SKENARIO 1
BLOK 23: ETIKA dan HUKUM
OLEH
Kelompok Tutorial C :
1. Paramudibta Lungit K (161610101021)
2. Nia Nurmayanti (161610101022)
3. Dheamira Rosida (161610101023)
4. Balqis Salsabila Setya A (161610101024)
5. Rismawati Tri K (161610101025)
6. Kartika Artha Rini (161610101026)
7. Dwi Mukti Kusumastuti (161610101027)
8. Atha Ramadhona Yaniar (161610101028)
9. Reganita Nurmaulawati S (161610101029)
10. Elfrida Maya Agustina (161610101030)
ETIKA KEDOKTERAN
Seorang pasien pria 45 tahun mengeluhkan pelayanan yang dilakukan oleh seorang dokter gigi
bernama Nina. Pasien seminggu yang lalu mencabutkan giginya ditempat praktek dokter tersebut
dan dijanjikan akan dipasangkan gigi baru namun tidak jadi dilakukan. Saya dijanjikan oleh dokter,
bahwa seminggu setelah cabut gigi akan dibuatkan gigi tiruan. Tetapi setelah seminggu kemudian
sang dokter beralasan nanti akan dipasang dua minggu lagi, kata pasien. Pasien bersikukuh
berkeinginan untuk memperoleh gigi tiruan tersebut berdasarkan kesepakatan lisan bersama sang
dokter dengan biaya Rp 3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah) untuk pemasangan tiga buah
gigi dan sudah dibayar tunai. Tetapi karena alasan dua minggu baru akan dipasang maka saya
bersama keluarga saya meminta uang tersebut untuk dikembalikan, tetapi sang dokter justru
memotong uang tersebut sejumlah Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). Pasien juga mengatakan
pernah mencari second opinion ke dokter gigi lain dua hari setelah pencabutan penderita .
Sementara itu aksi perbuatan sang dokter, mendapat kecaman dari Lembaga swadaya masyarakat
(LSM) yang menilai kasus tersebut sebagai pelanggaran. LSM menilai "Itu merupakan
pelanggaran etika, moral dan kurangnya pemahaman kode etik dari seorang dokter gigi terhadap
pasien, serta tidak profesionalnya dokter gigi”. Dia pun mengatakan akan menindak lanjuti kasus
tersebut keranah yang lebih tinggi. "Saya akan melaporkan ke persatuan dokter Gigi Indonesia,"
tandasnya. Pada tempat yang terpisah dokter gigi menjelaskan pada saat dikonfirmasikan terkait
kasus ini, bahwa kasus tersebut hanyalah miskomunikasi. "Ini hanya masalah kurang komunikasi
antara pasien dengan dokter”. Dijelaskannya untuk waktu pemasangan gigi tiruan, secara teknis
membutuhkan waktu 2 minggu. Pada saat pasien tersebut datang pada seminggu kemudian, saya
katakan bahwa nanti akan melakukannya (persiapan pembuatan gigi tiruan yang meliputi preparasi
dan mencetak) pada besok harinya karena banyak pasien, tuturnya. Lanjut dia, untuk masalah gigi
tiruan tidak segampang dan secepat keinginan pasien. Saya sudah memberikan jalan tengah kalau
pasien mau yang cepat bisa dipasang gigi palsu jenis akrilik yang hanya 1 minggu pengerjaannya.
Namun antara saya dan pasien sudah sepakat untuk menggunakan porselen. Terkait pemotongan
uang sejumlah Rp. 1.000.000,- kata dokter tersebut adalah sebagai biaya perawatan dan
operasional yang telah dilakukan kepada pasien. "Itukan untuk ongkos kerja membuat gigi palsu
yang sudah dipesan, preparasi, ilmu, teori hingga praktek saya sebagai dokter gigi," tandasnya.
Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter gigi akan selalu terkait dengan bioetika, yang
kemudian akan diatur dalam kode etik kedokteran Gigi. Namun kini, tidak sedikit dokter yang
melanggarnya. Segelintir dokter yang melakukan pelanggaran tersebut akan mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap dokter, sehingga meyamaratakan pandangan itu terhadap semua
dokter. Nampaknya, meskipun dokter telah berupaya melaksanakan tugas profesinya sesuai
dengan standar profesi dan rambu-rambu pelaksanaannya sesuai dengan kode etik kedokteran,
tetapi tetap masih ada beberapa dokter yang menjadi sorotan masyarakat dengan berbagai tuduhan.
Sebenarnya sorotan masyarakat terhadap profesi dokter merupakan satu pertanda bahwa saat ini
sebagian masyarakat masih belum puas terhadap pelayanan dan pengabdian para dokter pada
masyarakat pada umumnya atau pada pasien pada khususnya, sebagai pengguna jasa dokter.
Sebenarnya ketidakpuasan tersebut disebabkan karena harapannya tidak dapat dipenuhi oleh para
dokter, atau dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan pasien dan kenyataan yang
didapatkan oleh pasien.
Diskusikanlah kasus tersebut di atas, terutama dengan mempertimbangkan masalah etika, moral
dan bioetika
Step 3 (Brainstorming)
1. Perbedaan etika dan moral
Etika Moral
Yunani (Ethos): adat istiadat. Tentang Latin (Mores): perilaku yang tepat. Dasar
baik dan buruknya suatu perilaku manusia berperilaku
Cerminan dari moral Dasar seseorang beretika
Melakukan sesutau yang benar Mengajarkan sesutau yang benar
Berjalan diatas rel kehidupan Menyediakan rel kehidupan
Conditional( relatif) Aturan yang harus ditaati (absolut)
Mengikuti kompas Sebagai kompas
Perilaku sesorang ketika tidak
berinteraksi dengan orang lain, contoh :
tidak boleh mencuri
Kalau etiket ada interaksi dengan orang
lain, contoh : berhubungan dengan
perbedaan budaya
Persamaan etika dan moral: sama sama menilai perbuatan manusia tentang baik dan
buruknya, sama sama tentang prinsip dan aturan.
4. Apa yang dokter lakukan agar dipercaya oleh masyarakat dan ketika dokter tersebut
menjadi second opinion apa yang harus dilakukan oleh dokter tersebut?
Pasien memiliki hak untuk meminta second opinion pada dokter gigi lain. Diatur dalam
UU no. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran.
1. Harus melakukan suatu pemeriksaan yang adekuat (diagnosis, rencana perawatan),
pasien berhak memilih rencana perawatan antara opinion pertama dan second
opinion
2. Pasien dapat melakukan second opinion yang setaran misal GP atau lebih tinggi
misal spesialis.
3. Saran/ second opinion tidak menjelekkan saran dari dokter gigi pertama
4. Memberikan second opinion dengan bhasa yang baik, jelas, rinci agar pasien tidak
misscomunication
Kepercayaan pasien terhadap dokter gigi (kepuasaan pasien):
1. Tampilan fisik klinik (tangible)
2. Keandalan (reability): tentang kecepatan dan ketepatan dokter gigi menangani
pasien.
3. Cepat tanggap (responsiveness): bagaimana perilaku dokter gigi
memperlakukan pasien
4. Kepastian (assurances):
5. Empati
6. Kunci dari kepercaaan pasien adalah komunikasi terutama dalam hal
Beneficience dan Non-maleficience.
5. Apakah kasus diskenario yang dialami drg nina merupakan pelanggaran kode etik
kedokteran? Apa alasannya?
Belum pelanggaran melainkan kesalahan drg nina: melakukan janji yang dilarang
dalam kode etik kedokteran (harusnya drg. Nina menyampaikan keadaan yang
sebenarnya/ non-maleficience).
Dokter gigi nina melakukan kesalahan dalam prinsip bietika:
Autonomy: tidak melakukan informed consent dalam rencana perawatan yang akan
dilakukan.
Step 4 (Mapping)
ETIKA MORAL
KODE ETIK
KEDOKTERAN
BIOETIKA
NON-
BENEFICINCE
MALEFICIENC JUSTICE AUTONOMY
E
Step 7 (Reporting)
1. Perbedaan etika, moral dan norma
Pada hakekatnya, etika sangat berkaitan erat dengan moral, dimana etika juga biasa
disebut dengan filsafat moral yaitu mengacu kepada kehidupan yang baik tentang
baik/buruknya perilaku, apakah ada tujuan yang benar/salah, dan bagaimana
mengetahui hal itu ada. Jika dikaitkan dengan bidang pekerjaan, maka etika kerja
merupakan seperangkat perilaku yang dimiliki oleh individu atau kelompok yang
diimplementasikan dalam bekerja/beraktivitas untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan dilandasi oleh nilai-nilai dan norma-norma yang dianut (Sarjana, et
al., 2016).
Sehingga, keterkaitan antara etika, moral, dan norma yaitu ketika melakukan suatu
etika maka akan selalu mengacu kepada moral dan norma (Sarjana, et al., 2016).
Kata etika secara etimologi berasal dari kata Yunani yaitu ethikos, ethos yang
berarti adat, kebiasaan, praktik. Etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika sebagaimana
metode filsafat, mengandung permusyawaratan dan argumen eksplisit untuk membenarkan
tindakan tertentu (etika praktis), juga membahas asas-asas yang mengatur karakter manusia
ideal atau kode etik profesi tertentu (etika normatif).
Moral merupakan nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Perbedaan etika dengan
moralitas, bahwa moralitas adalah pandangan tentang kebaikan/kebenaran dalam
masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari sering dikenal dengan istilah norma-norma atau
kaidah, yaitu biasanya suatu nilai yang mengatur dan memberikan pedoman atau patokan
tertentu bagi setiap orang atau masyarakat untuk bersikap tindak, dan berperilaku sesuai
dengan peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama. Patokan atau pedoman tersebut
sebagai norma (norm) atau kaidah yang merupakan standar yang harus ditaati atau dipatuhi
(Suyatno, 2012).
2. Prinsip bioetika
Bioetika mulai berkembang ketika Van Rensselaer Potter menulis sebuah buku
Bioethics: Bridge to the Future pada 1971. Pada tahun yang sama, The Kennedy
Institute of Bioethics didirikan di Georgetown University, Washington DC. Di tempat
inilah, prinsip-prinsip etika biomedis, yang populer di dunia kedokteran,
diformulasikan oleh Beauchamp dan Childress (Henky, 2018).
Prinsip-prinsip itu terdiri atas empat kaidah dasar dan empat kaidah turunan. Empat
kaidah dasar yang dimaksud adalah:
a. Beneficence: melakukan perbuatan baik atau memberikan manfaat bagi orang lain.
b. Non-maleficence: tidak melakukan perbuatan merugikan atau menyakiti orang lain.
c. Respect for Autonomy: menghormati kebebasan atau keinginan orang lain.
d. Justice: bersikap adil pada setiap orang berdasarkan prinsip keadilan distributif dan
keadilan sosial. (Henky, 2018).
Sedangkan empat kaidah turunan terdiri atas:
a. Veracity: jujur, memberikan informasi akurat, tepat waktu, terpercaya, dan
menyeluruh.
b. Privacy: menghormati hak seseorang untuk mengontrol akses terhadap dirinya
c. Confidentiality: menjaga kerahasiaan.
d. Fidelity: setia, menepati janji/kontrak, dan mendahulukan kepentingan pasien.
a. (Henky, 2018).
Prinsip-prinsip ini memiliki pengaruh besar, tidak hanya di bidang etika kedokteran
secara akademis, namun juga penerapannya dalam situasi klinis untuk mengambil
keputusan klinis yang etis (Henky, 2018).
Pada praktiknya, beberapa prinsip yang ada dapat dibersamakan. Tetapi pada saat
kondisi tertentu, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah digunakan dengan
mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan tersebut disebut dengan prima facie. Dalam
konteks beneficence, prinsip prima facienya adalah sesuatu yang (berubah menjadi
atau dalam keadaan) umum. Artinya ketika kondisi pasien merupakan kondisi yang
wajar dan berlaku pada banyak pasien lainnya, dokter akan melakukan yang terbaik
untuk kepentingan pasien. Juga dalam hal ini dokter telah melakukan kalkulasi dimana
kebaikan yang akan dialami pasiennya akan lebih banyak dibandingkan dengan
kerugiannya. Dalam konteks non-maleficence, prinsip prima facie adalah ketika
pasien (berubah menjadi atau dalam keadaan) gawat darurat dimana diperlukan suatu
intervensi medik dalam rangka penyelamatan nyawanya. Dapat pula dalam konteks
ketika menghadapi pasien yang rentan, mudah dimarjinalisasikan dan berasal dari
kelompok anak-anak atau orang uzur ataupun juga kelompok perempuan (Afandi,
2017).
Dalam konteks autonomy, prima facie tampak muncul (berubah menjadi atau
dalam keadaan) pada sosok pasien yang berpendidikan, pencari nafkah, dewasa dan
berkepribadian matang. Sementara justice tampak prima facienya pada (berubah
menjadi atau dalam keadaan) konteks membahas hak orang lain selain diri pasien itu
sendiri. Hak orang lain ini khususnya mereka yang sama atau setara dalam mengalami
gangguan kesehatan. di luar diri pasien, serta membahas hak-hak sosial masyarakat
atau komunitas sekitar pasien (Afandi, 2017).
1. Beneficence
Beneficence adalah prinsip bioetik dimana seorang dokter melakukan suatu
tindakan untuk kepentingan pasiennya dalam usaha untuk membantu mencegah atau
menghilangkan bahaya atau hanya sekedar mengobati masalah-masalah sederhana
yang dialami pasien. Beneficence dapat diartikan bahwa seorang dokter harus berbuat
baik, menghormati martabat manusia, dan harus berusaha maksimal agar pasiennya
tetap dalam kondisi sehat.
Prinsip utama dari beneficence sebenarmya lebih menegaskan bahwa seorang
dokter harus mengambil langkah atau tindakan yang lebih banyak dampak baiknya
daripada buruknya sehingga pasien memperoleh kepuasan tertinggi.
Ciri-ciri beneficience adalah:
• Mengutamakan alturism. Alturism adalah tindakan sukarela yang dilakukan oleh
seseorang ataupun kelompok orang untuk menolong orang lain tanpa
mengharapkan imbalan apapun
• Menerapkan golden rule principle
• Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan
suatu keburukannya
• Contoh: menyematkan edukasi kepada pasien
2. Non-maleficence
Non-maleficence adalah suatu prinsip dimana seorang dokter tidak melakukan
perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil
risikonya. Prinsip moral yang melarang tindakan memperburuk keadaan pasien,
“primum non nocere” atau “above all do no harm”.
Ciri-ciri non-maleficence:
• Menolong pasien emergensi
• Tidak memandang pasien sebagai objek
• Menghindari misrepresentasi
• Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
• Contoh: dokter mengutamakan pasien gawat darurat
3. Justice
Keadilan adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata
dan adil untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien. Perbedaan tingkat ekonomi,
pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, dan
kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Termasuk di
dalamnya adalah melindungi kelompok yang rentan. Prinsip moral yang mementingkan
fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya
(distributive justice).
Ciri-ciri Justice
• memberikan segala sesuatu secara universal
• Menghargai hak pasien
• Menghargai hak hukum pasien
• Contoh: dokter tidak membedakan pelayanan walaupun beda suku/agama
4. Autonomy
Pada prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap individu
harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri
sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat
keputusan sendiri. Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan,
membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri. Prinsip moral yang
menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self
determination) yang kemudian melahirkan informed consent
Ciri-ciri autonomy :
• Menghargai hak menentukan nasib sendiri
• Berterus terang kepada pasien
• Menjaga rahasia pasien
• Melaksanakan inform consent
• Contoh: menjaga rahasia pasien bila orang lain tidak ada hubungannya
3. Justifikasi kasus diskenario sesuai dengan prinsip etika, moral dan bioetika
Untuk kasus diskenario: dokter gigi dan pasien sepakat untuk melakukan
pemasangan gigi tiruan cekat porselen.
• Beneficence: dokter gigi memberi rencana perawatan terbaik untuk pasien yaitu
pemasangan gigi tiruan cekat.
• Autonomy: pasien menerima tawaran dokter untuk menerima pemasangan gigi
tiruan cekat.
• Non-maleficence: dokter gigi tidak menjelaskan apa yang seharusnya terjadi dalam
perawatan pemasangan gigi tiruan cekat, kurangnya pemberian informasi yang
diberikan oleh dokter gigi kepada pasien tentang jangka waktu perawatan, proses
perawatan agar tidak terjadi missrepresentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, D. 2017. Kaidah Dasar Bioetika Dalam Pengambilan Keputusan Klinis yang Etis. Majalah
Kedokteran Andalas. 40(2): 111-121.
Hanafiah,J., Amir,A. 2016. etika kedokteran & hukum kesehatan edisi 5. Jakarta : EGC
Henky. 2018. Pelayanan Etika Klinis. Jurnal Etik Kedokteran Inonesia. 2(2):59-66.
Sarjana, S., Nur, K. 2016. Pengaruh Etika, Perilaku, dan Kepribadian Terhadap Integritas Guru.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 1(3): 379-393
Setyawan, Febri. 2019. Pendekatan Pelayanan Kesehatan Dokter Keluarga (Pendekatan Holistik
Komprehensif). Sidoarjo: Zifatama Jawara
Suyatno. 2012. Nilai, Norma, Moral Etika Dan Pandangan Hifup Perlu Dipahami Oleh Setiap
Warga Negara Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara. PKn Progresif 7(1): 35-44
Romadhon, Y., A. 2013. Pola Pikir Etika dalam Praktik Kedokteran. Opini. 40(7): 545-551.