Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Peristiwa interaksi obat terjadi sebagai akibat penggunaan bersama-sama dua macam obat atau
lebih. Interaksi ini dapat menghasilkan effek yang menguntungkan tetapi sebaliknya juga dapat
menimbulkan effek yang merugikan atau membahayakan.
Meningkatnya kejadian interaksi obat dengan effek yang tidak diinginkan adalah akibat makin
banyaknya dan makin seringnya penggunaan apa yang dinamakan Polypharmacy atau
Multiple Drug Therapy .
Sudah kita maklumi bersama bahwa biasanya penderita menerima resep dari dokter yang
memuat lebih dari dua macam obat. Belum lagi kebiasaan penderita yang pergi berobat ke
beberapa dokter untuk penyakit yang sama dan mendapat resep obat yang baru. Kemungkinan
lain terjadinya interaksi obat adalah akibat kebiasaan beberapa penderita untuk mengobati diri
sendiri

dengan

obat-obatan

yang

dibeli

di

toko-toko

obat

secara

bebas.

Interaksi obat yang tidak diinginkan dapat dicegah bila kita mempunyai pengetahuan
farmakologi tentang obat-obat yang dikombinasikan. Tetapi haruslah diakui bahwa pencegahan
itu tidaklah semudah yang kita sangka, mengingat jumlah interaksi yang mungkin terjadi pada
orang

penderita

yang

menerima

pengobatan

Mekanisme interaksi obat bermacam-macam dan kompleks.

polypharmacy

cukup

banyak.

II.2. Tujuan Penulisan


Adapun dengan beberapa tujuan dibuatnya makalah Interaksi Obat ini, yaitu :
1. Memenuhi

tugas

yang

diberikan

dosen

mata

kuliah

Interaksi

Obat

ibu

dra.Reffdanita.Ssi.Apt dan juga sebagai pembelajaran bagi kami khususnya tentang


materi Interaksi Obat
2. Sebagai pelengkap bagi mahasiswa dan pengajar dalam melaksanakan proses belajar
mengajar untuk mata kuliah Interaksi Obat
3. Memberikan tuntunan bagi mahasiswa yang sedang mempelajari materi Interaksi Obat
4. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih efektif dan efisien
I.3. Batasan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa masalah terkait dengan Interaksi Obat yaitu
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Penggolongan interaksi obat


Interaksi obat dalam gastrointestinal
Interaksi antara obat dengan makanan
Cara mengatasi interaksi gastrointestinal

1.4. Prinsip Interaksi Obat dalam Gastrointestinal


1. Perubahan Ph cairan saluran cerna
2. Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus
3. Perubahan Flora Usus
4. Efek Toksik pada saluran cerna

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

Interaksi obast paling tidak melibatkan 2 jenis obat,

Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengatuhi atau diubah oleh obat lain.

Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi
atau efek obat lain.

II.1. Obat obyek


Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh obat
lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri:
a.

Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan

menyebabkan perubahab besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat-obat
seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons yang tajam (curam;
steep dose response curve). Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja
sudah dapat mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.
b.

Obat-obat dengan rasaio toksis terapik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio), artinya

antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau perbedaanya) tidak besar.
Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis.
Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah dikurangi atau
efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling berkaitan dan tidak berdiri
sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga sering dikenal dengan obat-obat dengan
lingkupterapetik yang sempit (narrow therapeutic range).

Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik
meliputi,
3

antikoagulansia: warfarin,

antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,

hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,

anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,

glikosida jantung: digoksin,

antihipertensi,

kontrasepsi oral steroid,

antibiotika aminoglikosida,

obat-obat sitotoksik,

obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.

II.2. Obat presipitan


Obat-obat presipitanadalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain. Untuk dapat
mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat dengan ciri
sebagai berikut:
a.

Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan menggusur

ikatan-ikatan protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur ini (displaced)
kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama
meningkatnya efek toksik. Obat-obat yang masuk di sini misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa
dan lain lain.
b.

Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)enzim-

enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang punya sifat sebagai perangsang
enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain
akan mempercepat eliminasi (metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar dalam darah
lebih cepat hilang. Sedangkan obat-obat yang dapat menghambat metabolisme (enzyme
4

inhibator) termasuk kloramfenikol, fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan


meningkatkan kadar obat obyek sehingga terjadi efek toksik.
c.

Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-obat

lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat golongan diuretika dan lain-lain. Ciriciri obat presipitan tersebut adalah kalau kita melihat dari segi interaksi farmakokinetika, yakni
terutama pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak
obat-obat lain diluar ketiga ciri ini tadi yang dapat bertindask sebagai obat presipitan dengan
mekanisme yang berbeda-beda.
Pada dasarnya Interaksi Obat dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu :
1. INTERAKSI FARMASETIK
Interaksi ini adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan / disiapkan
sebelum obat digunakan oleh penderita.Misalnya interaksi antara obat dan larutan infus IV yang
dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi pengendapan.Bentuk
interaksi ini ada 2 macam :Interaksi secara fisik : misalnya terjadi perubahan kelarutanInteraksi
secara khemis : misalnya terjadi reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat
selama dalam proses pembuatan ataupun selama dalam penyimpanan.
Beberapa tindakan hati-hati (precaution) untuk menghindari interaksi farmasetik ini mencakup :

Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak ada
interaksi antar masingmasing obat.

Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama lewat


infus.

Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer leaflet), untuk
melihat peringatanperingatan pada pencampuran dan cara pemberian obat (terutama
untuk obat-obat parenteral misalnya injeksiinfus dan lain-lain)

Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravenosa atau yang lain, perhatikan
bahwa tidak ada perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari larutan.
5

Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja. Jangan menimbun terlalu lama larutan yang
sudah dicampur, kecuali untuk obat-obat yang memang sudah tersedia dalam bentuk
larutan seperti metronidazol , lidakoin dan lain-lain.

Botol ifus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat-obat yang sudah
dimasukkan, termasuk dosis dan dan waktunya.

Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan lewat 2 jalur infus, kecuali kalau
yakin tidak ada interaksi. Jangan ragu-ragu konsul apoteker rumah sakit.

2. INTERAKSI FARMAKOKINETIKA
Interaksi ini adalah akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada absorbsi, metabolisme,
distribusi dan ekskresi sesuatu obat oleh obat lain. Dalam kelompok ini termasuk interaksi dalam
hal mempengaruhi absorbsi pada gastrointestinal, mengganggu ikatan dengan protein plasma,
metabolisme dihambat atau dirangsang dan ekskresi dihalangi atau dipercepat.
a. Interaksi dalam proses absorpsi
Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadidengan berbagai cara misalnya :

Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat-obat seperti morfin


atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah absorpsi obat-obat lain.

Kelasi yakni pengikatan molekul obat-obat tertentu oleh senyawa logam sehingga
absorpsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa kompleks yang tidak diabsorpsi.
Misalnya kelasi antara tetrasiklin dengan senyawasenyawa logam berat akan menurunkan
absorpsi tetrasiklin. Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat-obat tertentu, misalnya:
umumnya antibiotika akan menurun absorpsinya bila diberikan bersama dengan makanan

b. Interaksi dalam proses distribusi


Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obat dengan ikatan protein yang lebih
kuat menggusur obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih lemah dari tempat ikatannya
pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang tergusur ini akan lebih tinggi pada
6

darah dengan segala konsekuensinya, terutama terjadinya peningkatan efek toksik. Sebagai
contoh, misalnya meningkatnya efek toksik dari antikoagulan warfarin atau obatobat
hipoglikemik (tolbutamid, kolrpropamid) karena pemberian bersamaan dengan fenilbutason,
sulfa atau aspirin. Hampir sama dengan interaksi ini adalah dampak pemakaian obat-obat dengan
ikatan protein yang tinggi pada keadaan malnutrisi (hipoproteinemia). Karena kadar protein
rendah, maka obat-obat dengan ikatan protein yang tinggi akan lebih banyak dalam keadaan
bebas karena kekurangan protein untuk mengikat obat sehingga dengan dosis yang sama akan
memberikan kadar obat bebas yang lebih tinggi dengan akibat meningkatnya efek toksik.
Disamping itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi bila terjadi perubahan kemampuan
transport atau uptake seluler suatu obat oleh karena obat-obat lain. Misalnya obat-obat
antidepresan trisiklik atau fenotiasin akan menghambat transport aktif ke akhiran saraf simpatis
dari obat-obat antihipertensif (guanetidin, debrisokuin), sehingga mengurangi/menghilangkan
efek antihipertensi.
Interaksi dalam proses metabolisme Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan
dua kemungkinan, yaitu :
1)

Pemacuan enzim (enzyme induction)

Suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme obat lain (obat obyek) sehingga
mempercepat eliminasi obat tersebut. Kenaikan kecepatan eliminasi (pembuangan atau
inaktivasi) akan diikuti dengan menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala
konsekuensinya. Obat-obat yang dapat memacu enzim metabolisme obat disebut sebagai enzyme
inducer.
Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni:

Rifampisin,

Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.

Dari berbagai reaksi metabolisme obat, maka reaksi oksidasi fase I yang dikatalisir oleh enzim
sitokrom P-450 dalam mikrosom hepar yang paling banyak dan paling mudah dipicu.
7

2)

Penghambatan enzim (enzyme inhibitor).

Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat-obat yang punya kemampuan
untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal sebagai penghambat enzim
(enzyme inhibitor). Akibat dari penghambatan metabolisme obat ini adalah meningkatnya kadar
obat dalam darah dengan segala konsekuensinya, oleh karena terhambatnya proses eliminasi
obat. Obat-obat yang dikenal dapat menghambat aktifitas enzim metabolisme obat adalah:

kloramfenikol

isoniazid

simetidin

propanolol

eritromisin

fenilbutason

alopurinol, dll.

Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi, yakni terutama obat dengan lingkup
terapi yang sempit, maka interaksi metabolisme dapat membawa dampak merugikan. Umumnya
secara ringkas dapat dikatakan bahwa :

Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena kadar optimal tidak tercapai.

Penghambatan enzim akan berakibat mengingkatnya kadar obat melampaui ambang


toksik.

c. Interaksi dalam proses ekskresi


Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi terutama ginjal dapat dipengaruhi oleh
obat-obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenesid dengan penisilin melalui
kompetisi sekresi tubuli sehinggan proses sekresi penisilin terhambat, maka kadaar penisilin
dapat dipertahankan dalam tubuh. Interaksi probenisid dan penisilin adalah contoh interaksi yang
8

menguntungkan secara terapetik. Klinidin juga menghambat sekresi aktif digoksin dengan akibat
peningkatan kadar digoksin dalam darah, kira-kira sampai 2 kali, sehingga terjadi peningkatan
kejadian efek toksik digoksin. Salisilat menghambat sekresi aktif metotreksat. Obat-obat
diuretika menyebabkan retensi lithium karena hambatan pada proses ekskresinya. Furosemid
juga dapat meningkatkan efek toksik ginjal dari aminoglikosida,kemungkinan oleh karena
perubahan ekskresi aminoglkosida.
3. INTERAKSI FARMAKODINAMIK.
Interaksi ini terjadi bila sesuatu obat secara langsung merubah aksi molekuler atau kerja
fisiologis obat lain. Kemungkinan yang dapat terjadi :
1. Obat-obat tersebut menghasilkan kerja yang sama pada satu organ sinergisme).
2. Obat-obat tersebut kerjanya saling bertentangan ( antagonisme ).
3. Obat-obat tersebut bekerja independen pada dua tempat terpisah.
Interaksi

farmakodinamik

berbeda

dengan

interaksi

farmakokinetik.

Pada

interaksi

farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena perubahan pada proses absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan
kadar obat obyek dalam darah. Tetapi yang terjadi adalah perubahan efek obat obyek yang
disebabkan oleh obat presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat. Interaksi
farmakodinamik dapat dibedakan menjadi, \ Interaksi langsung (direct interaction) \ Interaksi
tidak langsung (indirect interaction)
1. Interaksi langsung
Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada tempat atau reseptor yang
sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau
hampir sama. Interaksi dua obat pada tempat yang sama dapat tampil sebagai antagonisme atau
sinergisme. Interaksi langsung ini dapat terbagi lebih lanjut sebagai berikut :

1) Antagonisme pada tempat yang sama


Antagonisme adalah keadaan dimana efek dua obat pada tempat yang sama saling berlawanan
atau menetralkan. Banyak contoh interaksi seperti ini, misalnya:

Pembalikan (penetralan) efek opiat oleh obat nalokson.

Pengobatan aritma yang disebabkan intoksikasi antidepresan triklisik dengan obat


fisotigmin.

Pengobatan keracunan pestisida organofosfat dengan sulfas atropin untuk menetralisir


efek-efek kolinergik yang terjadi.

2)

Sinergisme pada tempat yang sama

Sinergisme adalah interkasi di mana efek dua obat yang bekerja pada tempat yang sama saling
memperkuat. Walaupun banyak contoh interaksi yang merugikan dengan mekanisme ini tetapi
banyak pula interaksi yang menguntungkan secara terapetik.
Contoh-contoh interaksi ini, misalnya:

Efek obat pelemas otot depolarisasi (depolarizing muscle relaxants) akan diperkuat/
diperberat oleh antibiotika aminoglikosida, kolistin dan polimiksin karena keduanya
bekerja pada tempat yang sama yakni pada motor end plate otot seran lintang.

Kombinasi obat beta-blocker dan Ca ++-channel blocker seperti verapamil dapat


menyebabkan aritmia/asistole. Keduanya bekerja pada jaringan konduksi otot jantung
yang sama.

3)

Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir sama.

Obat-obat dengan efek akhir yang sama atau hampir sama, walaupun tempat kerja ata
reseptornya berlainan, kalau diberikan bersamaan akan memberikan efek yang saling
memperkuat. Misalnya :

10

Alkohol dan obat-obat yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat,

Antara berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan saraf pusat, misalnya
depresi susunan saraf pusat.

Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida

Kombinasi beberapa obat antihipertensi

1. Interaksi tidak langsung


Interkasi tidak langsung terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan obat obyek,
tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek. Beberapa contoh
antara lain :

Interaksi antara obat-obat yang mengganggu agregasi trombosit (salisilat, fenilbutason,


ibuprofen, dipiridamol, asam mefenamat, dll.) dengan obat-obat antikoagolan seperti
warfarin sehingga kemungkinan perdarahan lebih besar oleh karena gangguan proses
hemostasis.

Obat-obat yang menyebabkan perlukaan gastrointestinal seperti aspirin, fenilbutason,


indometasin, dan obat obat antiinflamasi non-steroid yang lain, bila diberikan pada
pasien-pasien yang sedang mendapatkan antikoagulansia seperti warfarin, maka dapat
terjadi perdarahan yang masif dari perlukaan tadi.

Obat-obat yang menurunkan kadar kalium akan menyebabkan peningkatan efek toksik
glikosida jantung digoksin. Efek toksik glikosida jantung ini lebih besar pada keadaan
hipokalemia. Tetapi sebaliknya hipokalemia akan mengurangi efek klinik obat-obat
antiaritmia seperti lidokain, prokainamid, kinidin, dan fenitoin. Obat presipitan yang
mengurangi kadar kalium terutama adalah diuretika.

Efek diuresis obat-obat diuretika tertentu seperti furosemid akan berkurang bila diberikan
bersama dengan obat obat antiinflamasi non-steroid seperti aspirin, fenilbutason,
ibuprofen, indometasin, dll. Kemungkinan oleh karena penghambatan simtesis
prostaglandin oleh obat-obat presipitan tersebut, yang sebenarnya diperlukan untuk
menimbulkan efek diuretika furosemid.
11

Interaksi obat cukup penting untuk diperhatikan namun cenderung terlupakan karena banyak
terlalu fokus pada penyakit yang kompleks sehingga melupakan obat-obat tersebut dapat
berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi obat kerap terjadi akibat penggunaan banyak obat,
sehingga membahayakan nyawa pasien itu sendiri.
Interaksi yang kerap terjadi biasanya adalah interaksi farmakodinamik dan interaksi
farmakokinetik. Farmakodinamik dapat diartikan efek obat terhadap tubuh sedangkan
farmakokinetik adalah nasib obat dalam tubuh. Contoh interaksi farmakodinamik adalah
interaksi antara 2 atau lebih obat yang mengakibatkan adanya kompetensi dalam pendudukan
reseptor sehingga meniadakan salah satu efek dari obat yang digunakan.
Sedangkan contoh dari interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang 2 obat atau lebih yang
mengakibatkan obat tertentu cepat dibuang dalam tubuh atau lambat dibuang dalam tubuh,
akibatnya waktu paruh obat menjadi berbeda dari biasanya.
Akibat dari interaksi obat :

Efek Sinergis : 1 + 1 = 10
Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek yang berlipat ganda.

Efek Antagonis : 1 + 1 = 1
Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek meniadakan salah
satu dari efek obat.

Efek Additif : 1 + 1 = 2
Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek ganda.

Dalam menyikapi interaksi obat ini, hal2 yang perlu diakali adalah cara pencegahan terjadinya
interaksi dengan memainkan waktu pemberian obat, misal Obat A diberikan pada jam 8 dan
obat B diberikan pada jam 12.
Ada juga teknik-teknik lain dalam mengakali adalah meningkatkan / menurunkan dosis
pemberian obat ketika waktu pemberian obat tidak dapat diubah. Misal dosis obat A karena dapat
dinetralkan oleh obat B maka dosis obat A diberikan berlebih.
12

BAB III
PEMBAHASAN
III.1. Interaksi Obat Gastrointestinal
Interaksi gastrointestinal adalah interaksi dua/lebih obat yang diberikan secara bersamaan yang
terjadi di dalam saluran pencernaan. Interaksi gastrointestinal umumnya mempengaruhi proses
absorpsi obat, sehingga dapat digolongkan dalam interaksi absorpsi yang merupakan bagian dari
interaksi farmakokenetik. Seperti halnya interaksi obat lainnya, interaksi gastrointestinal juga
ada yang menguntungkan dan ada yang membahayakan.
Secara garis besar interaksi ini dapat menjadi menjadi 2 golongan yaitu:

Interaksi antara obat-obat

Interaksi antara obat makanan

Faktor atau kerja terjainya interaksi obat dalam gastrointertinal


1. Interaksi Langsung
Yaitu interaksi secara fisiki / kimia antara obat dalam lumen saluran cerna sebelum
diabsorpsi,sehingga mengganggu proses absopsi.
2. Perubahan Ph cairan saluran cerna
Perubahan Ph pada cairan saluran cerna akan mempengaruhi kelaruan dan absopsi obat-obat
yang bersifat asam atau basa
Misalnya : Pemberian Natrium bikarbonat bersamaan dengan aspirin akan meningkatkan disolusi
aspirin,sehingga absorpsinya juga meningkat. Tetapi akan mengurangi absorpsi dari tetrasiklin.

13

3. Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus (motilitas saluran
cerna)
Umumnya obat diabsorpsi di dalam usus, dimana absorpsi di usus jauh lebih cepat dibandinkan
di lambung. Oelh karena itu makin cepat obat sampai ke usus makamakin cepat juga diabsorpsi.
Obat-obat yang memperpendek waktu pengosongan lambung akan mempercepat absorpsi obat
lain yang diberikan secara bersamaan dan begitu juga sebaliknya obat yang memperpanjang
waktu pengosongan lambung akan memperlambat absorpsi obat lain.
Contoh : Metoklopramid yang akan mempercepat absorpsi parasetamol, diazepam dan propanolo
dan obat antikolinergik, antidepresi trisiklik, beberapa antihistamin antacid gram Al dan
analgetik narkotik akan memperlambat absorpsi obat lain.
4. Perubahan Flora usus.
Secara normal flora usus berfungsi sebagai sebagai:

Sintensis vitamin k dan merupakan sumber vitamin K yang penting

Memecah sulfasalazim menjadi bagian-bagian yang aktif

Sebagai metabolism obat (missal levodova)

Hidrolsis ghukuronid yang dieksresi melalui empedu sehingga terjadi sirkulasi


enterohepatik yang memperpanjang kerja obat (missal kontrasepsi oral)

Pemberian

antibiotic

spectrum

luas

(seperti

tetrasiklin,

kloranfenikol,

ampislin,sulfonamide)akan mempengaruhi flora usus sehingga menghambat sintesa vitamin K


oleh mikroorganisme usus.Apabila antibiotic ini diberikan bersama antikoagulan oral maka efek
antikoagulan akan meningkat dan dapat terjadi pendarahan.
5. Efek toksik pada saluran cerna
Terapi kronik dengan asam mefanamat, neomisin dan kolkisin menimbullkan sindrom
malabsorpsi yang menyebabkan absorpsi obat lain terganggu
14

6. Mekanisme tidak diketahui


Ada beberapa obat mengurangi jumlah absorpsi obat lain dengan mekanisme yang tidak
diketahui. Misal Fenobarbital yang dapat mengurangi absopsi griseofulvin dalam saluran cerna.
III.2. Interaksi antara obat dengan makanan
Interaski obat dengan makanan masih belum banyak diketahui, seperti halnya dengan interaksi
antara obat dengan obat lain maka interaksi ini juga mempengaruhi absopsi obat.
Interaksi antara obat-makanan ini dapat terjadi karena beberapa hal:
1. Terjadinya perubahan Ph dalam lambung, sehingga menyebabkan penundaan absorpsi
obat.
2. Perubahan motilitas usus, missal rifampisin dan isoniazida yang absorpsinya lebih kecil
pada pemakaian setelah makan dibandingkan jika obat tersebut diminum pada waktu
lambung kosong.
3. Terjadinya reaksi kimia yang menbentuk kompleks sama seperti obat-obat yang
mengandung kation multivalent, tetrasiklin akan membentuk khelat dengan makanan
yang mengandung ion klasium, magnesium atau besi sehingga suasah diabsorpsi.
4. Terjadinya pembentukan senyawa N-nitroso (nitrosamine) yang disebut kanserogen. Ini
terjadi pada zat makanan yang mengandung nitrit (nitirit biasanya digunakan sebagai
pengawet daging dan sosis) dengan aminofenazon.
5. Kompetisi untuk mekanisme aktif, dimana absopsi obat dapat dihambat secara
kompetititf oleh zat makanan yang bersangutan. Kompetisi ini terjadi pada obat obat
yang merupakan analog dari zat makanan, seperti levodopa, metildopa dan 6merkaptopurin yang diabsorpsi aktif melalui mekanisme yang sama dengan mekanisme
yang sama dengan mekanisme bahan makanan.
Contoh : absorpsi levodopa dihambat oleh fenilalanin yang berasal dari diet tinggi protein
(2g/kg/hari) dan absorpsinya akan meningkat dengan diet rendah protein (0,5 g/kg/hari)
15

1. Selain menghambat absorpsi obat, ada juga obat-obat yang tertentu yang absorpsinya
lebih cepat dan sempurna jika diberikan bersama makanan, Misal: spironolakton atau
feniton absorpsinya lebih cepat diberikan bersama makanan dan absorpsi griseofulvin
(bersiafat lipofil) akan mengikat jika diberikan bersama makanan yang banyak
mengandung lemak.
III.3. Cara mengatasi Interaksi Gastrointestinal.
Interaksi obat dapat diatasi jika mengetahui farmakologi dari obat tersebut, baik secara
farmakokinetik maupun secara farmakodinamik. Secara farmakokinetik: seperti bagaimana dan
dimana obat diabsorpsi, didistribusikan, dimetabolisme, dan diseksresikan. Sedangkan secara
farmakodinamik: kita harus tahu mekanisme kerja dari obat serta reseptor yang akan berikatan
dengan obat tersebut. Jika kita sudah memahami tersebut, maka kita dapat mengasumsikan nama
obat yang boleh diberikan secara bersamaan dan mana yang tidak.
Untuk interaksi yang terjadi dalam gastrointestinal dapat diatasi dengan pemberian obat secara
selang waktu tergantung mana yang lebih dibutuhkan oelh pasien. Misalnya seorang pasien
mendapat resep dari dokter yang isisnya antasida dan digoksin, maka kita lihat bahwa pasien
lebih membetuhkan digoksin dibandingkan antacid. Untuk menghidari terjadinya interaksi antara
antacid dengan digoksin mana digoksin diminum terlebih dahulu, 1-2 jam berselang baru
antacid.

BAB IV
16

PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Interaski obat/ drugs interaction adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau
dipengaruhi oleh obat lain diberikan bersamaan. Atau dapat juga didefinisikan sebagai
modifikasi efek satu obat akibat obat lain yang diberikan bersamaan: atau apabila dua atau lebih
obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga efektivitas atau toksisitas satu obat/lebih berubah.
Berdasarkan mekanismenya interaksi dibagi menjadi 3 tipe ; yatiu interaksi farmasetik, interaksi
farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik. Interaksi gastrointestinal termasuk ke dalam
interaksi farmakokinetik yang mempengaruhi kecepatan absopsi dari suatu obat interaksi ini
dapat terjadi antara obat dengan obat lain atau obat dengan makanan.
Pada interaksi gastrointestinal ada beberapa factor dan mekanisme kerja terjadinya interaksi
obat; yaitu:

Terjadinya interaksinya langsung antara obat yang satu dengan yang lain, seperti :
terbentuknya kompleks, teradsorpsinya obat yang satu oleh obat lain, dll Contoh :
tetrasiklin dengan antasida

Terjadinya perubahan Ph cairan cerna, sehingga menambah/ mengurangi kelarutan obat


tertentu. Contoh: natrium bikarbonat dengan aspirin.

Terjadinya perubahan flora usus, dimana obat tertentu dapat merubah fungsi normal dari
flora usus. Contoh : antibiotic spectrum luas dengan antikoagulan oral yang
meningkatkan penfdarahan.

Perubahan waktu pengosongan lambung, dimana obat yang mempercepat pengososngan


lambung akan meningkatkan absorpsi obat lain dan sebaliknya. Contoh : metoklopramid
dengan parasetamol diazepam dll

Terjadinya kompetisi absorpsi aktif dengan makanan yang mempunyai mekanisme


absorpsi sama. Contoh Levodopa dengan fenilalanin diet protein tinggi.
17

Contoh Pengolongan Obat-obat yang berinteraksi dalam gastrointestinal


No
1

Obat precipitant
(A)
Antasid,sediaan FE, Supplement.

Kolestiramin,Kortikosteroid,tiroksin

Kaolin, pectin, Mg trisilikat,Al


(OH)3

Bentonit (bahan pengisi tablet PAS)

NaHCO3

NaHCO3

Abtasid

Vitamin C

Obat object
Mekanisme
(B)
interaksi
Tetrasiklin
Interaksi langsung,
terjadi
pembentukan
kompleks/ khelat
Digoksin,
Reaksi
digitoksin
lansung:obat objek
diikat oleh obat
precipitant.
Digoksin,
Interaksi
Linkomosin langsung:objek
diadsorpsi oleh
obat precipitant.
Rifampisin
Interaksi langsung;
obat objek
diadsorpsi oleh
obat precipitant
Aspirin
Perubahan Ph
cairan saluran
cerna
Tetrasiklin
Perubahan Ph
Cairan saluran
cerna
Penisilin G, Perubahan Ph
eritromisin
Cairan saluran
cerna
Idem
Fe
Idem
18

Efek yang di timbulkan

Solusi

Terbentuknya khelat yang tdk


di absorpsi, jumlah absorpsi
obat A dan Fe

Pemberian obat harus


dikasih jarak waktu antara
obat A dan B

Obat A di ikat oleh obat B,


jumlah absorpsi obat A

Pemberian obat B
didahulukan di bandingkan
obat A, agar obat B tidak
mengikuti obat B
Idem

Obat A diabsorpsi oleh obat B,


jumlah absorpsi obat A
idem

Idem

Kecepatan disolusi aspirin ,


Absorpsi

Pemberian obat B di beri


jarak waktu antara obat A,
dan obat B di dahulukan
Idem

kelarutan tetrasiklin ,
absorpsi nya ,
Ph Lambung , peng-rusakan
obat objek, absorpsinya
Ph lambung , absorpsi Fe

Pemberian obat B di
dahulukan dan di berkan

Antikolinergik, Antidepresi trisiklik

10

Analgesic narkotik

11
12

Antikolinergik, antidepresi trisiklik


Al(OH)3 gel

13

Lithium

14
15
16

Antikolinergik
Antidepresi trisiklik
Metoklopramid

17

Mg (OH)2

Parasetamol
, diazepam
propranolol,
fenibutazon
Parasetamol

Perubahan waktu
pengososngan
lambung dan
transit usus
Idem

Levodopa
Isoniazid,
klorpromazi
n
Klorpromazi
ne
Digoksin
Dikumarol
Parasetamol
diazepam
Propranolol

Idem
Idem

Obat A memperpanjang
pengosongan lambung,
memperlambat absorpsi obat B

Idem

Idem

Obat A memperpanjang waktu


pengosongan lambung,
memperlambat absorpsi obat B.
Idem
Obat A waktu pengosongan
lambung lama, biovailabilitas
obat B
Idem

Idem
Idem
Idem

Idem
Idem
Idem

Idem
Idem
Idem
Obat B di berikan lebih
dahulu

Obat A memperpendek waktu


pengosongan lambung, BA dan
obat Babsorpsi obat B

Levodopa

Obat A,Memperpendek waktu


pengosongan lambung, BA
obat B

Digoksin

Obat A memperpendek waktu


traslit usus, BA obat B

Digoksin,
prednisone,
dikumarol

jarak waktu
Idem

Idem

Obat A memperpendek waktu


transit usus, BA obat B
19

Idem
Idem
Idem

Obat di berikan lebih


dahulu

Di berikan obat B lebih


dahulu, baru obat A,
dengan selang waktu

18

Kolksin (Kronik)

Vitamin
B12

Efek toksik pada


saluran cerna

Obat A ganggu absorpsi obat B


shg tjd anemia megaloblastik

19

Neomisin

Idem
Idem

Obat A mengganggu absorpsi


obat B
Idem

20

Al (OH)3

Penisilin
digoksin
Kolesterol
asam
empedu,
vitramin A
Propranolol,
indometasin

Mekanisme tidak
diketahui

21

Sulfasalazin

Digoksin

Idem

Obat A mengganngu
pembentukan misel, absorpsi
obat B dihambat
Idem

20

Obat A di berikan lebih


daulu agar tidak
mengganggu obat B

Obat B di berikan lebih


dahulu, dari obat A
idem

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswara G. sulistia, et al., 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4, cetak ulang 2005,
fakultas kedokteran universitas Indonesia, Jakarta. Hal 800 810.
2. Mutschler E.1991. Dinamika Obat, farmakologi dan toksikologi, edisi 5, penerbit ITB
Bandung. Hal 88-93.
3. Iwan darmansjah, 1997. Interaksi Obat yang Klinis Penting, jurnal seminar interaksi obat
di Pontianak dan PUKO, pusat Uji Klinik Obat FKUI. RSUPN CM.
4. Rusjdi djamal, dkk., 1983. Interaksi Obat dari resep resep pasien di Sumatera Barat.
Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Andalas , Padang.
5. Dr.R. Soetiono Gapar, 2003. Interaksi Obat Beta Blocker dengan Obat Obat lain,
jurnal penelitian, bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Medan.

22

Anda mungkin juga menyukai