INTERAKSI OBAT
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu
bersamaan dapat memberikan efek masing-
masing atau saling berinteraksi. Interaksi
tersebut dapat bersifat potensiasi atau antagonis
satu obat oleh obat lainnya, atau kadang dapat
memberikan efek yang lain. Interaksi obat yang
merugikan sebaiknya dilaporkan kepada
Badan/Balai/Balai Besar POM seperti halnya
dengan reaksi obat merugikan lainnya.
Interaksi obat dapat bersifat farmakodinamik atau
farmakokinetik.
Interaksi Farmakodinamik
A. Mempengaruhi absorpsi
Kecepatan absorpsi atau total jumlah yang
diabsorpsi dapat dipengaruhi oleh interaksi
obat. Secara klinis, absorpsi yang tertunda
kurang berarti kecuali diperlukan kadar obat
dalam plasma yang tinggi (misal pada
pemberian analgesik). Namun demikian
penurunan jumlah yang diabsorbsi dapat
menyebabkan terapi menjadi tidak efektif.
Menyebabkan perubahan pada ikatan protein
A. Antagonisme:
terjadi jika kegiatan obat pertama dikurangi atau
ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang memiliki
khasiat farmakologi yang berlawanan
contoh: barbital dan strychnin; adrenalin dan histamin;
a. Antagonis kompetitif:
- dua obat bersaing secara reversibel untuk reseptor
yang sama , contoh: nalorfin dan morfin; kurare dan
asetilkolin, antihistamin dan histamin
- secara tak reversibel: untuk molekul yang sama,
contoh: zat-zat chelasi pada keracunan logam.
B. Sinergisme:
Contoh:
enzim hati oksidatif Cyp P 450 tipe 2D6 (Cyp2D6) terlibat pada
banyak perombakan obat a.l: beta blocker, dan psikofarmaka
tioridazin dan Risperidon. Bangsa kulit putih 5-10% tidak memiliki
enzim ini, maka mereka kurang mampu menguraikan banyak obat
kejiwaan. Jadi untuk mereka dosis obat perlu diturunkan.