Di susun Oleh :
SEMESTER II
Orang lanjut usia berisiko tinggi mengalami reaksi obat yang merugikan
karena beberapa alasan Mereka cenderung mempunyai banyak masalah
kesehatan sehingga harus mengonsumsi beberapa obat resep dan obat
bebas . Selain itu, seiring bertambahnya usia, kemampuan hati untuk
memetabolisme banyak obat menjadi berkurang, dan kemampuan ginjal
untuk menghilangkan obat dari tubuh menjadi berkurang, sehingga
meningkatkan risiko kerusakan ginjal akibat obat dan reaksi merugikan
lainnya. Masalah-masalah yang berkaitan dengan usia ini seringkali
diperburuk oleh kekurangan gizi dan dehidrasi, yang cenderung menjadi
lebih umum seiring bertambahnya usia.
Orang lanjut usia juga lebih sensitif terhadap efek banyak obat. Misalnya,
orang lanjut usia lebih mungkin mengalami sakit kepala ringan,
kehilangan nafsu makan, depresi, kebingungan, dan gangguan
koordinasi, sehingga membuat mereka berisiko terjatuh dan patah
tulang. Obat-obatan yang dapat menyebabkan reaksi ini mencakup
banyak antihistamin, obat tidur, obat anticemas, antihipertensi, dan
antidepresan
e. Kehamilan dan menyusui
C. Intraksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik merupakan interaksi yang terjadi dalam proses ADME
(absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi). Interaksi farmakokinetik terjadi
ketika suatu obat yang diberikan dapat mempengaruhi proses absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga dapat menyebabkan
peningkatan atau pengurangan jumlah obat yang tersedia dalam memberikan
efek farmakologi (Hendera, 2018). Interaksi farmakokinetik sering
dipertimbangkan berdasarkan informasi masing-masing obat dan diidentifikasi
dengan mengendalikan manifestasi klinis pasien serta perubahan konsentrasi
obat serum Asupan makanan atau minuman selain air juga dapat mempengaruhi
profil farmakokinetik. Contoh paling menonjol dari efek obat-farmakokinetik
spesifik makanan adalah interaksi antara jus jeruk dan obat-obatan seperti
cyclosporine dan felodipine). Interaksi dapat terjadi melalui mekanisme yang
berbeda, termasuk penghambatan metabolisme
a. Absorpsi
a. Penyerapan gastro-intestinal
Perbedaan Jaringan
Pengikatan Protein
Penghalang Plasenta
Metabolisme
Signifikansi Klinis
c. Ekskresi
Ekresi adalah tahap akhir dari interaksi obat di dalam tubuh. Tubuh
telah menyerap, mendistribusikan, dan memetabolisme molekul obat
– sekarang apa hubungannya dengan sisa obat Sisa obat induk dan
metabolit dalam aliran darah sering disaring oleh ginjal, dimana
sebagian mengalami reabsorpsi kembali ke aliran darah, dan sisanya
dikeluarkan melalui urin. Hati juga mengeluarkan produk sampingan
dan limbah ke dalam empedu. Jalur ekskresi potensial lainnya
adalah paru-paru. Misalnya, obat-obatan seperti alkohol dan gas
anestesi sering kali dihilangkan oleh paru-paru.
Rute Ekskresi
Ginjal
Hati
Keringat, air mata, cairan reproduksi (seperti cairan mani), dan ASI
juga dapat mengandung obat dan produk samping/metabolit
obat. Hal ini dapat menimbulkan ancaman toksik, misalnya bayi
terpapar ASI yang mengandung obat-obatan atau produk samping
obat yang tertelan oleh ibu. Oleh karena itu, perawat harus merujuk
pada referensi obat dan menghubungi penyedia layanan kesehatan
jika ada kekhawatiran sebelum memberikan obat kepada ibu yang
sedang menyusui.
Obat dapat mengobati dan menyembuhkan suatu penyakit. Namun, obat harus
digunakan secara tepat agar terjamin keamanan dan khasiatnya. Secara ideal,
dengan minum obat diharapkan akan mempercepat penyembuhan pada
penyakit yang diderita. Akan tetapi, obat akan memberikan efek yang berbeda
pada masing-masing individu, karena hal ini tergantung pada makanan atau
minuman apa yang telah dikonsumsinya atau penyakit lain yang dideritanya.
Faktor diet dan gaya hidup seringkali menjadi faktor keberhasilan terapi.
Misalnya, pada beberapa obat antipsikotik generasi kedua, akan menurun
potensinya pada pasien dengan perokok. Contoh lain yaitu interaksi obat
golongan Monoamine Oxidase Inhibitor dengan makanan sejenis keju.
Interaksi obat merupakan situasi dimana sebuah senyawa lain yang
mempengaruhi efek obat. Hal ini dapat berupa interaksi antar obat (drug-drug
interaction), interaksi obat dengan makanan (drug-foods interaction) dan antara
obat dengan herbal (drug-herb interaction). Interaksi obat dengan makan dapat
diartikan adanya interaksi dari hubungan fisik, kimia, fisiologi, atau patofisiologi
antara obat dengan nutrien/senyawa pada makanan. Interaksi tersebut akan
bermakna secara klinis apabila dapat mempengaruhi respon farmakoterapi.
Interaksi antara obat dan makanan dapat meningkatkan atau menurunkan efek
terapi obat. Kebanyakan interaksi obat dengan makanan secara klinis
disebabkan oleh senyawa pada makanan yang menginduksi perubahan
bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas merupakan parameter farmakokinetik yang
sangat penting, yang dihubungkan dengan efek klinis beberapa obat. Misalnya,
interaksi obat dapat disebabkan oleh khelasi dari komponen makanan dengan
obat tersebut, sehingga menyebabkan penurunan bioavailabilitas obat dan
penurunan efektivitas obat. Namun, meskipun terganggu penyerapan obat pada
seorang pasien, hal ini akan berbeda responnya dengan pasien lain.
1. Sayuran hijau
Makanan tinggi serat juga akan memperlambat kerja digoxin, obat diabetes
dan mencegah penyerapan obat kolesterol golongan statin. Sebaiknya konsumsi
makanan tinggi serat 2 jam sebelum atau sesudah minum obat.
2. Jus buah
3. Susu
Kebanyakan susu mengandung Kalsium yang tinggi. Kandungan Kalsium pada
susu akan mengikat senyawa pada antibiotik sehingga membuatnya tidak larut
dalam usus sehingga tidak diserap oleh tubuh.
Daftar Pustaka
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3444856
https://www.msdmanuals.com/home/drugs/adverse-drug-reactions/risk-factors-for-
adverse-drug-reactions
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK595006/
https://dinkes.kalbarprov.go.id/artikel/interaksi-obat-dengan-makanan-pengaruhi-
efektivitas-obat/