Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kebugaran manusia tidak lepas dari Kesehatan. Kesehatan dibutuhkn untuk


melakukan aktivitas. Tunuhh yang prima akan diperoleh bila tubuh manusia
mendapatkan gizi yang cukup. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbs, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunaan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta
menghasilkan energi. Gizi yang dibutuhkan dalam tubuh yaitu karbohidrat sebagai
sumber energi, lemak sebagain cadangan makanan, protein sebagai pengatur sel-sel
tubuh, mineral sebagai pembentuk berbagai jaringa tubuh dan juga vitamin.
Interaksi obat merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh
terhadap pengobata n. Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia
atau dengan obat lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia,
dan obat lain tersebut mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau
hampir bersamaan (Ganiswara, 2000).
Beberapa obat sering diberikan secara bersamaan pada penulisan resep, maka
mungkin terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Obat pertama dapat memperkuat atau
memperlemah, memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua. Interaksi obat
harus lebih diperhatikan, karena interaksi obat pada terapi obat dapat menyebabkan kasus
yang parah dan tingkat kerusakan-kerusakan pada pasien, dengan demikian jumlah dan
tingkat keparahan kasus terjadinya interaksi obat dapat dikurangi (Mutschler, 1991).
Hubungan interaksi antara makanan, nutrien yang terkandung dalam makanan dan
obat saling mendukung dalam pelayanan Kesehatan dan dunia medis. Makanan dan
nutrient spesifik dalam makanan, jika dicerna Bersama dengan beberapa obat, pasti dapat
mempengaruhi seluruh ketersediaan hayati, farmakokinetik, farmakodinamik dan efek
terapi dalam pengibatan. Makanan dapat mempengaruhi absorbs obat sebagai hasil dari
pengubahan dalam saluran gastrointestinal atau interaksi fisika atau kimia antara partikel
komponen makanan dan molekul obat. Pengaruh tergantung pada tipe dan tingkat
interaksi sehingga absorbsi obat dapat berkurang, tertunda, tidak terpengaruh atau
meningkat oleh makanan yang masuk
.
1.2Rumusan masalah

1. Apa itu interaksi obat dan kebutuhan gizi?


2. Bagaimana interaksi obat dan makanan berdasrkan fase farmasetika, fase
farmakokinetik, dan fase farmokodinamik?
3. Bagaimana interaksi obat dan kebutuhan gizi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian interaksi obat dan makanan.


2. Untuk mengetahui interaksi obat dan maknan yang terjadi berdasar pada fase
farmasetis, fase farmakokinetik, dan fase farmakodinamik.
3. Untuk mengetahui interaksi obat dan kebutuhan gizi
BAB 11
PEMBAHASAN

2.1 interaksi obat dan kebutuhan gizi

Kebutuhan gizi adalah jumlah zat minimal yang diperlukan seseorang untuk hidup
sehat. Makanan dan zat gizi yang terkandug dalam makanan jika dikonsumsi secara
Bersama dengan obat-obat tertentu dapat mempengaruhi bioavabilitas, farmakokinetik,
farmakodinamika dan efek terapi suatu obat secara keseluruhan.
Interaksi obat adalah kejadian dimana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efek-
efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang
tidak dimiliki sebelumnya.interaksi obat terjadi antara obat dengan makanan, obat
dengan herbal, obat dengan micronutrient, dan obat injeksi dengam kandungan infus.
Interaksi obat bisa ditimbulkan oeh berbagai proses, antara lain perubahan dalam
farmakokinetika obat tersebut, seperti absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekresi
(ADME) obat. Kemungkinan obat lain, ineraksi obat merupakan hasil dari sifat-sifat
farmakodinamik obat tersebut, missal, pemberian bersamaan antara antaginis reseptor
dan agonis untuk reseptor yang sama.
Interaksi obat dengan keutuhan gizi dapat berdampak pada berbagai macam hal.
Misalnya penggunaan obat tertentu, maka akan mengurangi nutrisi dalam tubuh sehingga
regulasi tubuh akan menurun, atau dengan mengkonsumsi nutrisi tertentu akan
meningkatkan efek suatu obat lain sehingga dapat timbuk efek yang berbahaya.
Pemberian obat-obatan merupakan bagian dari terapi medis terhadap pasien. Ketika
dikonsumsi, obat dapat mempengaruhi status gizi seseorang dalam mempengaruhi
makanan yang masuk ( drug-food interaction). Hal sebaliknya juga dapat terjadi,
makanan yang masuk juga dapat mempengaruhi kerja beberapa obat-obatan (food-drug
interaction).
Karakteristik fisik dan kimia suatu obat adalah factor yang sangat menentukan potensi
interaksinya dengan makanan. Obat yang berbeda didalam kelompok obat yang sama
atau formulasi obat-obatan yang berbeda bisa menunjukan karkteristik kimia yang
berbeda sehingga menghasilkan interaksi obat dengan makanan yang benar-benar beda.
Terjadinya interaksi makanan dengan obat tergantung pada ukuran dan komposisi
makan. Misalnya bioavabilitas obat-obatan lipofilik biasanya meningkat dengan
kandungan lemak yang tinggi atau karena peningkatan daya larut obat (misalnya
albendazole dan isotretinoin) atau perasangan sekresi asam lambung (misalnya
griseofulvin dan halofantrine). Atau kamdungan yang serat tinggi dapat menurunkan
bioavabilitas obat-obatan tertentu (misalnya glikosin dan lovastatin) karena peningkatan
terhadap serat.
2.2 interaksi obat dengan makanan
a. fase farmasetis
sekitar 80% obat diberikan melalui mulut ; oleh karena itu, farmasetik (disolusi)
adalah fase pertama dari kerja obat. Dalam saluran gastrointernal, obat-obat perlu dilarutkan
agar dapat diabsorbsi. Obat dalam benuk padat (tablet atau pil) harus didisintegritas menjadi
partikel-partikel kecil supaya dapt larut kedalam cairan, dan proses ini dikenal sebagai
disolusi.
Disintegrasi adalah pemecahan tablet atau pil menjadi partikel-partike yang lebih
kecil, dan disolusi adalah melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairan
gastrointestinal untuk diabsorbsi. Rate limiting adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah
obat untuk berdisentegrasi dan sampai siap untuk diabsorbsi oleh tubuh.
Obat-obatan dengan enteric-coated,ED (selaput enteric0) tidak dapat disintegrasi oleh
asam lambung, sehingga disintegrasinya baru terjadi jika berada dalam suasana basa didalam
usu halus. Tablet anti coated dapat bertahan didalam lambung untuk jangka waktu lama ;
sehingga oleh karenanya obat;obatan demikian kurang efektif atau efek mulanya menjadi
lambat.
Makanan dalam saluran gastroinstestinal dapat mengganggu pengenceran dan
absorbsi obat-obat tertentu. Beberapa obat mengiritasi mukosa lambung, sehingga cairan atau
makanan diperlukan untuk mengencerkan konsentrasi obat.
b. fase farmakokinetik
fase farmakokinetik adalah absorbsi, transport, distribusu, metabolisme dan ekresi
obat. Interaksi obat dan makanan paling signifikan terlibat dalam proses absorbsi. Obat-
obatan yang dikenal luas dapat mempengaruhi absorbsi zat gizi adalah obat-obatan yang
memiliki efek merusak terhadap mukosa usus. Antineoplastic, antiretroviral, NSAID dan
sejumlah antibiotic dikeyahui memilki efek tersebut.
Interaksi dalam proses absorbsi dapat terjadi dengan berbagai cara misalnya :
1. Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat-obat seperti morfin
atau senyawa-senyawa antiklonergik dapat mengubah absorbsi obat-obat lin.
2. Kelasi yakni peningkatan molekul obat-obat tertentu oleh senyawa logam sehingga
absorbsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa kompleks yang tidak
diabsrbsi. Misalnya kelasi antara tentrasiklin dengan senyawa-senyawa logam/berat
akan menurunkan absorbsi tetrasiklin.
3. Makanan juga dapat mengubah absorbsi obat-obat tertentu, misalnya: umunya
antibiotika akan menurun absorbsinya bila diberikan Bersama dengan makanan

Usus halus organ penyerapan primer, berperan penting dalam absorbsi obat. Fungsi
usus halus seperti motilitas atau afinitas obat untuk menahan system karier usus halus,
dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorbsi obat. Makanan dan nutrieb
dalam makanan dapat meningkatkan atau menurunkan absorbsi obat dan mengubah
ketersediaan hayati obat. Kecepatan pengosongan lambung secara signifikan
mempengaruhi komposisi makanan yang dicerna. Kecepatan pengosongan lambung
ini dapat mengubah ketersediaan hayati obat. Makanan yang mengandung serat dan
lemak tinggi diketahui secara normal menunda waktu pengosongan lambung.
Beberapa obat seperti nitrofuration dan hidralazim lebih baik diserap saat pengsongan
lambung tertunda karena tekanan pH rendah di lambung. Obat lain seperti L-dopa,
penicillin G dan digoxin mengalami degradasi dan menjadi inaktif saat tertekan oleh
pH rendah dilambung dalam waktu lama. Obat dieliminasi dari tubuh tanpa diubah
atau sebagai metabolit primer oleh ginjal, paru-paru, atau saluran gastrointestinal
melalui empedu. Ekresi obat juga dipengaruhi oleh diet nutrient seperti protein dan
serat atau nutrient yang mempengaruhi pH urin.
Obat-obatan dapat mempengaruhi dan mengganggu ekresi zat gizi dengan
mengganggu reabsorbsi pada ginjal dan menyebabkan diare atau muntah. Sehingga
jika dirangkum, efek samping pemberian obat -obatan yang berhubungan dengan
gangguan GI (gastrointestinal) dapat berupah terjadinya mual, muntah, perubahan
pada pengecapan, turunnya nafsu makan, mulut kering atau inflamasi/ luka pada
mulut dan saluran pencernaan, nyeri abdominal (bagian perut) kontipasi atau diare.
Efek samping seperti diatas dapat memperburuk konsumsi makanan si pasien. Ketika
pengobatan dilakukan dalam waktu yang Panjang tentu dampak signifikan
yangbmemepengaruhi status gizi dapat terjadi.
c. fase farmakodinamik
farmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan
mekanisme kerja obat. Respons obat dapat menyebabkan efek fisiologi primer atau sekunder
atau kedua-duanya. Efek primer adalah efek yang diinginkan, dan efek sekunder bisa
diinginkan atau tidak diinginkan.
Salah satu contoh dari obat dengan efek primer dan sekunder adalah
chlorampeniramini maleat (CTM) suatu anttihistamin. Efek primer dari CTM adalah untuk
mengatasi gejala-gejala alergi, dan efek sekundernya adalah penekanan susunan saraf pusat
yanga menyebabakan rasa kantuk. Efek sekunder ini tidak diinginkan jika sedang
mengendarai mobil, tetapi pada saat tidur, dapat diinginkan karena menimbulkan sedasi
ringan.
Obat diminum dengan atau tanpa melakukan makanan. Interaksi obat dengan
makanan dalam saluran gastrointestinal dapat bermacam-macam dan banyak alas an makanan
dapat berpengaruh pada efek obat. Contohnya obat mungkin terikat pada komponen
makanan; makanan akan mempengaruhi waktu transit obat pada usus; obat dapat mengubah
first-pass metabolisme obat dalam usus dan dalam hati, dan makanan dapat meningkatkan
alira empedu yang mampu meningkatkan absorbsi beberapa obat yang larut lemak.
Contoh obat-obat yang dapat mencegah interaksi yaitu mengonsumsi dengan petunjuk
yang ada. Absorbsi semua penisilin oral optimal jika diminum pada saat perut kosong dengan
segelas air. Pivampicillin harus diminum Bersama makanan karena dapat mengiritasi
lambung atau perut. Tetracyclin kadang kala menyebabkan mual dan muntah jika diminum
pada saat perut kosong. Meskipun makanan mengurangi absorbsi tetracyclin tetapi tidak
terjadi pada doxycycline danminocyclin. Adanya makanan juga dapat meningkatkan
perubahan bentuk profil serum obat tanpa mengubah ketersediaan hayati obat. Hal ini terlihat
pada studi sefradin, makanan tidak memiliki efek signifikan terhadap ekskresi urin antibiotic
tetapi pada nilai t-max. bebrapa obat yang diminum Bersama susu atau makanan berlemak
antara lain alafosfalin, gliseofulvin dan vitamin D. sedangkan obat yang tidak boleh diminum
Bersama susu antara lain bisacodyl (Dulcolax) garam besi, tetracylin (kecuali doxycycline
dan minocycline).

2.3 interaksi obat dengan makanan yang dapat menurunkan nafsu makan,
perubahan pengecapan dan gangguan gastrointestinal
a. Obat dan penurunan nafsu makan
Efek samping obat atau pengaruh obat secara langsung dapat mempengaruhi
nefsu makan. Kebanyakan stimulant CNS dapat mengakibatkan anorexia. Efek
samping obat yang berdampak pada gangguan CNS dapat mempengaruhi kemampuan
dan keinginan untuk makan. Obat-obatan penekan nafsu makan dapat menyebabkan
terjadinya penurunan berat badan yang tidak diinginkan dan ketidakseimbangan
nutrisi.
b. Obat dan perubahan pengecapan/penciuman
Banyak obat yang dapat menyebabkan perubahan terhadap
kemampuanmerasakan/ dysgeusia, menurunkan ketajaman rasa/ hypodysgeusia atau
membaui. Gejala-gejala tersebut dapat mempengaruhi intake makanan. Obat-obatan
yang umum digunakan dan diketahui menyebabkan hypodsgeusia seperti :
antihipertensi (captropil), antiretroviral ampenavir, antineoplastic cisplastin, dan
antikonvulsan phenytoin.
c. Obat dan gangguan gastrointestinal
Obat dapat menyebabkan perubahan pada fungsi usus besar dan hal ini dapat
berdampak pada trjadinya konstipasi atau diare. obat;obatan narksisi seperti kodein
dan morfin dapat menurunkan produktivitas tonus otot halus dari dinding usus. Hal ini
berdampak pada penurunan peristaltic yang menyebabkan terjadinya konstipasi.
BAB 3
KESIMPULAN

3.1 kesimpulan
berdasarkan pembahasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. interaksi antara obat dengan kebutuhan gizi dapat berdampak pada berbagai
macam hal. Misalnya penggunaan obat tertentu, mka akan mengurangi nutrisi
dalam tubuh sehingga regulasi tubuh akan menurun, atau dengan
mengonsumsi nutrisi tertentu akan meningkatkan efek suatu obat lain sehingga
dapat timbul efek yang berbahaya. Ketika di konsumsi, obat dapat
mempengaruhi status gizi seseorang dengan mempengaruhi makanan yang
masuk (drug-food interaction). Hal sebaliknya juga dapat terjadi, makanan
yang masuk juga dapat mempengaruhi kerja beberapa obat-obatan (food-drug
interaction).
2. Interaksi obat dengan makanan terjadi dalam tiga fase yaitu fase farmasetis,
fase farmakokinetik, fase farmakodinamik. Dengan mekanisme obat yang
telah diminum akan hancur obat terdisolusi (merupakan fase farmasetis),
kemudian obat tersebut di absorbsi, transport, distribusi, metabolisme,dan
eksresi oleh tubuh (merupakan fase farmakokinetik), setelah melewati fase
farmakokinetik maka obat tersebut dapat direspon secara fisiologi dapat
psikologis (merupakan fase farmakodinamika).
3.

Anda mungkin juga menyukai