Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN INDIVIDU PEMICU 1 BLOK 4

“Aminah ingin pasang behel”

Disusun Oleh:

Ethan

200600066

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika didefinisikan sebagai kajian/cabang ilmu tentang tata nilai moral (baik-buruk,
benar- salah, patut-tidak patut) yang menentukan perilaku, keputusan, ataupun hubungan
antar manusia. Sedangkan “Bioetika” merupakan salah satu bagian dari etika terapan
yang berada di ranah biologi, dan diantara cabang biologi itu, bidang kesehatanlah yang
paling berkembang konsep etikanya, sehingga sering dianalogikan dengan “clinical
ethics/medical ethics” dan dimaknai sebagai “good clinical practices”. Dalam kajian
yang terus berkembang, Bioetika diartikan sebagai ilmu multi disiplin yang
menggabungkan filsafat (etika) kemanusiaan (humanities) dengan ilmu-ilmu biologi
dalam arti luas.

Pelayanan kedokteran yang baik adalah yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat,
bermutu dan terjangkau. Untuk dapat memberikan pelayanan kedokteran paripurna
bermutu (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) bukan saja ditentukan oleh
pengetahuan dan keterampilan, melainkan juga oleh perilaku (professional behaviour),
etik (bioethics) dan moral serta hukum.

Pelayanan kesehatan juga sangat sarat dengan kemunculan dilema etik, atau sengketa
hukum. Nuansa hukum kesehatan/kedokteran juga sangat kental dalam pelayanan
Kesehatan dengan adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan.oleh orang-orang
yang terlibat didalamnya yang kalau tidak berhati-hati dalam bertindak akan sangat rawan
terhadap tuntutan dan gugatan. Oleh karena itu sangat diperlukan pemahaman mengenai
prnisipprinsip etika dan hukum dalam profesi kedokteran agar tuntutan dan gugatan
tersebut dapat dihindari.
1.2 Kasus

Nama Pemicu : Aminah ingin pasang behel

Penyusun : Simson Damanik, drg., M.Kes, Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes, dr.
Siti Syarifah, M.Biomed

Skenario :

Ibu Elly, berusia 35 tahun datang ke dokter gigi ingin merawat giginya dengan
keluhan tidak dapat menutup bibirnya secara baik, bibirnya selalu terangkat, dan ia merasa
boneng.

Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan keadaan giginya semua baik, tidak ada karies,
oklusinya juga normal. Hubungan rahang pasien bimaxiller protrusi, sehingga bibirnya
inkompeten.

Dokter gigi langsung menyarankan pencabutan 4 gigi, 2 gigi di rahang atas kanan dan
kiri dan 2 gigi di rahang bawah kanan dan kiri. Pasien menyetujuinya karena keinginannya
begitu besar. Tanpa mendapat kesulitan baik dokter dan pasien bekerjasama secara
kooperatif maka pemasangan behel dilakukan.

Setelah 2 minggu pemasangan behel, pasien datang ke dokter gigi tersebut yang
seharusnya dijadwalkan datang 1 bulan kemudian. Pasien mengeluh sakit, beberapa gigi
goyang, dan terjadi pembengkakan gusi. Pasien kesulitan makan maupun membersihkan
giginya. Dokter meresepkan analgetik dan antiinflamasi.

1.3 Learning Issue


 Prinsip bioetika
 Informed consent
BAB II

PEMBAHASAN

1. Bagaimana sikap Dokter gigi yang melakukan pemasangan behel tersebut?

Sikap dokter gigi kurang memberikan informasi. Dokter gigi melanggar Kode Etik
Kedokteran Gigi Indonesia Bab II Pasal 10 Ayat 1 dan Pasal 11 Ayat 2. Bab II Pasal
10 Ayat 1 berbunyi “Dokter Gigi di Indonesia wajib menyampaikan informasi
mengenai rencana perawatan dan pengobatan beserta alternatif yang sesuai dan
memperolehpersetujuan pasien dalam mengambil keputusan” Bab II Pasal 11 Ayat 2
berbunyi “Dalam hal ketidakmampuan melakukan pemeriksaan atau pengobatan,
dokter gigi wajib merujuk pasien kepada dokter gigi atau profesional lainnya dengan
kompetensi yang sesuai.” Dengan demikian dokter gigi tidak memberitahu informasi
mengenai rencana perawatan dan pengobatan serta altenatifnya. Hasil dari perawaatan
yang dia lakukan adalah pasien rugi dan kesakitan, seharusnya dokter gigi tersebut
merujuk kepada dokter gigi yang lebih pakar dalam hal tersebut untuk menangani
masalah pasien ini.

2. Bagaimana tindakan dokter gigi yang melakukan pemasangan behel dibandingkan


dengan tidak dipasang menurut prinsip bioetika?
 Prinsip otonomi, pasiennya mempunyai hak untuk membuat keputusan sendiri.
Dalam kasus ini, pasiennya sangat ingin memasang behel.
 Prinsip non-maleficence, aksi yang dilakukan oleh dokter gigi tidak boleh
melukai atau membahayakan pasien. Dalam kasus ini, dokter telah melanggar
prinsip ini karena membahayakan pasien yang akibatnya setelah pemasangan
behel, beberapa gigi pasien goyang dan gusi bengkak. Apabila dibandingkan
dengan tidak memasang behel, dokter tidak akan melanggar prinsip ini dan
pasien juga tidak akan menderita.
 Prinsip beneficence, aksi yang dilakukan oleh dokter harus menguntungkan
pasien. Dalam kasus ini, dokter gigi melanggar prinsip ini karena tidak
memilih pilihan yang paling menguntungkan untuk pasien, meskipun pasien
sangat ingin memasang behel. Jika dibandingkan dengan tidak memasang
behel, dokter harusnya memilih untuk tidak memasang behel karena oklusi
pasien sudah normal dan aka nada risiko apabila memasang behel dengan
oklusi yang normal.
 Prinsip justice, dokter menyebarkan sumber daya Kesehatan yang adil dan
merata, dan keputusan siapa yang mendapatkan apa. Dalam kasus ini dokter
tidak menjelaskan risiko memasang behel, kenapa harus memasang behel dan
sebagainya sehingga pasien tidak dapat memberitahu informasi kepada teman-
temannya atau keluarga yang ingin memasang behel. Apabila dibandingkan
dengan tidak memasang, artinya dokter gigi sudah menejelaskan semua
prosedur sehingga pasien dapat memberitahu informasi kepada orang
sekitarnya.
3. Bagaimana Saudara menanggapi keluhan pasien tersebut?

Karena dokter gigi tersebut tidak memberikan informasi mengenai perawatan yang
akan dilakukan beserta dengan risiko yang ada dari perawatan tersebut maka dokter
gigi harus menjelaskan kenapa keluhan pasien tersebut terjadi. Ditambahkan dengan
pemohonan maaf atas kelalaian dokter gigi tersebut.

4. Apa pendapat Saudara ditinjau dari segi hukum, sosial budaya, agama, ras dan lain-
lain.
 Dari segi hukum

Dokter gigi tersebut melanggar UU No.23 Tahun 1992 Pasal 53 tentang hak
dan kewajiban pasien (mendapatkan informasi)

Terjadi malpraktek karena dokter gigi ortodontik tidak boleh melakukan


pencabutan gigi dan dokter gigi umum tidak boleh melakukan pemasangan
ortodontik alat cekat.

 Dari segi sosial budaya

Dari segi sosial budaya, pemasangan behel sebagai pembentukkan identitas


diri, simbol dan komunikasi, dan produk interaksi.

 Dari segi agama


o Agama Islam apabila untuk mempercantik diri maka itu haram.
o Agama Buddha juga demikian, memasang behel untuk tujuan
Kesehatan gigi saja.
o Agama Kristen boleh memasang behel.
o Agama Hindu boleh memasang behel, lebih dianjurkan apabila untuk
penyempurnaan hidup.
 Dari segi Kesehatan
alat berbasis kawat yang digunakan oleh orthodontist untuk memperbaiki gigi
atau rahang yang tidak rata dan gigi yang bertumpuk. Manfaat behel gigi
adalah untuk menyelaraskan gigi dan rahang agar dapat menggigit makanan
dengan baik.
5. Bagaimana menurut anda apabila anda mendapat kasus seperti ini, apa yang
sebaiknya anda dilakukan?

Menurut saya, tidak akan melakukan pemasangan behel. Karena oklusi normal maka
pemasangan behel tidak diperlukan dan apabila pasien tetap menginginkan
pemasangan behel maka merujuk ke dokter gigi ortodontik. Dengan mengikuti prinsip
non -maleficence, beneficence, tidak menyebabkan bahaya pada pasien dan
memberikan keselamatan terbaik untuk pasien.

6. Perlukah dilakukan informed consent? Jelaskan jawaban Saudara!

Informed consent sangat diperlukan karena melindungi pasien secara hukum dari
segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan
dokter gigi yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan
hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang
memerlukan biaya tinggi yang sebenarnya tidak perlu dan tidak berdasar alasan
medis, memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari
tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak
terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin
dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan
standar profesi medik. Bagi dokter gigi dapat membuat rasa aman dalam menjalankan
tindakan medis kepada pasien, sekaligus sebagai pembelaan diri terhadap
kemungkinan adanya tuntutan atau gugatan dari pasien atau keluarganya apabila
timbul akibat yang tidak dikehendaki. Dalam kasus ini, informed consent dapat
digunakan untuk menggugat dokter gigi tersebut karena melakukan tindakan
malpraktek. Apabila dilakukan informed consent maka dokter gigi pasti menjelaskan
secara detail dari tindakan medis yang akan dilakukan.

7. Apakah tujuan dokter gigi meresepkan sediaan obat analgetik dan antiinflamasi pada
pasien tersebut?Jelaskan jawaban saudara?

Memberikan obat analgetik dan antiinflamasi untuk meredakan nyeri dan mengurangi
inflamasi karena sakit gigi dan gusi bengkak. Opioid adalah golongan obat yang
penting. Opioid terutama digunakan dalam pengobatan nyeri – ringan, sedang dan
berat – tergantung pada opioid mana yang diresepkan dan untuk indikasi apa.
Mekanisme utama opioid melibatkan agonisme pada reseptor mu-opioid – reseptor
protein G-coupled yang mengurangi transmisi nyeri di sistem saraf pusat.

NSAID (non-steroidal anti-inflammatory drug) adalah obat antiinflamasi non steroid


– obat-obatan yang sebagian besar digunakan dalam pengobatan nyeri, demam, dan
pembengkakan. NSAID bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase
(COX). Ada dua jenis isoenzim COX – keduanya memainkan peran biologis yang
sangat berbeda:

 Enzim COX-1 – enzim yang “diekspresikan secara konstitutif” yang merangsang


prostaglandin yang diperlukan untuk melindungi mukosa lambung. Isoform COX-
1 juga bertanggung jawab untuk menjaga perfusi ginjal dengan melebarkan
arteriol. Ini juga menghambat pembentukan trombus di endotel vaskular.
 Enzim COX-2 – “isoform yang dapat diinduksi” yang merangsang sintesis
prostaglandin yang berkontribusi terhadap nyeri dan peradangan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesian Dental Association. Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia. Jakarta, 2008:
8-9.
2. Lu P. Apakah yang Dimaksud dengan Bimaxillary Protrusion dan Bagaimana
Menyembuhkannya?. https://www.doctorxdentist.id/this-singaporean-orthodontist-
gives-her-tips-for-managing-bimaxillary-protrusions (22 Desember 2020).
3. Pratiwi H. FENOMENA PENGGUNAAN BEHEL GIGI SEBAGAI SIMBOL
DALAM PROSES INTERAKSI SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI
PERKOTAAN. Perpustakaan jurnal Airangga; 2016: 7-9.
4. Inilahkoran. Wajib Tahu! Hukum Pasang Behel Gigi dalam Islam.
https://www.inilahkoran.com/berita/2493/wajib-tahu-hukum-pasang-behel-gigi-
dalam-islam#:~:text=Sebenarnya%2C%20bagaimanakah%20hukum%20memakai
%20behel%20gigi%3F&text=Syekh%20Ibnu%20Utsaimin%20ketika
%20ditanya,cacat%20di%20gigi%2C%20maka%20diperbolehkan. (22 Desember
2020).
5. Rsawalbros. Mengapa Sebaiknya Memasang Behel Gigi?
http://awalbros.com/gigi/manfaat-behel-gigi/#:~:text=Sp.%20ORT%2C
%20mengatakan%20behel%20adalah,dapat%20menggigit%20makanan%20dengan
%20baik (22 Desember 2020).
6. Alodokter. Pemasangan Kawat Gigi, Ini yang Harus Anda Ketahui.
https://www.alodokter.com/pemasangan-kawat-gigi (21 Desember 2020).
7. Suryadi T. PRINSIP-PRINSIP ETIKA DAN HUKUM DALAM PROFESI
KEDOKTERAN. Dalam: anonym, Nasional V JBHKI dan Workshop III Pendidikan
Bioetika dan Medikolegal, Medan, 2009: 4.
8. Juliawati M. Pentingnya surat persetujuan tindakan medik (informed consent) pada
praktek dokter gigi. Jurnal PDGI. 2014; 63: 48.
9. Adzani F. Analgetik adalah Golongan Obat Pereda Nyeri, Apa Saja Jenisnya?
https://www.sehatq.com/artikel/analgetik-adalah-golongan-obat-pereda-nyeri-apa-
saja-jenisnya (22 Desember 2020).
10. Farset. Farmakologi Obat Golongan Opioid.
https://gudangilmu.farmasetika.com/farmakologi-obat-golongan-opioid/ (22
Desember 2020).
11. Farset. Farmakologi Obat Antiinflamasi Non Steroid (NSAID).
https://gudangilmu.farmasetika.com/farmakologi-obat-antiinflamasi-non-steroid-
nsaid/ (22 Desember 2020).

Anda mungkin juga menyukai