkan kadar asam urat karena menghambat ekskresi dan meningkatkan
reabsorpsi asam urat di tubulus proksimal ginjal. Asam urat stabil di dalam
plasma dan serum yang telah dipisahkan dari sel-sel darah. Serum dapat disimpan
3-5 hari di dalam refrigerator. 22
2. Pemeriksaan Cystatin C
Cystatin C adalah protein berat molekul rendah yang diproduksi oleh sel-
sel berinti. Cystatin C terdiri dari 120 asam amino merupakan cystein proteinase
inhibitor. Cystatin C difiltrasi oleh glomerulus, direabsorpsi, dan dikatabolisme di
tubulus proksimal. Cystatin C diproduksi dalam laju yang konstan, kadarnya stabil
pada ginjal normal. Kadar cystatin C tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras,
usia, dan massa otot. Pengukuran cystatin C mempunyai kegunaan yang sama
dengan kreatinin serum dan klirens kreatinin untuk memeriksa fungsi ginjal.
Peningkatan cystatin C dapat memberikan informasi yang lebih awal pada
penurunan GFR <60 mL/min/1,73m2. 22
Cystatin C difiltrasi oleh glomerulus, direabsorpsi, dan dikatabolisme oleh
sel tubulus ginjal. Keadaan laju filtrasi cairan yang menurun menunjukkan adanya
penurunan fungsi ginjal. Kadar cystatin C dalam darah yang meningkat akan
menggambarkan fungsi ginjal. Kadar cystatin C tidak dipengaruhi oleh massa
otot, jenis kelamin, usia, ras, obat-obatan, infeksi, diet, ataupun infl amasi.
Cystatin C dapat digunakan sebagai pengganti kreatinin dan klirens kreatinin
dalam menilai dan memantau fungsi ginjal. Cystatin C menjadi pilihan parameter
yang dapat menilai fungsi ginjal pada kondisi bila pengukuran kreatini tidak
akurat karena adanya gangguan pada metabolisme protein seperti pada sirosis
hati, obesitas, dan malnutrisi. 22
Kadar kreatinin serum (86,8%) dalam menentukan laju filtrasi glomerulus
pada fungsi ginjal normal. Cystatin C telah menunjukkan peningkatan pada laju fi
ltrasi glomerulus sebesar 88 mL/min/1,73m2, sedangkan kadar kreatinin serum
baru meningkat setelah laju fi ltrasi glomerulus 75mL/min/1,73m. 22

25
4. Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Mikroalbuminuria merupakan suatu keadaan ditemukannya albumin dalam urin
sebesar 30-300 mg/24 jam. Keadaan ini dapat memberikan tanda awal dari
penyakit ginjal. Pemeriksaan mikroalbuminuria penting dilakukan pada pasien
diabetes melitus yang dicurigai mengalami nefropati diabetik. Pada stadium awal
terjadi hipertrofi ginjal, hiperfungsi, dan penebalan dari membran glomerulus dan
tubulus. Pada stadium ini belum ada gejala klinis yang mengarah kepada
gangguan fungsi ginjal, namun proses glomerulosklerosis terus terjadi selama 7-
10 tahun ke depan dan berakhir dengan peningkatan permeabilitas dari
glomerulus. Peningkatan permeabilitas ini menyebabkan albumin dapat lolos dari
fi ltrasi glomerulus dan ditemukan pada urin. Jika hal ini dapat terdeteksi lebih
awal dan dilakukan pemberian terapi yang adekuat untuk mengontrol glukosa
darah serta pemantauan tekanan darah yang baik maka gagal ginjal dapat dicegah.
Kadar albumin 50-200 mg/24 jam pada urin 24 jam memberikan informasi
terjadinya nefropati diabetik. Perbandingan albumin dan kreatinin 20-30 mg/g
mengindikasikan mikroalbuminuria. Metode pemeriksaan urin dipstik telah
tersedia untuk pemeriksaan yang spesifi k untuk albumin, yaitu 3’3’5’5’
tetrachlorophenol - 3,4,5,6 tetrabromosulfophthalein (buff er) dengan protein
akan membentuk senyawa berwarna hijau muda sampai hijau tua. 22

Pemeriksaan Inulin
Fructose polymer inulin dengan berat molekul 5.200 Da merupakan penanda yang
ideal untuk glomerular filtration rate. Inulin bersifat inert dan dibersihkan secara
menyeluruh oleh ginjal. Klirens inulin menggambarkan fungsi filtrasi Ginjal
karena inulin merupakan zat yang difiltrasi bebas, tidak direabsorpsi, dan tidak
disekresikan oleh tubulus ginjal. Pasien berpuasa terlebih dahulu sebelum
pemeriksaan kliren inulin dilakukan. Adapun cara pemeriksaan kliren inulin yaitu
25 mL inulin 10% diinjeksi intravena diikuti dengan pemberian 500 mL inulin
1,5% dengan kecepatan 4 mL/menit. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk
mengumpulkan urin setiap 20 menit sebanyak 3 kali. Pengambilan darah vena
untuk pemeriksaan inulin juga dilakukan pada awal dan akhir periode

26
pengumpulan urin. Penggunaan inulin untuk menilai fungsi ginjal membutuhkan
laju infus intravena yang konstan untuk mempertahankan tingkat plasma dan
kadar puncak yang telah dicapai. Pengukuran Inulin saat ini lebih sering dilakukan
dengan menggunakan inulinase. 22

2.10 Hemoestasis pada penyakit ginjal


Hiperkoagulasi atau prothrombotic stage adalah kondisi dalam komponen-
komponen yang ada dalam aliran darah yang cenderung menyebabkan terjadinya
trombosis.Trombus terjadi bila tidak ada keseimbangan antara faktor trombogenik
dan mekanisme proteksi terjadinya trombosis. Faktor trombogenik terdiri dari
pembuluh darah yang rusak, rangsangan agregasi trombosit, pembekuan darah
aktif, dan stasis. Faktor proteksi terjadinya thrombosis adalah endotel yang utuh,
antikoagulan, bersihan faktor pembekuan aktif, dan sistem fibrinolisis. Pada
penderita CKD yang menyebabkan proteinuri, akan didapatkan desisiensi AT III
dan Protein C. Ketiga komponen ini adalah natural anti koagulasi. Beberapa
kelainan hemostatik yang terjadi antara lain menurunnya kadar Anti Trombin III
(AT-III) oleh karena urinary losses ,peningkatan aktifitas trombosit dan
terdapatnya high molecular weight fibrinogen didalam sirkulasi. Selain itu
terdapat pula peningkatan tissue factor, peningkatan von Willebrand factor,
peningkatan faktor XIIa, peningkatan faktor VIIa, peningkatan aktivasi protein C,
peningkatan fibrinogen, penutrunan tissue plasminogen activator, dan penaikan
plasminogen activator inhibitor Kemungkinan lain adalah immune mediated
injury pada glomerulus yang mengakibatkan terjadinya peningkatan aktifitas
prokoagulan dan hal ini dapat berakibat secara sistemik Karen Kaufman tahun
2003 mengatakan hiperhomosistein dapat merangsang terjadinya hiperkoagulasi
darah dan beresiko terjadi trombosis. Peningkatan kadar homosistein pada gagal
ginjal kronik sejalan dengan penurunan fungsi ginjal dan semakin meningkat pada
gagal ginjal terminal. Diagnosis adanya kelainan hiperkoagulasi dapat ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan fisik, medical history dan pemeriksaan darah. Anamnesa
yang akurat akan sangat membantu menentukan gejala dan kemungkinan
penyebabnya. Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk melihat faktor-faktor

27
pembekuan, trombosit dan AT-III. Hiperkoagulasi merupakan masalah serius
yang dapat menyebabkan vascular tromboembolism pada organ tubuh seperti
otak, mata, jantung, pembuluh darah perut, ekstremitas. Keadaan hiperkoagulasi
harus selalu diwaspadai karena dapat menyebabkan penderita jatuh dalam keadaan
stroke, infark miokard, peripheral vascular disease yang dapat mengancam jiwa. 23

2.11 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal


Penatalaksanaan pada pasien ini sudah benar, dengan mempertimbangkan
hal–hal berikut:
a. Diet ginjal 1700 kal/hari.
Pada CKD, jumlah energi adalah 35 kal/kgberat badan ideal/hari, berat
badan ideal = (tinggi badan dalam cm – 100) untuk pria tinggi badan kurang dari
160 cm = (150-100)= 50 kg, Energi = 35 x 50 = 1750 kal/hari. 24
b. Diet rendah protein = 50 gr.
Asupan protein untuk pasien non dialisis = 0,6-0,75 gr/kgBB ideal/hari =
0,6 x 30 gr/hari, Untuk pasien hemodialisis = 1-1,2 gr/kgBB ideal/hari = 1x50 =
50 gr/hari. 24
c. Infus D5% dua puluh tetes/menit.
Digunakan infus D5% karena nafsu makan pasien menurun sehingga perlu
tambahan energi berupa infus dekstrosa. Selain itu, pasien memiliki hipertensi,
CKD, dan CHF dengan edema yang perlu pembatasan masukan cairan yang
mengandung elektrolit, seperti ringer lactat atau NaCl. 24
d. Injeksi ranitidin 1 ampul/12 jam
Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat
kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam
lambung. Pada pemberian intra muscular./intra vena, kadar dalam serum yang
diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah
36–94 mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 6–8 jam. 24
Ranitidine diabsorbsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma
dicapai 2–3 jam setelah pemberian dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi
secara nyata oleh makanan dan antasida. Waktu paruh 2 ½–3 jam pada pemberian

28
oral, Ranitidine diekskresi melalui urin. Sediaan ampul mengandung ranitidin 25
mg/ml. Dosis untuk gangguan ginjal = 50 mg/12 jam; seharusnya diberikan 2
ampul/12 jam. 24
e. Injeksi furosemide 2 ampul/8 jam
Furosemid merupakan contoh diuretik kuat yang tergolong derivat
sulfonamid. Obat ini merupakan salah satu obat standar untuk gagal jantung
dengan edema, asites, edema karena penyakit gagal ginjal, dan edem paru.
Furosemid bekerja dengan menghambat reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2Cl - di
ansa Henle asendens bagian epitel tebal. Pada pemberian intravena, obat ini
meningkatkan aliran dar ah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. 24
Pada CKD, diperlukan dosis furosemid yang jauh lebih besar daripada
dosis biasa. Hal ini karena banyaknya protein dalam cairan tubuli yang mengikat
furosemid sehingga menghambat diuresis, dan pada pasien dengan uremia, sekresi
furosemid melalui tubuli menurun. Furosemid juga dapat dikombinasikan dengan
ACE inhibitor atau antagonis reseptor angiotensin II untuk mengontrol tekanan
darah (hipertensi stage 2) pada CKD sekaligus gagal jantung. Dosis furosemid
adalah 20-80 mg IV, 23xsehari. 1amp=10mg/ml; 3x2 ampul=120 mg/hari; dosis
sudah sesuai. 24
f. Bicnat 3x1 tablet
Bicnat atau natrium bikarbonat diperlukan untuk mengatasi asidosis
metabolic yang sering terjadi pada pasien CKD stage 5. 24
g. Asam folat 3x1 tablet
Asam folat diperlukan untuk memperbaiki anemia pada CKD yang dapat
disebabkan oleh defisiensi asam folat. 24
h. Clonidine 3x0,15 mg
Klonidin (adrenolitik sentral) bekerja pada reseptor a-2 di SSP dengan
efek penurunan aliran simpatis. Efek hipotensif klonidin terjadi karena penurunan
resistensi perifer dan curah jantung. 24
i. Hemodialisis
Indikasi hemodialisis pada CKD adalah: bila laju filtrasi glomerulus
kurang dari 5ml/menit, atau salah satu dari kondisi:

29
- Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
- K serum >6 mEq/L
- Ureum darah >200 mg/dL
- pH darah < 7,1
- anuria berkepanjangan (>5 hari) kelebihan cairan
j. Transfusi PRC 450 cc
Untuk mengatasi anemia pada pasien, dilakukan transfusi darah. Kebutuhan PRC
= 3 x (Hb target-Hb sekarang) x BB = 3 x (10-6) x 40 = ±480 cc

2.10.1 Hemodialisa
Hemodialisis (HD) adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari
tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut
dialiser. Hemodialisis menggunakan prinsip-prinsip difusi zat terlarut menembus
membrane semipermeabel.Perpindahan produk sisa metabolik berlangsung
mengikuti penurunan gradien konsentrasi dari sirkulasi ke dalam dialisat. Indikasi
dialisis pada Penyakit Ginjal Kronik adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG)
sudah kurang dari 5 mL/menit. Dialisis di anggap baru perlu di mulai bila di
jumpai salah satu dari hal berikut: Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata,
K serum > 6 mEq/L, Ureum darah > 200 mg/L, pH darah < 7,1, Anuria
berkepanjangan ( > 5 hari), dan fluid overloaded atau hipervolemia. 25

2.10.2 Transplantasi Ginjal


Transplantasi ginjal adalah pembedahan ginjal manusia yang ditransfer
dari satu individu ke individu lain.Transplantasi ginjal merupakan insersi
pembedahan ginjal manusia dari sumber yang hidup atau ginjal cadaver kepada
klien dengan penyakit ginjal tahap akhir,untuk mengganti hilangnya fungsi ginjal
yang normal. Transplantasi (cangkok) ginjal adlah proses pencangkokan ginjal ke
dalam tubuh seseorang melalui tindakan pembedahan. 26
Transplantasi ginjal menurut sumber donor ginjal dibagi menjadi dua
yaitu:

30
1. cadaveric-donor (donor ginjal dari individu yang telah meninggal) ialah Donor
jenazah berasal dari pasien yang mengalami mati batang otak akibat kerusakan
otak yang fatal, usia 10-60 tahun, tidak mempunyai penyakit yang dapat
ditularkan seperti hepatitis, HIV, atau penyakit keganasan (kecuali tumor otak
primer). Fungsi ginjal harus baik sampai pada saat akhir menjelang kematian.
Panjang hidup ginjal transplantasi dari donor jenasah yang meninggal karena
strok, iskemia, tidak sebaik meninggal karena perdarahan subaracnoid.
2. Living-donor (donor ginjal dari individu yang masih hidup) yang dibagi lagi
menjadi :
a. Related (donor ginjal dan resipien ginjal memiliki hubungan kekerabatan),
syarat:
1. Usia lebih dari 18 tahun s/d kurang dari 65 tahun.
2. Motivasi yang tinggi untuk menjadi donor tanpa paksaan.
3. Kedua ginjal normal.
4. Tidak mempunyai penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal dalam waktu jangka yang lama.
5. Kecocokan golongan darah ABO, HLA dan tes silang darah (cross match).
6. Tidak mempunyai penyakit yang dapat menular kepada resepien.
7. Sehat mental.
8. Toleransi operasi baik.
b. Non-related (donor dan resipien tidak memiliki hubungan kekerabatan).
c. Autograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal
dari individu yang sama.
d. Isograft adlah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari
saudara kembar.
e. Allograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal
dari individu dan dalam spesies yang sama.
f. Xenograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal
dari spesies yang berbeda. Misalnya ginjal baboon yang ditransplantasikan kepada
manusia. 27

31
2.12 PENATALAKSANAAN GIGI PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL
KRONIS

Pasien yang menderita penyakit ginjal kronis memerlukan


perawatan gigi yang khusus, bukan hanya karena adanya hubungan antara
sistemik dan rongga mulut tetapi karena efek samping dan karakteristik
dari perawatan yang diterima harus diperhatikan agar tidak menambah
beban dan rasa sakit pada penderita. 28,32,38
Dokter gigi harus membentuk komunikasi dengan dokter penyakit
dalam terutama konsultasi dengan nefrologis untuk memberikan informasi
mengenai status penyakit jenis pengobatan dan waktu yang teat untuk
perawatan gigi ataupun mengenai komunikasi kesehatan apabila terjadi.
Setiap adanya perubahan pengobatan yang digunakan oleh pasien atau
aspek lain dari pengobatan mereka harus dikonsultasikan terlebih dahulu
dengan nefrologis. 28,37
Kondisi hematologi yang paling membutuhkan perhatian adalah
perdarahan yang berlebihan dan anemia. Infeksi rongga mulut harus
dieliminasi dan profilaksis antibiotik dipertimbangkan apabila resiko
endokarditis infektif dan septimia meningkat. Contohnya pada saat
pencabutan gigi, perawatan periodontal dan bedah. Demi mengurangi
risiko perdarahan perawatan dapat dijadwalkan pada hari setelah
hemodialisis, supaya heparin dalam darah berada dalam tingkat yang
paling minimum. Sebelum perawatan dimulai tekanan darah penderita
harus diperhatikan dan disarankan untuk mengurangi perasaan cemas
penderita dengan sedasi. 28,37
Kebersihan mulut yang teliti dapat menurunkan plak yang
berhubungan dengan penyakit gusi, tetapi mungkin masih ada beberapa
penyakit pembesaran gusi yang diakibatkan oleh obat. Salah satu
penelitian melaporkan penggunaan obat kumur seperti metronidazole
untuk mengurangi pembesaran gusi, akan tetapi akan meningkatkan
konsentrasi cyclosporin dan berpotensi untuk nefrotoksik. Disarankan agar
melakukan kontrol plak yang efektif dan dibantu dengan pemberian
klorheksidin glukonat topikal atau triklosan.28,37

2.13 Komplikasi Ginjal


Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare
(2001) yaitu :
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.

32
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan peningkatan kadar
alumunium. 25

2.14 Prognosis

Angka kematian meningkat sejalan dengan memburuknya fungsi ginjal.


Penyebab kematian utama adalah penyakit kardiovaskular. Terapi penggantian
ginjal dapat meningkatkan angka harapan hidup. 26

2.15 Pencegahan

Pencegahan menjadi penting dilakukan terutama untuk anak-anak berisiko


tinggi. Pencegahan kerusakan ginjal dan mengubah perjalanan penyakit juga tidak
kalah pentingnya melalui terapi sejak awal dan pengawasan progresifitas
penyakit. Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
pemaparan terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit ginjal
(pencegahan paparan infeksi, konseling genetik, pencegahan obesitas, dan lain-
lain). Pencegahan sekunder dilakukan dengan menjaga agar progresifitas CKD
tidak terus berlanjut dengan penanganan yang tepat pada setiap stadium CKD.
Pencegahan tersier difokuskan pada penundaan komplikasi jangka panjang,
disabilitas atau kecacatan akibat CKD melalui terapi penggantian ginjal (dialysis
atau transplantasi ginjal). 26

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia
terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur
keseimbangan cairan dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah dan
keseimbangan asam-basa darah, serta sekresi bahan buangan dan kelebihan
garam. Karen Kaufman tahun 2003 mengatakan hiperhomosistein dapat
merangsang terjadinya hiperkoagulasi darah dan beresiko terjadi trombosis.
Peningkatan kadar homosistein pada gagal ginjal kronik sejalan dengan
penurunan fungsi ginjal dan semakin meningkat pada gagal ginjal terminal.
Diagnosis adanya kelainan hiperkoagulasi dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan fisik, medical history dan pemeriksaan darah. Anamnesa yang akurat
akan sangat membantu menentukan gejala dan kemungkinan penyebabnya.
Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk melihat faktor-faktor pembekuan,
trombosit dan AT-III. Hiperkoagulasi merupakan masalah serius yang dapat
menyebabkan vascular tromboembolism pada organ tubuh seperti otak, mata,
jantung, pembuluh darah perut, ekstremitas. Keadaan hiperkoagulasi harus selalu
diwaspadai karena dapat menyebabkan penderita jatuh dalam keadaan stroke,
infark miokard, peripheral vascular disease yang dapat mengancam jiwa. 23

3.2 Saran
Hepatitis merupakan penyakit hati yang menular, sehingga sebaiknya operator
lebih memperhatikan universal precaution sebagai pencegahan tertularnya virus
hepatitis.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora GJ, Derrickson B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology


Maintanance and Continuity of the Human Body 13th Edition. Amerika
Serikat: John Wiley & Sons,
2. Alatas, H., Tambunan, T., Trihono, P.P., Pardede, S.O. 2002.Buku Ajar
Nefrologi Anak.Edisi 2.Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
3. Immanuel Suzanna. Mikroalbuminuria :Update : Petanda Disfungsi
Endotel. Dalam: Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2006.
Bagian Patologi Klinik FKUI:120-132
4. Levey AS, Coresh J, Balk E, Kausz AT, Levin A, Steffes MW, et.al.
National Kidney Foundation Practise Guidelines for Chronic Kidney
Disease : Evaluation, Classification, and Stratification. An Intern Med
2003 : 139 : 137 – 47.
5. Suhardjono. Proteinuria pada Penyakit Ginjal Kronik: Mekanisme dan
Pengelolaannya. Dalam: Naskah Lengkap The 6th Jakarta Nephrology &
Hypertension Course and Simposium on Hypertension. PERNEFRI, 2006:
1-6
6. Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012. MKS 2014; 46: 4
7. Nurani MV, Mariyati S. Gambaran Makna Hidup Pasien Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal Psikologi 2013; 11: 1.
8. Putra, MMA dan Fauzi, A. Nefrolitiasis. Majorty 2016; 5 :2
9. Mahesa,Dedi Rachmadi 2010: penyakit ginjal kronik (chronic kidney
disease),fakultas kedokteran universitas padjajaran
10. Hogg RJ et al. National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease
in Children and Adolescents: Evaluation, Classification, and Stratification.
Pediatrics 2003;111:1416-1421
11. Kanitkar CM. Chronic Kidney Disease in Children: An India Perspective,
update. MJAFI 2009;65:45-49
12. Supriyadi, Wagiyo, Widowati SR.Tingkat kualitas hidup pasien gagal
ginjal kronik terapi hemodialisis. Jurnal kesehatan mayarakat. 2011;6:107-
12
13. Liu KD, Chertow GM. Transplantasi ginjal dalam pengobatan gagal ginjal
Dalam : Jameson JL, Loscalzo J, editor. Harrison nefrologi dan gangguan
asam-basa. EGC. 2013. p. 122
14. Wilson LM. Gagal Ginjal Kronis. Dalam: Price SA, Wilson LM,
penyunting. Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-
4. Jakarta:EGC,2000:712-769
15. Purwanto D. Penyakit Ginjal Kronik yang Terjadi pada Pasien dengan
Faktor Risiko Hipertensi. Medula 2013;1(1):49-56.
16. Whyte DA, Fine RN. Chronic Kidney Disease in Children. Pediatr.
2008;29:335-341.

35
17. Kanitkar CM. Chronic Kidney Disease in Children: An Indian Perspective.
MJAFI 2009;65:45-49
18. Verdiansah. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. Program Pendidikan Dokter
Spesialis Patologi Klinik Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung,
IndonesiaCDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016. P. 148-154.
19. A Astrid Alfonso, E. Mongan, Maya F. Memah. Gambaran kadar kreatinin
serum pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis. Jurnal e-
Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016. P. 178-179.
20. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data
Klinik. 2011:51-53.
21. Warady BA, Chadha V. Chronic kidney disease in children: the global
perspective. Pediatr Nephrol 2007;22:2009.
22. Whyte DA, Fine RN. Chronic Kidney Disease in Children. Pediatr. Rev.
2008;29:335-341.
23. Kanitkar CM. Chronic Kidney Disease in Children: An Indian Perspective,
update. MJAFI 2009;65:45-49
24. Hogg RJ et al. National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease
in Children and Adolescents: Evaluation, Classification, and Stratification.
Pediatrics 2003;111:1416-1421.
25. Whyte DA, Fine RN. Chronic Kidney Disease in Children. Pediatr. Rev.
2008;29:335-341.
26. Kanitkar CM. Chronic Kidney Disease in Children: An Indian Perspective,
update. MJAFI 2009;65:45-49
27. Scott S. DeRossi D, S. Garry Cohen D. Renal Disease. In: Martin S.
Greenberg D, Michael Glick D, editors. Burkett’s Oral Medicine. 11th ed.
OntarioBC Decker Inc; 2008.p 407-28
28. Proctor R, Kumar N, Stein A, Molen D, Porter S. Oral and dental aspects
of chronic renal failure. J Dent Res. 2005 Mar; 84 (3):19-208
29. Hamid, MJ, Dummer CD, Pinto LS. Systemic conditions, oral findings
and dental management of chronic renal failure patients; general
considerations and case report. Braz Dent J. 2006;17(2):166-70
30. Craig RG, Spittle MA,levin NW. Importance of Periodontal disease in the
kidney patient, Blood Purif. 2002;20 (1): 113-9
31. Akar H, Akar GC, Carrejo JJ, Stenvinkel P, Lindolhm B. Systemic
consequences of poor oral health in chronic kidney disease patients. Clin J
Am Soc Nephrol Jan: 6(1):218-26
32. Guzeldemir E, Toygar HU, Tasdelen B, Torun D. Oral health-related
quality of life and periodontal health status in patients undergoing
hemodialysis. J Am Dent Assoc. 2009 Oct;140(10):1283-93
33. Seymour RA, Smith DG. The effect of a plaque control programme on the
incidience abd severity of cyclosporin-induced gingival changes. J Clin
Periodontal. 1991. Feb; 18(2): 107-10
34. Westbrook P, Bednarczyk EM, Carlson M, Sheehan H, Bissada NF,
Regression of nifedipine-induced gingival hyperplasia following switch to

36
a same class calcium channel blocker, isradipine. J Periodontol. 1997 Jul;
68(7): 645-50
35. De la Rosa Garcia E, Mondragon Padilla A, Aranda Romo S, Bustamante
Ramirez MA. Oral muccosa symptomps, sign and lessions, in end stage
renal disease and non-end stage renal disease diabetic patients. Med oral
Patol Oral Cir Bucal. 2006 Nov-Dec; 11(6):E467-73
36. King GN, Healy CM, Glover MT, Kwan JT, Williams DM, Leigh IM, et
al. Prevalence and risk factors, associated with leukoplakia, hairy
leukoplakia, erythematous candidiasis, and gingival hyperplasia in renal
transplant recipients. Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 1994 dec;
78(6):718-26
37. Jover Cavero A, bagan JV, Jimenez SorianoY, Poveda Roda R. Dental
management in renal failure: patients on dialysis. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal. 2008 Jul;13 (7) : E419-26
38. King GN, Thornhill MH. Dental attendance patterns in renal transplant
recipients. Oral Dis. 1996 Jun 2 (2): 145-7

37

Anda mungkin juga menyukai