Anda di halaman 1dari 25

FARMAKOLOGI DASAR

INTERAKSI OBAT
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu
bersamaan dapat memberikan efek masing-
masing atau saling berinteraksi. Interaksi
tersebut dapat bersifat potensiasi atau antagonis
satu obat oleh obat lainnya, atau kadang dapat
memberikan efek yang lain. Interaksi obat yang
merugikan sebaiknya dilaporkan kepada
Badan/Balai/Balai Besar POM seperti halnya
dengan reaksi obat merugikan lainnya.
Interaksi obat dapat bersifat farmakodinamik atau
farmakokinetik.
Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat


yang  mempunyai efek farmakologi atau efek samping yang
serupa atau yang berlawanan. Interaksi ini dapat
disebabkan karena kompetisi pada reseptor yang sama,
atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem
fisiologik yang sama. Interaksi ini  biasanya dapat
diperkirakan berdasarkan sifat farmakologi  obat-obat yang
berinteraksi. Pada umumnya, interaksi yang terjadi dengan
suatu obat akan terjadi juga dengan obat sejenisnya.
Interaksi ini terjadi dengan intensitas yang berbeda pada
kebanyakan pasien yang mendapat obat-obat yang saling
berinteraksi.
Interaksi  Farmakokinetik
Yaitu interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah
absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat lain.
Dengan demikian interaksi ini meningkatkan atau mengurangi
jumlah obat yang tersedia (dalam tubuh) untuk dapat
menimbulkan efek farmakologinya. Tidak mudah untuk
memperkirakan interaksi jenis ini   dan  banyak diantaranya
hanya mempengaruhi pada sebagian kecil pasien yang
mendapat kombinasi obat-obat tersebut. Interaksi
farmakokinetik yang terjadi pada satu obat belum tentu akan
terjadi pula dengan obat lain yang sejenis, kecuali jika memiliki
sifat-sifat  farmakokinetik yang sama .
Interaksi farmakokinetik dapat digolongkan
menjadi beberapa kelompok:

A. Mempengaruhi absorpsi
Kecepatan absorpsi atau total jumlah yang
diabsorpsi dapat dipengaruhi oleh interaksi
obat. Secara klinis, absorpsi yang tertunda
kurang berarti kecuali diperlukan kadar obat
dalam plasma yang tinggi (misal pada
pemberian analgesik). Namun demikian
penurunan jumlah yang diabsorbsi dapat
menyebabkan terapi menjadi tidak efektif.
Menyebabkan perubahan pada  ikatan protein

Sebagian besar obat berikatan secara lemah dengan protein


plasma karena ikatan protein tidak spesifik, satu obat dapat
menggantikan obat yang lainnya, sehingga jumlah bentuk bebas
meningkat dan dapat berdifusi dari plasma ketempat kerja obat.
Hal ini akan menghasilkan peningkatan efek yang terdeteksi
hanya jika kadar obat yang berikatan sangat tinggi (lebih dari
90%) dan tidak terdistribusikan secara luas di  seluruh tubuh.
Walaupun demikian, penggantian posisi jarang menyebabkan
potensiasi yang lebih dari potensiasi sementara, karena
meningkatnya bentuk bebas juga akan meningkatkan kecepatan
eliminasi obat. Penggantian posisi  pada tempat ikatan protein
penting  pada potensiasi warfarin oleh sulfonamid dan
tolbutamid. Tetapi hal ini menjadi penting terutama karena
metabolisme warfarin juga dihambat.
Mempengaruhi metabolisme.

Banyak obat dimetabolisme di hati. Induksi terhadap sistem enzim


mikrosomal hati oleh salah satu obat dapat menyebabkan perubahan
kecepatan metabolisme obat lainnya secara bertahap, sehingga
menyebabkan rendahnya kadar plasma dan mengurangi efek obat.
Penghentian obat penginduksi tersebut dapat menyebabkan meningkatnya
kadar plasma obat yang lainnya sehingga terjadi gejala toksisitas.
Barbiturat, griseofulvin, beberapa antiepilepsi dan rifampisin adalah
penginduksi enzim yang paling penting. Obat yang dipengaruhi antara lain
warfarin dan kontrasepsi oral.

Sebaliknya, saat suatu obat menghambat metabolisme obat lain, akan


terjadi peningkatan kadar plasma, sehingga menghasilkan peningkatan efek
secara cepat dan juga meningkatkan risiko.

Beberapa obat yang meningkatkan potensi warfarin dan fenitoin memiliki


mekanisme  seperti di atas.
Isoenzim dari sistem sitokrom  hepatik P450
berinteraksi dengan sebagian besar obat.

Obat dapat bertindak sebagai substrat,  penginduksi,


atau penghambat dari  isoenzim yang berbeda.
Beberapa informasi in-vitro tentang efek obat terhadap
insoenzim telah tersedia, tetapi karena eliminasi obat
dapat melalui beberapa jalur metabolisme seperti
eliminasi oleh ginjal maka efek klinik dari interaksi tidak
dapat diprediksi secara tepat berdasarkan data
laboratorium tentang isoenzim sitokrom P450.
Mempengaruhi ekskresi ginjal

Obat dieliminasi melalui ginjal, melalui filtrasi


glomerulus dan melalui sekresi aktif di tubulus
ginjal. Kompetisi terjadi antara obat-obat yang
menggunakan mekanisme transport aktif yang
sama di tubulus proksimal.

Contohnya salisilat dan beberapa AINS


menghambat ekskresi metotreksat; toksisitas
metotreksat yang serius dapat terjadi.
Derajat keparahan suatu interaksi bervariasi
dari satu pasien ke pasien lain.

Obat-obat dengan indeks terapi sempit


(misalnya fenitoin) dan obat-obat yang
memerlukan kontrol dosis yang ketat
(antikoagulan, antihipertensi dan antidiabetes)
adalah obat-obat yang paling sering terlibat.

Pasien dengan peningkatan risiko mengalami


interaksi obat adalah lansia dan orang-orang
dengan gagal ginjal atau hati.
KOMBINASI OBAT
Kombinasi obat
• Dua obat yang digunakan pada waktu bersamaan dapat
saling mempengaruhi khasiat masing-masing:

A. Antagonisme:
terjadi jika kegiatan obat pertama dikurangi atau
ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang memiliki
khasiat farmakologi yang berlawanan
contoh: barbital dan strychnin; adrenalin dan histamin;

a. Antagonis kompetitif:
- dua obat bersaing secara reversibel untuk reseptor
yang sama , contoh: nalorfin dan morfin; kurare dan
asetilkolin, antihistamin dan histamin
- secara tak reversibel: untuk molekul yang sama,
contoh: zat-zat chelasi pada keracunan logam.
B. Sinergisme:

kerjasama antara dua obat, ada 2 jenis:

- Adisi: (penambahan): efek kombinasi adalah sama


dengan jumlah kegiatan dari masing- masing obat, contoh:
kombinasi asetosal dengan parasetamol

- Potensiasi (peningkatan potensi): kedua obat saling


memperkuat khasiatnya sehingga terjadi efek yang melebihi
jumlah matematis dari a+b.
kedua obat kombinasi dapat memiliki kegiatan yang
sama seperti estrogen dan progesteron, Sulfametoksazol dan
TMP, atau satu obat dari kombinasi memiliki efek berlainan,
misalnya: analgetika dan klorpromazin, benzodiazepin dan
meprobamat/alkohol: perintang MAO dan amfetamin; thiamin
dengan diklofenac (NSAIDs)
• Seringkali kombinasi obat diberikan dalam
perbandingan tetap dengan tujuan mengadisi daya
kerja terapeutisnya tanpa mengadisi efek buruknya,
co: trisulfa.
• Mencegah timbulnya resistensi kuman, contoh
kombinasi INH denga PAS
• Meniadakan efek samping obat pertama dengan
menambahkan obat pembantu, co: kalium pada
diuretika thiazida; vit B kompleks pada broad
spektrum antibiotika; penghambat asam (ranitidin)
pada prednison atau NSAIDs
• Keuntungan kombinasi tetap:
praktis, pasien tidak perlu banyak sediaan, meningkatkan
kepatuhan

• Kerugian kombinasi tetap:


Dosis obat tidak dapat diubah tanopa mengubah pula dosis
obat kedua, sedangkan skema pentakaran untuk kedua obat
tidak selalu sama berhubung dengan masa paruhnya yg
berlainan.

• T1/2 penting untuk kombinasi obat., kombinasi trisulfa (SD,


SMer, Smez ana) mempunyai t1/2 berbeda sehingga (17 jam,
24 jam. 7 jam) sehingga setelah beberapa hari akan terjadi
akumulasi Smer, sednagkan obat ini yang menentukan efek
kemoterapeutik dari kombinasi obat.
• Kombinasi yang tepat: kotrimoksazol: masing-masing
mempunyai t1/2 10 jam.
•interaksi pil anti hamil dengan zat induktor
enzim (fenobarbital, fenitoin, primidon,
karbamazepim, rifampisin) dapat menurunkan
kadar plasma estrogen sehingga efektifitas pil
tidak dapat dipercaya

•Asetosal dengan dikumarol: efek perdarahan


meningkat

•Barbital dengan antikoagulansia: menurunkan


khasiatnya.
Cara berlangsungnya interaksi obat:

1.Interaksi kimiawi: obat beraksi dengan obat lain secara


kimiawi: co: pengikatan fenitoin dengan calsium, tetrasiklin
dengan logam valensi 2.

2.Kompetisi untuk protein plasma: contoh analgetika (salisilat,


fenilbutazon, indometasin) , klofibrat dan kinidin memdesak obat
lain dari ikatannya pada proteindan dengan demikian
memperkuat khasiatnya.

3.Induksi enzim: obat memnstimulir pembentukan enzim hati,


tidak hanya mempercepat eliminasinya tetapi juga mempercepat
perombakan obat lain., co: hipnotika (barbital)dan antiepileptika
(fenitoin, karbamazepim) memperlancar biotrnasformasi
antikoagulan dan anti de[resi trisiklis (imipramin, amitriptilin) dan
menurunkan khasiatnya.
4. Inhibisi enzim: zat yang dapat mengganggu
fungsi hati dan enzimnya seperti alkohol dapat
memperkuat daya kerja obat lain yang efek dan
lama kerjanya tergantung pada enzim tsb, co:
alupurinol yang memblokir ksantin-oksidase
pada sintesa asam urat, memperkuat khasiat
obat-obat turunan purin ( a.l obat kanker
merkaptopurin) yang justru diraikan oleh enzim
tersebut.
INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN

1.absorpsi: obat dapat diikat oleh makanan hingga absorpsi di usus


diperlambat atau dikurangi dan efek akan menurun.
contoh:
a. makanan berserat dapat mengadsoprsi obat seperti lovastatin,
BA menurun (serat juga berdaya menurunkan kolesterol).
b. Interaksi antikoagulansia dengan sayuran yang mengadung vit
K (bayem), brokoli, kol kecil. Jika terlalu banyak vit K dapat mengurangi
efek anti koagulansia

2.Perombakan obat dapat dirintangi sehingga kadar obat meningkat timbul


efek toksis
Contoh: interaksi MAO blockers dengan keju dan coklat. Enzim MAO
bertanggungjawab atas penguraian semua katekolamin
didalam tubuh misal adrenalin, serotonin dan dopamin. Bila
pasien diberi perintang MAO sebagai anti depresivum dan
makan sesuatu yang mengandung tiramin maka zat ini tidak
akan diuraikan lagi karena enzim MAO sudah diblok. Sehingga
dapat terjadi hipertensi hebat. Makanan yang mengandung
amin antara lain: keju. Advokad, anggur, bir, ragi, hati ayam.
Contoh lain: grapefruit juice mengandung flavonoida naringenin
dapat merintangi sistem enzym Cyp P 450 pada dinding usus.
Obat yang perombakannya melalui sistem oksidatif akan
meningkatkan BA dan kadar dalam darah. Contoh obat yang daya
kerjanya diperkuat adalah: antagonis Ca (amlodipin, nifedipin) dan
obat AIDS saquinavir. Obat-obat tersebut tidak boleh diminum
bersamaan dengan jus grapefruit atau dengan selang waktu
minimal 2 jam.

3. Ekskresi: diet vegetaris ketat meningkatkan PH urin (menjadi


alkalis) dan memperlancar ekskresi obat yang bersifat asam
lemah (vit C, dan NSAIDS)
diet kaya protein (daging, ikan, kerang) menurunkan PH
urin. Urin asam mengurangi reabsorpsi tubuler obat yang bersifat
basa lemah sehingga mempercepat ekskresinya misal alkaloida
(morfin, kinin)
- Levodopa dan metildopa membentuk kompleks dengan
Fe, bila diminum bersamaan dengan senyawa besi
resorpsinya bisa menurun 60%
- Obat-obat yang dapat meningkatkan kebutuhan akan
vitamin tertentu:
a. Pil anti hamil, INH, penisilamin meningkatkan
kebutuhan akan piridoksin
b. Salisilat dan tetrasiklin meningkatkan kebutuhan
vitamin C
c. Parafin (laxadin) menurunkan resorpsi vitamin A,
D. E, dan K yang larut dalam lemak.
Interaksi obat terutama harus diperhatikan bila obat
diberikan bersamaan dengan obat lain yang indeks
terapinya kecil, sehingga sedikit peningkatan kadar
plasma sudah dapat menimbulkan gejala toksis hebat.
Obat-obat tersebut demikian terdiri dari
antikoagulansia kumarin, teofilin, fenitoin, digoksin,
antidiabetika oral
FARMAKOGENETIKA (FG)

Mempelajari apakah ada hubungan konstitusi genetis (variasi gen-


gen) dari seseorang pasien dengan responnya terhadap suatu
obat.

Contoh:
enzim hati oksidatif Cyp P 450 tipe 2D6 (Cyp2D6) terlibat pada
banyak perombakan obat a.l: beta blocker, dan psikofarmaka
tioridazin dan Risperidon. Bangsa kulit putih 5-10% tidak memiliki
enzim ini, maka mereka kurang mampu menguraikan banyak obat
kejiwaan. Jadi untuk mereka dosis obat perlu diturunkan.

Obat malaria (primaquin) dirombak oleh enzim GPH. Pada orang


yang tidak memiliki enzim ini dapat terjadi anemia akut.

Anda mungkin juga menyukai