BLOK 4
Oleh :
180600074
Dosen Pembimbing :
SIMSON DAMANIK, drg., M.Kes
E-mail: mawaddah.ingrid@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
1
menegaskan mana yang benar dan mana yang salah. Perlunya etik profesi dalam
suatu pekerjaan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain
melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-
gunaan keahlian atau profesi (Wignjosoebroto, 1999). Tanpa etika profesi, apa yang
semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh menjadi
sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa yang tidak memiliki nilai idealisme dan
berujung dengan tidak adanya lagi kepercayaan yang pantas diberikan kepada para
elite profesional ini.2
Dalam etika profesi dikenal istilah kode etik profesi yaitu sistem norma atau
aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan
tidak baik, apa yang benar dan apa yang salahdan perbuatan apa yang dilakukan
dan tidak boleh dilakukan oleh seorang profesional.2 Dokter sebagai ahli
profesional dalam menjalankan tugasnya harus berlandaskan kode etik profesi,
dimana jika tidak dijunjung dapat menyebabkan banyak kerugian baik dari pihak
pasien maupun dokter itu sendiri. Bahkan kelalaian atau pelanggaran terhadap etik
profesi dapat mengarah kepada tindakan malpraktek.3
1.2 PERMASALAHAN
2
dia mengalami gangren (jaringan tubuh mengalami nekrosis atau mati) di kaki
kanannya.
Kebetulan saat itu merupakan hari libur nasional, yakni peringatan Perang
Polish-Muscovite atau Perang Rusia-Polandia yang terjadi pada 1605-1618.
Newsweek memberitakan Kamis, 8 November, Andre Dronov dan istrinya datang
mengunjungi Dronova setelah sang ibu selesai dioperasi. Begitu terkejutnya mereka
ketika datang ke kamar Dronova dan mendapati dia memang telah diamputasi.
Namun di kaki yang salah.
“Saya dan istri diizinkan masuk ke kamar. Namun kami melihat amputasi
itu tak dilakukan di kaki kanan, melainkan kaki kiri,” keluh Dronov kepada
Notebook Voronezh. Dronov dan keluarganya segera melapor ke otoritas berwajib,
yang kemudian menggelar penyelidikan dengan mewawancarai pihak rumah sakit.
Dokter Kepala Sergey Shamsutdinov membela anak buahnya dengan mengklaim
bahwa kedua kaki Dronova memang seharusnya diamputasi. (kompas.com)
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pembahasan kasus ini ditulis berdasarkan kode etik yaitu menurut kode etik
kedokteran Indonesia dan WMA International Code of Medical Ethics sebagai
kode etik internasional, prinsip bioetika serta ditinjau dengan teori dan hukum
malpraktik.
Etika sendiri secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu ethikos,
ethos yang berarti adat kebiasaan. Etika kedokteran Indonesia merupakan
sekumpulan nilai dan moralitas profesi kedokteran yang tercantum dalam
KODEKI, fatwa-fatwa etik, pedoman dan kesepakatan etik lainnya dari Ikatan
Dokter Indonesia (IDI). Etika kedokteran secara umum dibuat untuk meningkatkan
profesionalisme, pengetahuan, pemahaman, penghayatan, pengamalan kaidah dasar
bioetika dan etika kedokteran dalam profesinya sebagai seorang dokter. Secara
khusus, etika kedokteran dirumuskan untuk menjaga keluhuran profesi, meredam
konflik etikolegal, penjeraan sekunder perilaku kurang etis, dan menjaga hubungan
antara dokter dan pasien sebagai hubungan kepercayaan.4 Ditinjau dari Kode Etik
Kedokteran, kasus dokter tersebut melanggar :
4
rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.5
Dari pemaparan beberapa pasal pada kode etik Indonesia diatas, secara garis
besar dokter melanggar kode etik kedokteran Indonesia disebabkan karena
melakukan kesalahan tindakan amputasi pada kaki pasien. Kesalahan tersebut pada
akhirnya menimbulkan kerugian pada diri pasien berupa kehilangan dua kakinya
akibat kesalahan amputasi. Padahal diagnosis mengatakan bahwa hanya kaki kanan
yang mengalami gangren dan harus diamputasi, bukan pada kaki kirinya. Hal ini
dapat terjadi akibat beberapa sebab seperti dokter tidak menggunakan seluruh
kemampuannya untuk melakukan pelayanan secara kompeten sehingga lalai
terhadap pelayanan kesehatan yang ia berikan.
5
6. Seorang dokter tidak boleh menerima keuntungan finansial atau insentif lain
hanya untuk merujuk pasien atau meresepkan produk tertentu.6
7. Seorang dokter harus menghormati hak dan preferensi pasien, kolega, dan
profesional kesehatan lainnya.6
8. Seorang dokter harus mengakui perannya yang penting dalam mendidik
masyarakat tetapi harus menggunakan kehati-hatian dalam mengungkapkan
penemuan atau teknik baru atau perawatan melalui saluran non-
profesional.6
9. Seorang dokter hanya akan menyatakan apa yang telah dia verifikasi sendiri.
10. Seorang dokter harus berusaha untuk menggunakan sumber daya perawatan
kesehatan dengan cara terbaik untuk memberi manfaat kepada pasien dan
komunitas mereka.6
11. Seorang dokter harus mencari perawatan dan perhatian yang tepat jika ia
menderita penyakit mental atau fisik.6
12. Seorang dokter harus menghormati kode etik lokal dan nasional.6
Selain itu, tugas seorang dokter terhadap pasien menurut Kode Etik Medis
Internasional yaitu :6
13. Seorang dokter harus selalu mengingat kewajiban untuk menghormati
kehidupan manusia.6
14. Seorang dokter harus bertindak dalam kepentingan terbaik pasien ketika
memberikan perawatan medis.6
15. Seorang dokter harus berutang kesetiaan penuh kepada pasiennya dan
semua sumber daya ilmiah yang tersedia untuknya. Setiap kali pemeriksaan
atau perawatan berada di luar kapasitas dokter, ia harus berkonsultasi
dengan atau merujuk ke dokter lain yang memiliki kemampuan yang
diperlukan.6
16. Seorang dokter harus menghormati hak pasien untuk kerahasiaan. Adalah
etis untuk mengungkapkan informasi rahasia ketika pasien menyetujuinya
atau ketika ada ancaman nyata dan yang akan segera terjadi pada pasien atau
orang lain dan ancaman ini hanya dapat dihilangkan dengan pelanggaran
kerahasiaan.6
6
17. Seorang dokter harus memberikan perawatan darurat sebagai tugas
kemanusiaan kecuali dia yakin bahwa orang lain bersedia dan mampu
memberikan perawatan seperti itu.6
18. Seorang dokter harus dalam situasi ketika dia bertindak untuk pihak ketiga,
memastikan bahwa pasien memiliki pengetahuan penuh tentang situasi itu.
19. Seorang dokter tidak boleh memasuki hubungan seksual dengan pasiennya
saat ini atau ke dalam hubungan pelecehan atau eksploitatif lainnya.6
Ditinjau dari Kode Etik Medis Internasional oleh WMA, kasus ini
melanggar beberapa poin antara lain pada poin 1,2,4,10,11, dan 14. Hal ini dapat
ditinjau salah satunya dari awal pelayanan dimana dokter tidak memberikan
informed consent baik kepada pasien maupun keluarga pada saat memutuskan
penanganan yang akan dilakukan dalam operasi amputasi tersebut. Dokter
diharapkan memberitahu pasien dan keluarga mengenai hal-hal yang akan
dilakukan dalam ruangan operasi seperti bagian kaki mana yang akan diamputasi,
akan tetapi dalam hal ini dokter tidak melakukannya, terbukti dari sikap keluarga
yang terkejut ketika melihat kondisi kedua kaki pasien yang sudah tidak ada akibat
operasi amputasi. Seharusnya dokter dapat memberikan pelayanan yang
profesional terhadap kesembuhan pasien dan berusaha memperkecil kerugian yang
akan dialami pasien dalam suatu proses pengobatan.
Prinsip bioetika merupakan salah satu etika khusus dan etika sosial dalam
kedokteran yang memenuhi kaidah praksiologik (praktis) dan filsafat moral
(normatif) yang berfungsi sebagai pedoman (das sollen) maupun sikap kritis
reflektif (das sein), yang bersumber pada 4 kaidah dasar moral, diantaranya :7
7
penanganan perawatan kesehatannya dimana pasien tidak diberi tahukan
mengenai kebenaran kaki mana yang akan diamputasi.
Dalam kasus ini, dokter tidak menerapkan prinsip beneficence karena tidak
melindungi pasien dari kondisi kecacatan akibat kedua kaki yang
diamputasi.
3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini berhubungan dengan ungkapan
Hipokrates yang menyatakan “Saya akan menggunakan terapi untuk
membantu orang sakit berdasarkan kemampuan dan pendapat saya, tetapi
saya tidak akan pernah menggunakannya untuk merugikan atau
mencelakakan mereka”.7 Dalam kasus ini dokter tidak menerapkan prinsip
non maleficence karena ia merugikan pasien dengan hilangnya kedua kaki
dibandingkan kehilangan satu kaki saja.
8
2.3 MALPRAKTIK
Secara harfiah malpraktik (malpraktek) terdiri dari suku kata mal dan
praktik atau praktek. Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti buruk. Praktik
(KBBI, Purwadarminta, 1976) atau (Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementerian Pendidikan Malaysia, 1991) berarti menjalankan perbuatan yang
tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan (profesi). Jadi malpraktik berarti
menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya atau tidak tepat. Menurut WHO
(1992),”Malpraktek medis melibatkan kegagalan dokter untuk memenuhi standar
perawatan untuk perawatan kondisi pasien, atau kurangnya keterampilan, atau
kelalaian dalam memberikan perawatan kepada pasien, yang merupakan penyebab
langsung dari cedera pada pasien.” Adapun definisi malpraktik medik pada intinya
mengandung salah satu unsur berikut :1
9
b. Cedera yang terjadi dalam perawatan medis yang tidak dapat diprediksi dan
bukan karena kurangnya keterampilan atau pengetahuan dari pihak dokter
yang menangani adalah hasil yang tidak diinginkan, di mana dokter
seharusnya tidak bertanggung jawab.8
Malpraktik itu sendiri terdiri dari beberapa jenis salah satunya yaitu criminal
malpractice. Jenis malpraktik ini memiliki ciri yaitu:8
1. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan ataupun
kelalaian.
3. Melakukan tindakan medis tanpa informed consent.
4. Bersikap lalai yang menyebabkan kecacatan hingga meninggal dunia.
Jika dikaitkan dalam kasus ini dokter sudah termasuk dalam malpraktik, lebih
tepatnya criminal malpractice. Sesuai poin 2 dan 4, dokter tersebut sudah berlaku
lalai dengan tidak melakukan informed consent pada pasien ataupun pihak keluarga
ditambah lagi kelalaian dokter dalam mengamputasi pasien sehingga pasien
kehilangan kedua kakinya sekaligus (kecacatan).
10
1. Pemberian peringatan dalam bentuk tertulis.
2. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktek dan atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
12
BAB IV
REFERENSI
13
4.2 LAMPIRAN KORAN
Keterangan : Dalam koran diatas terdapat dua kasus, dimana penulis mengambil
kasus kedua yaitu kelalaian dokter yang salah mengamputasi kaki pasien (Paragraf
4) atas persetujuan Gema Nazriyanti, drg., M.Kes (acc pada 11 Januari 2019)
14