BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORAN PBL MODUL II
BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI
Kelompok: 3A
TUTOR:
Disusun Oleh :
Segalapuji kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberi rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat Menyusun Laporan Modul 1 yang berjudul
Nyeri Perut Akut. Shalawat serta salam semoga Allah SWT sampaikan kepada
jujungan kita semuaya itu kepada Baginda Rasulullah SAW yang menjadi
tauladan kita semua, juga sebagai motivator kita dalam menuntuti lmu hingga
sampai saa tini.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kekurangannya baik dari segi Teknik penulisan
maupun isi materinya. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, kami
mengharapkan bimbingan dan arahannya yang bersifat membangun demi
perbaikan laporan ini.
Kelompok3A
SKENARIO 1
A. KATA SULIT
-Tidak Ada
B. KALIMAT KUNCI
1.Laki-Laki Berusia 35 tahun
2.Keluhan mata kuning yang disadari sejak 2 hari yang lalu
3.Pasien menderita demam,mual,dan muntah sejak 5 hari yg lalu
4.Buang air kecil seperti teh dan buang air besar berwarna coklat
5.Sering mengkonsumsi makanan berlemak, Riwayat kolestrol tinggi
6.Pasien sementara mengkonsumsi antibiotik karena demam yang diderita
saat ini.
C. PERTANYAAN
1.Jelaskan struktur anatomi dan fisiologi berdasarkan yang bermasalah pada
skenario!
2. Jelaskan patomekanisme penyakit kuning berdasarkan skenario!
3. Jelaskan patomekanisme gejala pada skenario!
4.Sebutkan klasifikasi ikterus dan etiologi dari ikterus!
5.Jelaskan langkahlangkah diagnosis sesuai skenario!
6.Apa diagnosis banding berdasarkan skenario!
7.Perspektif islam berdasarkan skenario!
D. JAWABAN PERTANYAAN
- Anatomi
- Fisiologi
PatomekanismeIkterus
● Fase Prahepatik
● Fase Intrahepatik
● Fase Pascahepatik
Aktifitas muntah di tandai adanya siklus retching yang diikuti ekpulsi kuat
isi lambung keluar melalui mulut. Diafragma turun, kontraksi otot pernafasan
(intercostals respiratory muscle) dan glottis tertutup. Esofagus dilatasi sebagai
respon terhadap tekanan intratorakal yang menurun. Lambung sementara tetap
atoni yang terisi material refluk dari usus halus. Otot abdomen mulai kontraksi
menekan lambung dan memeras isi lambung ke fundus dan bagian bawah
esophagus. Pada faseini fundus dapat herniasi kedalam kavum torak sehingga
dapat menghilangkan mekanisme barier anti refluk yang dihasilkan oleh
tekanan abdominal pada LES. Dengan relaksasi kontraksi abdomen dan
berhentinya kontraksi otot pernafasan dan esophagus mengosongkan isinya
Kembali ke dalam lambung. Beberapasiklus retching terjadi, menjadi lebih
pendek lebih ritmis dengan kekuatan tinggi sehingga esophagus tidak sempat
lagi mengosongkan isi Kembali kelambung. Terakhir kontraksi abdomen
dalam siklus tersebut memicu keluarnya isi lambung, kejadian ini sudah
terjadi dimana esophagus masih penuh dan terkait dengan elevasi diafragma
yang membuat tekanan positif di kavum torak dan abdomen. Kejadian ini
diikuti fleksi spinal, mulut terbuka lebar, elevasi palatum mole, relaksasi
spingter esophagus atas dan menyemprotnya isi lambung. 6
Didapatkan dua region anatomi di medulla yang mengontrol muntah:
ChemoreceptorTriggerZone (CTZ) dan CentralVomiting Centre (CVC).
CTZterletak diareapostrema pada dasar ujung kaudal Ventrikel IVdiluar sawar
otak (bloodbrainbarrier). Reseptor didaerah ini diaktivasi oleh bahan-bahan
proemetic yang terdapat disirkulasi darah atau dalam cairan serebrospinal.
Efferent dari CTZ akan menuju ke CVC, dari tempat ini serentetan kegiatan
motorik muntah dimulai melalui vagal dan splanchnicsympatheticefferent.4
C. PatomekanismeDemam
Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau
oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan
pengeluarannya. Demam pada infeksi terjadi akibat mikro organisme
merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor
pirogenendogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumor nekrosis faktor), dan
IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim
cyclooxygenase pembentuk prostaglandin. Prostaglandin-lah yang
meningkatkan set point hipotalamus. 8
Gambar PatofiologiDemam8
Etiologi ikterus
Ikterus merupakan suatu keadaan dimana terjadi penimbunan pigmen
empedu pada tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning,
terutama pada jaringan tubuh yang banyak mengandung serabut elastin sperti
aorta dan sklera (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995).
Warna kuning ini disebabkan adanya akumulasi bilirubin pada proses
(hiperbilirubinemia). Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh
menunjukkan terjadinya gangguan sekresi bilirubin. Berdasarkan penyebabnya,
ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Ikteruspre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular
hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya
pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit
darah, contoh: Babesiasp., dan Anaplasmasp. Menurut Price dan Wilson (2002),
bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak
diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan
urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus
yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan
berwarna kuning pucat. Contoh kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis
oleh infeksi Leptospiragrippotyphosa.9
2. Ikterushepatik
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan
konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi.
Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau
kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh
sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim
glukoroniltransferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002).9
3. IkterusPost-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterusposthepatik adalah terjadinya penurunan
sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga
diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen
menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab
gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi
duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor
hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.
Migrasi larva cacing melewati hati umum terjadi pada hewan domestik.
Larva nematoda yang melewati hati dapat menyebabkan inflamasi
dan hepatocellularnecrosis (nekrosa sel hati). Bekas infeksi ini kemudian diganti
dengan jaringan ikat fibrosa (jaringan parut) yang sering terjadi pada kapsula hati.
Cacing yang telah dewasa berpindah pada duktus empedu dan menyebabkan
cholangitis atau cholangiohepatitis yang akan berdampak pada
penyumbatan/obstruksi duktus empedu. Contoh nematoda yang menyerang hati
anjing adalah Capillariahepatica. Cacing cestoda yang berhabitat pada sistem
hepatobiliary anjing antara
lain Taeniahydatigena dan Echinococcusgranulosus. Cacing trematoda yang
berhabitat di duktus empedu anjing meliputi Dicrocoeliumdendriticum,
Ophisthorcistenuicollis, Pseudamphistomumtruncatum, Methorcisconjunctus, M.
albidus, Parametorchiscomplexus, dan lain-lain9
Klasifikasi Ikterus
Ikterus diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi yaitu sebagai berikut :
1) Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari ke dua dan hari ke
tiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati
kadar yang membahayakan atau yang mempunyai potensi menjadi
kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus
fisiologis ini juga dapat dikarenakan organ hati bayi belum matang atau
disebabkan kadar penguraian sel darah merah yang cepat.10
Ikterus fisiologis ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi
cukup bulan yang mendapatkan susu formula kadar bilirubin akan
mencapai puncaknya sekitar 8 10 mg/dL pada hari ke tiga kehidupan dan
kemudian akan menurun secara cepat selama 2-3 hari diikuti dengan
penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama satu sampai dua minggu.
Sedangkan pada bayi cukup bulan yang diberikan air susu ibu (ASI) kadar
bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi yaitu 7-14 mg/dL
dan penurunan akan lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu,
bahkan sampai 6 minggu.Faktor yang berhubungan dengan ikterus
fisiologis.10
3) KernIkterusKern
ikterus adalah sindrom neurologik akibat dari akumulasi bilirubin indirek
di gangliabasalis dan nuklei di batang otak. Faktor yang terkait dengan
terjadinya sindrom ini adalah kompleks yaitu termasuk adanya interaksi
antara besaran kadar bilirubin indirek, pengikatan albumin, kadar bilirubin
bebas, pasase melewati sawar darah-otak, dna suseptibilitas neuron
terhadap injuri.10
4) IkterusHemolitik
Ikterushemolitik atau ikterusprahepatik adalah kelainan yang terjadi
sebelum hepar yakni disebbakan oleh berbagai hal disertai meningkatnya
proses hemolisis (pecahnya sel darah merah) yaitu terdapat pada
inkontabilitas golongan darah ibubayi, talasemia, sferositosis, malaria,
sindrom hemolitikuremik, sindrom Gilbert, dan sindrom Crigler-Najjar.
Pada ikterushemolitik terdapat peningkatan produksi bilirubin diikuti
dengan peningkatan urobilinogen dalam urin tetapi bilirubin tidak
ditemukan di urin karena bilirubin tidak terkonjugasi tidak larut dalam air.
Pada neonatus dapat terjadi ikterusneonatorum karena enzim hepar masih
belum mampu melaksanakan konjugasi dan ekskresi bilirubin secara
semestinya sampai ± umur 2 minggu. Temuan laboratorium adalah pada
urin didapatkan urobilinogen, sedangkan bilirubin adalah negatif, dan
dalam serum didapatkan peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi, dan
keadaan ini dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kernikterus
(ensefalopati bilirubin).10
a) Inkompatibilitas Rhesus Bayi dengan Rh positif dari ibu Rh negatif
tidak selamanya menunjukkan gejala-gejala klinik pada waktu lahir (15-
20%). Gejala klinik yang dapat terlihat ialah 13 ikterus tersebut semakin
lama semakin berat, disertai dengan anemia yang semakin lama semakin
berat juga. Bilamana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat,
maka bayi dapat lahir dengan edema umum disertai ikterus dan
pembesaran hepar dan lien (hidropsfoetalis). Terapi ditunjukkan untuk
memperbaiki anemia dan mengeluarkan biliruin yang berlebihan dalam
serum agar tidak terjadi kernikterus.
b) Inkompatibilitas ABO Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua
dan biasanya bersifat ringan. Bayi tidak tampak skait, anemia ringan,
hepar dan lien tidak membesar. Kalau hemolisisnya berat, seringkali
diperlukan juga transfuse tukar untuk mencegah terjadinya kernikterus.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan kadar bilirubin
serum sewaktu.
c) Inkompatibilitas Golongan Darah Ikterushemolitik karena
inkompatibilitas golongan darah lain, pada neonatus dengan
ikterushemolitikdimana pemeriksaan kearah inkompatibilitas Rh dan ABO
hasilnya negatif sedangkan coombstest positif, kemungkinan ikterus akibat
hemolisis inkompatibilitas golongan darah lain harus dipikirkan.
d) Kelainan Eritrosit Congenital Golongan penyakit ini dapat
menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai eritroblastisisfetalis
akibat iso-imunitas. Pada penyakit ini biasanya coombstestnya negatif.
e) Defisiensi Enzim G6PD G6PD (glukosa 6 phosphate dehidrogenase)
adalah enzim yang menolong memperkuat dinding sel darah merah, ketika
mengalami kekurangan maka sel darah merah akan lebih mudah pecah dan
memproduksi bilirubin lebih banyak. Defisiensi G6PD ini merupakan
salah satu penyebab utama ikterusneonatorum yang memerlukan tranfuse
tukar. Ikterus yang berlebihan dapat terjadi pada defisiensi G6PD akibat
hemolisis eritrosit walaupun tidak terdapat faktor eksogen misalnya obat-
obatan sebagai faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor kematangan
hepar.10
5) IkterusHepatik
Ikterushepatik atau ikterushepatoseluler disebabkan karena adanya
kelainan pada sel hepar (nekrosis) maka terjadi penurunan kemampuan
metabolisme dan sekresi bilirubin sehingga kadar bilirubin tidak
terkonjugasi dalam darah menjadi meningkat. Terdapat pula gangguan
sekresi dari 15 bilirubin terkonjugasi dan garam empedu ke dalam saluran
empedu hingga dalma darah terjadi peningkatan bilirubin terkonjugasi dan
garam empedu yang kemudian diekskresikan ke urin melalui ginjal.
Transportasi bilirubin tersebut menjadi lebih terganggu karena adanya
pembengkakan sel hepar dan edema karena reaksi inflamasi yang
mengakibatkan obstruksi pada saluran empedu intrahepatik. Pada
ikterushepatik terjadi gangguan pada semua tingkat proses metabolisme
bilirubin, yaitu mulai dari uptake, konjugasi, dan kemudian ekskresi.
Temuan laboratorium urin ialah bilirubin terkonjugasi adalah positif
karena larut dalam air, dan urobilinogen juga positif > 2 U karena
hemolisis menyebabkan meningkatnya metabolisme heme. Peningkatan
bilirubin terkonjugasi dalam serum tidak mengakibatkan kernikterus.10
6) Ikterus Obstruktif
Ikterus obstruktif atau ikterus pasca hepatik adalah ikterus yang
disebabkan oleh gangguan aliran empedu dalam sistem biliaris. Penyebab
utamanya yaitu batu empedu dan karsinoma pankreas dan sebab yang lain
yakni infeksi cacing Fasciolahepatica, penyempitan duktus biliaris
komunis, atresia biliaris, kolangiokarsinoma, pankreatitis, kista pankreas,
dan sebab yang jarang yaitu sindrom Mirizzi. Bila obstruktif bersifat total
maka pada urin tidak terdapat urobilinogen, karena bilirubin 16 tidak
terdapat di usus tempat bilirubin diubah menjadi urobilinogen yang
kemudian masuk ke sirkulasi. Kecurigaan adanya ikterus obstruktif
intrahepatik atau pascahepatik yaitu bila dalam urin terdapat bilirubin
sedang urobilinogen adalah negatif. Pada ikterus obstruktif juga
didapatkan tinja berwarna pucat atau seperti dempul serta urin berwarna
gelap, dan keadaan tersebut dapat juga ditemukan pada banyak kelainan
intrahepatik. Untuk menetapkan diagnosis dari tiga jenis ikterus tersebut
selain pemeriksaan di atas perlu juga dilakukan uji fungsi hati, antara lain
adalah alakli fosfatase, alanin transferase, dan aspartattransferase.10
7) Ikterus Retensi Ikterus retensi terjadi karena sel hepar tidak merubah
bilirubin menjadi bilirubin glukuronida sehingga menimbulkan akumulasi
bilirubin tidak terkonjugasi di dalam darah dan bilirubin tidak terdapat di
urin.10
ANAMNESIS
Pada suatu penyakit anamnesis merupakan pemeriksaan yang sangat
penting. Proses yang dilakukan pada saat anamnesis untuk memberikan
informasi sebagai penegakan diagnosis pasien yaitu:
1. Identitas: Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan pasien, alamat
2. Keluhan utama dan gali riwayat kesehatan terkini: Keluhan mata kuning
- permulaan dan durasi keluhan: sejak kapan dan bagaimana keluhan itu
muncul : Mulai muncul sejak 2 hari yang lalu
3. Mengajukan keluhan tentang sistem lain:
- Awalnya mual dan muntah sejak 5 hari yang lalu
- BAK berwarna seperti teh dan BAB biasa berwarna coklat
- Demam
4. Menjelajahi penyakit sebelumnya : riwayat kolesterol tinggi
5. Sejarah kebiasaan : sering mengkonsumsi makanan berlemak
6. Sejarah pengobatan : mengonsumsi antibiotik
7. sejarah penyakit dalam : -
8. Riwayat keluarga : -
8. Periksa silang
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada penderita dilaksanakan secara sistematis
dengan inspeksi, auskultasi ,palpasi, dan perkusi. Tanda-tanda khusus pada
akut abdomen tergantung pada penyebabnya seperti trauma, peradangan,
perforasi atau obstruksi.
A. Inspeksi
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati
denganseksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman),
elastisitasnya(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering
(dehidrasi), lembab (asites), danadanya bekas-bekas garukan (penyakit
ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringanparut (tentukan lokasinya),
striae (gravidarum/ cushingsyndrome), pelebaranpembuluh darah vena
(obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensiportal).
- Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid
(cekung).
Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia,
hepatomegali, splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).
- Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan
organ apa atau tumor apa.
- Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus,
tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak
(darm-contour ).
- Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering
memberikan gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical
Perhatikan juga gerakan pasien:
● Pasien sering merubah posisi => adanya obstruksi usus.
● Pasien sering menghindari gerakan => iritasi peritoneum
generalisata.
● Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen
berkurang/ relaksasi
● peritonitis.
● Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur
pada saat nyeri =>pankreatitis parah.
B. Auskultasi
● Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic
usus dan bising pembuluh darah.
● Mendengarkan suara peristaltic usus.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu
dipindahkan keseluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus
terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara dalam usus.
Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit. Bila terdapat obstruksi
usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi). Bila
obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang,
peristaltic lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam
(metallic-sound). Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan
melemah, frekuensinya lambat,bahkan sampai hilang.
● Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua
fase. Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik
(systolicbruit). Pada hipertensi portal, terdengar adanya bising vena
(venoushum) di daerah epigastrium.
C. Palpasi
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
● Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring
terlentang.Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
● Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak
tangan. Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan
ujung jari.Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang
mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.
● Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila
ada daerah yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa
paling akhir.
● Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka
pasien diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan
spasmevolunteer&spasme sejati; dengan menekan daerah
muskulusrectus, minta pasien menarik napas dalam, jika
muskulusrectus relaksasi, maka itu adalah spasmevolunteer.
Namun jika otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah
spasme sejati.
● Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan,
dimanatangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri
pasien sedangkan tangankanan di bagian depan dinding abdomen.
D. Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen
secara keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya
asites, adanya massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya
udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara
bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal
adalah timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah
hati (redup; organ yang padat).
Orientasi abdomen secara umum.
● Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara
sistematisuntuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah
redup (dullness). Padaperforasi usus, pekak hati akan menghilang.11
Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga
pemeriksaan tambahan berupa :
Tes Fungsi Hati
1. Tes Enzimatis Hati:
• Alkali Phosphatase (ALP)
ALP disekresikan oleh sel jaringan hepatobilier, tulang, usus dan plasenta.
Juga di ginjal, kelenjar mama menyusui, granulosit dan sel kanker.
tujuan pengujian adalah untuk mendeteksi:
- penyakit hepatobilier: kolestasis / obstruksi, tumor, batu atau abses
- penyakit tulang dengan aktivitas osteoblas atau respons terapeutik
vitamin D.
rakhitis
- proses keganasan (metastasis ke hati)
- untuk mendeteksi proses keganasan (metastasis ke jantung).
• SGOT / AST
GlutamatOxaloacetateTransaminase (GOT) = Amino TransferaseAspartate
/ AspartateTransaminase (AST / ASAT)
dalam sel hati dan miokard, muskuloskeletal, ginjal, pankreas, otak dan
eritrosit
Tujuan Tes:
- mendiagnosis dan mengevaluasi penyakit hati dan penyakit jantung
- pantau efek obat hepatotoksik dan nefrotoksik
• SGPT / ALT
GlutamatPyruvateTransaminase (GPT) = Alanine Amino Transferase /
Alanin Transaminase (ALT / ALAT)
Dalam sel hati, cairan tubuh, jantung, ginjal dan muskuloskeletal.
Tujuan Tes:
- mendiagnosis dan mengevaluasi penyakit hati: enzim ini adalah
indikatornya
merusak sel hati
- memantau efek obat hepatotoksik
- untuk membedakan ikterushemolitik dengan ikterus akibat penyakit hati.
A. Definisi
B. Etiologi
C. Gejala Klinis
a. Fase Prodromal/Pra-ikterik
b. Fase Ikterik
Kekambuhan (Relaps)
D. Patofisiologi
E. Diagnosis
a. Riwayat Penyakit
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Laboratorium
F. Penatalaksanaan
G. Komplikasi
juga dapat terjadi pada penderita hepatitis A, sebagian besar pada dewasa.
Hepatitis autoimun pasca- infeksi HAV juga telah dilaporkan Komplikasi
lain yang sangat jarang terjadi adalah gagal ginjal akut, nefritis interstitial,
pankreatitis, aplasia eritrosit, agranulositosis, aplasia sumsum tulang, blok
jantung sementara, sindrom Guillain- Barré, artritis akut, penyakit Still,
penyakit hati kronik (terutama hepatitis C). Gagal hati fulminan atau
fulminant hepatic failure (FHF) yang dapat berakibat kematian atau
memerlukan transplantasi hati terjadi pada kurang dari 1% kasus.15
H. Pencegahan
I. Prognosis
2.) KOLELITIASIS
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat
menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa
lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal
dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi
terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung
empedu. Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu,
diantaranya:17
1. Ekskresi garam empedu
Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam
empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau
dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi.
Jadi dengan bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin
menyebabkan terbentuknya batu empedu.17
2. Kolesterol empedu
Apa bila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol,
sehingga kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi, dapatlah
terjadi batu empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan kolestreol
empedu dapat di jumpai pada orang gemuk, dan diet kaya lemak.17
3. Substansia mukus
Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus
dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu.17
4. Pigmen empedu
Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan
karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat
terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa
larutan bilirubin glukorunid.17
5. Infeksi
Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung
empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian
menaikan pembentukan batu. 17
C. GEJALA KLINIS
Pada gejala klinik ada yang tidak menimbulkan gejala dan tidak
menyebabkan nyeri namun dapat juga menunjukkan gejala-gejala
gastrointestinal ringan.18
D. PATOFISIOLOGI
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun
sebagai garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-
kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam
empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam
empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua
sel jaringan tubuh.17
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui
agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke
dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi
empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam
keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal
kolesterol monohidrat yang padat.17
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol
mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu
kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak.
Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di
dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk
menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap
dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.17
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan
pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk
penguraian sel darah merah.17
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen
dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu
yang mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang
mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis
pigmen, yang ma na me nga nd ung <20 % ko les tero l. Fakto r ya ng me
mpe ngar uhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung
empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
konsentrasi kaslium dalam kandung empedu.17
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu,
lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila
empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi
berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan
membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam
kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut bertambah
ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas
kandung empedu, billiary statis, dan kandungan empedu merupakan
predisposisi pembentukan batu kandung empedu.17
1. Batu kolesterol
o - Supersaturasi kolesterol
o - Hipomotilitas kandung empedu
o - Nukleasi/pembentukan nidus cepat
E. DIAGNOSIS
1) Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah
asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang
kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang
simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan
kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-
tiba.17
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, scapula, atau
ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang
seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah
menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.17
2) Pemeriksaan Fisis
- Batu kandung empedu
3) Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
b. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai kadar spesifisitas dan
sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung
empedu dan pelebaran saluran empedu intra-hepatik. Dengan
USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang
oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum
rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa.17
c. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras
cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat
untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah
dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileusparalitik, muntah, kadar bilirubin serum di atas 2 mg/dl,
obstruksi pylorus dan hepatitis, karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu.17
F) PENATALAKSANAAN
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan
pengobatan. Nyeri yang hilang timbul bisa dihindari atau dikurangi
dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan
penatalaksanaan antara lain:17
- Kolisistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan
pasien dengan kolelitiasissimptomatik. Komplikasi yang paling
bermakna yang terjadi adalah cedera dekubitus biliaris yang terjadi
pada 0,2% pasien. Indikasi yang paling umum untuk kolisistektomi
adalah kolik biliarisrekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.17
- Kolisistektomi laparoskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasissimptomatik
tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada
pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah
sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum
terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan
insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin
dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparoskopi.17
- Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anastesi lokal
bahkan disamping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur
yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.17
G) KOMPLIKASI
Komplikasi untuk kolelitiasis, yaitu:
1) Kolesistitis
Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran
kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan
infeksi dan peradangan kandung empedu.17
2) Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi
karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus
kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu
empedu.17
3) Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan
hidrops kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada
peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops
biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak
dapat diisilagi empedu pada kandung empedu yang
normal.Kolesistektomi bersifat kuratif.17
4) Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini
dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi
darurat segera.17
H) PENCEGAHAN
I) PROGNOSIS
Prognosis pada kolelitiasis sendiri tidak dihubungkan dengan
meningkatnya kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun,
bisa disebabkan karena adanya komplikasi. Jadi prognosis
cholelithiasistergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya komplikasi.
Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di
dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun
demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil
yang didapatkan biasanya sangat baik.17
a. Definisi
b. Etiologi
Sirosis disebabkan oleh kerusakan jangka panjang pada hati. Banyak hal
yang bisa menyebabkannya. Buklet ini ditulis untuk orang yang menderita sirosis
akibat virus hepatitis. Virus hepatitis adalah penyakit di mana hati menjadi rusak
setelah terinfeksi oleh kuman yang sangat kecil yang disebut virus. Virus yang
menginfeksi hati dikenal sebagai virus hepatitis. Anda mungkin pernah
mendengar tentang hepatitis A, hepatitis B dan hepatitis C. (Hepatitis D dan E
juga ada.) Setiap virus hepatitis memiliki karakteristiknya sendiri dan menular
antarmanusia dengan cara yang berbeda. Virus-virus ini juga dirawat dengan cara
yang berbeda dan beberapa lebih mudah dihilangkan daripada yang lain Sirosis
memiliki banyak penyebab. Di Amerika Serikat, alkoholisme kronis dan hepatitis
C adalah yang paling umum.
● Penyakit hati alkoholik. Bagi banyak orang, sirosis hati identik dengan
alkoholisme kronis, tetapi sebenarnya alkoholisme hanyalah salah satu
penyebabnya. Sirosis alkohol biasanya berkembang setelah lebih dari satu
dekade minum banyak alkohol. Jumlah alkohol yang dapat melukai hati
sangat bervariasi dari orang ke orang. Pada wanita, sedikitnya dua hingga
tiga minuman per hari telah dikaitkan dengan sirosis dan pada pria,
sedikitnya tiga hingga empat minuman per hari. Alkohol tampaknya
melukai hati dengan menghalangi metabolisme normal protein, lemak, dan
karbohidrat.
● Hepatitis C kronis. Virus hepatitis C termasuk alkohol sebagai penyebab
utama penyakit hati kronis dan sirosis di Amerika Serikat. Infeksi virus ini
menyebabkan Sirosis Hati Lembar Informasi (lanjutan) peradangan dan
kerusakan hati tingkat rendah yang selama beberapa dekade dapat
menyebabkan sirosis.
● Hepatitis B dan D. kronis Virus hepatitis B mungkin merupakan penyebab
paling umum dari sirosis di seluruh dunia, tetapi lebih jarang terjadi di
Amerika Serikat dan dunia Barat. Hepatitis B, seperti hepatitis C,
menyebabkan peradangan dan cedera hati yang selama beberapa dekade
dapat menyebabkan sirosis. Hepatitis D adalah virus lain yang
menginfeksi hati, tetapi hanya pada orang yang sudah menderita hepatitis
B.
● Hepatitis autoimun. Penyakit ini tampaknya disebabkan oleh sistem
kekebalan yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan, kerusakan,
dan akhirnya jaringan parut dan sirosis.
● Penyakit bawaan. Defisiensi antitripsin Alpha-1, hemochromatosis,
penyakit Wilson, galaktosemia, dan penyakit penyimpanan glikogen
adalah beberapa penyakit bawaan yang mengganggu cara hati
memproduksi, memproses, dan menyimpan enzim, protein, logam, dan zat
lain yang dibutuhkan tubuh agar berfungsi dengan baik. .
● Steatohepatitis non-alkohol (NASH). Di NASH, lemak menumpuk di
hati dan akhirnya menyebabkan jaringan parut. Jenis hepatitis ini
tampaknya terkait dengan diabetes, malnutrisi protein, obesitas, penyakit
arteri koroner, dan pengobatan dengan obat kortikosteroid.
● Saluran empedu tersumbat. Ketika saluran yang membawa empedu keluar
dari hati tersumbat, empedu kembali ke atas dan merusak jaringan hati.
Pada bayi, saluran empedu yang tersumbat paling sering disebabkan oleh
atresia bilier, penyakit di mana saluran empedu tidak ada atau terluka.
Pada orang dewasa, penyebab tersering adalah sirosis bilier primer,
penyakit di mana saluran menjadi meradang, tersumbat, dan terbentuk
parut. Sirosis bilier sekunder dapat terjadi setelah operasi kandung empedu
jika saluran secara tidak sengaja diikat atau terluka.
● Obat-obatan, racun, dan infeksi. Reaksi parah terhadap obat resep,
kontak yang terlalu lama dengan racun lingkungan, infeksi parasit
schistosomiasis, dan serangan berulang gagal jantung dengan
penyumbatan hati dapat menyebabkan sirosis.20
c. Faktor Resiko
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering
disebutkan antara lain :
1. Faktor Kekurangan Nutrisi Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di
negara Asia faktor gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya
sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di dalam simposium Patogenesis
sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil
penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani ,
dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah,
yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar,
mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah.
2. Hepatitis Virus Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah
satu penyebab sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen
oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit
hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih
menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang
kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
3. Zat Hepatotoksik Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis.
Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak,
sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik
yang sering disebut-sebut ialah alkohol.
4. Penyakit Wilson Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat
pada orangorang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal
ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna
coklat kehijauan disebut KayserFleischer Ring. Penyakit ini diduga
disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum
diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan
tembaga dalam jaringan hati.
5. Hemokromatosis Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua
kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
● Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
● Kemungkinan didapat setelah lahir, misalnya dijumpai pada penderita
dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
6. Sebab-Sebab Lain
1) Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis
kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi
dan nekrosis sentrilobuler
2) Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran
empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini
lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
3) Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam
sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris. Dari data
yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50%
kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40%. Sejumlah 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang
bukan B atau C.20
d. Gejala Klinis
4) Hipertensi portal.
e. Patofisiologi
Hati dibentuk oleh sel parenkimal (hepatosit) sebesar 60% dan sel-sel
lain yang umumnya disebut sel non-parenkimal 30 – 35 %. Dinding sinusoid
hepatik dilapisi oleh tiga sel non-parenkimal yang terdiri dari sel
endotelialsinusoidal, sel kupffer, dan sel stelatahepatik. Baik sel parenkimal
maupun non-parenkimal terlibat dalam perkembangan fibrosis dan sirosis hati.
Respon lain dari cedera hati yang terjadi yaitu membuat leukosit bersama
selselkupffer menghasilkan senyawa yang memodulasi aktivasi sel stelata.
Monosit dan makrofag akan memproduksi nitrit oksida (NO) dan sitokin
inflamasi, seperti tumor necrosisfactor α yang memiliki kemampuan menstimulasi
sel stelata dalam sintesis kolagen. Selain itu, sel-sel kupffer dapat menstimulasi
sintesis matriks selselstelata melalui transformasi faktor pertumbuhan-β (TGF-β)
dan spesi oksigen reaktif (ROS).21
f. Diagnosa
g. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium.
Menurut Smeltzer& Bare (2001) yaitu:
1) Darah lengkap Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena
perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan
hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai
akibat hiperplenisme.
2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT
3) Albumin serum menurun
4) Pemeriksaan kadar elektrolit : hipokalemia
5) Pemanjangan masa protombin
6) Glukosa serum : hipoglikemi
7) Fibrinogen menurun
8) BUN meningkat
b) Pemeriksaan diagnostik, Menurut smeltzer& Bare (2001) yaitu:
1) Radiologi Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi
hipertensi portal.
2) Esofagoskopi Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
3) USG
4) Angiografi Untuk mengukur tekanan vena porta.
5) Skan/ biopsi hati Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati.
6) Partografitranshepatikperkutaneus Memperlihatkan sirkulasi sistem
vena portal.21
h. Penatalaksanaan
1) Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kntrol
yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein,
lemak secukupnya.
2) Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a) Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya.
Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan
diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-
90 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba
dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine.
b) Hemokromatis Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung
besi/ terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x
seminggu sebanyak 500cc selama setahun.
c) Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3) Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a) Asites. Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-
obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan
dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki
atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah
dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari.
Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa
hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
b) Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan
melena atau melena saja).
● Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung.
● Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg,
nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan
pemberian IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan
tranfusi darah secukupnya.
● Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau
normal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
c) Ensefalopati
● Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL
pada hipokalemia.
● Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet
sesuai.
● Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami
perdarahan pada varises.
● Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan
infeksi sistemik.
● Transplantasi hati.
d) Peritonitis bakterial spontan Diberikan antibiotik pilihan seperti
cefotaksim, amoxicillin, aminoglikosida.
e) Sindrom hepatorenal/ nefropatikhepatik Mengatur keseimbangan
cairan dan garam.21
i. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati :
j. Penceahan
Kriteria Child-Turcotte-Pugh
Kriteria Child-Turcotte-Pugh.21
Skor
Parameter
1 2 3
Bilirubin serum
<2 2-3 >3
(mg/dl)
Albumin serum
>3,5 2,8-3,5 <2,8
(mg/L)
Prothrombintime
1-3 4-6 >6
(detik)
Q.S Al-A’rafayat 31
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”
ْرفُ ٓو ۟ا ۟ ۟
ِ (ۚ َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َواَل تُسmakan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan) Allah
melarang mereka berlebih-lebihan dan memerintahkan mereka untuk memakan
makanan yang baik-baik, dan hal ini bertentangan dengan apa yang dilakukan
oleh orang-orang yang mengaku sebagai orang yang zuhud, karena tidak ada
kezuhudan dengan meninggalkan makan dan minum; dan orang yang
meninggalkannya sama sekali maka ia telah bunuh diri dan menjadi ahli neraka,
adapun orang yang hanya membatasi dirinya dengan sedikit makan dan minum
sehingga melemahkan badannya dan menjadikannya tidak mampu untuk
menjalankan kewajibannya melakukan ketaatan atau bekerja untuk dirinya dan
keluarganya maka ia telah melanggar apa yang Allah perintahkan dan anjurkan.22
Hubungan manusia dengan dirinya, salah satunya yaitu makanan. Manusia perlu
makan untuk menjaga agar tubuhnya tetap melakukan segala proses fisiologis.
Makanan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, yaitu ada yang
berfungsi sebagai sumber tenaga, pembangun, dan pelindung atau pengatur segala
proses.Bagi manusia permasalahan makanan masih dianggap sebagai sesuatu yang
sekulera tau sesuatu yang dianggap tabu untuk dibicarakan. Mereka menganggap
bahwa makanan yang ia makan merupakan sumber energi yang hanya
mendatangkan manfaat, namun tidak memperhatikan bahwa makanan dapat pula
menjadi sumber bahaya apabila makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan
aturan yang ada atau sesuai syariat agama.23