Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN INDIVIDU PEMICU 3 BLOK 3

“Tia yang Pencemas”

Disusun Oleh:

Ethan

200600066

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan mental atau gangguan jiwa adalah penyakit yang memengaruhi emosi,
pola pikir, dan perilaku penderitanya. Sama halnya dengan penyakit fisik, penyakit
mental juga ada obatnya. Gejala dan tanda gangguan mental tergantung pada jenis
gangguan jiwa yang dialami. Penderita bisa mengalami gangguan pada emosi, pola pikir,
dan perilaku.

1.2 Kasus

Nama Pemicu : Tia yang Pencemas

Penyusun : dr Surya Husada, Sp.KJ, Suri Mutia Siregar M. Psi, Psikolog

Skenario :

Seorang pasien bernama Tia, wanita, usia 19 tahun, datang ke praktek dokter gigi
bersama dengan kakak kandungnya dengan keluhan sakit gigi pada gigi belakang kanan
atas. Pasien terlihat pendiam, bicara hanya jika ditanya, saat berbicara suaranya cepat,
dengan nada yang sering bergetar. Tia juga tampak gelisah, sering tidak memperhatikan
ucapan dari dokter, sering melihat ke sekeliling ruangan praktek, sesekali mengusapusap
kedua tangannya, tampak berkeringat di wajahnya. Sewaktu ditanyakan pada kakaknya,
dikatakan kalau Tia dalam 3 tahun belakangan ini memang sering terlihat cemas dan
gelisah, terutama jika sedang tampil di depan orang ramai (publik) atau berbicara dengan
orang yang baru dikenal. Tia mengatakan bahwa ia merasa takut kalau nantinya akan
terlihat salah dan akhirnya akan diejek dan dipermalukan oleh orang lain. Akibatnya ia
selalu menghindari hal tersebut. Bahkan ia tak mau makan atau minum di tempat yang
terbuka dan memakai fasilitas-fasilitas publik seperti toilet umum. Akan tetapi kalau
bersama keluarga dan teman-teman dekatnya rasa cemas tersebut tak pernah
dirasakannya. Kakaknya mengatakan bahwa semenjak kecil Tia memang orangnya
pendiam, pemalu dan hanya memiliki sedikit teman akrab. Hal ini membuat Tia kesulitan
dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari sebagai seorang mahasiswi di sebuah
universitas. Menurut informasi Tia pernah beberapa kali diejek oleh teman - temannya
ketika tampil di depan kelas karena penampilannya yang pemalu.

1.3 Learning Issue


 Etiologi fobia sosial
 Gejala-gejala klinis fobia sosial
 Kriteria diagnostik fobia sosial
 Tindakan terapi
 Teori belajar
 Teori psikososial
BAB II

PEMBAHASAN

1. Apakah yang dimaksud dengan gangguan ansieti/kecemasan


-Gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan perasaan khawatir, cemas atau takut
yang cukup kuat untuk mengganggu aktivitas sehari-hari. Gangguan kesehatan jiwa yang
ditandai dengan perasaan khawatir, cemas atau takut yang cukup kuat untuk mengganggu
aktivitas sehari-hari.
2. Gangguan mental apakah yang dialami oleh Tia? Apa alasannya?

-Tia mengalami Fobia sosial. Fobia sosial adalah ketakutan yang tidak rasional terhadap
pandangan negatif orang lain. Penderita merasa bahwa semua orang memandangi dan
mengevaluasi dirinya sehingga mereka cenderung menghindari situasi sosial, seperti
berbicara di depan publik, tampil di panggung, bekerja ketika diawasi, makan di tempat
umum, dan berkencan, karena khawatir akan berbuat sesuatu yang memalukan. Dalam
kondisi Tia, dia juga mengalami gejala yang sama dengan fobia sosial, seperti gelisah dan
cemas dihadapan orang lain(publik), tidak mau menggunakan fasilitas umum, menghindari
makan ditempat umum, dan takut kalau nantinya diejek dan dipermalukan karena salah.

3. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat menimbulkan gangguan mental tersebut?

-Peristiwa masa lalu

Fobia sosial bisa jadi muncul karena penderita pernah mengalami peristiwa memalukan
atau tidak menyenangkan, yang disaksikan oleh orang lain.

-Keturunan atau pola asuh

Fobia sosial cenderung diturunkan dalam keluarga. Namun demikian, belum bisa
dipastikan apakah hal ini dipicu oleh faktor genetik atau karena pola asuh orang tua,
misalnya terlalu mengekang. Kemungkinan lainnya adalah anak meniru sikap orang tua
yang kerap merasa cemas saat berhadapan dengan orang lain.

-Struktur otak

Rasa takut sangat dipengaruhi oleh bagian otak yang disebut amygdala. Amygdala yang
terlalu aktif akan membuat seseorang mengalami rasa takut yang lebih kuat. Kondisi ini
dapat meningkatkan risiko munculnya kecemasan secara berlebihan saat berinteraksi
dengan orang lain.

Selain beberapa faktor di atas, memiliki kondisi tubuh atau penyakit tertentu, misalnya
luka parut di wajah atau kelumpuhan akibat polio, dapat meningkatkan risiko seseorang
untuk menderita fobia sosial.

4. Berdasarkan teori belajar bagaimana proses terbentuknya prilaku cemas pada diri Tia?

-Unconditioned Stimulus: evaluasi negatif

-Unconditioned Response: gelisah, cemas

-Conditioned Stimulus: orang asing

-Conditioned Response: gelisah, cemas

Tia awalnya pemalu dan pernah diejek oleh teman-temannya dan berakibat Tia menjadi
cemas dan gelisah. Tia yang awalnya hanya berperilaku pemalu menjadi fobia sosial
akibat dari pemikiran Tia yang takut evaluasi negatif dari orang-orang. Kemudian, Tia
menjadi secara tidak langsung gelisah dan cemas saat bertemu orang asing atau di publik.

5. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien tersebut ditinjau dari:


a. Berdasarkan pendekatan psikososial hal – hal apa yang dapat dilakukan untuk
mengurangi prilaku cemas yang muncul pada diri Tia
- 1. Kanfer dan Kareloy (dalam King, 1988) mengemukakan empat langkah dalam
mengembangkan keterampilan pengendalian diri, yaitu:
a. Membuat sebuah komitmen untuk mengubah perilaku yang ada.
b. Menentukan str yang spesifik dari perubahan perilaku sebagai tujuan
perubahan itu sendiri,
c. Self-monitoring dan self-evaluation terhadap langkah-langkah itu sendiri,
d. Mengaplikasikan self-reinforcement atau self-punishment tergantung pada
setr yang telah dicapai.
2. Mahoney dan Thoreson (dalam Upper, Dennis, 1977) mengemukakan tiga langkah
pelatihan pengendalian diri sebagai berikut:
a. Pengamatan diri (self-observational), yaitu seseorang memperhatikan,
mengamati, dan merekam kejadian-kejadian yang mereka alami untuk
mendapatkan feedback dan evaluasi.
b. Perencanaan lingkungan (enviromental planing), yaitu mengubah
lingkungan di mana kejadian-kejadian yang mendahului tingkah laku atau
konsekuen yang mengikuti tingkah laku dapat diubah,
c. Perencanaan perilaku (behavioral planing), yaitu perencanaan tingkah laku
dengan menggunakan teknik terapi seperti self-reinforcement dan self-
punishment, atau self-administer yang lain untuk mengubah frekuensi tingkah
laku yang ada.

3. Albert Ellis (dalam Corey, 1996: 322) mengemukakan teori A-B-C sebagai
prosedur untuk mengendalikan emosi termasuk kecemasan. Menurut Ellis, beberapa
gangguan emosional seperti duka, menyesal, dan frustasi adalah merupakan hasil
pemikiran irasional. Kualitas irasionalnya berasal dari tuntutan agar dunia ini
seharusnya, seyogyanya, dan harus berbeda. Untuk mengatasi masalah ini terapis dan
klien bekerja sama untuk mempermasalahkan keyakinan yang irasional itu, yang
menjadi penyebab konsekuensi emosional yang negatif. Mereka bekerja menuju
pentranspormasian gaya berpikir yang tidak realistis, kurang dewasa, penuh tuntutan,
dan mutlak ke pendekatan berpikir serta berperilaku yang realistis, dewasa, logis, dan
empiris. Ini akan menghasilkan reaksi perasaan terhadap situasi hidup yang lebih
tepat.

4. Beck (dalam Corey, 1996: 341) dengan terapi kognitifnya mengemukakan enam
dasar prosedur dalam menangani gangguan emosional adalah sebagai berikut:

a. Mempersiapkan klien dengan memberika penjelasan alasan perlakuan,

b. Mengajar klien untuk memonitor pikiran-pikiran yang menyebabkan


gangguan emosi.

c. Mengajarkan klien utuk menerapkan teknik-teknik behavior dan kognitif.

d. Mengidentifikasi dan menantang proses berpikir yang menimbulkan


pikiran-pikiran dalam situasi bermasalah.

e. Menguji keyakinan-keyakinan dan asumsi-asumsi dalam kehidupan realita.

f. Mempersiapkan klien dengan mengajar mereka beberapa keterampilan yang


dapat digunakan untuk mengatasi gangguan bila saat mereka mengalami
problema emosi.
5. Meichenbaum (1977) (dalam Corey, 1996: 347) mengemukakan tiga tahapan
proses perubahan tingkah laku, yaitu:

a. Observasi diri (self-observation), yaitu belajar cara mengamati perilaku


mereka sendiri, bagaimana ia bersedia mendengarkan kata hatinya. Proses ini
adalah untuk peningkatan kepekaan terhadap pikiran, perasaan, perbuatan,
serta reaksi-reaksi psikologis mereka, dan cara mereka bereaksi terhadap
orang lain atau situasi dalam lingkungan.

b. Dialog internal yang baru (starting a new internal dialogue), yaitu belajar
mengubah dialog internal, dialog internal ini berfungsi sebagai petunjuk bagi
terjadinya perilaku baru, pada gilirannya proses ini akan berdampak pada
struktur kognitif si klien.

c. Mempelajari keterampilan baru (learning new skills), yaitu belajar


keterampilan baru dalam menangani sesuatu dengan lebih efektif yang bisa
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Berdasarkan farmakologi bagaimana penatalaksanaan pada pasien tersebut


- Alprazolam digunakan untuk panic disorder dan GAD, Clonazepam untuk fobia
sosial dan GAD, serta Lorazepam sangat membantu dalam pengobatan panic disorder.
Selanjutnya β-blocker, yang biasanya digunakan untuk mengobati penyakit jantung,
juga bisa digunakan untuk mengurangi gejala anxietas yang mungkin muncul seperti
palpitasi, peningkatan tekanan darah, gemetar, tremor, dan sebagainya. β-blocker
seperti Propanolol digunakan untuk mencegah gejala fisik yang menyertai gangguan
anxietas, terutama fobia sosial.
6. Apa yang dapat dilakukan oleh dokter gigi pada Tia?
-Pendekatan dengan Tia agar dapat terbuka dan tidadk lagi termasuk orang asing bagi
Tia. Memberikan saran untuk mencari dokter agar mendapatkan pengobatan, pilihan
lain adalah psikoterapi yang termasuk terapi perilaku dan cognitive behavioral therapy
(CBT), dan terapi relaksasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fobia sosial memiliki gejala-gejala seperti cemas, berkeringat berlebihan, mual, dan
sebagainya. Fobia sosial terjadi akibat peristiwa masa lalu, keturunan atau pola asuh, dan
struktuk otak. Ada beberapa cara untuk menyembuhkan fobia sosial dari segi terapi dan
famakologi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adrian K. Mengenal Anxiety yang mengganggu dan berbagai jenisnya.
https://www.alodokter.com/mengenal-anxiety-yang-mengganggu-dan-berbagai-
jenisnya (06 Desember 2020).
2. Veale D. Treatment of Social Phobia. Advances in Psychiatric Treatment; 2003: vol.
9. 258–264.
3. Willy T. Fobia Sosial. https://www.alodokter.com/gangguan-kecemasan-sosial (06
Desember 2020).
4. Hayat A. Kecemasan dan Metode Pengendaliannya. KHAZANAH; 2014: vol. 7. 55-
58.
5. Vildayanti H, Puspitasari IM, Sinuraya RK. REVIEW: FARMAKOTERAPI
GANGGUAN ANXIETAS. Farmaka; 2018: vol. 16. 211.

Anda mungkin juga menyukai