PENDAHULUAN
transport obat dalam darah serta efek-efek yang diberikan dari obat-obat yang
berinteraksi.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui bagaimana interaksi obat yang terjadi sewaktu transport dalam darah.
2. Mengetahui jenis-jenis interaksi obat dalam pemberian dua atau lebih jenis obat
yang bermanfaat atau yang berbahaya.
3. Mengetahui golongan obat apa saja yang dapat berinteraksi dengan golongan obat
lain jika digunakan secara bersamaan.
1
4. Mengetahui permasalahan dan pemecahan dari interaksi obat yang terjadi pada
distribusi dalam darah.
1.3 Manfaat Penulisan
Diharapkan dapat memanfaatkan pengetahuan dari macam macam interaksi
obat dan penyebabnya, sehingga dalam penggunaan dua obat atau lebih dapat
dikombinasi dengan baik dan bermanfaat. Dengan demikian, pemecahan masalah dari
efek negatif pemberian kombinasi obat dapat dihindari jika berbahaya dan tidak
menimbulkan efek kronis pada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Interaksi Obat
Apa yang dimaksud dengan interaksi obat ? secara singkat dapat dikatakan
interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek obat lainnya. Kerja obat yang
diubah dapat menjadi lebih atau kurang aktif. Richard Harkness, 1989.
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drugrelated problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang
dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika
farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu
2
atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005). Dua atau lebih obat yang diberikan
pada waktu yang sama dapat berubah efeknya secara tidak langsung atau dapat
berinteraksi. Interaksi bisa bersifat potensiasi atau antagonis efek satu obat oleh obat
lainnya, atau adakalanya beberapa efek lainnya (BNF 58, 2009).
Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat
di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi,
metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai
macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi. Selain
itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan
dengan obat.
Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
interaksi farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik
adalah interaksi antar obat (yang diberikan berasamaan) yang bekerja pada reseptor
yang sama sehingga menimbulkan efek sinergis atau antagonis. Interaksi
farmakokinetik adalah interaksi antar dua atau lebih obat yang diberikan bersamaan
dan saling mempengaruhi dalam proses ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme,
dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan salah satu kadar obat
dalam darah.
2.2 Jenis jenis Interaksi Obat
Pada dasarnya interaksi obat dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam,
yaitu : interaksi secara Farmasetik, interaksi secara farmkokinetik dan interaksi secara
farmakodinamik.
1. Interaksi secara Farmasetik
Merupakan reaksi fisika-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan atau
disiapkan sebelum obat digunakan oleh penderita. Misalnya : interaksi antara obat
dengan larutan infus IV yang dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya
emulsi atau terjadi pengendapan, Rifampicin Isoniazid (INH) Bila digerus
bersamaan akan menurunkan aktivitas INH karena sifat rifampicin yang
higroskopis. INH mengalami penurunan aktivitas maka kedua obat harus
diberikan terpisah.
Bentuk interaksi secara fisika dapat berupa : terjadinya perubahan kelarutan dan
terjadinya penurunan titik beku. Sedangkan interaksi secara kimia dapat berupa
tejadinya reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat selama
proses pembuatan ataupun selama dalam penyimpanan.
2. Interaksi secara Farmakokinetik
obat-obatan.
Sebagai
contoh,
antibakteri
tetrasiklin
dapat
yang
mengubah
laju
pengosongan
lambung
dapat
2) Induksi Enzim
Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus
dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik
yang sama, alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim
mikrosom sehingga meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya
(Stockley, 2008).
3) Inhibisi Enzim
Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga
obat terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang
mungkin memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk
berkembang sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2
sampai 3 hari, sehingga terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur
metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh
isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi
enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika
serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting secara
klinis (Stockley, 2008).
4) Faktor genetik dalam metabolisme obat
Peningkatan pemahaman genetika telah menunjukkan bahwa beberapa
isoenzim sitokrom P450 memiliki polimorfisme genetik, yang berarti
bahwa beberapa dari populasi memiliki varian isoenzim yang berbeda
aktivitas. Contoh yang paling terkenal adalah CYP2D6, yang sebagian
kecil populasi varian aktivitas rendah dan dikenal sebagai metabolisme
lambat. Sebagian lainnya memiliki iso enzim cepat atau metabolisme
ekstensif. Kemampuan yang berbeda dalam metabolisme obat-obatan
tertentu dapat menjelaskan mengapa beberapa pasien berkembang
mengalami toksisitas ketika diberikan obat sementara yang lain bebas dari
gejala (Stockley, 2008).
5) Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi
Siklosporin dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi
isoenzim ini, sedangkan ketokonazol menghambatnya, sehingga tidak
mengherankan bahwa rifampisin mengurangi efek siklosporin sementara
ketokonazol meningkatkannya (Stockley, 2008).
6
adiposa, ruang antar sel, dan lain-lain. Obat yang terikat ini berperan sebagai
cadangan dan bila obat bebas telah termetabolisme, terakumulasi dalam jaringan
lain atau tereksresi, maka tambahan atau pasokan obat berasal dari pelepasan
ikatan tersebut. Dengan demikian terjadi proses ke-setimbangan dinamik yang
terus menerus dengan bagian obat yang tetap berada dalam keadaan bebas.
B. Interaksi dalam ikatan protein plasma
Banyak obat terikat pada protein plasma, obat yang bersifat asam terutama
pada albumin, sedangkan obat yang bersifat basa pada asam 1-glikoprotein.
Oleh karena jumlah protein plasma terbatas, maka terjadi kompetisi antara obat
obat yang bersifat basa untuk berikatan dengan protein yang sama. Tergantung
dari kadar obat dan afinitasnya terhadap protein plasma, maka suatu obat dapat
digeser dari ikatanya dengan protein plasma oleh obat lain, dan peningkatan kadar
obat bebas menimbulkan peningkatatan efek farmakologiknya. Akan tetapi
keadaan ini hanya berlangsung sementara karena peningkatan kadar obat bebas
juga meningkatkan eliminasinya sehingga akhirnya tercapai keadaan mantap yang
baru dimana kadar obat total menurun tetapi kadar obat bebas kembali seperti
sebelumnya (mekanisme kompensasi).
Interaksi dalam ikatan protein ini, meskipun banyak terjadi, tetapi yang
menimbulkan masalah dalam klinik hanyalah yang menyangkut obat dengan sifat
berikut untuk obat yang di geser :
1. Mempunyai ikatan yang kuat dengan protein plasma (minimal 85%) dan
volume distribusi yang kecil ( 0,15 L/kg) sehingga pergeseran sedikit saja
akan meningkatkan kadar obat bebas secara bermakna; ini berlaku terutama
untuk obat bersifat asam, karena kebanyakan obat berifat basa volume
distribusi sangat luas.
2. Mempunyai batas keamanan yang sempit sehingga peningkatan kadar obat
bebas tersebut dapat mencapai kadar toksik.
Efek toksik yang serius telah terjadi sebelum kompensasi diatas tersebut
terjadi, misalnya terjadi pendarahan pada antikoagulan oral, hipoglikemia pada
anti diabetic oral; atau eliminasinya mengalami kejenuhan, misalnya penitoin,
salisilat dan dikumarol, sehingga peningkatan kadar obat bebas tidak segera
disertai dengan peningkatan kecepatan eliminasinya. Interaksi ini lebih nyata
dengan hipoalbuminemia, gagal ginjal atau penyakit yang berat akibat
11
berkurangnya albumin plasma ikatan obat bersifat asam dengan albumin, serta
menurunya eliminasi obat.
Bagi obat penggeser yang dapat menimbulkan pergeseran protein yang
bermakna adalah yang bersifat sebagai berikut :
1. Berikatan dengan albumin di tempat ikatan yang sama dengan obat yang
dapat digeser (site I atau site II) dengan ikatan yang kuat.
2. Pada dosis terapi kadarnya cukup tinggi untuk mulai menjenuhkan tempat
ikatanya pada albumin sebagai contoh, fenilbutazon akan menggeser
warfarin (ikatan protein 99%, Vd=0,14 L/kg) dan tolbutamid (ikatan protein
96%, Vd=0,12 L/kg).
Faktor faktor yang mempengaruhi konsentrasi protein plasma :
1. Sintesis protein
2. Katabolisme protein
3. Distribusi albumin antara ruang intra dan ekstra vaskuler
4. Eliminasi protein plasma yang berlebihan terutama albumin
5. Perubahan kualitas protein plasma afinitas obat terhadap protein berubah
Contoh penyakit hati/ginjal kualitas protein plasma berubah kapasitas
protein plasma terhadap obat berubah.
Faktor faktor yang mempengaruhi ikatan protein plasma :
1. Sifat fisikokimia obat
2. Konsentrasi obat dalam tubuh
3. Jumlah protein plasma
4. Afinitas antara obat dengan protein
5. Kompetisi obat dengan zat lain pada ikatan protein
6. Kondisi patofisiologis penderita
2.7 Prinsip Transport Obat di dalam aliran darah
Interaksi dalam mekanisme distribusi (kompetisi dalam ikatan protein plasma).
Distribusi adalah proses pengiriman zat-zat dalam obat kepada jaringan dan sel-sel
target. Proses ditribusi dipengaruhi oleh sistem sirkulasi tubuh, jumlah zat yang dapat
terikat dengan protein tubuh serta jaringan atau sel tujuan dari obat tersebut. Ketika
obat didistribusikan di dalam plasma kebanyakan berikatan dengan protein (terutama
albumin).
Molekul protein sangat besar dibandingkan dengan molekul obat dan dapat
megandung lebih dari satu tipe tempat pengikatan untuk obat. Bila obat berikatan
dengan plasma protein seperti albumin, maka molekulnya menjadi sangat besar
sehingga sulit untuk berdifusi. Obat-obat yang lebih besar dari 80% berikatan dengan
protein dikenal sebagai obat-obat yang berikatan dengan tinggi protein. Salah satu
contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein adalah diazepam : yaitu : 98%
12
berikatan dengan protein, aspirin 49% berikatan dengan protein, tolbutamid 96%
berikatan dengan protein.
Bagian obat yang berikatan bersifat inaktif, dan bagian obat selebihnya yang
tidak berikatan dapat bekerja bebas. Hanya obat-obat yang bebas atau yang tidak
berikatan dengan protein yang bersifat aktif dan dapat menimbulkan respons
farmakologik. Dengan menurunnya kadar obat bebas dalam jaringan, maka lebih
banyak obat yang berada dalam ikatan dibebaskan dari ikatannya dengan protein
untuk menjaga keseimbangan dari obat yang dalam bentuk bebas. Jika ada dua obat
yang berikatan tinggi dengan protein diberikan bersama-sama maka terjadi persaingan
untuk mendapatkan tempat pengikatan dengan protein, sehingga lebih banyak obat
bebas yang dilepaskan ke dalam sirkulasi. Hal ini menyebabkan obat yang
mempunyai pengikatan terhadap plasma protein yang tinggi dapat mengurangi
seluruh bersihan obat. Demikian pula sebaliknya, kadar protein rendah menurunkan
jumlah tempat pengikatan protein, sehingga meningkatkan jumlah obat bebas dalam
plasma. Jika hal tersebut terjadi, maka dapat terjadi kelebihan dosis.
13
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Contoh Interaksi Obat Dalam Proses Distribusi (Transport Dalam Darah)
Beberapa contoh obat yang berinteraksi di dalam proses distribusi yang
memperebutkan ikatan protein adalah sebagai berikut :
No
Obat Objek
Obat
Mekanisme
Efek/ akibat yg
(A)
Presipitan
Interaksi
ditimbulkan
1.
Warfarin
Penanganan
(B)
Fenilbutazon,
Obat B menggeser
Oksifenbutazon,
Salisilat,
dengan
hendaknya dihindari.
klofibrat,
plasma
fenitoin,
toksisitas obat A
protein
Pendarahan
Terapi
yang
efek/
sulfinipirazon,
asam
mefenamat
pada
protein
plasma.
Namun,
fenilbutazon
memiliki
yang
afinitas
lebih
besar,
sehingga
mampu
mengeser
warfarin
dan
meningkatkan
jumlah
warfarin
atau
kadar
bebas
14
2.
Walfarin
Kloralhidrat
meningkat.
Metabolit utama dari
kloralhidrat
adalah
Meningkatkan
respon koagulan
Walfarin
Simetidin
Digunakan
yang
sangat
kuat
bila
plasma. Kloralhidrat
interaksi,
diganti
mendesak
diazepam
atau
warfarin
plasma
Cimetidin terikat ole
P-450
sehingga
(Warfarin)
adanya
flurazepam
Meningkatkan
Respon
antikoagulan
dengan
Normalized
sehingga
obat
lain
terakumulasi
bila
4.
terlihat
menurunkan aktivitas
akan
Metronidazol
obt
sitokrom
Antikoalgulan
mungkin
diberikan
Ratio)
mengurangi
dosis Warfarin.
bersama Cimetidin.
Metronidazol
Efek antikoagulan
Sebaiknya
menghambat
meningkat,
metabolisme
akibatnya
warfarin,
juga
meningkatkan
resiko
pendarahan
harus
meningkat.
apakah
hypoprotrombinemia
kombinasi
dimonitor
,
efek
antikoagulan
meningkat pada awal
pemberian
metronidazole, sampai
saat penghentian.
Biasanya
dosis
antikoagulan diperkecil
dahulu
pada
saat
Warfarin
Allopurinol
Pendarahan
pengobatan
terjadi
15
hypoprotrombinaemia
pada saat pemberian
antikoagulan
dengan
beberapa
saat
warfarin
dan
warfarin
dosis
disesuaikan..
6.
Tolbutamid,
Fenilbutazon,
Pemberian
Hipoglikemia
klorpropamid
oksifenbutazon,
klorpropamid
salisilat
dengan
Dosis
antikoagulan
diperkecil.
Fenilbutazon
akan
meningkatkan
distribusi
dari
Klorpropamid.
Hal
ini
dikarenakan
didalam
senyawa
darah
obat
dari
klorpropamid
berinteraksi
dengan
protein
plasma,
sehingga
senyawa
asam
akan
berikatan
albumin
dengan
dan
basa
yang
berikatan
dengan
1-
glikoprotein,
sehingga
klorpropamid
dan
fenilbutazon bersaing
beriktatan
dengan
protein
plasma,
sehingga
proses
distribusi
dari
fenilbutazon
akan
terhambat.
16
7.
Metotreksat
Salisilat,
Sulfonamid
Obat B menggeser
Pansitopenia
Jika
ikatan
albumin
dengan protein
Pansitopenia
plasma
adalah
efek/toksisitas Obat
pengurangan
signifikan jumlah
obat-
subnormal,
eritrosit, semua
Obat
Salisilat menggeser
Metrotreksat dari
putih, dan
ikatannya dengan
trombosit di
albumin dan
sirkulasi darah.
menurunkan
yang
memiliki
kronik
sekreseinya ke dalam
harus
disesuaikan
nephron oleh
kompetisi dengan
anion secretory
8.
Fenitoin
Fenilbutazon,
carrier.
Obat B menggeser
Toksisitas
Bila
oksifenbutazon,
Fenitoin
hindarkan penggunaan
salisilat
dengan protein
dimungkinkan
keduanya.
plasma
efek/toksisitas Obat
A
9.
10.
Antikoagulan
Asam Valporat
Rifampicin
Fenitoin
Menurunkan
Rifampicin
bioavailabilitas
darah
rifampicin
efek antikoagulan
sediaan tersebut.
menurun,
diberikan
Asam
valporat
dapat berkurang
Efek
fenitoin
mendesak
fenitoin
meningkat terjadi
berbarengan.
reaksi
plasma
samping
efek
Banyak obat yang terikat protein plasma sehingga hanya obat dalam bentuk bebas
di dalam plasma yang menghasilkan efek farmakologi. Biasanya obat terikat albumin
namun sebagian obat (seperti kuinin) terikat ke -globulin dan asam glikoprotein. Obatobat yang bersifat asam seperti walfarin dan analgetik non steroid (NSAID) memiliki
afinitas yang tinggi terhadap albumin plasma, namun sebagian obat basa seperti
antidepresan dapat berikatan juga.
17
dan
tolbutamid (ikatan protein 96%, Vd = 0,12 l/kg), sehingga kadar plasma warfarin
dan tolbutamid bebas meningkat. Selain itu fenilbutazon juga menghambat
metabolisme warfarin dan tolbutamid. (Farmakologi dan Terapi Edisi 5, 2012).
Kedua obat ini terikat kuat pada protein plasma, tetapi fenilbutazon memiliki
afinitas lebih besar, sehingga mampu menggeser warfarin dan dalam jumlah/kadar
warfarin bebas meningkat sehingga aktivitas antikoagulan meningkat dan terjadi
resiko pendarahan.
Penanganan, sebaiknya penanganan terapi yang menggunakan obat ini wajib
untuk dihindari.
2. Walfarin Kloralhidrat
Warfarin merupakan antikoagulan oral. Lebih dari 90% dari warfarin terikat
pada albumin plasma, yang mungkin menjadi penyebab kenapa volume
distribusinya
kecil
(ruang
albumin),
jika
obat bebas dari warfarin ini akan meningkat, oleh karenanya ia disebut
obat dengan indeks terapi sempit (Katzung, 2004; Jaffer, Bragg, 2003).
Kloralhidrat adalah aldehida yang terikat dengan air, menjadi alkohol. Efek bagi
pasien-pasien yang gelisah, juga sebagai obat pereda pada penyakit saraf hysteria.
Berhubung cepat terjadinya toleransi dan resiko akan ketergantungan fisik dan
psikis, obat ini hanya digunakan untuk waktu singkat (1-2 minggu) (Tjay, 2002).
Mekanisme Interaksi Obat Metabolit utama dari kloralhidrat adalah asam
triklorasetat yang sangat kuat terikat pada protein plasma. Kloralhidrat mendesak
warfarin dari ikatan protein sehingga meningkatkan respon antikoagulan.
Penanganan
Sebaiknya pola terapi yang menggunakan kombinasi obat ini hedaknya dihindari,
jika sangat terdesak pemberian warfarin dengan kloralhidrat diberikan dengan
interval waktu. Selain itu, digunakan obat hypnotik yang lain , bila terlihat adanya
interaksi, diganti diazepam atau flurazepam.
3. Warfarin dan Simetidin
Warfarin merupakan antikoagulan oral. Lebih dari 90% dari warfarin terikat
pada albumin plasma, yang mungkin menjadi penyebab kenapa volume
distribusinya
kecil
(ruang
albumin),
jika
obat bebas dari warfarin ini akan meningkat, oleh karenanya ia disebut
obat dengan indeks terapi sempit (Katzung, 2004; Jaffer, Bragg, 2003).
Simetidin merupakan antihistamin penghambat reseptor Histamin H2
yang
mikrosom hati, sehingga obat lain akan terakumulasi bila diberikan bersama
Cimetidin. Contohnya: warfarin, fenitoin, kafein, fenitoin, teofilin, fenobarbital,
karbamazepin, diazepam, propanolol, metoprolol dan imipramin. (Interaksi Obat,
Retno Gitawati).
Mekanisme Interaksi Obat :
Interaksi yang terjadi yaitu farmakokinetik (penghambatan enzim) Simetidin dapat
menghambat enzim hepatic yang terlibat dalam metabolisme dan klirens warfarin ;
jadi efek warfarin diperpanjang dan meningkat. Makna klinis yang terjadi adalah
19
warfarin memiliki entang terapi yang sempit dan penggunaan anti koagulan yang
berlebihan dapat menyebabakan perdarahan yang serius.
Penanganan untuk interaksi ini yaitu dapat dilakukan dengan pemeriksaan nilai
INR (International Normalized Ratio) secara rutin dan bila mungkin mengurangi
dosis Warfarin. Pilihan lain dapat menggunakan antagonis
H2 lain seperti
Ranitidin yang tidak berinteraksi dengan Warfarin. (Interaksi Obat, Heni Suprapti).
4. Antikoagulan dan Metronidazol
Antikoagulansia adalah at-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan
jalan menghambat pembentukan fibrin.
Metronidazol oral atau infus IV memperkuat efek antikoagulan oral sehingga
memperpanjang waktu protrombin.
Mekansime Inteaksi Obat : antikoagulan dan metronidazol menimbulkan efek
antikoagulan dapat meningkat. (Interaksi Obat, Richard Harkness. 1984)
Penanganan : Pemakaian metronidazol bersama antikoagulan sebaiknya dihindari
sebisa mungkin. Jika metronidazol digunakan pada pasien yang menerima
antikoagulan oral, waktu protrombin harus dimonitor dan dosis antikoagulan harus
disesuaikan dengan dosis metronidazol. Sebaiknya kombinasi obat tersebut
dihindari. Bila digunakan pasien harus dimonitor, apakah efek antikoagulan
meningkat pada awal pemberian metronidazole, sampai saat penghentian. Biasanya
dosis antikoagulan diperkecil dahulu pada saat memulai terapi dengan obat lain,
tersebut, dan baru ditingkatkan lagi setelah pengobatan dengan obat itu selesai.
5. Wafarin dan Allopurinol
Warfarin merupakan antikoagulan oral. Lebih dari 90% dari warfarin terikat
pada albumin plasma, yang mungkin menjadi penyebab kenapa volume
distribusinya
kecil
(ruang
albumin),
jika
obat bebas dari warfarin ini akan meningkat, oleh karenanya ia disebut
obat
20
fenilbutazon
untuk
penyakit
atritis
reumatoid
dan
anti-
sejenisnya
sama kuat dengan salisilat, tetapi efek toksiknya berbeda. Efek analgesik terhadap
nyeri yang sebabnya nonreumatik lebih lemah dari salisilat. Fenilbutazon
memperlihatkan retensi natrium klorida yang nyata, disertai dengan pengurangan
diuresis dan dapat menimbulkan udem. Fenilbutazon memperlihatkan efek
urikosurik ringan dengan menghambat reabsorpsi asam urat melalui tubuli.
Mekanisme Interaksi : Pemberian klorpropamid dengan Fenilbutazon akan
meningkatkan distribusi dari Klorpropamid. Hal ini dikarenakan didalam darah
senyawa obat dari klorpropamid berinteraksi dengan protein plasma, sehingga
senyawa asam akan berikatan dengan albumin dan yang basa berikatan
dengan
1-glikoprotein,
beriktatan dengan protein plasma, sehingga proses distribusi dari fenilbutazon akan
terhambat.
Penanganan : sebaiknya untuk dosis antikoagulannya diperkecil.
7. Metotreksat dan Salisilat
21
ikatan
obat pada
pemberian single dose harus kecil. Obat yang memiliki afinitas tinggi terhadap
albumin dan memiliki Vd kecil maka dosis obat pada pemberian kronik harus
disesuaikan.
8. Fenitoin Dan Fenilbutazon
Fenitoin merupakan obat epilepsi, fenitoin menstabilkan membran sel saraf
terhadap depolarisasi dengan cara mengurangi masuknya ion ion natrium dalam
neutron pada keadaan istirahat atau selama depolarisasi. Fenitoin juga menekan
dan mengurangi infulks ion kalsium selama depolarisasi dan menekan
perangsangan sel msaraf yang berulang ulang. Absorbsi oral fenitoin lambat,
tetapi sekali diabsorbsi distribusinya cepat dan
konsentrasi fenitoin dalam otak yang tinggi.
Fenilbutazon : Fenilbutazon adalah obat anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang
bekerja sebagai anti-inflamasi melalui penghambatan enzim siklooksigenase dan
penghambatan terhadap pembentukan mediator inflamasi, seperti prostaglandin.
22
kira kira
kontrasepsi oral, fraksi bebasnya kira kira 10%, sedangkan diketahui bahwa efek
farmakologi fenitoin hanya bergantung dari bentuk
bebasnya.
Pasien
dengan
neonatal fraksi
bebasnya rata rata diatas 15%. Pada pasien epilepsi fraksi bebas berkisar
antara 5,8-12,6%
Distribusi obat ke berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama, misalnya konsentrasi
fenitoin di otak ternyata 1-3 kali dari konsentrasi di plasma. Interaksi antara
fenitoin dan fenilbutazon terikat dengan protein plasma, sehingga akan
terjadi
mana yang lebih kuat. Keadaan ini akan mengakibatkan peningkatan bentuk
bebas
Volume distribusi fenitoin lebih berkurang 64% dari berat badan tapi sekitar
tujuh kali lebih besar bila dihitung dengan kadar obat bebas. Waktu
paruh
pemberian
fenitoin
peroral
18-24
Rifampicin
dapat
menginduksi
enzim
23
obat antikoagulan oral golongan kumarin, obat kontrasepsi oral. Sehingga Kadar
obat dalam darah menurun, efek antikoagulan dapat berkurang.
Penanganan : sebaiknya jangan diberikan obat secara berbarengan.
10. Fenitoin dan Asam Valproat
Fenitoin dan Asam Valproat Asam valproat mendesak fenitoin dari ikatan protein
plasma sehingga kadar fenitoin bebas
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Interaksi obat atau lebih dikenal dengan istilah drug interaction, merupakan
interaksi yang terjadi antara obat yang dikonsumsi secara bersamaan. Efek - efeknya
bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak
dimiliki sebelumnya. Pada interaksi obat melibatkan dua jenis obat yaitu : Obat objek.
Adalah obat - obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi / efeknya
dipengaruhi oleh obat lain. Obat presipitan. adalah obat yang dapat mempengaruhi
atau mengubah aksi efek obat lain.
Distribusi merupakan perjalanan obat ke seluruh tubuh. Proses ini dipengaruhi
oleh : Pengikatan protein plasma, kelarutan obat dalam lipid (yaitu, apakah obat
tersebut larut dalam jaringan lemak), sifat-keterikatan obat, aliran darah ke dalam
organ dan keadaan sirkulasi, stadium dalam siklus kehidupan, misalnya kehamilan,
masa bayi, kondisi penyakit, misalnya preeklampsia atau gagal jantung.
Prinsip Distribusi obat yang mendasari adalah interaksi dalam ikatan protein
plasma, serta transport obat di dalam plasma.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Farmakologi. BPK Penabur. Jakarta.
25
Mutschler, E., 1985, Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi, 88-93, Penerbit
ITB, Bandung
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Informatorium Obat Nasional Indonesia
2000. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2000
Departemen farmakologi dan Terapeutik. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta :
Fakultas kedokteran-Universitas Indonesia. 2007
Prof. Dr. Elin Yulinah Sukandar, Apt, dkk. Iso Farmakoterapi. PT ISFI Penerbitan :
Jakarta
Harkness Richard, R. PH. 1984. Interaksi Obat. Penerbit ITB : Bandung
Syamsudin. Interaksi Obat Konsep Dasar dan Klinis. Penerbit Universitas Indonesia :
Jakarta
Ira, Oktaviani. 2012. Aspek Farmakokinetika Klinik Obat- Obat yang digunakan pada
pasien sirosis hati di Bangsal interne RS UP DR. M.Djamil Padang Periode Oktober
2011- Januari 2012. Padang.
Suprapti Herni, Interaksi Obat. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma.
Surabaya.
Gitawati, Retno. Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya
26