BAB I
PENDAHULUAN
Interaksi obat adalah situasi di mana suatu zat memengaruhi aktivitas obat, yaitu
meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan
atau direncanakan. Interaksi dapat terjadi antar-obat atau antara obat dengan makanan serta
obat-obatan herbal. Secara umum, interaksi obat harus dihindari karena kemungkinan hasil
yang buruk atau tidak terduga. Interaksi obat tidak hanya terjadi antar obat. Namun juga
dapat terjadi antar obat dengan makanan. Banyak orang yang menganggap remah terhadap
hal ini padahal, hal ini sangat perlu diperhatikan. Ada obat-obat tertentu yang jika
berinteraksi dengan makanan, akan meningkatkan kinerja obat namun ada jugajenis obat
yang jika bereaksi dengan makanan tertentu dapat menurunkan kerja obat dalam tubuh,
bahkan dapat meningkatkan toksisitas bagi tubuh. Dalam dunia veteriner ataupun
peternakan, tentu ilmu farmakologi dan ilmu pakan hewan sangat berkaitan dan penting
karena kedua ilmu ini mempelajari hubungan antara makanan yang dimakan dengan
kesehatan tubuh yang diakibatkannya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dan akan
sangat berbahaya jika kedua bidang ilmu ini tidak berjalan seimbang atau berat sebelah.
Karena akan menetukan kelanjutan hidup dari hewan tersebut. Oleh karena itu, sangat perlu
diketahui dan dipahami dengan benar hal tentang interaksi obat dengan makanan agar dapat
terwujudkan keserasian antara pakan dan kesehatan serta dapat meningkatkan kualitas hidup
hewan serta kesehatan masyarakat veteriner untuk kedepannya.
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat dibuat adalah sebagai
berikut:
3. Fase apa saja yang terjadi dalam interaksi obat dengan makanan?
1
4. Obat apa sajakah yang memberikan efek positif bagi tubuh?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
3. Mengetahui fase apa saja yang terjadi dalam interaksi obat dengan makanan.
4. Mengetahui dan memahami jenis-jenis obat yang memberikan efek positif bagi tubuh.
5. Mengetahui dan memahami jeni-jenis obat yang dapat menurunkan kinerja tubuh.
1.4 Manfaat
2. Dapat memahami dan menjelaskan apa itu interaksi obat dengan makanan.
3. Dapat mengetahui dan memahami fase apa saja yang terjadi dalam interaksi obat dengan
makanan.
4. Dapat mengetahui dan memahami jenis-jenis obat yang memberikan efek positif
bagi tubuh.
5. Dapat mengetahui dan memahami jeni-jenis obat yang dapat menurunkan kinerja tubuh.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi
obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang
signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama.
Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di
Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit
atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan hingga terjadi
kasus kematian karena interaksi dan/atau efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah
sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek
untuk lebih dari satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang
dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau
pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan
batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung,
antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa
digunakan bersama-sama.
Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena :
a. Dokumentasinya masih sangat kurang
b. Seringkali lolos dari pengamatan, karena kurangnya pengetahuan akan mekanisme dan
kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal ini mengakibatkan interaksi obat berupa
peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat,
sedangkan interaksi berupa penurunan efektivitas dianggap diakibatkan bertambah
parahnya penyakit pasien
c. Kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi individual, di mana
populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric atau berpenyakit parah, dan bisa
juga karena perbedaan kapasitas metabolisme antar individu. Selain itu faktor
penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah dan faktor-faktor
lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
2.2 Mekanisme Interaksi Obat
Interaksi diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan dalam proses farmakokinetik
maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai dengan perubahan kadar plasma
obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paro dsb. Interaksi farmakokinetik
diakibatkan oleh perubahan laju atau tingkat absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi. Interaksi farmakodinamik biasanya dihubungkan dengan kemampuan suatu obat
untuk mengubah efek obat lain tanpa mengubah sifat-sifat farmakokinetiknya. Interaksi
farmakodinamik meliputi aditif (efek obat A =1, efek obat B = 1, efek kombinasi keduanya =
2), potensiasi (efek A = 0, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 2), sinergisme (efek A = 1, efek
B = 1, efek kombinasi A+B = 3) dan antagonisme (efek A = 1, efek B = 1, efek kombinasi
A+B = 0). Mekanisme yang terlibat dalam interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek
pada jaringan atau reseptor.
Mekanisme interaksi obat:
1.Interaksi Farmakokinetika
Dapat terjadi pada berbagai tahap meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme, atau
ekskresi.
a. Absorbsi saluran pencernaan meliputi kecepatan dan jumlah.
Dipengaruhi oleh formulasi farmasetik termasuk bentuk sediaan, pKa dan kelarutan obat
dalam lemak disamping pH, flora bakteri, dan aliran darah dalam organ pencernaan (meliputi
usus besar, usus halus, usus 12 jari dan lambung).
Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan mengalami proses –
proses sebagai berikut :
1.Obat disimpan dalam depo jaringan.
2.Obat terikat oleh protein plasma terutama albumin.
3.Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan
menimbulkan respon biologis.
4.Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu :
a. Obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami metabolisme akan
menghasilkan senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan
reseptor dan menimbulkan respon biologis ( bioaktivasi).
b. Obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit yang lebih polar dan tidak
aktif, kemudian diekskresikan (bioinaktivasi).
c. Obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan metabolit yang bersifat toksik
(biotoksifikasi).
5.Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan.
b .Ikatan obat protein (pendesakan obat) meliputi obat bebas/ aktif dan obat terikat /tidak
aktif.
d. Klirens ginjal meliputi peningkatan ekskresi (penurunan konsentrasi obat) dan penurunan
ekskresi (peningkatan konsentrasi obat).
Reseptor obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup mengandung gugus
fungsional atau atom atom terorganisasi, reaktif secara kimia dan bersifat khas, yang dapat
berinteraksi secara terpulihkan dengan molekul obat yang mengandung gugus fungsional
khas, menghasilkan respon biologis tertentu.
2.Interaksi Farmakodinamika
Meliputi sinergisme kerja obat, antagonisme kerja obat, efek reseptor tidak langsung,
gangguan cairan dan elektrolit.
Pasien yang rentan terhadap interaksi obat :
a. Individu usia lanjut
b. Minum lebih dari 1 macam obat
c. Mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati
d. Mempunyai penyakit akut
e. Mempunyai penyakit yang tidak stabil
f. Memiliki karakteristik genetik tertentu
g. Ditangani lebih dari 1 dokter.
2/. Lemak
Keseluruhan dari pengaruh makan lemak pada metabolisme obat adalah bahwa apa
saja yang dapat mempengaruhi jumlah atau komposisi asam lemak dari fosfatidilkolin
mikrosom hati dapat mempengaruhi kapasitas hati untuk memetabolisasi obat. Kenaikan
fosfatidilkolin atau kandungan asam lemak tidak jenuh dari fosfatidilkolin cenderung
meningkatkan metabolism obat (Gibson, 1991). Contohnya : Efek Griseofulvin dapat
meningkat.interaksi yang terjadi adalah interaksi yang menguntungkan dan grieseofluvin
sebaiknya dimakan pada saat makan makanan berlemak seperti daging sapi, mentega, kue,
selada ayam, dan kentang goreng (Harkness, 1989).
3/. Karbohidrat
Karbohidrat tampaknya mempunyai efek sedikit pada metabolism obat, walaupun
banyak makan glukosa, terutama sekali dapat menghambat metabolism barbiturate, dan
dengan demikian memperpanjang waktu tidur. Kelebihan glukosa ternyata juga
mengakibatkan berkurangnya kandungan sitokrom P-450 hati dan memperendah aktivitas
bifenil-4-hidroksilase (Gibson, 1991). Sumber karbohidrat: roti, biscuit, kurma, jelli, dan lain-
lain (Harkness, 1989).
4/. Vitamin
Vitamin merupakan bagian penting dari makanan dan dibutuhkan untuk sintesis
protein dan lemak, keduanya merupakan komponen vital dari system enzim yang
memetabolisasi obat. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa perubahan dalam level
vitamin, terutama defisiensi, menyebabkan perubahan dalam kapasitas memetabolisasi obat.
Contohnya :
a. Vit A dan vit B dengan antacid, menyebabkan penyerapan vitamin berkurang.
b. Vit C dengan besi, akibatnya penyerapan besi meningkat.
c. Vit D dengan fenitoin (dilantin), akibatnya efek vit D berkurang.
d. Vit E dengan besi, akibatnya aktivitas vit E menurun.(Harkness, 1989)
5/. Mineral
Mineral merupakan unsur logam dan bukan logam dalam makanan untuk menjaga
kesehatan yang baik. Unsur – unsure yang telah terbukti mempengaruhi metabolisme obat
ialah: besi, kalium, kalsium, magnesium, zink, tembaga, selenium, dan iodium. Makanan
yang tidak mengandung magnesium juga secara nyata mengurangi kandungan
lisofosfatidilkolin, suatu efek yang juga berhubungan dengan berkurangnya kapasitas
memetabolisme hati. Besi yang berlebih dalam makanan dapat juga menghambat
metabolisme obat. Kelebihan tembaga mempunyai efek yang sama seperti defisiensi
tembaga, yakni berkurangnya kemampuan untuk memetabolisme obat dalam beberapa hal.
Jadi ada level optimum dalam tembaga yang ada pada makanan untuk memelihara
metabolism obat dalam tubuh (Gibson, 1991).
b. Fase farmakokinetik
Fase farmakokinetik adalah absorbsi, transport, distribusi, metabolisme dan
ekskresi obat. Interaksi obat dan makanan paling signifikan terlibat dalam proses absorbsi.
Usus halus, organ penyerapan primer, berperan penting dalam absorbsi obat. Fungsi usus
halus seperti motilitas atau afinitas obat untuk menahan sistem karier usus halus, dapat
mempengaruhi kecepatan dan
tingkat absorbsi obat. Makanan dan nutrien dalam makanan dapat meningkatkan atau
menurunkan absorbsi obat dan mengubah ketersediaan hayati obat.
c. Fase farmakodinamik
Fase farmakodinamik merupakan respon fisiologis dan psikologis terhadap obat.
Mekanisme obat tergantung pada aktifitas agonis atau antagonis, yang mana akan
meningkatkan atau menghambat metabolisme normal dan fungsi fisiologis dalam tubuh
manusia. Obat dapat memproduksi efek yang diinginkan dan tidak diinginkan. Aspirin dapat
menyebabkan defisiensi folat jika diberikan dalam jangka waktu lama. Methotrexat memiliki
struktur yang mirip dengan folat vitamin B, hal ini dapat memperparah defisiensi folat.
Tabel 4: Beberapa interaksi penting antara obat dan makanan.
No Nama obat Tipe nutrien Efek dari interaksi Rekomendasi
1 Azithromycin Makanan Absorbsi Azithromycin berselang 2 jam
(Zithromax) berkurang, ketersediaan Diminum saat perut
hayatinya berkurang kosong / konsisten
43%, konsentrasi maksimal pada saat yang sama
52%. setiap hari.
Penelanan tablet dengan air yang cukup atau cairan lain penting untuk beberapa obat
karena jika ditelan tablet tersebut cenderung merusak saluran oesophagus. Petunjuk pada
pasien untuk mencegah iritasi dan atau ulcer pada oesophagus, tablet atau kapsul obat harus
ditelan dengan segelas air oleh pasien dengan posisi berdiri, misalnya untuk obat obat
D. Absorbsi
Obat-obatan yang dikenal luas dapat mempengaruhi absorbsi zat gizi adalah obat-
obatan yang memiliki efek merusak terhadap mukosa usus. Antineoplastik, antiretroviral,
NSAID dan sejumlah antibiotik diketahui memiliki efek tersebut. Mekanisme penghambatan
absorbsi tersebut meliputi: pengikatan antara obat dan zat gizi (drug-nutrient binding)
contohnya Fe, Mg, Zn, dapat berikatan dengan beberapa jenis antibiotik; mengubah
keasaman lambung seperti pada antacid dan antiulcer sehingga dapat mengganggu
penyerapan B12, folat dan besi; serta dengan cara penghambatan langsung pada metabolisme
atau perpindahan saat masuk ke dinding usus.
E. Metabolisme
Obat-obatan dan zat gizi mendapatkan enzim yang sama ketika sampai di usus dan
hati. Akibatnya beberapa obat dapat menghambat aktifitas enzim yang dibutuhkan untuk
memetabolisme zat gizi. Sebagai contohnya penggunaan metotrexate pada pengobatan kanker
menggunakan enzim yang sama yang dipakai untuk mengaktifkan folat. Sehingga efek
samping dari penggunaan obat ini adalah defisiensi asam folat.
F. Ekskresi
Obat-obatan dapat mempengaruhi dan mengganggu eksresi zat gizi dengan
mengganggu reabsorbsi pada ginjal dan menyebabkan diare atau muntah
↓ Kalsium
aminoglycosides, bisphosphonates, corticosteroids, H2 receptor antagonists, loop diuretics ;
amphotericin B, antacids, carbamazepine, cholestyramine, cisplatin, colchicines, digoxin,
doxycycline, ethosuximide, foscarnet, Mg oxide/sulfate, minocycline, oxcarbazepine,
oxytetracycline, pentamidine, phenobarbital, phenytoin, primidone, Na phosphate, sucralfate,
zelodronic acid, zonisamide.
↑ Kalsium
antiestrogens, estrogens, thiazide diuretics ; aluminium intoxication, aminoiphylline, Ca
carbonate, lithium.
↓ Magnesium
aminoglycosides, corticosteroids, estrogens, loop diuretics, oral contraceptives,
tetracyclines,thiazide diuretics; amphotericin B, cholestyramine, cisplatin, cyclosporine,
digoxin, foscarnet, hydralazine, methsuximide, pamidronate, penicillamine, raloxifene, Na
phosphate, tacrolimus, zoledronic acid.
↑ Magnesium
Usually associated with intake > 6g/day, Mg-containing antacids/enemas.
↓ Fosfor
Thiazide diuretics; alendronate, antacids (Al & Mg-containing), cholestyramine, digoxin,
foscarnet, Mg oxide/sulfate, ,pamidronate, sucralfate, theophylline, zoledronic acid.
↑ Fosfor
Etidronate, foscarnet, Na phosphate laxatives & enema.
↓Kalium
Aminoglycosides, loop diuretics, penicillins, salicylates, thiazide diuretics, acetazolamide,
amphotericin B, bisacodyl, cisplatin, colchicine, cyclosporine, enoxacin, foscarnet,
hydralazine, levodopa, mannitol, pamidronate, Na bicarbonate & phosphates.
↑ Kalium
ACE inhibitors, angiotensin, receptor blockers, beta-adrenergic blochers, NSAIDs, Kalium
sparing diuretics ; cyclosporine, heparin, hypertonic solutions, lithium, pentamidine,
succinylcholine.
↓ Natrium
Aminoglicosides, loop diuretics, Kalium sparing diuretics, thiazide diuretics, salicylates ;
acetazolamide, amphotericin B, bisacodyl, captopril, colchicine, foscarnet.
↑ Natrium
Hypertonic IV solution, mannitol, Na penicillin G, Na phosphate laxative & enemas.
↓ Zink
ACE inhibitors, corticosteroids, diuretics, estrogens, oral contraceptives, H2 receptor
antagonists, reverse transcriptase inhibitors ; cholestyramine, ethambutol, hydralazine,
penicillamine.
↓ Klorida
Thiazide diuretics, loop diuretics.
↑ Klorida
Spironolactone, triamterene
Reaksi Maillard. Walaupun bukan merupakan interaksi obat-obat, masalah ini perlu
dikemukakan. Reaksi Maillard adalah reaksi kimia antara asam amino dengan gula pereduksi.
Biasanya reaksi memerlukan panas. Seperti halnya karamelisasi, ini merupakan bentuk
diskolorasi coklat yang bersifat non-enzimatik. Gugus karbonil yang reaktif dari gula
bereaksi dengan gugus amino nukleofilik dari asam amino, untuk membentuk berbagai
molekul yang menimbulkan berbagai warna dan aroma. Reaksi Maillard terjadi bila asam
amino dan glukosa dikandung dalam satu wadah. Karena asam amino dan glukosa intravena
perlu diberikan sekaligus, suatu pendekatan yang pintar adalah menghasilkan kantong dengan
dua kamar di mana glukosa dan asam amino dipisah. Asam amino dan glukosa dicampur dulu
sebelum diberikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa
1. Interaksi antara obat dan makanan terjadi dalam tiga fase yaitu fase farmasetis, fase
farmakokinetik, fase farmakodinamik. Dengan mekanisme obat yang telah diminum akan
hancur dan obat terdisolusi (merupakan fase farmasetis), kemudian obat tersebut di absorpsi,
transport, distribusi, metabolism dan ekresi oleh tubuh (merupakan fase farmakokinetik),
setelah melewati fase farmakokinetik maka obat tersebut dapat direspon secara fisiologis dan
psikologis (merupakan fase farmakodinamik).
2. Efek samping pemberian obat-obatan yang berhubungan dengan gangguan GI
(gastrointestinal) dapat berupa terjadinya mual, muntah, perubahan pada pengecapan,
turunnya nafsu makan, mulut kering atau inflamasi/ luka pada mulut dan saluran pencernaan,
nyeri abdominal (bagian perut), konstipasi dan diare. Efek samping seperti di atas dapat
memperburuk konsumsi makanan si pasien. Ketika pengobatan dilakukan dalam waktu yang
panjang tentu dampak signifikan yang memperngaruhi status gizi dapat terjadi.
3. Interaksi obat- mikronutrien meliputi Inkompatibilitas obat IV, Kekurangan-kekurangan
PVC (polivinilklorida),Reaksi Maillard.
3.2 Saran
Untuk menghindari interaksi obat yang tidak diinginkan maka sebaiknya
1. Bacalah label obat dengan teliti, apabila kurang memahami dapat ditanyakan
dengan dokter yang meresepkan.
2. Baca aturan pakai, label perhatian dan peringatan interaksi obat yang tercantum
dalam label atau wadah obat. Bahkan obat yang dijual bebas juga perlu aturan
pakai yang disarankan.
3. Jangan campur obat dengan makanan atau membuka kapsul kecuali atas petunjuk
dokter.
4. Vitamin atau suplemen kesehatan sebaiknya jangan diminum bersamaan dengan
obat karna terdapat beberapa jenis vitamin dan mineral tertentu yang dapat
berinteraksi dengan obat.
5. Jangan pernah memberi obat bersamaan dengan makanan yang mengandung
alcohol.
Sebelum mengkonsumsi obat, sebaiknya konsultasikan dahulu dengan dokter atau
apoteker untuk mengetahui aturan pakai yang tepat. Dan juga saat konsultasi dengan dokter,
beritahukan semua obat atau vitamin yang sedang dikonsumsi saat ini untuk mencegah
terjadinya interaksi.
KEPUSTAKAAN
Wanamaker ,Boyce P., Kathy, Lockett Massey. (2009). Applied Pharmacology for Veterinary
Technicians, 4th Edition. Canada,USA: Saunders Elsevie