Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN INDIVIDU

BLOK 4 BIOETIKA DAN MEDIKOLEGAL


PEMICU 2
“Keinginan pasien memasang gigi palsu”

Disusun oleh:
Rainva Gracea Purba
220600046

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Komunikasi antara dokter dan pasien merupakan suatu titik penting dalam proses pelayanan kesehatan
yang tidak dapat dimusnahkan. Akan tetapi, kekurangan atau kesalahan dalam berkomunikasi inilah yang
mengakibatkan dokter gigi dapat disalahkan karena tidak memberikan pelayanan yang sesuai dengan prinsip
bioetika. Seorang dokter seharusnya menjadi pendengar yang aktif, berkomunikasi dengan baik dengan pasien
dan memenuhi empat prinsip dasar bioetika yang meliputi Beneficience, Autonomy, Justice dan Non-
maleficience. Dengan dijalankannya prinsip-prinsip tersebut dengan baik oleh dokter, pasien akan
mendapatkan pelayanan yang terbaik sesuai kebutuhan dan kemampuannya.
Dalam melakukan prosedur perawatan kedokteran gigi, tidak menutup kemungkinan akan terjadinya suatu
risiko dari tindakan yang dilakukan sehingga diperlukan adanya persetujuan tindakan kedokteran atau
informed consent. Pasien pun harus menyadari bahwa ia memiliki hak untuk atau memberikan tanggapan
mengenai tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter. Sehingga komunikasi tersebut akan menjadi
komunikasi dua arah yang efektif. Oleh karena itu, keempat prinsip dasar bioetika serta prinsip informed
consent tersebut harus dipahami dan dijalankan dengan baik oleh seorang dokter dalam memberikan pelayanan
kepada pasien.

1.2DESKRIPSI TOPIK

Pemicu 2
Nama Pemicu : Keinginan pasien memasang gigi palsu

Penyusun : Simson Damanik, drg., M.Kes; dr. Siti Syarifah, M.Biomed; dr. Agustinus, M.Ked(For), Sp.
For.
Hari/ Tanggal : Jumat/ 13 Januari 2023

Skenario:
Seorang laki-laki berusia 48 tahun datang ke praktek dokter gigi, beliau menginginkan dipasangkan
gigi palsu. Dokter gigi tersebut menyarankan beberapa jenis gigi palsu dan harganya. Pasien memilih
pemasangan implan dengan harga 250 juta rupiah. Dokter gigi menjelaskan efek samping yang mungkin
terjadi dan waktu yang diperlukan sampai gigi palsu tersebut terpasang lebih kurang selama 4 hingga 9 bulan.
Pasien menyetujui harga dan waktu yang telah ditentukan serta mentransfer uang panjar sebesar 50 juta
rupiah. Kemudian dilakukan pemasangan pin (sekrup) pada rahang pasien tersebut. Namun, sebelum
pemasangan mahkota gigi, pasien mengalami ketidaknyamanan, seperti memar pada kulit dan gusi, bengkak
pada gusi dan wajah, nyeri pada area pemasangan pin dan terjadi sedikit perdarahan. Dokter gigi meresepkan
tablet Natrium Diclofenac 3 x 1 dan tablet Loratadine 2 X 1 masing-masing selama 3 hari untuk mengatasi
keluhan tersebut. Dokter mengatakan tidak apa-apa dan pasien disarankan untuk beristirahat sebelum pulang.

Pertanyaan:
1. Bagaimana sikap Dokter gigi yang melakukan tindakan tersebut?
2. Bagaimana tindakan dokter gigi yang melakukan pemasangan implan dibandingkan dengan yang
tidak menurut prinsip bioetika?
3. Bagaimana Saudara menanggapi keluhan pasien tersebut?
4. Apa pendapat Saudara ditinjau dari segi hukum, sosial budaya, sosial ekonomi, agama, ras dan lain-
lain?
5. Bagaimana menurut anda apabila anda mendapat kasus seperti ini, apa yang sebaiknya anda lakukan?
6. Pada kasus ini, apakah tujuan dokter gigi meresepkan tablet Natrium Diclofenac dan Loratadine?
Jelaskan jawaban saudara?
7. Jika pemasangan implant gagal, apakah hal tersebut melanggar hukum kesehatan?

BAB II
PEMBAHASAN

1. Bagaimana sikap Dokter gigi yang melakukan tindakan tersebut?


Jawab :
Salah satu tujuan utama pada pelaksanaan profesi kedokteran adalah untuk mengatasi
penderitaan dan memulihkan kesehatan orang yang sakit. Pelayanan kedokteran yang baik adalah
dokter dapat memenuhi kebutuhaan masyarakat, bermutu, dan terjangkau. Dalam hukum
kesehatan/kedokteran, pelayanan kesehatan memiliki unsur duty (kewajiban) yaitu kewajiban tenaga
kesehatan untuk mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk penyembuhan. Atau setidak-
tidaknya meringankan beban pasiennya (to cure and to care) berdasarkan standar profesi. 3
Sesuai dengan skenario diatas, dokter telah melakukan pelayanan dengan baik jika dilihat dari
sisi pemberian obat ketika pasien merasa kesakitan. Selain itu, dokter juga sudah menjelaskan bahwa
ada efek samping yang akan dialami pasien setelah melakukan pemasangan gigi palsu. Namun, ada
bebrapa sikap dokter gigi pada skenario tersebut yang kurang tepat dalam melalukan tindakan medis
tersebut dikarenakan beliau tidak melakukan hal-hal penting sebelum melakukan tindakan medis
kepada pasien, seperti:
a. Dokter gigi tidak melakukan anamnesa lengkap kepada pasien sebelum memulai tindakan
pemasangan implan
b. Dokter gigi tersebut melanggar etika karena merugikan pasien dalam hal perawatan pasien. Dokter
di sini tidak melakukan pemeriksaan lebih lengkap seperti tes alergi, karena salah satu prosedur
pemasangan implant gigi yaitu pemeriksaan laboratorium untuk tes alergi dan juga pemasangan
implant merupakan pemasangan benda asing kedalam tubuh, dimana implant dapat menimbulkan
reaksi alergi terhadap pasien. Dokter gigi pada skenario langsung menyarankan beberapa pilihan
mengenai implan gigi kepada pasien. Ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi agar bisa menjalani
implan gigi, yaitu:
 Memiliki tulang rahang yang sudah tumbuh dengan sempurna

 Memiliki jaringan mulut dan gusi yang sehat

 Tidak memiliki kondisi yang dapat mengganggu proses penyembuhan tulang, seperti diabetes

 Tidak sedang menjalani terapi yang dapat mengganggu kelancaran prosedur, seperti
radioterapi di daerah leher atau kepala
 Memiliki tulang rahang yang mampu menahan implan gigi atau bisa menjalani cangkok tulang

 Tidak merokok atau bukan perokok berat

c. Dokter juga tidak menjelaskan secara mendetail apa yang terjadi kepada pasien setelah pin implant
di pasang dan hanya memberikan terapi obat.

2. Bagaimana tindakan dokter gigi yang melakukan pemasangan implan dibandingkan dengan yang tidak
menurut prinsip bioetika?
Jawab :
Prinsip-prinsip bioetika pada dasarnya merupakan hasil penerapan dari prinsip etika dalam
bidang kedokteran dan kesehatan tidak terkecuali bidang kedokteran gigi. Terdapat sebanyak 4 kaidah
landasan etika:
1. Prinsip Autonomy (Otonomi), prinsip yang berkaitan erat dengan dasar mengenai rasa hormat
terhadap martabat manusia. Pasien berhak menentukan apa yang dilakukan terhadap tubuhnya, artinya
pasien berhak untuk mendapat informasi dan pelayanan yang terbaik, ikut serta pada penentuan
tindakan klinik dalam kedudukan yang setara.
2. Prinsip Beneficence, prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan pada
kebaikan dan kepentingan pasiennya dalam usaha untuk membantu mencegah atau menghilangkan
bahaya atau hanya sekedar mengobati masalah-masalah sederhana yang dialami pasien. Tujuan utama
dari prinsip beneficence sebenarnya lebih menegaskan bahwa seorang dokter harus mengambil
langkah atau tindakan yang lebih banyak dampak baiknya daripada buruknya sehingga pasien
memperoleh kepuasan tertinggi. Semua penyedia layanan kesehatan harus berusaha untuk
meningkatkan kesehatan pasien, dengan melakukan yang paling baik untuk pasien dalam setiap situasi.
3. Prinsip Non-maleficence, suatu prinsip dimana seorang dokter tidak melakukan suatu
perbuatan atau tindakan yang dapat memperburuk pasien. Dokter haruslah memilih tindakan yang
paling kecil risikonya. “Do no harm” merupakan point penting dalam prinsip non-maleficence. Prinsip
ini dapat diterapkan pada kasus-kasus yang bersifat gawat atau darurat. Dalam setiap situasi, penyedia
layanan kesehatan harus menghindari tindakan yang menyebabkan kerugian kepada pasien.
4. Prinsip Justice, prinsip di mana seorang dokter wajib memberikan perlakukan yang adil untuk
semua pasiennya. Dalam hal ini, dokter dilarang membeda-bedakan pasiennya berdasarkan tingkat
ekonomi, agama, suku, kedudukan sosial, dsb. Diperlukan nilai moral keadilan untuk menyediakan
perawatan medis dengan adil agar ada kesamaan dalam perlakuan kepada pasien.

Pada skenario, tindakan dokter gigi saat terjadinya bengkak, nyeri pada gusi dan wajah serta
terjadi sedikit perdarahan di area pemasangan pin pada pasien, dokter gigi hanya langsung meresepkan
obat tanpa memberi sedikitpun penjelasan tentang hal tersebut kepada pasien. hal ini tidak sesuai
dengan prinsip autonomy yang memiliki arti pasien berhak tau kebenaran yang terjadi pada dirinya
seharusnya dokter gigi harus menyampaikan kebenaran atau berita sesungguhnya (tell the truth) pada
pasien. Untuk pemasangan implan sebaiknya hal yang dilakukan adalah dengan melakukan konsultasi
untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan pasien dalam pemasangan implant. Pemeriksaaan
laboratorium seperti pemeriksaan darah, tes alergi, dan juga pemeriksaaan radiografi CBCT 3D atau
panoramic. Kemudian melakukan pemilihan bahan pin implant yang sesuai dengan pasien yang tidak
menimbulkan alergi. Lalu dilakukan pembedahan pemasangan pin implant hingga pemasangan
mahkota implant.
Namun disisi lain, tindakan dokter gigi tersebut sudah sesuai dengan prinsip non-maleficence,
karena pasien merasa kesakitan dan tidak nyaman atas kejadian itu dokter gigi tersebut langsung
meresepkan obat tablet Natrium Diclofenac dan Loratadine, agar mengurangi rasa sakit yg dialami
pasiesn serta agar tidak memperburuk kondisi pasien.
Pada prinsip beneficence, dokter gigi pada awalnya sudah melakukan prinsip ini. Akan tetapi
karena penggunaan implan sebagai pengganti gigi yang ditanamkan ke dalam tulang alveolar rahang
tentunya akan memicu terjadinya reaksi antigen antibodi karena implan tersebut dianggap sebagai
benda asing yang menginvasi tubuh. Dengan tingginya kebutuhan pasien jika implant untuk giginya
yang hilang disertai kondisi sistem imun yang mengalami penurunan secara fisiologis. Maka dokter
seharusnya mempertimbangkan lagi. Sesuai dengan prinsip justice, dokter gigi terlihat tidak
membedakan suku, agama, ras dalam melayani pasien. 4

3. Bagaimana Saudara menanggapi keluhan pasien tersebut?


Jawab :
Berdasarkan skenario pemicu di atas, dikatakan pasien mengalami ketidaknyamanan seperti
memar pada kulit dan gusi, bengkak pada gusi dan wajah, nyeri pada area pemasangan, dan terjadi
sedikit pendarahan. Menurut saya sebagai seorang dokter gigi hal yang baik dilakukan adalah sebelum
dilaksanakannya prosedur perawatan, dokter menjelaskan terlebih dahulu kepada pasien kondisi yang
dialami pasien dengan jujur. Kemungkinan penyebab dari kondisi tersebut dapat disebabkan pasien
mengalami alergi terhadap bahan implant yang baru dipasang ke tulang rahangnya atau adanya
kesalahan dalam pemasangan implant (arah pasangnya). Setelah dokter memberitahu penyebab dari
ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien tersebut, dokter dapat berdiskusi kembali untuk
melakukan anamnesis, seperti menanyakan riwayat penyakit , riwayat komsumsi obat dan riwayat
penyakit keluarga pasien dan bertanya kepada pasien mengenai alergi apa yang dimiliki pasien. 5
Setelah mendapatkan penjelasan dari pasien mengenai alerginya , dokter sebaiknya
menawarkan dan meminta persetujuan pasien untuk mengganti bahan implant dengan yang baru
dengan pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap untuk mengindari munculnya reaksi alergi. Pada
tahap ini, dokter harus melakukan informed consent kepada pasien dengan menjelaskan mengenai
biaya serta efek samping yang mungkin muncul akibat bahan implant ini agar pasien dapat
memutuskan akan menyetujui atau tidak. Kemudian, berikan waktu kepada pasien untuk memutuskan
tehap perawatan selanjutnya. Keputusan yang diberikan memiliki dua kemungkinan, yaitu setuju atau
menolak. Jika pasien menolak, dokter gigi harus menerima keputusan itu dan mencari alternatif solusi
lain yang dapat diberikan kepada pasien. Jika pasien setuju, maka dokter gigi dapat melanjutkan
prosedur tindakan dengan menggunakan bahan implant yang baru . Kemudian dokter gigi bisa
meresepkan obat untuk mengatasi keluhan yang dialami pasien sebelumnya. 5

4. Apa pendapat Saudara ditinjau dari segi hukum, sosial budaya, sosial ekonomi, agama, ras dan lain-
lain?
Jawab:
Dalam melakukan prosedur perawatan kedokteran gigi, tidak menutup kemungkinan akan
terjadinya suatu risiko dari tindakan yang dilakukan seperti pada skenario, sehingga diperlukan adanya
persetujuan tindakan kedokteran atau informed consent. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
290/Menkes/Per/1II/2008 pasal 1 ayat(1) memberikan definisi persetujuan tindakan kedokteran yaitu
persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga setelah mendapat penjelasan lengkap mengenai
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. 2
Jika dilihat dari segi hukum, berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktek Kedokteran Pasal 1 ayat 11 menyatakan bahwa profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah
suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan,
kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani
masyarakat. Tetapi dokter pada skenario telah melakukan pelanggaran kode etik kedokteran gigi,
karena tidak melakukan prosedur medis sesuai SOP dengan benar dan hal ini dapat dikategorikan
sebagai malpraktik. Seharusnya sebelum memulai perawatan, dokter melakukan anamnesis dengan
menanyakan riwayat penyakit, riwayat konsumsi obat sebelumnya, serta riwayat penyakit keluarga
sehingga dokter dapat menentukan prosedur perawatan apa yang cocok untuk pasien. Selain itu,
sebaiknya dokter melakukan informed consent secara tertulis untuk menghidari salah pengertian antara
dokter dan pasien karena perawatan yang akan dilakukan butuh waktu yang panjang dan bertahap. 2
Dari segi sosial budaya, dokter tidak melakukan pemeriksaan yang baik terhadap pasien
merupakan dokter yang tidak baik karena tidak melakukan sop dengan benar dengan
mengesampingkan empati kesehatan pasien dan berorientasi terhadap keuntungan semata. Pada
skenario, dokter mengatakan tidak apa-apa dan hanya menyarankan pasien untuk beristirahat sebelum
pulang, padahal pasien telah mengalami ketidaknyamanan, seperti memar pada kulit dan gusi, bengkak
pada gusi dan wajah, nyeri pada area pemasangan pin dan terjadi sedikit perdarahan. Dokter sebaiknya
menjelaskan lebih rinci lagi mengenai risiko, efek samping, serta kenapa terjadi ketidaknyamanan
seperti yang dialami pasien.
Dari segi agama, seorang dokter yang merupakan perpanjangan tangan Tuhan untuk
menyembuhkan pasien tetapi pada skenario dokter tidak melakukannya dengan benar, hal tersebut
merupakan dosa yang besar yang dilakukan oleh seorang dokter. Dokter gigi juga sudah mengucapkan
sumpah dokter menurut agama dan kepercayaan masing-masing dimana dokter akan meletakkan
kepentingan dan keselamatan pasien diatas segala-galanya tanpa memikirkan bayaran yang akan
diterimanya.
Dari segi prinsip etika medis, dokter gigi telah melanggar prinsip autonomy dan beneficence.
Pada prinsip autonomy, seharusnya dokter melakukan anamnesis secara lengkap dengan melakukan
medical check-up, menanyakan riwayat penyakit, riwayat konsumsi obat sebelumnya, serta riwayat
penyakit keluarga. Namun, dokter pada skenario langsung menyarankan beberapa jenis gigi palsu dan
menjelaskan efek sampingnya tanpa melakukan anamnesis terlebih dahulu. Pada prinsip beneficence,
dokter seharusnya melakukan tindakan terbaik dengan memikirkan keselamatan dan kesejahteraan
pasien. Namun pada skenario dokter tidak menerapkan prinsip tersebut dan hanya memikirkan
keuntungan pribadi dan tidak terlalu menghiraukan kalau pasien merasa tidak nyaman serta mengalami
sedikit pendarahan.1

5. Bagaimana menurut anda apabila anda mendapat kasus seperti ini, apa yang sebaiknya anda lakukan?
Jawab :
Implan gigi merupakan sekrup titanium yang ditanamkan pada rahang gigi yang berfungsi
sebagai pengganti akar gigi yang hilang serta untuk menahan gigi palsu. Pemasangan implant gigi
dapat dilakukan jika seseorang memiliki gigi keluhan gigi tanggal atau gigi ompong, namun tidak
ingin menggunakan gigi palsu.
Pada skenario diatas terjadi masalah ketika dilakukan pemasangan pin (sekrup) pada rahang
pasien, sebelum pemasangan mahkota gigi, pasien mengalami ketidaknyamanan, berupa memar pada
kulit dan gusi. Hal ini biasanya disebabkan adanya ketidakcocokan antara bahan yang digunakan.
Ketika hal tersebut terjadi penanganan yang dapat saya lakukan adalah, jika implant menunjukkan
peningkatan mobilitas yang mengarah pada inflamasi sebaiknya implant perlu dilepaskan segera agar
tidak terjadi gejala yang lebih parah. Kemudian saya juga akan memberikan antibiotik pengurang rasa
sakit kepada pasien. Jika infeksi sudah mulai membaik maka implanasi segera dilakukan dengan
menggunakan bahan yang dapat diterima antara kontak langsung implant terhadap saraf yang ada
didekatnya. Untuk penggunaan bahan implant yang baik digunakan adalah kompatibel yang sering
dipakai berupa titanium dan calcium-phosphate ceramic tertentu.

6. Pada kasus ini, apakah tujuan dokter gigi meresepkan tablet Natrium Diclofenac dan Loratadine?
Jelaskan jawaban saudara?
Jawab :
Natrium Diclofenac adalah obat yang tergolong anti inflanatori non steroid (AINS) yang
memiliki efek anti radang kuat dan efek samping lemah dibanding obat lain seperti indometasin dan
piroxicam. Pemberian obat Natrium Diclofenac oleh dokter gigi bertujuan untuk mengatasai rasa nyeri,
mengurangi gangguan inflamasi seperti infeksi, panas, cedera, dismenore (keluhan kram), nyeri ringan
sampai sedang pasca operasi khususnya ketika pasien mengalami peradangan. Natrium Diclofenac
bekerja dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase yang membantu pembentukan prostaglandin
saat terjadi luka yang menyebabkan rasa sakit dan peradangan. Dengan menghalangi kerja enzim
COX, prostaglandin lebih sedikit di produksi yang berrti rasa sakit dan peradangan akan mereda. 6
Loratadine adalah obat yang digunakan untuk mengelola dan mengobati rhinitis alergi dan
urtikaria. Loratadine merupakan antagonis reseptor histamin H1 piperidin dengan sifat anti alergi tetapi
tanpa efek sedative. Obat ini disetujui FDA untuk meredakan rinitis alergi (demam) dan urtikaria
(ruam kulit alergi). Loratadine obat untuk meredakan gejala alergi, seperti bersin, hidung meler, mata
berair, ruam kulit yang terasa gatal, atau biduran.7
Berdasarkan kegunaan kedua obat tersebut, tujuan pemberian obat kepada pasien adalah untuk
mengurangi rasa sakit dan reaksi alergi yang di timbulkan oleh implant yang sudah di pasang di dalam
rahang pasien.6,7

7. Jika pemasangan implant gagal, apakah hal tersebut melanggar hukum kesehatan?
Jawab :
Jika kegagalan implant yang disebabkankan karena dokter tidak melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, serta radiografi dengan baik, hal ini termasuk pelanggaran medis.
pada hakitatnya kelalaian adalah kegagalan seorang professional untuk bekerja sesuai dengan standar
yang diharapkan dari profesinya. Kelalaian itu bisa terjadi karena ketidaksengajaan (culpa), kurang
hati-hati, tidak peduli, sebenarnya akibat yang ditimbulkan itu merupakan tujuan tindakan tersebut.
Sehingga pemasangan implant yang gagal termasuk melanggar hukum kesehatan, karena tujuan
sebenarnya dari tindakan tidak terwujud. Seorang dokter gigi dalam menjalankan profesinya dapat
dimungkinkan melakukan seuatu kesalahan yang berakibat tidak sesuai dengan yang dikehendaki,
kemudian berujung dengan perbuatan tindak pidana. Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa ada
perbedaan yang sangat mendasar antar tindak pidana biasa dan tindak pidana medis, artinya tindak
pidana biasa yang menjadi titik perhatian utama adalah akibat dari tindakan tersebut dan tindak pidana
medis adalah kausa atau sebab serta proses dan bukan akibat tadi. 8
Dokter gigi dalam menjalankan profesinya ketika melakukan suatu kesalahan yang
menimbulkan akibat yang tidak dikehendaki, tidak bisa hanya dilihat dari akibat yang telah
ditimbulkan melainkan juga harus melihat proses dari akibat itu muncul. Meski terkadang kesalahan
tersebut terdapat adanya suatu kelalaian dengan menggunakan asas res ipsa loquitor, tetapi masih tetap
harus mempertimbangkan suatu kondisi. Tindakan medis dokter atau dokter gigi yang menimbulkan
hal-hal yang tidak dikehendaki, memungkinkan untuk masuk dalam kualifikasi malpraktik medis,
kelalaian medis atau resiko medis.8
Namun jika kegagalan implant karena kondisi oral hygine pasien yang tidak di jaga setelah
pemasangan pin implant sehingga menyebabkan infeksi atau goyangnya pin implant (periimplantitis)
itu bukan pelanggaran medis.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Penggunaan kaidah dasar bioetika merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pengambilan
keputusan klinis yang etis. Konsep prima facie akan memudahkan bagi dokter dalam membuat keputusan
medis yang etis dalam kehidupan sehari. Dengan meningkatkan pemahaman dan pelatihan penggunaan kaidah
dasar bioetika dalam kehidupan sehari-hari diharapkan akan mampu menjaga hubungan dokter secara lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suryadi T, Prinsip-Prinsip Etika dan Hukum Dalam Prinsip Kedokteran. 2019: 5.


2. Purwanti S, Raharjo S, J.S. Murdomo. Tinjauan yuridis konsekuensi pidana pada pelanggaran informed consent
sebagai dasar transaksi terapeutik penyelenggaraan praktek kedokteran. E-journal Janabadra 2020; 3(2): 229-253.
3. Sofia J A. Kajian Penerapan Etika Dokter Pada Pemberian Pelayanan Kesehatan Di Era Pandemi Covid-19. J
Hukum dan Pembangunan Ekonomi 2020:8(2):16-25.
4. Ananda N. Perimbangan penggunaan implant gigi pada lansia. Insisiva Dent J 2017; 6(1): 47-50.
5. Sujarwo M. Optimalisasi penanganan keluhan pasien untuk meningkatkan kepuasan pasien pada rumah sakit .
2019; 8(1).
6. Hutauruk T, Rosita A, Oktavianawati I. Sintesis Asam 2-(2-(n-(2,6-diklorofenil)-4 fluorobenzamida)fenil) Asetat
sebagai Kandidat Obat Penghambat COX (siklooksigenase). J Pustaka Kesehatan 2014:2(2):215-220.
7. Sidhu G, Akhondi H. Loratadine. (16 Maret 2022).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542278/#_NBK542278_pubdet_. (12 Januari 2023)
8. Qomariyah S I, Ohoiwutun Y A T, Prihatmini S. Tindak Pidana Kelalaian Dokter Gigi yang Menyebabkan Luka
pada Pasien (Analisis Putusan Nomor: 257/Pid.B/2015/PN.Dps). J Lentera Hukum 2018:5(3):493-506.
9.

Anda mungkin juga menyukai