Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201

SECARA FARMAKODINAMIKA 3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi
obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang
signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Interaksi obat dan efek
samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap
tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih
lama dari pada seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek
samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi (610 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter, sehingga sangat mungkin
terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan
menurunkan efektivitas obat yang berinteraksi. Interaksi obat berdasarkan mekanismenya
dibedakan menjadi tiga macam yaitu inkompatibilitas, interaksi farmakokinetika, dan interaksi
farmakodinamik . Berdasarkan level kejadiannya, interaksi obat terdiri dari established (sangat
mantap terjadi), probable (interaksi obat bisa terjadi), suspected (interaksi obat diduga terjadi),
possible (interaksi obat mungkin terjadi, belum pasti terjadi), serta unlikely (interaksi obat tidak
terjadi). Sedangkan berdasarkan keparahannya, interaksi obat dapat diklasifiksikan menjadi tiga
yaitu mayor (dapat menyebabkan kematian), moderat (sedang), dan minor .
Fase farmakodinamik sendiri yang dipelajari adalah efek obat dalam tubuh atau
mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologis tubuh. Kebanyakan obat pada tubuh bekerja
melalui salah satu dari proses interaksi obat dengan reseptor, interaksi obat dengan enzim, dan
kerja obat non spesifik.
1

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
Interaksi obat dengan reseptor terjadi ketika obat berinteraksi dengan bagian dari sel,
ribosom, atau tempat lain yang sering disebut sebagai reseptor. Reseptor sendiri bisa berupa
protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat, atau lemak. Semakin banyak reseptor yang diduduki
atau bereaksi, maka efeknya akan meningkat.
Interaksi obat dengan enzim dapat terjadi jika obat atau zat kimia berinteraksi dengan
enzim pada tubuh. Obat ini bisa dengan cara mengikat (membatasi produksi) atau
memperbanyak produksi dari enzim itu sendiri. Contohnya obat kolinergik. Obat kolinergik
bekerja dengan cara mengikat enzim asetilkolin esterase. Enzim ini sendiri bekerja dengan cara
mendegradasi asetilkolin menjadi asetil dan kolin. Jadi ketika asetilkolin esterase dihambat,
maka asetilkolin tidak akan dipecah menjadi asetil dan kolin.
Yang ketiga adalah kerja non spesifik. Maksud dari kerja non spesifik adalah obat
tersebut bekerja dengan cara tanpa mengikat reseptor. Contoh dari obat-obatan ini adalah Nabikarbonat yang merubah cairan pH tubuh, alkohol yang mendenaturasi protein, dan norit yang
mengikat toksin, zat racun, atau bakteri.
Obat yang berikatan dengan reseptor disebut agonis. Kalau ada obat yang tidak
sepenuhnya mengikat reseptor dinamakan dengan agonis parsial, karena yang diikat hanya
sebagian (parsial). Selain menimbulkan efek farmakologis, ketika reseptor diduduki suatu
senyawa kimia juga bisa tidak menimbulkan efek farmakologis. Zat tersebut diberi nama
antagonis. Jika nantinya obat antagonis dan agonis diberikan secara bersamaan dan obat
antagonis memiliki ikatan yang lebih kuat maka dapat menghalangi efek agonis. Antagonis
sendiri ada yang kompetitif dan antagonis non-kompetitif. Disebut antagonis kompetitif ketika
obat itu berikatan di tempat yang sama dengan obat agonis.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari efek utama obat,
mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan
respon yang terjadi.
2

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan tujuan penulisan diatas dapat dirumuskan bahwa dalam penulisan mahasiswa dapat
memperoleh informasi yang bermanfaat untuk menilai secara kritis interaksi obat secara
farmakodinamika.

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI INTERAKSI OBAT

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi
oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interaksi
harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara
bersamaan atau hampir bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang
merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan,
misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid
akan menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal, sehingga akan memperlambat
ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh.
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drugrelated problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat
mempengaruhi

outcome

klinis

pasien.

Sebuah

interaksi

obat

terjadi

ketika

farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau
lebih zat yang berinteraksi. Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama
dapat berubah efeknya secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa
bersifat potensiasi atau antagonis efek satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya
beberapa efek lainnya. Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh
kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam
lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing
satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan
yang lainnya. Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan
toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah),
misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik.
Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi
tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi.
Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai,
- Terjadinya efek samping,
- Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan.

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
Angka kejadian (incidence) dari interaksi obat tidak terlalu jarang dalam klinik.
Menurut laporan diperkirakan +7% dari kejadian efek samping obat disebabkan karena
peristiwa interaksi obat, dan kurang lebih 1/3 dari pasien-pasien yang meninggal karena
efek samping obat (+ 4% dari kematian di rumah sakit ) dikarenakan oleh interaksi obat.
Peristiwa interaksi ini menjadi pokok yang penting untuk selalu diperhatikan dengan
melihat kebiasaan peresapan polifarmasi yang ada dalam praktek. Sebagai contoh, setiap
pasien yang datang ke Puskesmas rata-rata akan medapat obat + 4 jenis pada saat yang
bersamaan. Walaupun secara teoritik atau eksperimental kemungkinan terjadinya
interaksi sangat beraneka-ragam tetapi tidak semua interaksi tersebut bermakna atau
penting dalam klinik. Perubahan ini hanya menyangkut interaksi yang penting secara
klinik. Kepentingan klinik ini secara sekali lagi dilihat dari dampak yang terjadi apakah
mempengaruhi terjadinya efek toksis ataukah menyebabkan kegagalan tercapainya efek
terapik.
B. JENIS OBAT YANG TERLIBAT DALAM INTERAKSI OBAT
Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat :
1. Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengatuhi atau diubah oleh obat
lain.
2. Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah
aksi atau atau efek obat lain.
B. 1. Obat obyek
Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya
dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri :
1) Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah
akan menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara
farmakologi obat-obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan
kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response curve).
5

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat
mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.
2) Obat-obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low toxic:therapeutic
ratio),

artinya

antara

dosis

toksik

dan

dosis

terapetik

tersebut

perbandingannya (atau perbedaannya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis


(kadar) obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis. Kedua ciri obat obyek
di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah dikurangi atau efek
toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling berkaitan dan
tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga sering dikenal dengan
obat-obat dengan lingkup terapetik yang sempit (narrow therapeutic range).
Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi
dalam klinik meliputi,

antikoagulansia: warfarin,
antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,
hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,
anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,
glikosida jantung: digoksin,
antihipertensi,
kontrasepsi oral steroid,
antibiotika aminoglikosida,
obat-obat sitotoksik,
obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.

B. 2. Obat presipitan
Obat-obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain. Untuk dapat
mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat
dengan ciri sebagai berikut:
1) Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan
menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang
tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat
6

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat-obat yang
masuk di sini misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain.
2) Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)
enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang punya sifat
sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamasepin,
fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi (metabolisme) obatobat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat-obat
yang dapat menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol,
fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain akan meningkatkan kadar obat
obyek sehingga terjadi efek toksik.
3) Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi
obat-obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat golongan
diuretika dan lain-lain.
Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah kalau kita melihat dari segi interaksi
farmakokinetika, yakni terutama pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme
dan ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain diluar ketiga ciri ini tadi yang dapat
bertindak sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda.
C. PEMBAGIAN DAN MEKANISME INTERAKSI
Interaksi obat berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar,
1. Interaksi farmasetik,
2. Interaksi famakokinetik,
3. Interaksi farmakodinamik.
C.1. Interaksi farmasetik
Interaksi ini merupakan interaksi fisiko-kimiawi di mana terjadi reaksi
fisiko-kimiawi antara obat-obat sehingga mengubah (menghilangkan) aktifitas
farmakologik obat. Yang sering terjadi misalnya reaksi antara obat-obat yang
dicampur dalam cairan secara bersamaan, misalya dalam infus atau suntikan .
7

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
Campuran penisilin (atau antibiotika beta-laktam yang lain) dengan aminoglikosida
dalam satu larutan tidak dianjurkan. Walaupun obat obat ini pemakaian kliniknya
sering bersamaan, jangan dicampur dalam satu suntikan. Beberapa tindakan hatihati (precaution) untuk menghindari interaksi farmasetik ini mencakup,
-

Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa

tidak ada interaksi antar masing-masing obat.


Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-

sama lewat infus.


Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer
leaflet), untuk melihat peringatan peringatan pada pencampuran dan cara
pemberian obat (terutama untuk obat-obat parenteral misalnya injeksi, infus

dan lain-lain)
Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravenosa atau yang lain,
perhatikan bahwa tidak ada perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-

lain dari larutan.


Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja. Jangan menimbun terlalu lama
larutan yang sudah dicampur, kecuali untuk obat-obat yang memang sudah

tersedia dalam bentuk larutan seperti metronidazol , lidakoin dan lain-lain.


Botol infus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat-obat yang

sudah dimasukkan, termasuk dosis dan dan waktunya.


Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan lewat 2 jalur infus,
kecuali kalau yakin tidak ada interaksi. Jangan ragu-ragu konsul apoteker
rumah sakit.

C.2. Interaksi farmakokinetik


Interaksi farmakokinetik terjadi bila obat presipitan mempengaruhi atau
mengubah proses absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme, dan ekskresi
dari obat-obat obyek. Sehingga mekanisme interaksi inipun dapat dibedakan sesuai
dengan proses-proses biologik (kinetik) tersebut.
C.2.1.
8

Interaksi dalam proses absorpsi

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadidengan berbagai cara
misalnya,
-

Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat-obat


seperti morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah
absorpsi obat-obat lain.

Kelasi yakni pengikatan molekul obat-obat tertentu oleh senyawa


logam sehingga absorpsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk
senyawa kompleks yang tidak diabsorpsi. Misalnya kelasi antara
tetrasiklin dengan senyawa-senyawa logam berat akan menurunkan
absorpsi tetrasiklin.

Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat-obat tertentu, misalnya:


umumnya antibiotika akan menurun absorpsinya bila diberikan
bersama dengan makanan.

C.2.2.

Interaksi distribusi
Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obat
dengan ikatan protein yang lebih kuat menggusur obat-obat lain dengan
ikatan protein yang lebih lemah dari tempat ikatannya pada protein
plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang tergusur ini akan lebih
tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama terjadinya
peningkatan efek toksik. Sebagai contoh, misalnya meningkatnya efek
toksik dari antikoagulan warfarin atau obat-obat hipoglikemik
(tolbutamid, klorpropamid) karena pemberian bersamaan dengan
fenilbutason, sulfa atau aspirin. Hampir sama dengan interaksi ini adalah
dampak pemakaian obat-obat dengan ikatan protein yang tinggi pada
keadaan malnutrisi (hipoproteinemia). Karena kadar protein rendah,
maka obat-obat dengan ikatan protein yang tinggi akan lebih banyak
dalam keadaan bebas karena kekurangan protein untuk mengikat obat

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
sehingga dengan dosis yang sama akan memberikan kadar obat bebas
yang lebih tinggi dengan akibat meningkatnya efek toksik. Disamping
itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi bila terjadi perubahan
kemampuan transport atau uptake seluler suatu obat oleh karena obatobat lain. Misalnya obat-obat antidepresan trisiklik atau fenotiasin akan
menghambat transport aktif ke akhiran saraf simpatis dari obat-obat
antihipertensif

(guanetidin,

debrisokuin),

sehingga

mengurangi/menghilangkan efek antihipertensi.


C.2.3.

Interaksi dalam proses metabolisme


Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan dua
kemungkinan, Pemacuan enzim (enzyme induction) Suatu obat
(presipitan) dapat memacu metabolisme obat lain (obat obyek)
sehingga mempercepat eliminasi obat tersebut. Kenaikan kecepatan
eliminasi

(pembuangan

atau

inaktivasi)

akan

diikuti

dengan

menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya.


Obat-obat yang dapat memacu enzim metabolism obat disebut sebagai
enzyme inducer. Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu
enzim ini yakni:
-

Rifampisin,
Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.
Dari berbagai reaksi metabolisme obat, maka reaksi oksidasi

fase I yang dikatalisir oleh enzim sitokrom P-450 dalam mikrosom


hepar yang paling banyak dan paling mudah dipicu. Metabolisme suatu
obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat-obat yang punya
kemampuan untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat lain
dikenal sebagai penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari
penghambatan metabolisme obat ini adalah meningkatnya kadar obat
10

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
dalam darah dengan segala konsekuensinya, oleh karena terhambatnya
proses eliminasi obat. Obat-obat yang dikenal dapat menghambat
aktifitas enzim metabolisme obat adalah:
-

kloramfenikol
isoniazid
simetidin
propanolol
eritromisin
fenilbutason
alopurinol, dll.

Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi, yakni


terutama obat dengan lingkup terapi yang sempit, maka interaksi
metabolisme dapat membawa dampak merugikan. Umumnya secara
ringkas dapat dikatakan bahwa,
-

Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena kadar

optimal tidak tercapai.


Penghambatan enzim akan berakibat mengingkatnya kadar obat
melampaui ambang toksik.

C.2.4.

Interaksi dalam proses ekskresi


Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi
terutama ginjal dapat dipengaruhi oleh obat-obat lain. Yang paling
dikenal adalah interaksi antara probenesid dengan penisilin melalui
kompetisi sekresi tubuli sehingga proses sekresi penisilin terhambat,
maka kadar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh. Interaksi
probenisid dan penisilin adalah contoh interaksi yang menguntungkan
secara terapetik. Klinidin juga menghambat sekresi aktif digoksin
dengan akibat peningkatan kadar digoksin dalam darah, kira-kira
sampai 2 kali, sehingga terjadi peningkatan kejadian efek toksik
digoksin. Salisilat menghambat sekresi aktif metotreksat. Obat-obat
diuretika menyebabkan retensi lithium karena hambatan pada proses

11

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
ekskresinya. Furosemid juga dapat meningkatkan efek toksik ginjal
dari aminoglikosida,kemungkinan oleh karena perubahan ekskresi
aminoglkosida.

C.3. Interaksi farmakodinamik


Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi farmakokinetik. Pada
interaksi farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena
perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada
interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah.
Tetapi yang terjadi adalah perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat
presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat. Interaksi farmakodinamik
dapat dibedakan menjadi,
-

Interaksi langsung (direct interaction)


Interaksi tidak langsung (indirect interaction)

C.3.1.

Interaksi langsung
Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada
tempat atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda
tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau hampir sama. Interaksi dua
obat pada tempat yang sama dapat tampil sebagai antagonisme atau
sinergisme. Interaksi langsung ini dapat terbagi lebih lanjut sebagai
berikut.

a. Antagonisme pada tempat yang sama


Antagonisme adalah keadaan dimana efek dua obat pada tempat yang
sama saling berlawanan atau menetralkan. Banyak contoh interaksi
seperti ini, misalnya:

12

Pembalikan (penetralan) efek opiat oleh obat nalokson.

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3

Pengobatan aritma yang disebabkan intoksikasi antidepresan triklisik

dengan obat fisotigmin.


Pengobatan keracunan pestisida organofosfat dengan sulfas atropin
untuk menetralisir efek-efek kolinergik yang terjadi.

b. Sinergisme pada tempat yang sama


Sinergisme adalah interkasi di mana efek dua obat yang bekerja pada
tempat yang sama saling memperkuat. Walaupun banyak contoh
interaksi yang merugikan dengan mekanisme ini tetapi banyak pula
interaksi yang menguntungkan secara terapetik. Contoh-contoh interaksi
ini, misalnya:

Efek obat pelemas otot depolarisasi (depolarizing muscle relaxants)


akan diperkuat/ diperberat oleh antibiotika aminoglikosida, kolistin
dan polimiksin karena keduanya bekerja pada tempat yang sama

yakni pada motor end plate otot serang lintang.


Kombinasi obat beta-blocker dan Ca ++-channel blocker seperti
verapamil dapat menyebabkan aritmia/asistole. Keduanya bekerja
pada jaringan konduksi otot jantung yang sama.

c. Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau
hampir sama.
Obat-obat dengan efek akhir yang sama atau hampir sama, walaupun
tempat kerja atau reseptornya berlainan, kalau diberikan bersamaan akan
memberikan efek yang saling memperkuat. Misalnya,

13

Alkohol dan obat-obat yang berpengaruh terhadap susunan saraf

pusat,
Antara berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan

saraf pusat, misalnya depresi susunan saraf pusat.


Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida
Kombinasi beberapa obat antihipertensi

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3

C.3.2.

Interaksi tidak langsung


Interaksi tidak langsung terjadi bila obat presipitan punya efek
yang berbeda dengan obat obyek, tetapi efek obat presipitan tersebut
akhirnya dapat mengubah efek obat obyek. Beberapa contoh antara
lain,

Interaksi antara obat-obat yang mengganggu agregasi trombosit


(salisilat, fenilbutason, ibuprofen, dipiridamol, asam mefenamat,
dll.) dengan obat-obat antikoagulan seperti warfarin sehingga
kemungkinan perdarahan lebih besar oleh karena gangguan proses

hemostasis.
Obat-obat yang menyebabkan perlukaan gastrointestinal seperti
aspirin, fenilbutason, indometasin, dan obat-obat antiinflamasi nonsteroid yang lain, bila diberikan pada pasien-pasien yang sedang
mendapatkan antikoagulansia seperti warfarin, maka dapat terjadi

perdarahan yang masif dari perlukaan tadi.


Obat-obat yang menurunkan kadar kalium akan menyebabkan
peningkatan efek toksik glikosida jantung digoksin. Efek toksik
glikosida jantung ini lebih besar pada keadaan hipokalemia. Tetapi
sebaliknya hipokalemia akan mengurangi efek klinik obat-obat
antiaritmia seperti lidokain, prokainamid, kinidin, dan fenitoin.
Obat presipitan yang mengurangi kadar kalium terutama adalah

diuretika.
Efek diuresis obat-obat diuretika tertentu seperti furosemid akan
berkurang bila diberikan bersama dengan obatobat antiinflamasi
non-steroid seperti aspirin, fenilbutason, ibuprofen, indometasin,
dll. Kemungkinan oleh karena penghambatan simtesis prostaglandin
oleh obat-obat presipitan tersebut, yang sebenarnya diperlukan
untuk menimbulkan efek diuretika furosemid.

14

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3

15

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara teoritis banyak sekali interaksi yang mungkin terjadi dengan mekanisme
yang telah diuraikan di muka. Namun demikian, tidak semuanya memberikan dampak
klinik yang penting. Dampak klinik akan sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek,
yakni:
-

Profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Untuk obat-obat
dengan kurva kadar vs. respons yang curam (steep dose-response curve), di mana
perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek obat,
maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan memberikan perubahan efek

yang sangat berarti.


Obat-obat dengan resiko toksik: terapetik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio),
atau sering dikenal juga sebagai obat dengan lingkup terapi sempit. Di samping kedua
hal di atas, makna klinik interaksi obat juga akan sangat tergantung kepada jenis dari
efek yang terjadi, terutama untuk interaksi farmakodinamik, yakni apabila efek obat
obyek yang mengalami perubahan tersebut merupakan efek farmakologik
utama/penting terhadap timbulnya efek terapetik maupun efek toksik dari obat.
Misalnya perubahan sedikit saja dari efek antikoagulasi, bisa terjadi perdarahan atau
kegagalan antikoagulasi. Secara ringkas, makna klinik yang bisa terjadi ada 2 macam,
yakni:
Meningkatnya efek toksik baik disertai dengan meningkatnya kadar obat obyek

atau tidak.
Kegagalan efek terapetik.
Perlu dicatat bahwa mekanisme interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik

tidak selamanya berdiri sendiri-sendiri. Adakalanya interaksi tersebut terjadi karena


kedua
16

mekanisme

tersebut,

sehingga

untuk

ini

yang

penting

adalah

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
mengevaluasi/mengobservasi efek yang terjadi. Sebagai contoh interaksi antara aspirin
dengan obat-obat hipoglikemik atau dengan antikoagulan warfarin. Disamping interaksi
kinetik pada ikatan protein, juga ada interaksi dinamik yang memperberat efek yang
terjadi.
Tidak semua interaksi obat bermakna secara klinis. Beberapa interaksi obat
secara teoritis mungkin terjadi, sedangkan interaksi obat yang lain harus dihindari
kombinasinya atau memerlukan pemantauan yang cermat. Banyak interaksi obat yang
kemungkinan besar berbahaya, terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Bagaimanapun,
ada bermacam-macam kelompok obat yang lebih mungkin terlibat dalan interaksi obat
yang bermakna secara klinis. Contoh obat-obat yang interaksinya bermakna klinis :
-

Obat yang rentang terapinya sempit (antiepilepsi, digoksin, siklosporin, teofilinam


warfarin.

Obat yang memerlukan pengaturan dosis teliti (obat antidiabet oral, antihipertensi)

Penginduksi Enzim (asap rokok, fenitoin, griseofulvin, karbamazepin, rifampisina)

Penghambat enzim (amiodaron, diltiaze, eritromisina, fluoksetin, ketokonazol)

B. Saran
Tindakan berhati-hati atau kewaspadaan diperlukan untuk menghindari dampak
negatif dari interaksi obat. Untuk itu pegangan umum berikut mungkin bermanfaat,
1. Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika
memang kondisi penyakityang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan
gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya. Misalnya:
a. pengobatan tuberkulosis,
b. pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain.

17

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
2. Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan, yakinkan
bahwa tidak ada interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau dinamik
3. Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat-obat yang
sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.
4. Jika ada interaksi, tindakan-tindakan apa yang perlu dilakukan? Apakah perlu
pengurangan dosis obat obyek? Atau dapatkah obat obyek atau obat presipitan
diganti?
5. Evaluasi efek sesudah pemberian obat-obat secara bersamaan untuk menilai ada
tidaknya efek samping/toksik dari salah satu atau kedua obat.
6. Ikutilah sedini mungkin pemakaian obat secara bersamaan bila ternyata ada efek
samping atau efek toksik yang timbul.

DAFTAR PUSTAKA
Ganiswarna, S., Farmakologi dan Terapi , edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 1995, 271-288 dan 800-810.
18

MAKALAH TENTANG INTERAKSI OBAT 201


SECARA FARMAKODINAMIKA 3
Harkness Richard, diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan Mathilda B.Widianto. Interaksi

obat. Bandung: Penerbit ITB, 1989


Stockley, I.H., Drug Interactions ,University of Nottingham Medical School, Nottingham,
1994.
Sulistia Gan Gunawan., Farmakologi dan Terapi , edisi V. Balai Pustaka Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. 2009. 139-160
Tatro, D., Drug Interaction Facts , 6th Ed, Facts & Comparison A Wolters Kluwer Company,
2001, 3-24.

19

Anda mungkin juga menyukai