• Pengalaman traumatis sebelumnya Sebuah survey yang dilakukan oleh Whitfield, Dubeb, Felitti, and Anda (2005) di San Diego, Amerika Serikat selama 4 tahun terhadap 50,000 pasien psychosis menemukan sebanyak 64% dari responden pernah mengalami trauma waktu mereka kecil (sexual abuse, physical abuse, emotional abuse, and substance abuse). • Faktor biologis 1.Faktor biologis Hingga saat ini belum ditemukan adanya gen tertentu yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa. Akan tetapi telah ditemukan adanya variasi dari multiple gen yang telah berkontribusi pada terganggunya fungsi otak (Mohr, 2003). Con’t 2. Gangguan sturktur dan fungsi otak Menurut Frisch & Frisch (2011), Hipoaktifitas lobus frontal telah menyebabkan afek menjadi tumpul, isolasi sosial dan apati. Sedangkan gangguan pada lobus temporal telah ditemukan terkait dengan munculnya waham, halusinasi dan ketidak mampuan mengenal objek atau wajah. 3. Neurotransmitter Menurut Frisch & Frisch (2011), Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara neuron. Neurotransmitter terdiri dari: - Dopamin: berfungsi membantu otak mengatasi depresi, meningkatkan ingatan dan meningkatkan kewaspadaan mental. - Serotonin: pengaturan tidur, persepsi nyeri, mengatur status mood dan temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi atau marah dan libido - Norepinefrin: Fungsi Utama adalah mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur “fight-flight”dan proses pembelajaran dan memory - Asetilkolin: mempengaruhi kesiagaan, kewaspadaan, dan pemusatan perhatian - Glutamat: pengaturan kemampuan memori dan memelihara fungsi automatic Penelitian menunjukkan determinan faktor timbulnya skizofrenia menemukan bahwa pola asuh keluarga patogenik mempunyai risiko 4,5 kali untuk mengalami gangguan jiwa skizofrenia dibandingkan dengan pola asuh keluarga tidak patogenik. Adapun yang mereka maksud dengan pola suh patogenik tersebut antara lain : a. Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya b. Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk saja” c. Sikap penolakan terhadap kehadiran si anak (rejected child) d. Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi e. Penanaman disiplin yang terlalu keras f. Penetapan aturan yang tidak teratur atau yang bertentangan g. Adanya perselisihan dan pertengkaran antara kedua orang tua h. Perceraian i. Persaingan dengan sibling yang tidak sehat j. Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral) k. Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak) l. Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa • Faktor koping Menurut Lazarus (2006), Ketika individu mengalami masalah, secara umum ada dua strategi koping yang biasanya digunakan oleh individu tersebut, yaitu: 1. Problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres 2. Emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan timbul akibat suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Con’t Individu yang menggunakan problem –solving focused coping cenderung berorientasi pada pemecahan masalah yang dialaminya sehingga bisa terhindar dari stres yang berkepanjangan sebaliknya individu yang senantiasa menggunakan emotion-focused coping cenderung berfokus pada ego mereka sehingga masalah yang dihadapi tidak pernah ada pemecahannya yang membuat mereka mengalami stres yang berkepanjangan • Pemahaman dan keyakinan agama Pemahaman dan keyakinan agama ternyata juga berkontribusi terhadap kejadian gangguan jiwa. Sebuah penelitian ethnografi yang dilakukan oleh Saptandari (2001) di Jawa tengah melaporkan bahwa lemahnya iman dan kurangnya ibadah dalam kehidupan sehari – hari berhubungan dengan kejadian gangguan jiwa. Daftar Pustaka 1.Erlina, Soewadi dan Pramono, D (2010). Determinan terhadap timbulnya skizofrenia pada pasien rawat jalan di rumah sakit jiwa H.B Saanin, Padang Sumbar. Jurnal berita kedokteran masyarakat. 26(2): 63 - 70 2.Frances, A., First, M.B., & Pincus, H.A. (2002). DSM-IV-TR. Handbook of Differential Diagnois. USA: American Psychiatric Press. 3.Frisch N., & Frisch A. (2011). Psychiatric mental health nursing. 4 ed. Australia: Delmar CENGAGE learning.Hawari, Dadang.2001. Manajemen Strees, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Gaya Baru. 4. Hunter, Eickhoff, Pheasant, Douglas, Watts , et al. (2010) The state of tranquility: Subjective perception is shaped by contextual modulation of auditory connectivity. Neuro Image 53: 611–618. 5.Hardy, A., Fowler, D., Freeman, D., Smith, B., Steel, S., Evans, J., Garety, … Dunn, G. (2005). Trauma and Hallucinatory Experience in Psychosis. Journal of Nervous & Mental Disease, 193, 501–507. 6.Mohr, W.K (2003). Psychiatric mental health nursing. 5ed. USA: Lippincott 7.National Institute of mental Health. Sign and Simptoms of depression. From Perjalanan penyakit gangguan jiwa • Kondisi saat sebelum sakit pada pasien gangguan jiwa berlangsung kurang lebih 1 bulan • Gangguan yg terjadi dapat berupa gejala psikotik • Penderita gangguan jiwa biasanya mengalami min 2 gejala, yaitu gangguan afek dan gangguan peran. Serangan yang terjadi pada gangguan jiwa biasanya terjadi secara berulang • Serangan yang terjadi pada gangguan jiwa biasanya berupa perasaan khawatir berlebihan yang tidak disebabkan karena faktor kelelahan fisik, iritabble atau mudah tersinggung dan gejala seperti kaku otot, pegal-pegal, gangguan tidur atau sulit merasa santai • Ketika penderita mengalami gangguan tersebut terkadang penderita mengabaikannya yang berakibat pada bertambah parahnya gangguan yg dialami Con’t • Pada penderita gangguan jiwa, biasanya mengalami gangguan terhadap tingkat kesadaran dan kognisi, emosi atau perasaan, perilaku, motorik, proses berfikir, persepsi atau penginderaan dan kemampuan bicara dan bahasa. Proses tahap pemulihan • Tahap I : peran terjebak dimana penderita merasa tidak mau atau tidak mampu dalam menerima bantuan ataupun menghadapi • Tahap II : bersedia menerima bantuan, pada tahap ini penderita ingin menjauh atau menghindar dari masalah dan berharap orang lain akan bisa membantu dalam mengatasi masalah • Tahap III : Percaya. Pada tahap ini penderita mulai percaya bahwa mereka dapat membuat perubahan atau perbaikan dalam hidupnya. Penderita mulai melihat ke masa depan tentang apa yg diinginkan serta menjauh dari hal2 yg tidak diinginkan • Tahap IV : belajar mengenai bagaiaman membuat pemulihan diri penderita dapat menjadi suatu kenyataan. Ini adalah proses dimana dukungan dan semangat merupakan hal yang dibutuhkan dalam tahap ini • Tahap V : Kemandirian yang dicapai secara bertahap dari proses belajar hingga pada akhirnya mencapai suatu titik dimana mereka mampu mengelola sesuatu tanpa bantuan dari orang lain.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita
Intelijen: Pengantar psikologi kecerdasan: apa itu kecerdasan, bagaimana cara kerjanya, bagaimana kecerdasan berkembang, dan bagaimana kecerdasan dapat memengaruhi kehidupan kita