Anda di halaman 1dari 12

Interaksi obast paling tidak melibatkan 2 jenis obat,

 Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengatuhi atau diubah oleh obat
lain.
 Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi
atau efek obat lain.

1. Obat obyek

Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh
obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri:

a. Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan
menyebabkan perubahab besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat-obat
seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons yang tajam (curam;
steep dose response curve). Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja
sudah dapat mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.

b. Obat-obat dengan rasaio toksis terapik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio), artinya
antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau perbedaanya) tidak
besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis.

Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah dikurangi
atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling berkaitan dan tidak
berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga sering dikenal dengan obat-obat dengan
lingkupterapetik yang sempit (narrow therapeutic range).

Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik
meliputi,

 antikoagulansia: warfarin,
 antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,
 hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,
 anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,
 glikosida jantung: digoksin,
 antihipertensi,
 kontrasepsi oral steroid,
 antibiotika aminoglikosida,
 obat-obat sitotoksik,
 obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.

2. Obat presipitan

Obat-obat presipitanadalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain. Untuk dapat
mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat dengan
ciri sebagai berikut:

a. Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan
menggusur ikatan-ikatan protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur ini
(displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat dengan segala
konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat-obat yang masuk di sini misalnya
aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain.

b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)enzim-


enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang punya sifat sebagai perangsang
enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-
lain akan mempercepat eliminasi

(metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan
obat-obat yang dapat menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol,
fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan meningkatkan kadar obat obyek
sehingga terjadi efek toksik.

c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-obat
lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat golongan diuretika dan lain-lain.
Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah kalau kita melihat dari segi interaksi farmakokinetika,
yakni terutama pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih
banyak obat-obat lain diluar ketiga ciri ini tadi yang dapat bertindask sebagai obat presipitan
dengan mekanisme yang berbeda-beda.

Pada dasarnya Interaksi Obat dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu :

1. INTERAKSI FARMASETIK

Interaksi ini adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan /
disiapkan sebelum obat digunakan oleh penderita.Misalnya interaksi antara obat dan larutan
infus IV yang dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi
pengendapan.Bentuk interaksi ini ada 2 macam :Interaksi secara fisik : misalnya terjadi
perubahan kelarutanInteraksi secara khemis : misalnya terjadi reaksi satu dengan yang lain
atau terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama dalam
penyimpanan.

Beberapa tindakan hati-hati (precaution) untuk menghindari interaksi farmasetik ini


mencakup :

 Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak
ada interaksi antar masingmasing obat.
 Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama lewat
infus.
 Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer leaflet),
untuk melihat peringatanperingatan pada pencampuran dan cara pemberian obat
(terutama untuk obat-obat parenteral misalnya injeksiinfus dan lain-lain)
 Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravenosa atau yang lain,
perhatikan bahwa tidak ada perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari
larutan.
 Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja. Jangan menimbun terlalu lama larutan
yang sudah dicampur, kecuali untuk obat-obat yang memang sudah tersedia dalam
bentuk larutan seperti metronidazol , lidakoin dan lain-lain.
 Botol ifus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat-obat yang sudah
dimasukkan, termasuk dosis dan dan waktunya.
 Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan lewat 2 jalur infus, kecuali
kalau yakin tidak ada interaksi. Jangan ragu-ragu konsul apoteker rumah sakit.

1. INTERAKSI FARMAKOKINETIKA

Interaksi ini adalah akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada absorbsi, metabolisme,
distribusi dan ekskresi sesuatu obat oleh obat lain. Dalam kelompok ini termasuk interaksi
dalam hal mempengaruhi absorbsi pada gastrointestinal, mengganggu ikatan dengan protein
plasma, metabolisme dihambat atau dirangsang dan ekskresi dihalangi atau dipercepat.

1. Interaksi dalam proses absorpsi

Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadidengan berbagai cara misalnya :

 Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat-obat seperti morfin


atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah absorpsi obat-obat lain.
 Kelasi yakni pengikatan molekul obat-obat tertentu oleh senyawa logam sehingga
absorpsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa kompleks yang tidak
diabsorpsi. Misalnya kelasi antara tetrasiklin dengan senyawasenyawa logam berat
akan menurunkan absorpsi tetrasiklin. Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat-
obat tertentu, misalnya: umumnya antibiotika akan menurun absorpsinya bila
diberikan bersama dengan makanan

1. Interaksi dalam proses distribusi

Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obat dengan ikatan protein yang
lebih kuat menggusur obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih lemah dari tempat
ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang tergusur ini akan
lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama terjadinya peningkatan efek
toksik. Sebagai contoh, misalnya meningkatnya efek toksik dari antikoagulan warfarin atau
obatobat

hipoglikemik (tolbutamid, kolrpropamid) karena pemberian bersamaan dengan fenilbutason,


sulfa atau aspirin. Hampir sama dengan interaksi ini adalah dampak pemakaian obat-obat
dengan ikatan protein yang tinggi pada keadaan malnutrisi (hipoproteinemia). Karena kadar
protein rendah, maka obat-obat dengan ikatan protein yang tinggi akan lebih banyak dalam
keadaan bebas karena kekurangan protein untuk mengikat obat sehingga dengan dosis yang
sama akan memberikan kadar obat bebas yang lebih tinggi dengan akibat meningkatnya efek
toksik.

Disamping itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi bila terjadi perubahan
kemampuan transport atau uptake seluler suatu obat oleh karena obat-obat lain. Misalnya
obat-obat antidepresan trisiklik atau fenotiasin akan menghambat transport aktif ke akhiran
saraf simpatis dari obat-obat antihipertensif (guanetidin, debrisokuin), sehingga
mengurangi/menghilangkan efek antihipertensi.

Interaksi dalam proses metabolisme Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan
dua kemungkinan, yaitu :

1) Pemacuan enzim (enzyme induction)


Suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme obat lain (obat obyek) sehingga
mempercepat eliminasi obat tersebut. Kenaikan kecepatan eliminasi (pembuangan atau
inaktivasi) akan diikuti dengan menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala
konsekuensinya. Obat-obat yang dapat memacu enzim metabolisme obat disebut sebagai
enzyme inducer.

Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni:

 Rifampisin,
 Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.

Dari berbagai reaksi metabolisme obat, maka reaksi oksidasi fase I yang dikatalisir oleh
enzim sitokrom P-450 dalam mikrosom hepar yang paling banyak dan paling mudah dipicu.

2) Penghambatan enzim (enzyme inhibitor).

Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat-obat yang punya
kemampuan untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal sebagai
penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari penghambatan metabolisme obat ini
adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya, oleh karena
terhambatnya proses eliminasi obat. Obat-obat yang dikenal dapat menghambat aktifitas
enzim metabolisme obat adalah:

 kloramfenikol
 isoniazid
 simetidin
 propanolol
 eritromisin
 fenilbutason
 alopurinol, dll.

Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi, yakni terutama obat dengan
lingkup terapi yang sempit, maka interaksi metabolisme dapat membawa dampak merugikan.
Umumnya secara ringkas dapat dikatakan bahwa :

 Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena kadar optimal tidak tercapai.
 Penghambatan enzim akan berakibat mengingkatnya kadar obat melampaui ambang
toksik.

1. Interaksi dalam proses ekskresi

Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi terutama ginjal dapat dipengaruhi
oleh obat-obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenesid dengan penisilin
melalui kompetisi sekresi tubuli sehinggan proses

sekresi penisilin terhambat, maka kadaar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh. Interaksi
probenisid dan penisilin adalah contoh interaksi yang menguntungkan secara terapetik.
Klinidin juga menghambat sekresi aktif digoksin dengan akibat peningkatan kadar digoksin
dalam darah, kira-kira sampai 2 kali, sehingga terjadi peningkatan kejadian efek toksik
digoksin. Salisilat menghambat sekresi aktif metotreksat. Obat-obat diuretika menyebabkan
retensi lithium karena hambatan pada proses ekskresinya. Furosemid juga dapat
meningkatkan efek toksik ginjal dari aminoglikosida,kemungkinan oleh karena perubahan
ekskresi aminoglkosida.

1. INTERAKSI FARMAKODINAMIK.

Interaksi ini terjadi bila sesuatu obat secara langsung merubah aksi molekuler atau kerja
fisiologis obat lain. Kemungkinan yang dapat terjadi :

1. Obat-obat tersebut menghasilkan kerja yang sama pada satu organ sinergisme).
2. Obat-obat tersebut kerjanya saling bertentangan ( antagonisme ).
3. Obat-obat tersebut bekerja independen pada dua tempat terpisah.

Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi farmakokinetik. Pada interaksi


farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena perubahan pada proses
absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada interaksi farmakodinamik tidak
terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah. Tetapi yang terjadi adalah perubahan efek
obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat.
Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan menjadi, \ Interaksi langsung (direct interaction) \
Interaksi tidak langsung (indirect interaction)

1. Interaksi langsung

Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada tempat atau reseptor yang
sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau
hampir sama. Interaksi dua obat pada tempat yang sama dapat tampil sebagai antagonisme
atau sinergisme. Interaksi langsung ini dapat terbagi lebih lanjut sebagai berikut.

1) Antagonisme pada tempat yang sama

Antagonisme adalah keadaan dimana efek dua obat pada tempat yang sama saling
berlawanan atau menetralkan. Banyak contoh interaksi seperti ini, misalnya:

 Pembalikan (penetralan) efek opiat oleh obat nalokson.


 Pengobatan aritma yang disebabkan intoksikasi antidepresan triklisik dengan obat
fisotigmin.
 Pengobatan keracunan pestisida organofosfat dengan sulfas atropin untuk menetralisir
efek-efek kolinergik yang terjadi.

2) Sinergisme pada tempat yang sama

Sinergisme adalah interkasi di mana efek dua obat yang bekerja pada tempat yang sama
saling memperkuat. Walaupun banyak contoh interaksi yang merugikan dengan mekanisme
ini tetapi banyak pula interaksi yang menguntungkan secara terapetik.

Contoh-contoh interaksi ini, misalnya:

 Efek obat pelemas otot depolarisasi (depolarizing muscle relaxants) akan diperkuat/
diperberat oleh antibiotika aminoglikosida, kolistin dan polimiksin karena keduanya
bekerja pada tempat yang sama yakni pada motor end plate otot seran lintang.
 Kombinasi obat beta-blocker dan Ca ++-channel blocker seperti verapamil dapat
menyebabkan aritmia/asistole. Keduanya bekerja pada jaringan konduksi otot jantung
yang sama.

3) Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir sama.

Obat-obat dengan efek akhir yang sama atau hampir sama, walaupun tempat kerja ata
reseptornya berlainan, kalau diberikan bersamaan akan memberikan efek yang saling
memperkuat. Misalnya :

 Alkohol dan obat-obat yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat,


 Antara berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan saraf pusat,
misalnya depresi susunan saraf pusat.
 Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida
 Kombinasi beberapa obat antihipertensi

1. Interaksi tidak langsung

Interkasi tidak langsung terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan obat
obyek, tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek.
Beberapa contoh antara lain :

 Interaksi antara obat-obat yang mengganggu agregasi trombosit (salisilat,


fenilbutason, ibuprofen, dipiridamol, asam mefenamat, dll.) dengan obat-obat
antikoagolan seperti warfarin sehingga kemungkinan perdarahan lebih besar oleh
karena gangguan proses hemostasis.
 Obat-obat yang menyebabkan perlukaan gastrointestinal seperti aspirin, fenilbutason,
indometasin, dan obat – obat antiinflamasi non-steroid yang lain, bila diberikan pada
pasien-pasien yang sedang mendapatkan antikoagulansia seperti warfarin, maka dapat
terjadi perdarahan yang masif dari perlukaan tadi.
 Obat-obat yang menurunkan kadar kalium akan menyebabkan peningkatan efek
toksik glikosida jantung digoksin. Efek toksik glikosida jantung ini lebih besar pada
keadaan hipokalemia. Tetapi sebaliknya hipokalemia akan mengurangi efek klinik
obat-obat antiaritmia seperti lidokain, prokainamid, kinidin, dan fenitoin. Obat
presipitan yang mengurangi kadar kalium terutama adalah diuretika.
 Efek diuresis obat-obat diuretika tertentu seperti furosemid akan berkurang bila
diberikan bersama dengan obat – obat antiinflamasi non-steroid seperti aspirin,
fenilbutason, ibuprofen, indometasin, dll. Kemungkinan oleh karena penghambatan
simtesis prostaglandin oleh obat-obat presipitan tersebut, yang sebenarnya diperlukan
untuk menimbulkan efek diuretika furosemid.

Interaksi obat cukup penting untuk diperhatikan namun cenderung terlupakan karena banyak
terlalu fokus pada penyakit yang kompleks sehingga melupakan obat-obat tersebut dapat
berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi obat kerap terjadi akibat penggunaan banyak
obat, sehingga membahayakan nyawa pasien itu sendiri.

Interaksi yang kerap terjadi biasanya adalah interaksi farmakodinamik dan interaksi
farmakokinetik. Farmakodinamik dapat diartikan efek obat terhadap tubuh sedangkan
farmakokinetik adalah nasib obat dalam tubuh.
Contoh interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara 2 atau lebih obat yang
mengakibatkan adanya kompetensi dalam pendudukan reseptor sehingga meniadakan salah
satu efek dari obat yang digunakan.

Sedangkan contoh dari interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang 2 obat atau lebih yang
mengakibatkan obat tertentu cepat dibuang dalam tubuh atau lambat dibuang dalam tubuh,
akibatnya waktu paruh obat menjadi berbeda dari biasanya.
Akibat dari interaksi obat :

 Efek Sinergis : 1 + 1 = 10
Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek yang berlipat
ganda.
 Efek Antagonis : 1 + 1 = 1
Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek meniadakan
salah satu dari efek obat.
 Efek Additif : 1 + 1 = 2
Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek ganda.

Dalam menyikapi interaksi obat ini, hal2 yang perlu diakali adalah cara pencegahan
terjadinya interaksi dengan “memainkan” waktu pemberian obat, misal Obat A diberikan
pada jam 8 dan obat B diberikan pada jam 12.
Ada juga teknik-teknik lain dalam mengakali adalah meningkatkan / menurunkan dosis
pemberian obat ketika waktu pemberian obat tidak dapat diubah. Misal dosis obat A karena
dapat dinetralkan oleh obat B maka dosis obat A diberikan berlebih.

BAB III

PEMBAHASAN

1. A. Interaksi Gastrointestinal

Interaksi gastrointestinal adalah interaksi dua/lebih obat yang diberikan secara bersamaan
yang terjadi di dalam saluran pencernaan. Interaksi gastrointestinal umumnya mempengaruhi
proses absorpsi obat, sehingga dapat digolongkan dalam interaksi absorpsi yang merupakan
bagian dari interaksi farmakokenetik. Seperti halnya interaksi obat lainnya, interaksi
gastrointestinal juga ada yang menguntungkan dan ada yang membahayakan.

Secara garis besar interaksi ini dapat menjadi menjadi 2 golongan yaitu:

 Interaksi antara obat-obat


 Interaksi aantara obat – makanan

Faktor atau kerja terjainya interaksi obat dalam gastrointertinal

1. Interaksi Langsung

Yaitu interaksi secara fisiki / kimia antara obat dalam lumen saluran cerna sebelum
diabsorpsi,sehingga mengganggu proses absopsi.

1. Perubahan Ph cairan saluran cerna


Perubahan Ph pada cairan saluran cerna akan mempengaruhi kelaruan dan absopsi obat-obat
yang bersifat asam atau basa

Misalnya : Pemberian Natrium bikarbonat bersamaan dengan aspirin akan meningkatkan


disolusi aspirin,sehingga absorpsinya juga meningkat. Tetapi akan mengurangi absorpsi dari
tetrasiklin.

1. Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus (motilitas
saluran cerna)

Umumnya obat diabsorpsi di dalam usus, dimana absorpsi di usus jauh lebih cepat
dibandinkan di lambung. Oelh karena itu makin cepat obat sampai ke usus makamakin cepat
juga diabsorpsi. Obat-obat yang memperpendek waktu pengosongan lambung akan
mempercepat absorpsi obat lain yang diberikan secara bersamaan dan begitu juga sebaliknya
obat yang memperpanjang waktu pengosongan lambung akan memperlambat absorpsi obat
lain.

Contoh : Metoklopramid yang akan mempercepat absorpsi parasetamol, diazepam dan


propanolo dan obat antikolinergik, antidepresi trisiklik, beberapa antihistamin antacid gram
Al dan analgetik narkotik akan memperlambat absorpsi obat lain.

1. Perubahan Flora usus.

Secara normal flora usus berfungsi sebagai sebagai:

 Sintensis vitamin k dan merupakan sumber vitamin K yang penting


 Memecah sulfasalazim menjadi bagian-bagian yang aktif
 Sebagai metabolism obat (missal levodova)
 Hidrolsis ghukuronid yang dieksresi melalui empedu sehingga terjadi sirkulasi
enterohepatik yang memperpanjang kerja obat (missal kontrasepsi oral)

Pemberian antibiotic spectrum luas (seperti : tetrasiklin, kloranfenikol,


ampislin,sulfonamide)akan mempengaruhi flora usus sehingga menghambat sintesa vitamin
K oleh mikroorganisme usus.Apabila antibiotic ini diberikan bersama antikoagulan oral maka
efek antikoagulan akan meningkat dan dapat terjadi pendarahan.

1. Efek toksik pada saluran cerna

Terapi kronik dengan asam mefanamat, neomisin dan kolkisin menimbullkan sindrom
malabsorpsi yang menyebabkan absorpsi obat lain terganggu

1. Mekanisme tidak diketahui

Ada beberapa obat mengurangi jumlah absorpsi obat lain dengan mekanisme yang tidak
diketahui. Misal :Penobarbital yang dapat mengurangi absopsi griseofulvin dalam saluran
cerna.

1. B. Interaksi antara obat dengan makanan


Interaski obat dengan makanan masih belum banyak diketahui, seperti halnya dengan
interaksi antara obat dengan obat lain maka interaksi ini juga mempengaruhi absopsi obat.

Interaksi antara obat-makanan ini dapat terjadi karena beberapa hal:

1. Terjadinya perubahan Ph dalam lambung, sehingga menyebabkan penundaan


absorpsi obat.
2. Perubahan motilitas usus, missal rifampisin dan isoniazida yang absorpsinya lebih
kecil pada pemakaian setelah makan dibandingkan jika obat tersebut diminum pada
waktu lambung kosong.
3. Terjadinya reaksi kimia yang menbentuk kompleks sama seperti obat-obat yang
mengandung kation multivalent, tetrasiklin akan membentuk khelat dengan makanan
yang mengandung ion klasium, magnesium atau besi sehingga suasah diabsorpsi.
4. Terjadinya pembentukan senyawa N-nitroso (nitrosamine) yang disebut kanserogen.
Ini terjadi pada zat makanan yang mengandung nitrit (nitirit biasanya digunakan
sebagai pengawet daging dan sosis) dengan aminofenazon.
5. Kompetisi untuk mekanisme aktif, dimana absopsi obat dapat dihambat secara
kompetititf oleh zat makanan yang bersangutan. Kompetisi ini terjadi pada obat obat
yang merupakan analog dari zat makanan, seperti levodopa, metildopa dan 6-
merkaptopurin yang diabsorpsi aktif melalui mekanisme yang sama dengan
mekanisme yang sama dengan mekanisme bahan makanan.

Contoh : absorpsi levodopa dihambat oleh fenilalanin yang berasal dari diet tinggi protein
(2g/kg/hari) dan absorpsinya akan meningkat dengan diet rendah protein (0,5 g/kg/hari)’

1. Selain menghambat absorpsi obat, ada juga obat-obat yang tertentu yang
absorpsinya lebih cepat dan sempurna jika diberikan bersama makanan, Misal:
spironolakton atau feniton absorpsinya lebih cepat diberikan bersama makanan
dan absorpsi griseofulvin (bersiafat lipofil) akan mengikat jika diberikan
bersama makanan yang banyak mengandung lemak.

Pengolongan Obat-obat yang berinteraksi dalam gastrointestinal

No Obat precipitant Obat object Mekanisme Efek


(B) kerja
(A)
1 Antasid,sediaan FE, Supplement. Tetrasiklin Interaksi Absopsi
langsung, terjadi tetrasiklin dan
pembentukan obat dengan
kompleks/ khelat kation
multivalent ¯
2 Kolestiramin,Kortikosteroid,tiroksin Digoksin, Reaksi Jumlah absopsi
digitoksin lansung:obat obat objek ¯
objek diikat oleh
obat precipitant.
3 Kaolin, pectin, Mg trisilikat,Al Digoksin, Interaksi
(OH)3 Linkomosin langsung:objek
diadsorpsi oleh
obat precipitant.
4 Bentonit (bahan pengisi tablet PAS) Rifampisin Interaksi Jumlah absorpsi
langsung; obat obat objek ¯
objek diadsorpsi
oleh obat
precipitant
5 NaHCO3 Aspirin Perubahan Ph Kesempatan
cairan saluran disolusi aspirin ,
cerna Absorpsi
6 NaHCO3 Tetrasiklin Perubahan Ph Nya , kelarutan
Cairan saluran tetrasiklin
cerna
7 Abtasid Penisilin G, Perubahan Ph Absorpsinya ¯ Ph
eritromisin Cairan saluran Lambung , peng-
cerna rusakan obat
objek ¯,
Idem absorpsinya
8 Vitamin C Fe Idem Ph lambung ¯,
absorpsi Fe
9 Antikolinergik, Antidepresi trisiklik Parasetamol, Perubahan Ph lambung ¯,
diazwpam waktu jumlah absorpsi
propranolol, pengososngan Fe
fenibutazon lambung dan
transit usus
10 Analgesic narkotik Parasetamol Idem Obat A
memperpanjang
waktu
pengosongan
lambung,
memperlambat
absorpsi obat B.
11 Antikolinergik, antidepresi trisiklik Levodopa Idem Idem
12 Al(OH)3 gel Isoniazid, Idem Obat A waktu
klorpromazin pengosongan
lambung,
biovailabilitas
obat B ¯
13 Lithium Klorpromazine Idem Idem
14 Antikolinergik Digoksin Idem Idem
15 Antidepresi trisiklik Dikumarol Idem Idem
16 Metoklopramid Parasetamol Idem Idem
diazepam
Obat A waktu
Propranolol transit usus, BA
obat B
Levodopa
Obat A ¯ waktu
Digoksin pengosongan
lambung BA obat
B
17 Mg (OH)2 Digoksin, Idem Obat A
prednisone, memperpendek
dikumarol waktu transit
usus, BA obat B
¯
18 Kolksin (Kronik) Vitamin B12 Efek toksik pada Idem
saluran cerna
19 Neomisin Penisilin Idem Obat A
digoksin mengganggu
Idem absorpsi obat B
Kolesterol asam
empedu, Idem
vitramin A
20 Al (OH)3 Propranolol, Mekanisme Obat A
indometasin tidak diketahui mengganngu
pembentukan
misel, absorpsi
obat B dihambat
21 Fenobarbital Griseofulvin, Idem Obat A ¯
dikumarol absorpsi obat B
22 Sulfasalazin Digoksin Idem Obat A ¯
Absorpsi obat B

Idem

Idem

1. C. Cara mengatasi Interaksi Gastrointestinal.

Interaksi obat dapat diatasi jika mengetahui farmakologi dari obat tersebut, baik secara
farmakokinetik maupun secara farmakodinamik. Secara farmakokinetik: seperti bagaimana
dan dimana obat diabsorpsi, didistribusikan, dimetabolisme, dan diseksresikan. Sedangkan
secara farmakodinamik: kita harus tahu mekanisme kerja dari obat serta reseptor yang akan
berikatan dengan obat tersebut. Jika kita sudah memahami tersebut, maka kita dapat
mengasumsikan nama obat yang boleh diberikan secara bersamaan dan mana yang tidak.

Untuk interaksi yang terjadi dalam gastrointestinal dapat diatasi dengan pemberian obat
secara selang waktu tergantung mana yang lebih dibutuhkan oelh pasien. Misalnya seorang
pasien mendapat resep dari dokter yang isisnya antasida dan digoksin, maka kita lihat bahwa
pasien lebih membetuhkan digoksin dibandingkan antacid. Untuk menghidari terjadinya
interaksi antara antacid dengan digoksin mana digoksin diminum terlebih dahulu, 1-2 jam
berselang baru antacid.

BAB IV

PENUTUP

1. A. Kesimpulan
Interaski obat/ drugs interaction adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau
dipengaruhi oleh obat lain diberikan bersamaan. Atau dapat juga didefinisikan sebagai
modifikasi efek satu obat akibat obat lain yang diberikan bersamaan: atau apabila dua atau
lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga efektivitas atau toksisitas satu obat/lebih
berubah.

Berdasarkan mekanismenya interaksi dibagi menjadi 3 tipe ; yatiu interaksi farmasetik,


interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik. Interaksi gastrointestinal termasuk ke
dalam interaksi farmakokinetik yang mempengaruhi kecepatan absopsi dari suatu obat
interaksi ini dapat terjadi antara obat dengan obat lain atau obat dengan makanan.

Pada interaksi gastrointestinal ada beberapa factor dan mekanisme kerja terjadinya interaksi
obat; yaitu:

 Terjadinya interaksinya langsung antara obat yang satu dengan yang lain, seperti :
terbentuknya kompleks, teradsorpsinya obat yang satu oleh obat lain, dll Contoh :
tetrasiklin dengan antasida

 Terjadinya perubahan Ph cairan cerna, sehingga menambah/ mengurangi kelarutan


obat tertentu. Contoh: natrium bikarbonat dengan aspirin.
 Terjadinya perubahan flora usus, dimana obat tertentu dapat merubah fungsi normal
dari flora usus. Contoh : antibiotic spectrum luas dengan antikoagulan oral yang
meningkatkan penfdarahan.
 Perubahan waktu pengosongan lambung, dimana obat yang mempercepat
pengososngan lambung akan meningkatkan absorpsi obat lain dan sebaliknya. Contoh
: metoklopramid dengan parasetamol diazepam dll
 Terjadinya kompetisi absorpsi aktif dengan makanan yang mempunyai mekanisme
absorpsi sama. Contoh Levodopa dengan fenilalanin diet protein tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswara G. sulistia, et al., 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4, cetak ulang 2005,
fakultas kedokteran universitas Indonesia, Jakarta. Hal 800 – 810.
2. Mutschler E.1991. Dinamika Obat, farmakologi dan toksikologi, edisi 5, penerbit ITB
– Bandung. Hal 88-93.
3. Iwan darmansjah, 1997. Interaksi Obat yang Klinis Penting, jurnal seminar interaksi
obat di Pontianak dan PUKO, pusat Uji Klinik Obat FKUI. RSUPN – CM.
4. Rusjdi djamal, dkk., 1983. Interaksi Obat dari resep – resep pasien di Sumatera Barat.
Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Andalas , Padang.
5. Dr.R. Soetiono Gapar, 2003. Interaksi Obat Beta – Blocker dengan Obat – Obat lain,
jurnal penelitian, bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera
Utara. Medan.

Anda mungkin juga menyukai