Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007).
Menurut Varcarolis (2006), halusinasi dapat didefenisikan sebagai
terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
 Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
 Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
 Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 1


klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Manifestasi Klinis
1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2) Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4) Tidak dapat memusatkan perhatian

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 2


5) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
6) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung (Keliat, 2006).

D. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat,2006). Menurut Townsend, M.C (2009)
suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam.
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh
atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.
Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan
pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 3


beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.Di ruangan itu
hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding,
gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan
dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih
kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 4


pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran
yang di berikan tidak bertentangan.

F. Asuhan Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit
dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
 Genogram yang menggambarkan tiga generasi
 Konsep diri
 Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok,
yang diikuti dalam masyarakat
 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 5


7. Kebutuhan persiapan pulang
 Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
 Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
 Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
b) Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c) Isolasi sosial : menarik diri

G. Analisa data

No Data Subyektif Data Obyektif


1. Klien mengatakan melihat atau Tampak bicara dan ketawa sendiri.
mendengar sesuatu. Klien tidak Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 6


mampu mengenal tempat, waktu, Berhenti bicara seolah mendengar atau
orang. melihat sesuatu. Gerakan mata yang cepat.

2. Klien mengatakan merasa kesepian. Tidak tahan terhadap kontak yang lama.
Klien mengatakan tidak dapat Tidak konsentrasi dan pikiran mudah
berhubungan sosial. Beralih saat bicara.Tidak ada kontak mata.
Klien mengatakan tidak berguna. Ekspresi wajah murung, sedih.
Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya
sendiri.
Kurang aktivitas.Tidak komunikatif.

3. Klien mengungkapkan takut. Wajah klien tampak tegang, merah.


Klien mengungkapkan apa yang Mata merah dan melotot.
dilihat dan didengar mengancam dan Rahang mengatup.
membuatnya takut. Tangan mengepal.
Mondar mandir.

H. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
1. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 7


DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.


Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan
Jiwa (Terjemahan). Jakarta:EGC.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 8


LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol
(Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, 2006).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah
laku tersebut (Purba dkk, 2008).

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau perilaku kekerasan, contohnya : pada masa anak-anak yang
mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku
kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang
diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan
dijadikan perilaku yang wajar
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang
wajar

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 9


d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang
terjadi perilaku kekerasan
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian
masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

C. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik
 Muka merah dan tegang
 Mata melotot/ pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 10


 Postur tubuh kaku
2. Verbal
 Bicara kasar
 Suara tinggi, membentak atau berteriak
 Mengancam secara verbal atau fisik
 Mengumpat dengan kata-kata kotor
 Suara keras
3. Perilaku
 Melempar atau memukul benda/orang lain
 Menyerang orang lain
 Melukai diri sendiri/orang lain
 Merusak lingkungan
 Amuk/agresif
4. Emosi
 Tidak adekuat
 Tidak aman dan nyaman
 Rasa terganggu, dendam dan jengkel
 Tidak berdaya
 Bermusuhan
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 11


D. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Phenotizin
b. Obat anti depresi : Amitriptyline
c. Obat anti ansietas : Diazepam, Bromozepam, Clobozam
d. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian :
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
4) Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat
5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang
dialami
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran
klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku
pada orang lain.
c. Terapi musik
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 12


F. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Perilaku kekerasan

PPS: Halusinasi

Regimen terapeutik Harga Diri Rendah Isolasi Sosial


inefektif Kronis
Koping keluarga tidak Berduka disfungsional
efektif

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 13


4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah
e) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
a) Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
b) Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 14


mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c) Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
d) Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e) Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia
baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,
okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a) Perilaku kekerasan
b) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c) Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d) Harga diri rendah kronis

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 15


e) Isolasi social
f) Berduka disfungsional
g) Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif
h) Koping keluarga inefektif

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 16


DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, . 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan), Widya
Medika, Jakarta
Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Stuart dan sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa : Jakarta. EGC
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 17


LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang
lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan
(Yosep, 2009).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
(Keliat dan Kemat, 2009).

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu /
pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan / hostilitas. Sikap
mengancam dan menjelek – jelekkan anak. Ekspresi emosi yang tinggi. Orang
tua atau anggota keluarga sering berteriak, marah untuk persoalan kecil /
spele, sering menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi masalah, selalu
mengkritik, mengkhayalkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya tidak memberi pujian atas keberhasilan anak .

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 18


c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Contoh : Individu yang
berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat atau lanjut usia. Demikianlah
kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit)
dapat menyebabkan isolasi sosial.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden
tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya yang anggota keluarga
menderita skizofrenia.
e. Faktorsosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulita anak, dapat menimbulkan
konflik, di satu sisi anak ingin mengembangkan kemandiriannya.

C. Manifestasi Klinis
 Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
 Menghidar dari orang lain (menyendiri)
 Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.
 Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
 Komunikasi kurang / tidak ada.
 Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
 Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.
 Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam mobilitas.
 Menolak berhubungan dengan orang lain.
 Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

D. Akibat
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 19


sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang
tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan
suara-suara yang sebenarnya tidak ada.

E. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
2. Terapi fisik ECT (Elektro Compution Teraphy)
3. Terapi psikologi
4. Terapi social
5. Bila serangan pertama
 Membangkitkan dan diagnosis
 Pemeriksaan psikologi
 Pemeriksaan kimia rutin, skrinning, roksikologi, VDRL dan uji fungsi tiroid
 Elektroensefologram (untuk menyingkirkan epilepsy logus temperralit,
neoplasma)

F. Pohon Masalah
Gangguan sensori persepsi :Halusinasi

Isolasi Sosial

Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.
2. Keluhan utama

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 20


Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
 Genogram yang menggambarkan tiga generasi
 Konsep diri
 Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
 Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
 Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
 Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 21


Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab
kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a) Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
b) Isolasi social
c) Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 22


DAFTAR PUSTAKA

Marlindawani, Jeney, 2002, Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah


Psikososial dengan gangguan jiwa
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Setres Koping dan Adaptasi Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV
Sagung Seto Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 23


LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Defisit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit
peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan akemat 2007).
Menurut Poter (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.

B. Penyebab
1. Faktor prediposisi
Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
c. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 24


Menurut Depkes (2000) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia
harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan
diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.

C. Manifestasi Klinis
1. Fisik
 Badan bau, pakaian kotor
 Rambut dan kulit kotor
 Kuku panjang dan kotor

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 25


 Gigi kotor disertai mulut yang bau
 Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif
 Menarik diri, isolasi diri
 Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina
3. Sosial
 Interaksi kurang
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berprilaku sesuai norma
 Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat , gosok gigi
dan mandi tidak mampu mandiri

D. Akibat
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti
pasien dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi sosial dan
bahkan kehilangan kemampuan dan motivasi dalam melakukan perawatan terhadap
tubuhnya.

E. Penatalaksanaan
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
 Bina hubungan saling percaya
 Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
 Kuatkan kemampuan klien merawat diri
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri
 Bantu klien merawat diri
 Ajarkan keterampilan secara bertahap
 Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
4. Ciptakan lingkungan yang mendukung
 Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk melakukan perawatan diri

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 26


 Dekatkan peralatan agar mudah dijangkau oleh klien
 Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman

F. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
 Genogram yang menggambarkan tiga generasi
 Konsep diri
 Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 27


7. Kebutuhan persiapan pulang
a) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi
d) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab
kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medik
Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a) Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b) Isolasi Sosial
c) Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 28


DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Potter, Perry. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta :
Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 29


LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005).
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan
merasa lebih rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005).
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan
tidak dapat bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas, 2010).

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan peran
kerja, harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan orang
tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian
yang mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalaminya sebagai frustasi
c. Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran dan kematian
d. Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit
dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk, penampilan,

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 30


fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan dengan tumbang normal moral dan
prosedur medis keperawatan.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
1. Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain
2. Mengkritik diri sendiri dan orang lain
3. Gangguan dalam berhubungan
4. Rasa diri penting yang berlebihan
5. Perasaan tidak mampu
6. Rasa bersalah
7. Pandangan hidup yang pesimis
8. Penolakan terhadap kemampuan personal
9. Menarik diri secara social
10. Khawatir dan menarik diri dari realitas.

D. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu
bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial
menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang
maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien dengan harga diri rendah meliputi:
a. Farmakologi.
b. Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku, terapi
keluarga, terapi spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas kelompok yang tujuannya
adalah memperbaiki perilaku klien dengan harga diri rendah.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 31


c. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi (kembali memfungsikan) dan
perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam
kehidupan bermasyarakat.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) penatalaksanaan pada klien dengan
gangguan konsep diri berfokus pada tingkat penilaian kognitif terhadap kehidupan yang
terdiri dari :
1. Persepsi
2. Kesadaran klien akan emosi dan perasaan
3. Menyadari masalah dan perubahan sikap
Prinsip asuhan keperawatan yang diberikan terlihat dari kemajuan klien
meningkatkan dari satu tingkat ke tingkat berikutnya yaitu :
1. Meluaskan kesadaran diri yaitu dengan meningkatkan hubungan keterbukaan dan
saling percaya.
2. Menyelidiki dan mengeksplorasi diri (self exploration) yaitu membantu klien
untuk menerima perasaan dan pikirannya.
3. Perencanaan realita (realita planing) membantu klien bahwa hanya saja di yang
dapat merubah bukan rang lain.
4. Tanggung jawab bertindak (comitment to action) membantu klien melakukan
tindakan yang perlu untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon
adaptif.

F.Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 32


3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab
kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 33


Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a) Isolasi social: Menarik Diri
b) Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
c) Perilaku Kekerasan
d) Koping Individu Tidak Efektif
e) Perubahan Persepsi Sensori
f) Tidak Efektifnya Penatalaksanaan regimen terapeutik
g) Koping Keluarga Tidak Efektif

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 34


DAFTAR PUSTAKA

Keliat,Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.


Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta:
Nuha Medika Press.
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa. Jakarta :
Salemba Medika
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 35


LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal.
(Stuart, 2004)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan
dalam kenyataan. (Harold K, 2004).

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
 Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf yang
berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
 Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks limbic.
 Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan glutamat.
 Virus : paparan virus influensa pada trimester III
 Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
 Proses pengolahan informasi yang berlebihan
 Mekanisme penghantaran listrik abnormal
 adanya gejala pemicu

C. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan secra
berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Waham Kebesaran

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 36


Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara berulang
yang tidak sesuai kenyataan.
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang yang tidak
sesuai kenyataan
5. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan kedalam
fikiran yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
7. Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan walaupun
dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan secara berulang dan
tidak sesuai kenyataan

D. Manifestasi Klinis
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan
waham, yaitu:
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
sesuai kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 37


6. Takut, sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersinggung
E. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
F. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
 Genogram yang menggambarkan tiga generasi
 Konsep diri
 Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 38


 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
 Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
 Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
 Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab
kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b) Kerusakan komunikasi : verbal
c) Perubahan isi pikir : waham
d) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 39


DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo
Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta
:EGC
Keliat Budi A. 2006. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC.
Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 40


LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa (Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan
hasratnya untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau
ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri
(Yosep, 2010).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah
pada kematian (Gail w. Stuart, 2007)
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi. (Jenny., dkk., 2010).

B. Penyebab
1. Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri
sepanjang siklus kehidupan (Fitria, 2009):
a. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat,
dan skizofrenia).
b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko bunuh
diri adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan
dukungan social, kejadian-kkejadian negative dalam hidup, penyakit kronis,
perpisahan, atau bahkan perceraian.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 41


d. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor penting yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan tinfdakan
bunuh diri.
e. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri
terdapat peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin,
adrenalin, dan dopamine yang dapat dilihat dengan EEG.

Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang berpengaruh dalam
bunuh diri, anatara lain:
a. Faktor mood dan biokimia otak.
b. Faktor riwayat gangguan mental.
c. Faktor meniru, imitasi, dan factor pembelajaran.
d. Faktor isolasi sosial dan human relations.
e. Faktor hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar.
f. Faktor religiusitas.
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau
membaca melalui media tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 42


7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber sosial.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

D. Akibat
Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri
adalah mencederai diri dan lingkungan dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku
yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan
tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.

E. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan
pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak
selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan perawatan tidak

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 43


tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang
mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau
terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya
hubungan beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali
dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien
dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti
depresan dan psikoterapi.

F. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 44


d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab
kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a) Risiko bunuh diri.
b) Bunuh diri.
c) Isolasi sosial.
d) Harga diri rendah.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 45


DAFTAR PUSTAKA

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba
Medika.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.

Maria Mariana Seriyeflin, Stikes Maharani Malang Page 46

Anda mungkin juga menyukai