Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1
ETIKA KEDOKTERAN
BLOK 23 ETIKA DAN HUKUM

KELOMPOK TUTORIAL 10

NAMA ANGGOTA :
1. Faridah Risnawati (161610101091)
2. Saraswita Gabrillah Saetikho (161610101092)
3. Favinas Octa Nuri Tsalats (161610101093)
4. Nur Fitriyana (161610101094)
5. Syifa Qurratu'ain (161610101096)
6. Yenny Afiv (161610101097)
7. Salsabila Reza (161610101098)
8. Nadiah Pujiati (161610101099)
9. Raquel Ananda (161610101100)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2019

1
SKENARIO 1

ETIKA KEDOKTERAN

Seorang pasien pria 45 tahun mengeluhkan pelayanan yang dilakukan oleh seorang
dokter gigi bernama Nina. Pasien seminggu yang lalu mencabutkan giginya ditempat
praktek dokter tersebut dan dijanjikan akan dipasangkan gigi baru namun tidak jadi
dilakukan. Saya dijanjikan oleh dokter, bahwa seminggu setelah cabut gigi akan
dibuatkan gigi tiruan. Tetapi setelah seminggu kemudian sang dokter beralasan nanti
akan dipasang dua minggu lagi, kata pasien. Pasien bersikukuh berkeinginan untuk
memperoleh gigi tiruan tersebut berdasarkan kesepakatan lisan bersama sang dokter
dengan biaya Rp 3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah) untuk pemasangan tiga
buah gigi dan sudah dibayar tunai. Tetapi karena alasan dua minggu baru akan dipasang
maka saya bersama keluarga saya meminta uang tersebut untuk dikembalikan, tetapi
sang dokter justru memotong uang tersebut sejumlah Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasien juga mengatakan pernah mencari second opinion ke dokter gigi lain dua hari
setelah pencabutan penderita . Sementara itu aksi perbuatan sang dokter, mendapat
kecaman dari Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menilai kasus tersebut sebagai
pelanggaran. LSM menilai "Itu merupakan pelanggaran etika, moral dan kurangnya
pemahaman kode etik dari seorang dokter gigi terhadap pasien, serta tidak
profesionalnya dokter gigi”. Dia pun mengatakan akan menindak lanjuti kasus tersebut
keranah yang lebih tinggi. "Saya akan melaporkan ke persatuan dokter Gigi Indonesia,"
tandasnya. Pada tempat yang terpisah dokter gigi menjelaskan pada saat
dikonfirmasikan terkait kasus ini, bahwa kasus tersebut hanyalah miskomunikasi. "Ini
hanya masalah kurang komunikasi antara pasien dengan dokter”. Dijelaskannya untuk
waktu pemasangan gigi tiruan, secara teknis membutuhkan waktu 2 minggu. Pada saat
pasien tersebut datang pada seminggu kemudian, saya katakan bahwa nanti akan
melakukannya (persiapan pembuatan gigi tiruan yang meliputi preparasi dan mencetak)
pada besok harinya karena banyak pasien, tuturnya. Lanjut dia, untuk masalah gigi
tiruan tidak segampang dan secepat keinginan pasien. Saya sudah memberikan jalan
tengah kalau pasien mau yang cepat bisa dipasang gigi palsu jenis akrilik yang hanya 1
minggu pengerjaannya. Namun antara saya dan pasien sudah sepakat untuk
menggunakan porselen. Terkait pemotongan uang sejumlah Rp. 1.000.000,- kata dokter

2
tersebut adalah sebagai biaya perawatan dan operasional yang telah dilakukan kepada
pasien. "Itukan untuk ongkos kerja membuat gigi palsu yang sudah dipesan, preparasi,
ilmu, teori hingga praktek saya sebagai dokter gigi," tandasnya.Dalam menjalankan
tugas profesinya, seorang dokter gigi akan selalu terkait dengan bioetika, yang
kemudian akan diatur dalam kode etik kedokteran Gigi. Namun kini, tidak sedikit
dokter yang melanggarnya. Segelintir dokter yang melakukan pelanggaran tersebut akan
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap dokter, sehingga meyamaratakan
pandangan itu terhadap semua dokter. Nampaknya, meskipun dokter telah berupaya
melaksanakan tugas profesinya sesuai dengan standar profesi dan rambu-rambu
pelaksanaannya sesuai dengan kode etik kedokteran, tetapi tetap masih ada beberapa
dokter yang menjadi sorotan masyarakat dengan berbagai tuduhan. Sebenarnya sorotan
masyarakat terhadap profesi dokter merupakan satu pertanda bahwa saat ini sebagian
masyarakat masih belum puas terhadap pelayanan dan pengabdian para dokter pada
masyarakat pada umumnya atau pada pasien pada khususnya, sebagai pengguna jasa
dokter. Sebenarnya ketidakpuasan tersebut disebabkan karena harapannya tidak dapat
dipenuhi oleh para dokter, atau dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan
pasien dan kenyataan yang didapatkan oleh pasien. Diskusikanlah kasus tersebut di atas,
terutama dengan mempertimbangkan masalah etika, moral dan bioetika

3
STEP 1
CLARIFYING TERM

1. Second opinion : pendapat medis yang diberikan oleh dokter yang


berbeda.
Bioetika : 2 kata -> bio (hidup) etos (moral) penerapan etika dalam ilmu
biologi / kesehatan. Merupakan kombinasi dengan sistem nilai
kemanusiaan. cabang etika yang mempelajari masalah terkait kedokteran
dan biologi, termasuk masalah terapi, hak pasien, hak dokter dan profesi
kesehatan lainnya, batasan-batasan terhadap intervensi medis seperti aborsi
dan euthanasia, serta ketepatgunaan penelitian genetika dan aplikasinya
2. Standar profesi : sebuah panduan sebagai petunjuk agar pekerjaannya baik,
adanya batasan pekerjaan dari dokter.
3. Misscommunication : kesalahan pengertian pesan, dan menghasilkan
respon yang berlawanan dan tidak sesuai harapan. Dilakukan oleh
komunikator dan ditangkap berbeda dgn komunikan.
4. LSM : Lembaga swadaya masyrakat yang bisa didirikan oleh kelompok
maupun perseorangan, dan bukan untuk mencari laba dan juga bukan
berasal dari pemerintah.
5. Kode etik kedokteran : pedoman bagi seorang dokter untuk melaksanakan
tugas. Dan sudah diatur dalam peraturan undang-undang.
6. Etika : suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, dan bisa
menunjukkan jalan apa yang harus dilakukan.
7. Moral : suatu aturan aturan memuat perilaku yang diterapkan individu di
lingkungan masyarakat

4
STEP 2
DEFINING THE PROBLEM

1. Apa saja perbedaan antara etika dan moral ?


2. Apa tujuan dibentuknya kode etik?
3. Apa saja prinsip dari kode etik kedokteran ?
4. Bagaimana sikap dari dokter gigi sebagai second opinion ?
5. Apakah dokter nina melanggar kode etik yang ada, jika ada. Mengapa?
6. Apa yang harus dilakukan jika dokter nina melakukan pelanggaran kode
etik ?

STEP 3
BRAINSTORMING

1. Etika : ilmu yang mengatur ilmu perilaku manusia, knowing , melakukan


apa yang benar– moral : aplikasi dari ilmu etika, sumber acuan dari norma
dan adat istiadat, Etika merujuk pada apa yang diketahui (knowing)
sedangkan moralitas adalah apa yang dilakukan (doing). Sehingga, etika
akan memberikan kriteria secara rasional untuk manusia dapat
memutuskan dan bertindak diantara cara-cara lainnya.

2. Berikut adalah tujuan dibentuknya kode etik :


- dokter akan menghargai hak pasien dan mengetahui batasan-batasan
- kepada pasien
- Hanya memberikan pilihan kepada pasien
- Rahasia pasien terjaga
- Dokter memandang pasien tidak berbeda-beda
- Menjaga keprofesionalan dokter
- Memberikan yang terbaik untuk pasien

5
- Memberikan rambu-rambu agar tidak melenceng
- Agar dokter tersebut menjalankan sesuai standar operasional
- Untuk mengantisipasi perbuatan buruk kepada pasien
- Agar dokter tidak memberikan keterangan palsu

3. Prinsip etika kedokteran :


- Alternatif principle : etika naratif, komunikasi, dan etika kasih sayang
- Principle : mementingkan etika dalam bertindak, 4 basic moral->
autonomy(menghormati otonomi pasien),non malefience(tidak
merugikan orang lain), benefience (dokter memberikan manfaat yang
lebih baik), justice(keadilan)
etika normatif -> 3 jenis -> deontologi (benar tidaknya tindakan
berdasarkan tindakan tersebut), teleologi(berdasarkan akibat
terjadinya),virtue (tergantung dan sangat subjektif)

4. Sikap dokter sebagai second opinion :


- tidak boleh merebut pasien dokter lain tanpa persetujuan dokter
yang merawat sebelumnya
- menasehati pasien dan mengamati
- bertindak jujur
- membuat opini berdasarkan ilmu
- mejelaskan dengan lengkap kepada pasien
- kepentingan pasien
- tidak boleh menjelekkan teman sejawat didepan pasien

5. Apakah dokter nina melanggar kode etik


- Letak kesalahan dokter : misscomm -> dokter tidak
menjelaskan prosedur pengerjaaan dengan lengkap dan jelas
kepada pasien.
- Melanggar pinsip autonomy. Melanggar non malefience ->
dokter menunda2 pengerjaan GTL.

6
- Dokter mengulur waktu pemasangan, sehingga Menyebabkan
pasien tidak puas dengan perawatan dokter

6. Apa yang harus dilakukan jika dokter nina melakukan pelanggaran kode
etik ?
Jika dibuktikan bersalah maka pdgi akan memberikan sanksi
berdasarkan kerugian yang disebabkan. Sanksi yang diberikan juga
memiliki kriteria sebelum menjatuhkan sanski -> bersifat mendidik, tidak
bersifat merugikan kepada dokter yang bersangkutan.
Alur pengaduan pasien/masyarakat : LSM-> majelis displin
kedokteran indonesia->apabila benar-> majelis kehormatan etik
kedokteran-> dilakukan pemeriksana-> jika benar-> MKDI menjatuhkan
sanksi. Jika pelanggaran berat, maka diteruskan ke pihak yang lebih
berwenang.
Yang harus dilakukan :
Dibicarakan terlebih dahulu kepada pasien yang bersangkutan -> bisa
meminta bantuan LSM untuk ditengahi-> jika tidak bertemu dgn titik
terang -> ke pihak berwenang

7
STEP 4
MAPPING

ETIKA MORAL

BIOETIKA
KODE
ETIK
KEDOKTERAN AUTONOMY
KEPUASAN
PRINSIP TERCAPAI PASIEN
JUSTICE

TIDAK PELANGGARAN
NON- TERCAPAI
MALEFICENCE

SANKSI
BENEFICENCE

STEP 5
LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami etika,moral, dan bioetika


2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami kode etik kedokteran
3. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami prinsip bioetika
4. Mahasiswa mampu memberikan pertimbangan masalah yang berkaitan
dengan etika,moral,dan bioetika dalam memberikan perawatan dan
pengobatan.

8
STEP 7
REPORTING

1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami etika, moral, dan


bioetika.

ETIKA
Etika bersangkutan dengan manusia secara pribadi dalam “kemanusiannya”,
yaitu manusia yang sudah dan mampu menyadari dirinya sendiri dalam berpikir,
bersikap, berbicara, bertingkah laku terhadap manusia lain dan (dalam)
masyarakat, terhadap Tuhan sang Pencipta dan terhadap lingkungan tempat hidup
beserta seluruh isinya. Etika penting karena masyarakat selalu berubah, sehingga
kita harus dapat memilih dan menyadari kemajemukan (norma) yang ada (filsafat
praksiologik). Jadi etika juga adalah alasan untuk memilih nilai yang benar di
tengah belantara norma (filsafat moral) (Afandi, 2017).
Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma
moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Etika sebagaimana
metode filsafat, mengandung permusyawaratan dan argumen eksplisit untuk
membenarkan tindakan tertentu (etika praktis), juga membahas asas-asas yang
mengatur karakter manusia ideal atau kode etik profesi tertentu (etika normatif).
Namun yang membedakannya adalah bahwa moral merupakan nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Perbedaan etika dengan moralitas, bahwa moralitas
adalah pandangan tentang kebaikan/kebenaran dalam masyarakat. Suatu hukum
dasar masyarakat yang paling hakiki dan amat kuat. Juga suatu perbuatan benar
atas dasar suatu prinsip (maxim). Ia merujuk pada perilaku yang sesuai dengan
"kebiasaan atau perjanjian rakyat yang telah diterima", sesuai nilai dan pandangan
hidup sejak masa kanak-kanak, tanpa permusyawaratan (Afandi, 2017).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1988), etika dijelaskan dalam tiga arti, yaitu (Bertens, 2007):

9
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak).
Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika
baru menjadi ilmu, bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan
nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja
diterima dalam suatu mayarakat – seringkali tanpa disadari – menjadi
bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika disini
sama artinya dengan filsafat moral (Bertens, 2007).
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud
disini adalah kode etik. Beberapa tahun yang lalu oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia diterbitkan sebuah kode etik untuk rumah
sakit yang diberi judul “Etika Rumah Sakit Indonesia”(1986), disingkat
ERSI (Bertens, 2007).
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Secara singkat, arti ini bisa dirumuskan juga sebagai
“sistem nilai” yang berfungsi dalam hidup manusia perorangan atau hidup
pada taraf sosial. Misalnya etika suku-suku Indian, etika agama Buddha,
etika Protestan (ingat akan buku termahsyur Max Weber, The Protestant
Ethic and the Spirit of Capitalism) (Bertens, 2007).

Menurut Tonyet al. (2003), di dalam budaya masyarakat barat terdapat


enam teori etika yang biasa digunakan. Ke-enam teori tersebut ialah:
1. Utilitarian Consequent Based
Teori ini menilai baik atau buruknya suatu perilaku atau tindakan
berdasarkan konsekuensi yang akan diakibatkan.Utilitarianism dapat
diartikan sebagai rasio manfaat-kerugian yang mana suatu tindakan
bernilai baik apabila tindakan tersebut dapat memberikan lebih banyak

10
kegunaan dibandingkan hal-hal negatif yang diakibatkan. Teori ini
memperbolehkan tindakan-tindakan immoral dilakukan dengan dasar
adanya kegunaan bila tindakan tersebut dilakukan.
2. Obligation Based
Teori ini dikemukakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) dan didasari oleh
filosofi Kantian. Obligation based menyatakan bahwa moralitas secara
murni didasari oleh nalar dan bukan berasal dari intuisi, suara hati nurani
maupun emosi.Sehingga suatu tindakan dianggap benar apabila memiliki
alasan dan kewajiban moral.
3. Rights Based
Teori ini menekankan pada hak-hak individual manusia seperti untuk
memiliki hidup, merdeka dan berekspresi. Seseorang memiliki hak-hak
privat masing-masing yang membuat mereka bebas untuk mengatur dan
menentukan sendiri apa yang akan dilakukannya.
4. Community Based
Teori ini mempertimbangkan nilai-nilai komunitas seperti kebaikan
umum, tujuan sosial dan tradisi dalam menentukan perbuatan yang
dianggap etis.
5. Relation Based
Relasi dalam keluarga menjadi dasar teori ini. Sehingga tindakan yang
dilakukan tidak boleh merusak fungsi normal dalam unit keluarga. Dalam
menerapkan teori ini, biasanya faktor psikologis dan emosional akan
sangat mempengaruhi.
6. Case Based
Keputusan dan tindakan akan secara praktis ditentukan pada saat
munculnya suatu kasus. Teori ini memiliki suatu preasumsi filosofis yang
terfiksir.

Komponen Etika
Komponen etika dibagi menjadi empat dengan uraian sebagai berikut
(Juhaya, 2010):

11
1. Kebebasan dan Tanggungjawab
Kebebasan bagi manusia artinya seseorang dapat menentukan apa yang
mau dilakukannya secara fisik. Manusia dapat menggerakkan anggota
tubunya sesuai dengan kehendaknya tetapi dalam batas-batas tertentu dan
manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
2. Hak dan Kewajiban
Hak dan kewajiban merupakan hal yang saling berkaitan. Menurut
pandangan etika, kewajiban merupakan pekerjaan yang dirasa oleh hati
manusia itu sendiri tentang sesuatu yang harus dikerjakan dan
ditinggalkan.
3. Baik dan Buruk
Etika selalu membahas baik dan buruk perilaku manusia. Etika yang benar
akan menunjukkan tindakan yang baik, sedangkan etika yang salah akan
menunjukkan tindakan yang buruk.
4. Keutamaan dan Kebahagiaan
Keutamaan etikka berkaitan dengan tindakan atas perilaku yangpantas
dikagummi dan disanjung. Sedangkan kebahagiaan adalah keadaan
subjektif yang menyebabkan seseoang merasa dalam dirinya ada kepuasan
dan menyadari dirinya mempunyaii sesuatu yang baik.

MORAL
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia moral diartikan sebagai: (1) (ajaran
tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban,
dsb; akhlak; budi pekerti; susila; (2) kondisi mental yang membuat orang tetap
berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, bersedia berkorban, menderita,
menghadapi bahaya, dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap
dalam perbuatan; dan (3) ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita
(KBBI, 2019).
Secara umum makna moral ini hampir sama dengan etika, namun jika
dicermati ternyata makna moral lebih tertuju pada ajaran-ajaran dan kondisi
mental seseorang yang membuatnya untuk bersikap dan berperilaku baik atau

12
buruk. Jadi, makna moral lebih aplikatif jika dibandingkan dengan makna etika
yang lebih normatif. Etika merupakan kajian atau filsafat tentang moral, dan
moral merupakan perwujudan etika dalam sikap dan perilaku nyata sehari-hari
(Marzuki, 2013).

BIOETIKA
Bioetika berasal dari bahasa Yunani (Bios=hidup dan Ethos=adat istiadat)
yang secara harafiah berarti etika hidup. Bioetika merujuk pada studi sistematis
atas perilaku dalam ilmu-ilmu tentang hidup dan kesehatan, sejauh perilaku ini
diuji dalam nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral (Universitas Esa Unggul, 2017).
Bioetika adalah studi interdisipliner tentang problem-problem yang ditimbulkan
oleh perkem-bangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik pada skala mikro
maupun pada skala makro, lagipula tentang dampaknya atas masyarakat luas serta
sistim nilainya kini dan masa mendatang. Bioetika bersifat pluralistik/terbuka
karena pada bioetika kebudayaan dikedepankan, agamawan didengar, suara-suara
yang berbeda direspon, dan dialog yang rasional dibuka. Bioetika (Biomedical
ethics) meru-pakan cabang dari etika normatif dan merupakan etika yang
berhubungan dengan praktek kedokteran dan atau penelitian dibidang biomedik
(Wakiran et al, 2013).

2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami kode etik


kedokteran
Kode etika kedokteran merupakan ”terjemahan” dari asas-asas etika menjadi
ketentuan-ketentuan pragmatis yang memuat hal-hal yang boleh dilakukan dan
hal-hal yang harus dihindari. Aturan-aturan etika yang disusun oleh asosiasi atau
perhimpunan keprofesian sebagai pedoman perilaku bagi anggota-anggota profesi
itu, umumnya dinamakan kode etik (code of ethics). Istilah ”kode” berasal dari
kata latin codex yang antara lain berarti buku, atau sesuatu yang tertulis, atau
seperangkat asas-asas atau aturan-aturan. Dari pengertian seperti inilah Kode Etik
Kedokteran dapat diartikan sebagai seperangkat (tertulis) tentang peraturan-
peraturan etika yang memuat amar (apa yang dibolehkan) dan larangan (apa yang

13
harus dihindari) sebagai pedoman pragmatis bagi dokter dalam menjalankan
profesinya. Dapat juga dikatakan, Kode Etik Kedokteran adalah buku yang
memuat aturan-aturan etika bagi dokter (Suryadi, 2009).
Etika kedokteran berfokus terutama dengan masalah yang muncul dalam
praktik pengobatan. Dalam etika kedokteran isu-isu yang mengemuka terutama
menyangkut tujuan pengobatan, refleksi kritis terhadap suatu tindakan dan
mengembangkan otonomi dalam pengambilan keputusan dalam lingkup pasien,
dokter dan pihak lain yang terkait dalam sistem praktik kedokteran (Afandi,
2017).
Kodeki (Kode Etik Kedokteran Indonesia) atau disebut juga etika profesi
dokter adalah merupakan pedoman bagi dokter Indonesia dalam melaksanakan
praktik kedokteran. Dasar dari adanya Kodeki ini dapat kita lihat pada penjelasan
Pasal 8 huruf f UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran”) dan Pasal 24
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Etika profesi adalah kode etik dokter
dan kode etik dokter gigi yang disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan
Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) (Pelafu, 2015).
Profesi dokter merupakan profesi yang berwibawa dan disegani oleh
masyarakat. Masyarakat secara umum beranggapan bahwa dokter dapat
menyembuhkan pasien yang sakit. Perannya yang begitu mulia ini kadang dalam
kenyataanya masih perlu ditata. Hubungan dokter dan pasien menjadi hal pokok
dalam masa penyembuhan. Komunikasi diantara keduanya haruslah baik dan
tersambung sehingga dapat dimengerti satu sama lain. Sejatinya, semua dokter
telah mengenal etik kedokteran. Pedoman berprofesi tersebut telah diperkenalkan
sejak duduk dibangku pendidikan, hingga menjadi suatu pengalaman pribadi.
Perilaku seorang dokter terhadap pasien kadang tidak sewibawa profesi dokter itu
sendiri. Pada kenyataanya kita bisa melihat ada saja dokter yang melakukan
tindakan yang sudah berada diluar kode etik kedokteran dengan kata lain
melakukan pelanggran disiplin dokter/kedokteran. Oleh karena itu, etika profesi
kedokteran mampu menjaga citra dokter dalam melaksanakan tugas profesinya
dan juga akan membuat dokter tidak akan bertindak semena-mena terhadap
pasiennya (Pelafu, 2015).

14
Dalam Pedoman Pelaksanaa Kode Etik Kedokteran terdapat beberapa
ketentuan umum yang harus ditaati sebagai seorang dokter, jika dikaitkan dengan
skenario maka berlaku pasal-pasal berikut : (MKEK.2004)
 Pasal 1: Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah dokter. Penjelasan beberapa hal yang berkaitan dengan
lafal sumpah dokter. Beberapa kata dalam sumpah dokter, yang memerlukan
penjelasan antara lain:
a. Dalam pengertian "Guru-guru saya", termasuk juga mereka yang pernah
menjadi guru/dosennya.
b. Dalam ikrar sumpah yang keempat, dikemukakan bahwa dalam
menjalankan tugas seorang dokter akan mengutamakan kepentingan
masyarakat. Dalam pengertian ini tak berarti bahwa kepentingan individu
pasien dikorbankan demi kepentingan masyarakat tetapi harus ada
keseimbangan pertimbangan antara keduanya.Contoh ekses yang dapat
timbul : Seorang dokter melakukan eksperimen pada pasiennya tanpa
memperhatikan keselamatan pasien tersebut demi kepentingan masyarakat
(Neurenberg trial). Pelayanan KB massal kadang-kadang menyampingkan
kepentingan individu demi kepentingan masyarakat luas. Dalam perang
dibenarkan adanya korban prajurit demi kepentingan negara.
 Pasal 2 : Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya
sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. Yang dimaksud dengan ukuran
tertinggi dalam melakukan profesi kedokteran adalah yang sesuai dengan ilmu
kedokteran mutakhir, sarana yang tersedia, kemampuan pasien, etika umum,
etika kedokteran, hukum dan agama. IImu kedokteran yang menyangkut
segala pengetahuan dan ketrampilan yang telah diajarkan dan dimiliki harus
dipelihara dan dipupuk, sesuai dengan fitrah dan kemampuan dokter tersebut.
Etika umum dan etika kedokteran harus diamalkan dalam melaksanakan
profesi secara tulus ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap sesama manusia, serta
penampilan tingkah laku, tutur kata dan berbagai sifat lain yang terpuji,
seimbang dengan martabat jabatan dokter. Ijazah yang dimiliki seseorang,

15
merupakan persyaratan untuk memperoleh ijin kerja sesuai profesinya (SID
(Surat Ijin Dokter)/SP (Surat Penugasan)). Untuk melakukan pekerjaan
profesi kedokteran, wajib dituruti peraturan perundang-undangan yang
berlaku (SIP, yaitu: Surat Ijin Penugasan). Dokter mempunyai tanggung
jawab yang besar, bukan saja terhadap manusia lain dan hukum, tetapi
terpenting adalah terhadap keinsyafan bathinnya sendiri, dan akhirnya kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Pasien dan keluarganya akan menerima hasil usaha
dari seorang dokter, kalau ia percaya akan keahlian dokter itu dan
kesungguhannya, sehingga mereka tidak menganggap menjadi masalah bila
usaha penyembuhan yang dilakukan gagal. Dengan demikian seorang dokter
harus menginsyafi betapa beratnya tanggung jawab dokter. Perlu diperhatikan
bahwa perbuatan setiap dokter, mempengaruhi pendapat orang banyak
terhadap seluruh dokter. Pelayanan yang diberikan kepada pasien yang
dirawat hendaknya adalah seluruh kemampuan sang dokter dalam bidang ilmu
pengetahuan dan perikemanusiaan.
 Pasal 18 : Setiap dokter wajib memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana
ia sendiri ingin diperlakukan. Penjelasan pasal tersebut adalah sesama dokter
sebagai sejawat sebenarnya ingin saling diperlakukan sama oleh teman
sejawatnya (golden rule). Konteks kesejawatan dalam hal ini adalah
kesetaraan hubungan antar sejawat, tidak ada salah satu yang diduga
berperilaku menyimpang. Makna berikutnya ialah agar setiap setiap dokter
menahan diri untuk tidak membuat sulit, bingung, kecewa/marah sejawatnya
sehingga terwujud organisasi profesi yang tangguh dengan tradisi luhur
pengabdi profesi sebagai model panutannya
 Pasal 19 : Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,
kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur etis. .
Penjelasan pasal tersebut adalah Setiap dokter seyogyanya memahami dan
menyadari bahwa masalah saling toleransi menjadi kunci dari penegakan etik
kesejawatan ini. Padasaling toleransi menjadi kunci dari penegakan etik
kesejawatan ini. Pada umumnya, jika seseorang sudah percaya pada seorang
dokter maka dokter tersebut akan terus dicari pasien walaupun keberadaan

16
praktiknya jauh dari rumahnya. Saat ini di kota besar perkembangan
pengetahuan masyarakat umum maju dengan pesat. Penyakit dengan
pengobatannya dengan pengobatannya akan lebih terbuka dengan tele-health
care, e-health, menggunakanakan lebih terbuka dengan teknologi informasi-
komunikasi.
Beberapa ketentuan globalisasi di masa informasi-komunikasi. Beberapa
ketentuan globalisasi di masa depan, akan menjadi pemicu perubahan tentang
etika depan, akan menjadi pemicu perubahan tentang Penggunaan second
opinion untuk tujuan kesehatan atau tujuan tujuan hukum diberbeda masa
depan dimungkinkan. Keduanya harus di masa depan dimungkinkan.
Keduanya harus berbeda perlakuannya. Pemberian obat yang kurang rasional
khususnya pada orangtua dan anak berpeluang menimbulkan konfik
etikolegal.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami prinsip bioetika.


Etika kedokteran terapan dibagi menjadi 2 golongan besar (Afandi, 2017):
 Principlsm: Mementingkan prinsip etik ketika bertindak. Termasuk dalam
konteks ini adalah etika normatif, 4 basic moral principle, konsep
libertarianism serta benefience in trust.
Terdapat 3 teori etika normatif:
a. Deontologi
Deon berarti wajib. Pada teori ini benar tidaknya tindakan didasarkan
pada cara bertindak tanpa melihat akibat.
b. Teleologi
Pada teori ini benar tidaknya suatu tindakan didasarkan pada akibat
yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut
c. Virtue
Pada teori ini benar tidaknya tindakan didasarkan pada norma-norma
yang diambil.
Yang termasuk dalam 4 basic moral principle adalah sebagai berikut:
a. Respect for Autonomy (menghormati autonomi pasien)

17
Otonomi secara literatur adalah aturan yang mengatur diri sendiri
secara tenang dan tidak tergesa-gesa. Dasar-dasar respect for autonomy
terkait erat dengan dasar mengenai rasa hormat terhadap martabat
manusia dengan segala karakteristik yang dimilikinya karena ia adalah
seorang manusia yang memiliki nilai dan berhak untuk meminta.
Otonomi adalah aturan personal yang bebas dari campur tangan
pihak lain. Beuchamp dan Childress merumuskan hal ini sebagai kata
“tindakan otonomi tidak hanya ditujukan untuk mengontrol
pembatasan oleh orang lain”. Respect for autonomy merupakan
sesuatu yang hanya diwajibkan bila ia tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip kaidah bioetika yang utama lainnya, contohnya: jika
sebuah tindakan otonomi akan membahayakan manusia lain, maka
prinsip respect for autonomy akan bertentangan dengan prinsip
nonmaleficence, maka harus diputuskan prinsip yang ditetapkan
(Afandi, 2017).
Autonomi memiliki ciri-ciri:
 Menghargai hak menentukan nasib sendiri
 Berterus terang menghargai privasi
 Menjaga rahasia pasien
 Melaksanakan informed consent
Contoh tindakan dokter dalam kaitannya dengan prinsip autonomi di
antaranya:
 Melakukan informed consent
 Menjaga rahasia pasien bila orang lain tidak ada hubungannya
 Memberi pasien hak untuk memutuskan sendiri (syarat: dewasa
dan sehat mental)
 Dokter tidak berbohong walau demi kebaikan pasien, misalnya
jujur mengatakan kalau peluang sembuh sangat kecil (Endra,
2019).

b. Non Maleficence

18
Non Maleficence atau tidak merugikan orang lain, adalah suatu
prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil
resikonya bagi pasien yang dirawat atau diobati olehnya. Prinsip non
maleficence ini melarang tindakan yang membahayakan atau
memperburuk keadaan pasien, prinsip ini dikenal sebagai “First, do no
harm” yang masih tetap berlaku dan harus diikuti. Prinsip ini
berhubungan dengan ungkapan Hipokrates yang menyatakan, “Saya
akan menggunakan terapi untuk membantu orang sakit berdasarkan
kemampuan dan pendapat saya, tetapi saya tidak akan pernah
menggunakannya untuk merugikan atau mencelakakan mereka”.
Prinsip non maleficence memegang peranan penting dalam
mengambil keputusan untuk mempertahankan atau mengakhiri
kehidupan, terutama dalam kasus penyakit terminal, penyakit serius
dan luka serius. Pada dasarnya, prinsip ini memberikan peluang
kepada pasien, walinya, dan para tenaga kesehatan untuk menerima
atau menolak suatu tindakan atau terapi setelah menimbang manfaat
dan hambatannya dalam situsi atau kondisi tertentu. (Suryadi, 2009)
Ciri-ciri prinsip non maleficence, adalah :
 Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya
sesuatu yang penting.
 Dokter sangggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut.
 Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif.
 Manfaat bagi pasien lebih besar dari kerugian dokter
 Tidak membunuh pasien.
 Tidak memandang pasien sebagai objek.
 Tidak membahayakan pasien karena kelalaian.
Non maleficence juga berarti tindakan untuk "tidak
membahayakan" atau "tidak merugikan". Oleh karena itu, dalam
melakukan asuhan keperawatan, penting untuk mempertimbangkan
tindakan. Contoh tindakan yang melaksanakan prinsip nonmaleficence

19
diantaranya mencegah kesalahan pengobatan, menyadari risiko yang
berpotensi akibat modalitas pengobatan, dan menghilangkan bahaya.
Hal yang diharapkan dari tenaga kesehatan yang profesional adalah
mencoba untuk menyeimbangkan risiko dan manfaat perawatan
dengan tetap berjuang untuk melakukan bahaya sesedikit mungkin
(Potter dkk., 2013).

c. Justice (keadilan)
Kesamaan merupakan inti dari justice, tetapi Aristoteles
mengemukakan bahwa justice lebih daripada kesamaan, karena
seseorang dapat merasa tidak diperlakukan secara semestinya
walaupun telah diperlakukan sama satu dengan yang lain. Teori
filosofi mengenai keadilan biasanya menyangkut keutuhan hidup
seseorang atau berlaku sepanjang umur, tidak berlaku sementara saja.
Beuchamp dan Childress menyatakan bahwa teori ini sangat erat
kaitannya dengan sikap adil seseorang pada orang lain, seperti
memutuskan siapa yang membutuhkan pertolongan kesehatan terlebih
dahulu dilihat dari derajat keparahan penyakitnya.
Rawls merumuskan konsepsi khusus teori keadilan dalam bentuk
dua prinsip keadilan yaitu: (1) setiap orang memiliki hak sama sejauh
yang dapat dicakup keseluruhan sistem kesamaan kemerdekaan
fundamental yang setara bagi kemerdekaan semua warga yang lain; (2)
ketidaksamaan-ketidaksamaan sosial dan ekonomi ditata sedemikian
sehingga keduanya: (a) paling menguntungkan bagi yang paling
tertinggal, dan (b) melekat pada posisi-posisi dan jabatan-jabatan
terbuka bagi semua di bawah syarat kesamaan kesempatan yang fair.

d. Beneficence
Beneficence yaitu melakukan perbuatan baik atau memberikan
manfaat bagi orang lain (Henky, 2018). Menurut teori Beuchamp dan
Childress, prinsip atau kaidah ini tidak hanya menuntut manusia

20
memperlakukan sesamanya sebagai makhluk yang otonom dan tidak
menyakiti mereka, tetapi juga dituntut agar manusia tersebut dapat
menilai kebaikan orang lain selanjutnya. Tindakan tersebut diatur
dalam dasar-dasar beneficence. Beuchamp dan Childress menulis:
“dalam bentuk yang umum, dasar-dasar beneficence mempunyai
tujuan untuk membantu orang lain melebihi kepentingan dan minat
mereka” (Afandi, 2017).
Prinsip-prinsip bioetika terdiri atas empat kaidah dasar dan
empat kaidah turunan. Menurut Henky (2018) empat kaidah turunan
terdiri atas:
1) Veracity, yaitu jujur, memberikan informasi akurat, tepat waktu,
terpercaya, dan menyeluruh
2) Privacy, yaitu menghormati hak seseorang untuk mengontrol akses
terhadap dirinya
3) Confidentiality, yaitu menjaga kerahasiaan, dan
4) Fidelity, yaitu setia, menepati janji/kontrak, dan mendahulukan
kepentingan pasien.
Prinsip-prinsip ini memiliki pengaruh besar, tidak hanya di bidang
etika kedokteran secara akademis, namun juga penerapannya dalam
situasi klinis untuk mengambil keputusan klinis yang etis (Henky,
2018).

 Alternative principlsm: Termasuk dalamnya adalah etika komunitarian,


etika naratif dan etika kasih sayang.

4. Mahasiswa mampu memberikan pertimbangan masalah yang


berkaitan dengan etika,moral,dan bioetika dalam memberikan
perawatan dan pengobatan.

Etika Kedokteran adalah kewajiban moral, tanggung jawab moral, dan

21
pedoman berperilaku bagi seorang dokter yang ditetapkan oleh Ikatan Dokter
Indonesia (1DI) dalam bentuk Kode Etik Kedokteran Indonesia. KODEKI dan
KODEKGI disahkan oleh Menteri Kesehatan Rl, karena itu berlaku untuk semua
dokter yang berpraktik di Indonesia. KODEKI dan KODEKGI membagi
kewajiban moral seorang dokter dalam empat kelompok: Kewajiban Umum;
kewajiban terhadap Pasien; kewajiban terhadap Sejawat, dan; kewajiban terhadap
Diri Sendiri.

Pelanggaran etik kedokteran masih kerap terjadi, mulai dari masalah


empati atau komunikasi, konflik etikolegal antarbidang kedokteran, hingga
konflik kepentingan, termasuk peran ganda sebagai dokter dan advokat, atau
dokter yang ikut mempromosikan produk tertentu. Hal pertama yang harus diingat
bahwa sanksi yang diberikan adalah hasil keputusan manusia dan bukan semata
reaksi sebabakibat dari alam, sehingga harus ada individu atau institusi yang
memiliki kuasa yang lebih dominan dibandingkan pelaku. Mekanisme pemberian
sanksi oleh MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) diawali dari masuknya
pengaduan yang sah, dilanjutkan dengan proses penelaahan kasus yang diadukan.
Pada akhir penelaahan, Ketua MKEK menetapkan kelayakan kasus untuk
disidangkan oleh majelis pemeriksa yang akan melakukan sidang kemahkamahan
hingga tercapai keputusan MKEK. Bila terbukti terdapat bukti pelanggaran etik,
maka majelis akan menetapkan sanksi sesuai dengan berat ringannya kesalahan
dokter teradu. Sanksi terhadap dokter terhukum/pelanggar etik dapat berupa
penasihatan, peringatan lisan, peringatan tertulis, pembinaan perilaku, pendidikan
ulang (re-schooling), hingga pemecatan keanggotaan, baik secara sementara atau
pun permanen (Rozaliyani et al., 2018).

Tujuan Pemberian Sanksi

Secara umum, pemberian sanksi memiliki empat tujuan utama, yaitu:


1. Sebagai hukuman bagi orang yang melakukan pelanggaran

22
Pelanggaran terhadap suatu aturan tentunya memiliki konsekuensi tertentu.
Bentuk dan beratnya hukuman harus disesuaikan dengan beratnya
pelanggaran yang terjadi dan dampak yang dihasilkan.
2. Sebagai sarana untuk mendidik dan melakukan rehabilitasi
Agar dapat memberikan manfaat di kemudian hari, perlu diberikan umpan
balik kepada pihak yang melakukan pelanggaran sehingga pelaku
memahami dengan tepat kesalahan yang dilakukannya sekaligus
mengetahui cara menghindari terjadinya pengulangan pelanggaran.
3. Untuk melindungi masyarakat
Pemberian sanksi perlu dilakukan untuk melindungi masyarakat terhadap
dampak negatif pelanggaran aturan. Integritas kelompok yang memiliki
aturan tersebut juga perlu dilindungi dengan mencegah pelanggaran yang
dapat merusak harkat profesi
4. Sebagai panutan bagi anggota lain dalam kelompok yang sama dan terikat
aturan yang sama
Pemberian sanksi bagi pelanggar diharapkan dapat mencegah pelanggaran
berulang oleh anggota lain dalam kelompok, sekaligus mengingatkan
tentang norma atau peraturan yang tidak boleh dilanggar (Rozaliyani et al.,
2018).
Tanggung jawab moral dan tanggung jawab hukum :
 Tanggungjawab Moral (Kode Etik Profesi)
a. Etik Jabatan Kedokteran
Etik jabatan kedokteran menyangkut masalah yang berkaitan dengan
sikap dokter terhadap teman sejawat, perawatnya, masyarakat, dan
pemerintahan.
b. Etik Asuhan Kedokteran
Etik asuhan kedokteran merupakan pedoman dalam kehidupan sehari-
hari, khususnya terkait dengan sikap dan tindakan seorang dokter
terhadap pasien.
 Tanggungjawab Hukum

23
Suatu keterkaitan dokter terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam
menjalankan profesinya (Diab, 2017).
a. Tanggungjawab Perdata
Tanggungjawab perdata hanya terbatas pada hubungan kontrak
antara dokter dengan pasiennya. Pertanggungjawabannya berupa
membayar ganti rugi atas dasar perbuatan yang merugikan pasien
(Diab, 2017).
b. Tanggungjawab Pidana
Tanggungjawab pidana lebih ditekankan pada proses persetujuan.
Setiap tindakan invasif harus mendapat persetujuan pasien, apabila
dilakukan tanpa persetujuan pasien maka dapat digugat sebagai tindak
pidana penganiayaan. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku apabila ada
indikasi medis, ada persetujuan pasien, dan tindakan dilakukan sesuai
standar prosedur operasional (Diab, 2017).

24
Daftar Pustaka

Afandi, Dedi. 2017. Kaidah Dasar Bioetika dalam Pengambilan Keputusan Klinis
yang Etis. Majalah Kedokteran Andalas. Fakultas Kedokteran Universitas
Riau. Vol. 40, No. 2

Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Diab, Ashadi L. 2017. Dinamika Hukum dan Etika dalam Profesi Kedokteran.
Kendari: IAIN Kendari.

Endra Budi Setyawan, Febri. 2019. Pendekatan Pelayanan Dokter Keluaraga


(Pendekatan Holistik Komprehensif). Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang: Zifatama Jawara

Henky, H. 2018. Pelayanan Etika Klinis. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, 2(2),
59.

Juhaya. 2010. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.

KBBI. 2019. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at:
https://kbbi.web.id/moral. [Diakses 26 November 2019].

Konsil Kedokteran Indoneisa. 2016. PEDOMAN PRAKTIK DOKTER DAN


DOKTER GIGI DI INDONESIA. Jakarta Selatan: Konsil Kedokteran
Indonesia

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK). 2004. Ikatan Dokter


Indonesia. Padang

Marzuki. 2013. Etika dan Moral dalam Pembelajaran. Yogyakarta: Universitas


Negeri Yogyakarta.

Pelafu, J. 2015. Pelaksanaan Penegakan Kode Etik Kedokteran. Lex Crimen, 4(3).

Potter, P.A., A. G. Perry, P. A. Stockert, dan A. M. Hall. 2013. Fundamentals of


Nursing. 8th ed. St. Louis: Elsevier Mosby.

Rozaliyani, Anna; Meilia, Putri Dianita Ika; Libritany, Nurfanida. 2018. Prinsip
Penetapan Sanksi bagi Pelanggaran Etik Kedokteran. Jakarta

Suryadi, taufik. 2009. Prinsip-Prinsip Etika Dan Hukum Dalam Profesi


Kedokteran. Banda Aceh: Fakultas Kedokteran Unsiyah

25
Tony H, Julian S, Judith H. 2003. Medical Ethics and Law The Core Curriculum.
UK: Churchil Livingstone.

Universitas Esa Unggul. 2017. Modul Mata Kuliah Bioetika. Jakarta: Universitas
Esa Unggul.

Wakiran M. D. B. I, Tomuka, D. C, dan Kristanto, E. G. 2013. Pendekatan


Bioetika Tentang Eutanasia. Jurnal Biomedik 5 (1).

26

Anda mungkin juga menyukai