Anda di halaman 1dari 61

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar, 22Desember 2020

BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORAN PBL MODUL II
BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI

Kelompok: 3A

TUTOR:

Dr. dr. Sri Julyani, M.Kes, Sp.PK

Disusun Oleh :

Mar’atun Sholehah (11020160178)


Alfiyana Alimin (11020170004)
Aulia Putri Apriliani A.Asdar (11020190017)
Farah Firjatillah Ahyar (11020190020)
Nahdah Fauziyyah Yakub (11020190034)
Muh. Afdhal Qalam Hidayah A (11020190044)
Aura Mulya Ramadhani (11020190052)
Wa Ode Sri Apriani Taufan (11020190064)
Andi Muhammad Akbar Batara
Putra Amir Mahmud (11020190077)
Nurfaizah Dido (11020190080)
Nur Ainun Amir (11020190097)
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segalapuji kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberi rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat Menyusun Laporan Modul 1 yang berjudul
Nyeri Perut Akut. Shalawat serta salam semoga Allah SWT sampaikan kepada
jujungan kita semuaya itu kepada Baginda Rasulullah SAW yang menjadi
tauladan kita semua, juga sebagai motivator kita dalam menuntuti lmu hingga
sampai saa tini.

Denganmengucapkansyukur Alhamdulillah, akhirnya laporan ini dapat


diselesaikan.Laporan ini merupakan kelengkapan bagi mahasiswa agar dapat
mengetahui dan memahami materi yang telah diberikan. Laporan ini juga
diharapkan dapat digunakan oleh mahasiswa dalam menambah pengetahuannya.

Pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan


terima kasih kepada Dr. dr. Sri Julyani, M.Kes, Sp.PK. yang telah membimbing
kami dan telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi tutor kami.

Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kekurangannya baik dari segi Teknik penulisan
maupun isi materinya. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, kami
mengharapkan bimbingan dan arahannya yang bersifat membangun demi
perbaikan laporan ini.

Akhir kata, dengan segala keterbatasan yang ada, mudah-mudahan laporan


ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Makassar, 22Desember 2020

Kelompok3A
SKENARIO 1

Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke praktek dokter umum dengan


keluhan mata kuning yang disadari sejak 2 hari lalu. Awalnya pasien
menderita demam, mual dan muntah sejak 5 hari yang lalu. BAK berwarna
seperti teh dan BAB biasa berwarna coklat. Pasien sering mengkonsumsi
makanan berlemak dengan riwayat kolesterol tinggi. Pasien sementara
mengkonsumsi antibiotik karena demam yang diderita saat ini.

A. KATA SULIT
-Tidak Ada

B. KALIMAT KUNCI
1.Laki-Laki Berusia 35 tahun
2.Keluhan mata kuning yang disadari sejak 2 hari yang lalu
3.Pasien menderita demam,mual,dan muntah sejak 5 hari yg lalu
4.Buang air kecil seperti teh dan buang air besar berwarna coklat
5.Sering mengkonsumsi makanan berlemak, Riwayat kolestrol tinggi
6.Pasien sementara mengkonsumsi antibiotik karena demam yang diderita
saat ini.

C. PERTANYAAN
1.Jelaskan struktur anatomi dan fisiologi berdasarkan yang bermasalah pada
skenario!
2. Jelaskan patomekanisme penyakit kuning berdasarkan skenario!
3. Jelaskan patomekanisme gejala pada skenario!
4.Sebutkan klasifikasi ikterus dan etiologi dari ikterus!
5.Jelaskan langkahlangkah diagnosis sesuai skenario!
6.Apa diagnosis banding berdasarkan skenario!
7.Perspektif islam berdasarkan skenario!
D. JAWABAN PERTANYAAN

1. Anatomi dan Fisiologi yang bermasalah

- Anatomi

Gambar Anatomi Hati1

Timbulnya icterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah


billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk kedalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan ductuli empeduintrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin tersebut didalam hati, selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya bilirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui ductus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan
selekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin
direk). Jadi ikterus yang timbul disinit erutama disebabkan karena kesukaran
dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.1

- Fisiologi

Virus ataubakteri yang menginfeksimanusiamasukkealirandarah dan


terbawasampaikehati. Di siniageninfeksimenetap dan mengakibatkanperadangan
dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGOT
dan SGPT). Akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan
konjugasi bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan
ikterik. Peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga
timbul gejala tidak nafsu makan (anoreksia). Salah satu fungsi hati adalah sebagai
penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau tubuh mempunyai
respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan berkurangnya
fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun.1

2. Jelaskan patomekanisme penyakit kuning berdasarkan skenario!

PatomekanismeIkterus

Ikterus terjadi karena adanya hiperbilirubinemia, yaitu keadaan dimana


konsentrasi bilirubin dalam darah sangat tinggi yang dapat disebabkan
peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi atau peningkatan bilirubin
terkonjugasi ataupun keduannya. Hiperbilirubinemia dan ikterus dapat timbul
sebagai hasil dari produksi bilirubin yang meningkat, penurunan kecepatan
penyerapan bilirubin oleh sel hati, gangguan konjugasi bilirubin dan gangguan
ekskresi bilirubin terkonjugasi.2

● Fase Prahepatik

Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh


hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah).

a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau


sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80%
berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan
sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada
terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel
darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan
bilirubin.
b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin
tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin
dan tidak dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul
dalam air seni.3

● Fase Intrahepatik

Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati


yang mengganggu proses pembuangan bilirubin

c. Liveruptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan


berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.
d. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati
mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin
diglukuronida / bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak
terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali
bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik
seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu,
bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air
sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama
dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga
terbentuk bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin
direk.3

● Fase Pascahepatik

Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati


oleh batu empedu atau tumor

e. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam


kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri
mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya
sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian
diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah
kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat
mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap khas pada
gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik.3

Gambar Patomekanisme Ikterus3

3. Jelaskan patomekanisme gejala pada skenario ?

A. Patomekanisme Mual muntah

Muntah adalah suatu aktivitas yang tidak menyenangkan akibat dari


ekspulsi isi lambung lewat mulut. Muntah pada bayi dan anak dapat terjadi
secara regurgitasi dari isi lambung sebagai akibat refluks gastro esofageal atau
dengan menimbulkan reflek emetic yang menyebabkan mual, kontraksi dari
diafragma, interkostal dan otot abdomen anterior serta ekspulsi dengan
kekuatan isi lambung.4
Muntah dalam hal yang menguntungkan merupakan proteksi tubuh terhadap
ingesti bahan toksik yang segera dimuntahkan. Muntah sebenarnya merupakan
kejadian yang sanga tkomplek pada manusia, yang terdiri dari tiga aktivitas
yang saling terkait, nausea, retching, dan pengeluaran isi lambung
(expulsion).4

Gambar PatomekanismeMual Muntah5

Aktifitas muntah di tandai adanya siklus retching yang diikuti ekpulsi kuat
isi lambung keluar melalui mulut. Diafragma turun, kontraksi otot pernafasan
(intercostals respiratory muscle) dan glottis tertutup. Esofagus dilatasi sebagai
respon terhadap tekanan intratorakal yang menurun. Lambung sementara tetap
atoni yang terisi material refluk dari usus halus. Otot abdomen mulai kontraksi
menekan lambung dan memeras isi lambung ke fundus dan bagian bawah
esophagus. Pada faseini fundus dapat herniasi kedalam kavum torak sehingga
dapat menghilangkan mekanisme barier anti refluk yang dihasilkan oleh
tekanan abdominal pada LES. Dengan relaksasi kontraksi abdomen dan
berhentinya kontraksi otot pernafasan dan esophagus mengosongkan isinya
Kembali ke dalam lambung. Beberapasiklus retching terjadi, menjadi lebih
pendek lebih ritmis dengan kekuatan tinggi sehingga esophagus tidak sempat
lagi mengosongkan isi Kembali kelambung. Terakhir kontraksi abdomen
dalam siklus tersebut memicu keluarnya isi lambung, kejadian ini sudah
terjadi dimana esophagus masih penuh dan terkait dengan elevasi diafragma
yang membuat tekanan positif di kavum torak dan abdomen. Kejadian ini
diikuti fleksi spinal, mulut terbuka lebar, elevasi palatum mole, relaksasi
spingter esophagus atas dan menyemprotnya isi lambung. 6
Didapatkan dua region anatomi di medulla yang mengontrol muntah:
ChemoreceptorTriggerZone (CTZ) dan CentralVomiting Centre (CVC).
CTZterletak diareapostrema pada dasar ujung kaudal Ventrikel IVdiluar sawar
otak (bloodbrainbarrier). Reseptor didaerah ini diaktivasi oleh bahan-bahan
proemetic yang terdapat disirkulasi darah atau dalam cairan serebrospinal.
Efferent dari CTZ akan menuju ke CVC, dari tempat ini serentetan kegiatan
motorik muntah dimulai melalui vagal dan splanchnicsympatheticefferent.4

B. Patomekanismeurin berwarhna seperti teh


Pembentukan Bilirubin Sekitar 85% bilirubin terbentuk dari
pemecahan eritrosit tua (rata-rata umur 120 hari) dalam sistem monosit
makrofag. Setiap hari 50 ml darah dimusnahkan, menghasilkan 250-350
mg bilirubin atau 4 mg / kgBB / hari. Sedangkan 15% bilirubin berasal
dari penghancuran eritrosit yang matang di sumsum tulang
(hematopoiesis tidak efektif) dan dari hemoprotein lain terutama dari hati.
Dalam katabolisme bilirubin (terutama di limpa, sebagai sistem
retikuloendotelial), hemoglobin dipecah menjadi heme dan globulin,
setelah itu heme diubah menjadi biliverdin. Dengan enzim
reduktasebiliverdin, biliverdin diubah menjadi biirubin tak terkonjugasi
(B₁).6,7
Pembentukan bilirubin yang berlebihan disebabkan karena
peningkatan pemecahan eritrosit, sehingga terbentuk kelebihan bilirubin.
Sering disebut penyakit kuning hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen
empedu berlangsung normal, namun suplai bilirubin tak terkonjugasi
melebihi kemampuan hati sehingga kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam
darah meningkat. Karena B₁ tidak larut dalam air, maka bilirubin
terkonjugasi tidak dapat disalurkan dalam urin. Tetapi pembentukan
urobilinogen meningkat (karena peningkatan beban bilirubin di hati dan
peningkatan konjugasi dan ekskresi), yang selanjutnya meningkatkan
ekskresi dalam tinja dan urin (berwarna gelap). Warna urine seperti air teh
(merah kecoklatan) mungkin disebabkan oleh peningkatan bilirubin dan
urobilinogen. Adanya bilirubin menunjukkan kerusakan (penyumbatan)
pada saluran kanalikulibilier sehingga bilirubin tidak dapat keluar, yang
akhirnya mengalir ke pembuluh darah ke ginjal. Adanya urobilinogen
dalam urin menunjukkan urin normal tetapi karena peningkatan kadar
sehingga terjadi oksidasi berlebih yang akhirnya berubah menjadi coklat
kemerahan.7

C. PatomekanismeDemam
Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau
oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan
pengeluarannya. Demam pada infeksi terjadi akibat mikro organisme
merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor
pirogenendogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumor nekrosis faktor), dan
IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim
cyclooxygenase pembentuk prostaglandin. Prostaglandin-lah yang
meningkatkan set point hipotalamus. 8

Gambar PatofiologiDemam8

Demam terjadi ketika berbagai proses infeksius dan non-infeksius


berinteraksi dengan mekanisme pertahanan tubuh. Pada kebanyakan anak
demam disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan hilang
setelah waktu yang singkat. Sebagai respon terhadap pirogen eksogen
(berbagai jenis agen infeksi, imunologi, atau racun) sel darah putih tertentu
mengeluarkan bahan kimia yang memiliki banyak efek melawan infeksi
yang dikenal sebagai pirogen endogen. Pirogen endogen ini juga akan
bekerja di pusat regulasi hipotalamus yang akan menyebabkan sekresi
prostaglandin meningkatkan tolok ukur termostat hipotalamus yang
mengatur suhu tubuh Pirogen endogen ini merupakan sitokin, misalnya
interleukin (IL-1, β IL-1, α IL-6 ), faktor nekrosis tumor (TNF, α TNF -β)
dan interferon-α (INF) yang diproduksi oleh sel inang inflamasi.8
Hipotalamus merasa suhu normal sebelum demam terlalu dingin, dan
organ ini memicu mekanisme respons dingin untuk meningkatkan suhu baru
yang diatur oleh hipotalamus. Menggigil menyebabkan peningkatan
produksi panas dengan cepat, sementara vasokonstriksi kulit juga terjadi
untuk mengurangi kehilangan panas dengan cepat. Kedua mekanisme ini
mendorong suhu naik. Pada awal demam, mekanisme ini menyebabkan
perasaan menggigil secara tiba-tiba.8

4.Sebutkan klasifikasi ikterus dan etiologi dari ikterus!

Etiologi ikterus
Ikterus merupakan suatu keadaan dimana terjadi penimbunan pigmen
empedu pada tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning,
terutama pada jaringan tubuh yang banyak mengandung serabut elastin sperti
aorta dan sklera (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995).
Warna kuning ini disebabkan adanya akumulasi bilirubin pada proses
(hiperbilirubinemia). Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh
menunjukkan terjadinya gangguan sekresi bilirubin. Berdasarkan penyebabnya,
ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Ikteruspre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular
hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya
pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit
darah, contoh: Babesiasp., dan Anaplasmasp. Menurut Price dan Wilson (2002),
bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak
diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan
urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus
yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan
berwarna kuning pucat. Contoh kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis
oleh infeksi Leptospiragrippotyphosa.9
2. Ikterushepatik
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan
konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi.
Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau
kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh
sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim
glukoroniltransferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002).9
3. IkterusPost-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterusposthepatik adalah terjadinya penurunan
sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga
diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen
menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab
gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi
duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor
hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.
Migrasi larva cacing melewati hati umum terjadi pada hewan domestik.
Larva nematoda yang melewati hati dapat menyebabkan inflamasi
dan hepatocellularnecrosis (nekrosa sel hati). Bekas infeksi ini kemudian diganti
dengan jaringan ikat fibrosa (jaringan parut) yang sering terjadi pada kapsula hati.
Cacing yang telah dewasa berpindah pada duktus empedu dan menyebabkan
cholangitis atau cholangiohepatitis yang akan berdampak pada
penyumbatan/obstruksi duktus empedu. Contoh nematoda yang menyerang hati
anjing adalah Capillariahepatica. Cacing cestoda yang berhabitat pada sistem
hepatobiliary anjing antara
lain Taeniahydatigena dan Echinococcusgranulosus. Cacing trematoda yang
berhabitat di duktus empedu anjing meliputi Dicrocoeliumdendriticum,
Ophisthorcistenuicollis, Pseudamphistomumtruncatum, Methorcisconjunctus, M.
albidus, Parametorchiscomplexus, dan lain-lain9

Klasifikasi Ikterus
Ikterus diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi yaitu sebagai berikut :
1) Ikterus Fisiologis

Faktor yang berhubungandenganikterus Fisiologis10

Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari ke dua dan hari ke
tiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati
kadar yang membahayakan atau yang mempunyai potensi menjadi
kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus
fisiologis ini juga dapat dikarenakan organ hati bayi belum matang atau
disebabkan kadar penguraian sel darah merah yang cepat.10

Ikterus fisiologis ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi
cukup bulan yang mendapatkan susu formula kadar bilirubin akan
mencapai puncaknya sekitar 8 10 mg/dL pada hari ke tiga kehidupan dan
kemudian akan menurun secara cepat selama 2-3 hari diikuti dengan
penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama satu sampai dua minggu.
Sedangkan pada bayi cukup bulan yang diberikan air susu ibu (ASI) kadar
bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi yaitu 7-14 mg/dL
dan penurunan akan lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu,
bahkan sampai 6 minggu.Faktor yang berhubungan dengan ikterus
fisiologis.10

2) Ikterus Patologis Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar


patologi atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologik atau
dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia adalah
a) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
b) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
c) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
d) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim C6PD dan sepsis)
e) Ikterus yang disebabkan oleh bayi baru lahir kurang dari 200 gram yang
disebbakan karena usia ibu dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun dan
kehamilan pada remaja, masa gestasi kurang dari 35 minggu, asfiksia,
hipoksia, syndrome gangguan pernapasan, infeksi, hipoglikemia,
hiperkopnia, hiperosmolitas.10

3) KernIkterusKern
ikterus adalah sindrom neurologik akibat dari akumulasi bilirubin indirek
di gangliabasalis dan nuklei di batang otak. Faktor yang terkait dengan
terjadinya sindrom ini adalah kompleks yaitu termasuk adanya interaksi
antara besaran kadar bilirubin indirek, pengikatan albumin, kadar bilirubin
bebas, pasase melewati sawar darah-otak, dna suseptibilitas neuron
terhadap injuri.10
4) IkterusHemolitik
Ikterushemolitik atau ikterusprahepatik adalah kelainan yang terjadi
sebelum hepar yakni disebbakan oleh berbagai hal disertai meningkatnya
proses hemolisis (pecahnya sel darah merah) yaitu terdapat pada
inkontabilitas golongan darah ibubayi, talasemia, sferositosis, malaria,
sindrom hemolitikuremik, sindrom Gilbert, dan sindrom Crigler-Najjar.
Pada ikterushemolitik terdapat peningkatan produksi bilirubin diikuti
dengan peningkatan urobilinogen dalam urin tetapi bilirubin tidak
ditemukan di urin karena bilirubin tidak terkonjugasi tidak larut dalam air.
Pada neonatus dapat terjadi ikterusneonatorum karena enzim hepar masih
belum mampu melaksanakan konjugasi dan ekskresi bilirubin secara
semestinya sampai ± umur 2 minggu. Temuan laboratorium adalah pada
urin didapatkan urobilinogen, sedangkan bilirubin adalah negatif, dan
dalam serum didapatkan peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi, dan
keadaan ini dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kernikterus
(ensefalopati bilirubin).10
a) Inkompatibilitas Rhesus Bayi dengan Rh positif dari ibu Rh negatif
tidak selamanya menunjukkan gejala-gejala klinik pada waktu lahir (15-
20%). Gejala klinik yang dapat terlihat ialah 13 ikterus tersebut semakin
lama semakin berat, disertai dengan anemia yang semakin lama semakin
berat juga. Bilamana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat,
maka bayi dapat lahir dengan edema umum disertai ikterus dan
pembesaran hepar dan lien (hidropsfoetalis). Terapi ditunjukkan untuk
memperbaiki anemia dan mengeluarkan biliruin yang berlebihan dalam
serum agar tidak terjadi kernikterus.
b) Inkompatibilitas ABO Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua
dan biasanya bersifat ringan. Bayi tidak tampak skait, anemia ringan,
hepar dan lien tidak membesar. Kalau hemolisisnya berat, seringkali
diperlukan juga transfuse tukar untuk mencegah terjadinya kernikterus.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan kadar bilirubin
serum sewaktu.
c) Inkompatibilitas Golongan Darah Ikterushemolitik karena
inkompatibilitas golongan darah lain, pada neonatus dengan
ikterushemolitikdimana pemeriksaan kearah inkompatibilitas Rh dan ABO
hasilnya negatif sedangkan coombstest positif, kemungkinan ikterus akibat
hemolisis inkompatibilitas golongan darah lain harus dipikirkan.
d) Kelainan Eritrosit Congenital Golongan penyakit ini dapat
menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai eritroblastisisfetalis
akibat iso-imunitas. Pada penyakit ini biasanya coombstestnya negatif.
e) Defisiensi Enzim G6PD G6PD (glukosa 6 phosphate dehidrogenase)
adalah enzim yang menolong memperkuat dinding sel darah merah, ketika
mengalami kekurangan maka sel darah merah akan lebih mudah pecah dan
memproduksi bilirubin lebih banyak. Defisiensi G6PD ini merupakan
salah satu penyebab utama ikterusneonatorum yang memerlukan tranfuse
tukar. Ikterus yang berlebihan dapat terjadi pada defisiensi G6PD akibat
hemolisis eritrosit walaupun tidak terdapat faktor eksogen misalnya obat-
obatan sebagai faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor kematangan
hepar.10

5) IkterusHepatik
Ikterushepatik atau ikterushepatoseluler disebabkan karena adanya
kelainan pada sel hepar (nekrosis) maka terjadi penurunan kemampuan
metabolisme dan sekresi bilirubin sehingga kadar bilirubin tidak
terkonjugasi dalam darah menjadi meningkat. Terdapat pula gangguan
sekresi dari 15 bilirubin terkonjugasi dan garam empedu ke dalam saluran
empedu hingga dalma darah terjadi peningkatan bilirubin terkonjugasi dan
garam empedu yang kemudian diekskresikan ke urin melalui ginjal.
Transportasi bilirubin tersebut menjadi lebih terganggu karena adanya
pembengkakan sel hepar dan edema karena reaksi inflamasi yang
mengakibatkan obstruksi pada saluran empedu intrahepatik. Pada
ikterushepatik terjadi gangguan pada semua tingkat proses metabolisme
bilirubin, yaitu mulai dari uptake, konjugasi, dan kemudian ekskresi.
Temuan laboratorium urin ialah bilirubin terkonjugasi adalah positif
karena larut dalam air, dan urobilinogen juga positif > 2 U karena
hemolisis menyebabkan meningkatnya metabolisme heme. Peningkatan
bilirubin terkonjugasi dalam serum tidak mengakibatkan kernikterus.10

6) Ikterus Obstruktif
Ikterus obstruktif atau ikterus pasca hepatik adalah ikterus yang
disebabkan oleh gangguan aliran empedu dalam sistem biliaris. Penyebab
utamanya yaitu batu empedu dan karsinoma pankreas dan sebab yang lain
yakni infeksi cacing Fasciolahepatica, penyempitan duktus biliaris
komunis, atresia biliaris, kolangiokarsinoma, pankreatitis, kista pankreas,
dan sebab yang jarang yaitu sindrom Mirizzi. Bila obstruktif bersifat total
maka pada urin tidak terdapat urobilinogen, karena bilirubin 16 tidak
terdapat di usus tempat bilirubin diubah menjadi urobilinogen yang
kemudian masuk ke sirkulasi. Kecurigaan adanya ikterus obstruktif
intrahepatik atau pascahepatik yaitu bila dalam urin terdapat bilirubin
sedang urobilinogen adalah negatif. Pada ikterus obstruktif juga
didapatkan tinja berwarna pucat atau seperti dempul serta urin berwarna
gelap, dan keadaan tersebut dapat juga ditemukan pada banyak kelainan
intrahepatik. Untuk menetapkan diagnosis dari tiga jenis ikterus tersebut
selain pemeriksaan di atas perlu juga dilakukan uji fungsi hati, antara lain
adalah alakli fosfatase, alanin transferase, dan aspartattransferase.10

7) Ikterus Retensi Ikterus retensi terjadi karena sel hepar tidak merubah
bilirubin menjadi bilirubin glukuronida sehingga menimbulkan akumulasi
bilirubin tidak terkonjugasi di dalam darah dan bilirubin tidak terdapat di
urin.10

8) IkterusRegurgitasiIkterusregurgitasi adalah ikterus yang disebabkan oleh


bilirubin setelah konversi menjadi bilirubin glukuronida mengalir kembali
ke dalam darah dan bilirubin juga dijumpai di dalam urin.10
5.Jelaskanlangkah – langkah diagnosis sesuai scenario!

ANAMNESIS
Pada suatu penyakit anamnesis merupakan pemeriksaan yang sangat
penting. Proses yang dilakukan pada saat anamnesis untuk memberikan
informasi sebagai penegakan diagnosis pasien yaitu:
1. Identitas: Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan pasien, alamat
2. Keluhan utama dan gali riwayat kesehatan terkini: Keluhan mata kuning
- permulaan dan durasi keluhan: sejak kapan dan bagaimana keluhan itu
muncul : Mulai muncul sejak 2 hari yang lalu
3. Mengajukan keluhan tentang sistem lain:
- Awalnya mual dan muntah sejak 5 hari yang lalu
- BAK berwarna seperti teh dan BAB biasa berwarna coklat
- Demam
4. Menjelajahi penyakit sebelumnya : riwayat kolesterol tinggi
5. Sejarah kebiasaan : sering mengkonsumsi makanan berlemak
6. Sejarah pengobatan : mengonsumsi antibiotik
7. sejarah penyakit dalam : -
8. Riwayat keluarga : -
8. Periksa silang

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada penderita dilaksanakan secara sistematis
dengan inspeksi, auskultasi ,palpasi, dan perkusi. Tanda-tanda khusus pada
akut abdomen tergantung pada penyebabnya seperti trauma, peradangan,
perforasi atau obstruksi.
A. Inspeksi
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati
denganseksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman),
elastisitasnya(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering
(dehidrasi), lembab (asites), danadanya bekas-bekas garukan (penyakit
ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringanparut (tentukan lokasinya),
striae (gravidarum/ cushingsyndrome), pelebaranpembuluh darah vena
(obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensiportal).
- Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid
(cekung).
Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia,
hepatomegali, splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).
- Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan
organ apa atau tumor apa.
- Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus,
tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak
(darm-contour ).
- Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering
memberikan gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical
Perhatikan juga gerakan pasien:
● Pasien sering merubah posisi => adanya obstruksi usus.
● Pasien sering menghindari gerakan => iritasi peritoneum
generalisata.
● Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen
berkurang/ relaksasi
● peritonitis.
● Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur
pada saat nyeri =>pankreatitis parah.
B. Auskultasi
● Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic
usus dan bising pembuluh darah.
● Mendengarkan suara peristaltic usus.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu
dipindahkan keseluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus
terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara dalam usus.
Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit. Bila terdapat obstruksi
usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi). Bila
obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang,
peristaltic lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam
(metallic-sound). Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan
melemah, frekuensinya lambat,bahkan sampai hilang.
● Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua
fase. Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik
(systolicbruit). Pada hipertensi portal, terdengar adanya bising vena
(venoushum) di daerah epigastrium.
C. Palpasi
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
● Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring
terlentang.Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
● Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak
tangan. Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan
ujung jari.Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang
mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.
● Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila
ada daerah yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa
paling akhir.
● Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka
pasien diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan
spasmevolunteer&spasme sejati; dengan menekan daerah
muskulusrectus, minta pasien menarik napas dalam, jika
muskulusrectus relaksasi, maka itu adalah spasmevolunteer.
Namun jika otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah
spasme sejati.
● Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan,
dimanatangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri
pasien sedangkan tangankanan di bagian depan dinding abdomen.
D. Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen
secara keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya
asites, adanya massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya
udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara
bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal
adalah timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah
hati (redup; organ yang padat).
Orientasi abdomen secara umum.
● Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara
sistematisuntuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah
redup (dullness). Padaperforasi usus, pekak hati akan menghilang.11
Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga
pemeriksaan tambahan berupa :
Tes Fungsi Hati
1. Tes Enzimatis Hati:
• Alkali Phosphatase (ALP)
ALP disekresikan oleh sel jaringan hepatobilier, tulang, usus dan plasenta.
Juga di ginjal, kelenjar mama menyusui, granulosit dan sel kanker.
tujuan pengujian adalah untuk mendeteksi:
- penyakit hepatobilier: kolestasis / obstruksi, tumor, batu atau abses
- penyakit tulang dengan aktivitas osteoblas atau respons terapeutik
vitamin D.
rakhitis
- proses keganasan (metastasis ke hati)
- untuk mendeteksi proses keganasan (metastasis ke jantung).
• SGOT / AST
GlutamatOxaloacetateTransaminase (GOT) = Amino TransferaseAspartate
/ AspartateTransaminase (AST / ASAT)
dalam sel hati dan miokard, muskuloskeletal, ginjal, pankreas, otak dan
eritrosit
Tujuan Tes:
- mendiagnosis dan mengevaluasi penyakit hati dan penyakit jantung
- pantau efek obat hepatotoksik dan nefrotoksik
• SGPT / ALT
GlutamatPyruvateTransaminase (GPT) = Alanine Amino Transferase /
Alanin Transaminase (ALT / ALAT)
Dalam sel hati, cairan tubuh, jantung, ginjal dan muskuloskeletal.
Tujuan Tes:
- mendiagnosis dan mengevaluasi penyakit hati: enzim ini adalah
indikatornya
merusak sel hati
- memantau efek obat hepatotoksik
- untuk membedakan ikterushemolitik dengan ikterus akibat penyakit hati.

2. Tes Serum Bilirubin


Bilirubin: produk utama katabolisme Hb berupa bilirubin terkonjugasi
(tidak langsung, prehepatik), di hati menjadi bilirubin terkonjugasi (langsung,
pasca hepatik)
Tujuan Tes:
- evaluasi fungsi hepatobilier&eritropoetik (darah hemolitik g3
transfusi)
- mendiagnosis penyakit kuning dan memantau perkembangannya
- mendiagnosis obstruksi bilier diferensial (bilirubin direk) dan hemolitik12
Radiologi:
• Ultrasonografi (Ultrasonografi)
Ujian ini direkomendasikan sebagai ujian pendahuluan. Hasil
pemeriksaan yang menunjukkan kemungkinan kolesistitis antara lain adanya
cairan di daerah perikolelistik dan penebalan dinding kandung empedu
hingga> 4mm. Pemeriksaan ultrasonografi juga dapat mendeteksi batu di
kandung empedu atau duktus coledocated yang melebar. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan setelah puasa 8 jam karena batu empedu
tervisualisasikan dengan baik di kantong empedu yang terdeteksi oleh
empedu.11

6.Apa diagnosis banding berdasarkan skenario!


1.) HEPATITIS VIRAL AKUT

A. Definisi

Penyakit kuning akut dapat disebabkan oleh virus hepatitis A,B,C,


dan E, sedangkan virus hepatitis A dan E sebagai penyebab utama wabah.
Penyakit hepatitis A disebabkan oleh vitus hepatitis A atau HAV yang
ditularkan melalui feses (fekal-oral). Tidak seperti hepatitis B dan hepatitis
C, hepatitis A tidak berkembang menjadi parah dan kronik, namun HAV
dapat menjadi penyakit infeksi yang mampu menyebabkan kerugian
ekonomi yang signifikan dan dapat menyebabkan wabah yang serius
berkaitan dengan modus penularan. Masa inkubasi HAV adalah 15-50 hari
dengan rata-rata 28 hari sampai dengan 30 hari setelah infeksi.13

B. Etiologi

Hepatitis A di sebabkan oleh virus Hepatitis A (HAV). Penyebaran


yang paling umum adalah melalu transimis dari makanan yang
terkontaminasi atau air.14

C. Gejala Klinis

Hepatitis A akut biasanya onsetnya mendadak dengan gejala non-


spesifik, seperti malaise, kelelahan, anoreksia, muntah, rasa tidak nyaman
di perut, dan diare. Manifestasi khasnya adalah peningkatan transaminase
dan ikterus dengan urin gelap dan terkadang feses berwarna seperti tanah
liat. Banyak penderita yang asimptomatik atau hanya gastroenteritis
ringan. Hingga 1/4 orang dewasa dan lebih dari 2/3 anak dengan hepatitis
A asimptomatik.15

Hepatitis A dapat sembuh sendiri (self-limited) dan jarang


menimbulkan komplikasi. Infeksi yang simptomatik, ikterus, hospitalisasi,
dan komplikasi lain lebih sering terjadi pada dewasa. Sebagian besar akan
membaik dalam 2 bulan, pada 10-15% penderita akan relaps dalam 6
bulan pertama.15

a. Fase Prodromal/Pra-ikterik

Pada fase prodromal, penderita mungkin mengalami gejala seperti flu


ringan, berupa anoreksia, mual, muntah, rasa lelah, malaise, demam ringan
(biasanya<39,5°C), mialgia, dan nyeri kepala ringan. Perokok sering
kehilangan selera terhadap tembakau, seperti orang yang terkena
apendisitis.15

b. Fase Ikterik

Pada fase ini, muncul urin berwarna gelap (bilirubinuria), kadang-


kadang diikuti segera dengan feses berwarna pucat. Ikterus terjadi pada
70-85% penderita hepatitis A akut dewasa, kurang sering pada anak, dan
jarang pada bayi. Umumnya disertai rasa gatal (pruritus) yang derajatnya
meningkat sesuai usia. Nyeri abdomen terjadi pada 40% penderita.
Artralgia dan ruam kulit lebih jarang terjadi. Ruam lebih sering pada
tungkai bawah, mungkin berupa vaskulitis.15

Kekambuhan (Relaps)

Relaps setelah hepatitis A akut merupakan sekuele yang jarang.


Lebih sering terjadi pada orang tua, ditandai oleh gejala yang berlarut-
larut atau relaps gejala dan tanda sesudah resolusi nyata. Relaps jarang
terjadi lebih dari 2 episode.15
Setelah perjalanan penyakit akut, akan terjadi fase remisi dengan
resolusi klinis dan biokimia, baik sebagian maupun menyeluruh. Hepatitis
A akut biasanya berlangsung 3-6 minggu, relaps berlangsung singkat
(biasanya <3 minggu), dan mirip dengan penyakit akut, meskipun
umumnya secara klinis lebih ringan. Kecenderungan kolestasis lebih besar
pada kelompok relaps. Ruam kulit vaskulitik dan nefritis dapat menjadi
petunjuk klinis tambahan. Selama relaps terjadi juga shedding virus dan
hasil pemeriksaan antibodi IgM akan positif.15

Perjalanan klinis mengarah ke resolusi dengan periode yang


panjang di antara 2 episode relaps dan durasi total penyakit 3-9 bulan15

D. Patofisiologi

Infeksi virus hepatitis A terutama menular melalui jalur fekal-oral,


demikian pula dengan air dan makan yang terkontaminasi. Kerang-
kerangan mempunyai kemampuan untuk mencerna dan menghasilkan
virus hepatitis A yang terkonsentrasi, sehingga dapat menjadi sumber
penularan virus. Transmisi terjadi terutama melalui kejadian luar biasa
(transmisi melalui makanan dan minuman), dan kontak dari orang ke
orang. Pada cairan tubuh, virus hepatitis A terkonsentrasi Sebagian besar
pada feses, serum, dan air liur. Virus hepatitis A sangat jarang
ditransmisiskan melalui produk darah atau prosedur medis. Virus hepatitis
A terdapat pada feses selama 3-6 minggu selamam masa inkubasi, dapat
memanjang pada fase awal kerusakan hepatoselular pada pasien yang
simptomatik maupun asimptomatik. Penempelan virus paling maksimal
terjadi pada saat terjadinya kerusakan hepatoselular, selama periode
dimana individu yang terinfeksi berada dalam fase yang paling infeksius.16

E. Diagnosis

Diagnosis tepat didapatkan melalui anamnesis dan pemeriksaan


fisk yang cermat dibantu oleh pemeriksaan penunjang. Perlu disingkirkan
dulu adanya injuri hati akut akibat obat-obatan, terutama asetaminofen
karena tampilan klinisnya amat mirip. Setelah diagnosis ditegakkan,
langkah penting selanjutnya untuk mencegah timbulnya kasus baru adalah
dengan menelusuri kontak dan memberitahu otoritas kesehatan
masyarakat. Kekeliruan diagnosis paling sering akibat kesalahan
interpretasi hasil tes serologi.15

a. Riwayat Penyakit

Selain keluhan serta keparahan dan sekuelenya, harus dicari sumber


pajanan (misalnya, perjalanan ke luar negeri, riwayat imunisasi,
penggunaan narkoba suntik) dan menyingkirkan penyebab hepatitis akut
lainnya (misalnya, overdosis asetaminofen).15

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik harus dicari gambaran hepatitis akut,seperti


sklera ikterik, nyeri tekan abdomen kanan atas dan hepatomegali, ataupun
penyakit hati kronis, seperti eritema palmaris, spider nevi, kaput medusa,
dan splenomegali, serta dinilai ada tidaknya dekompensasi hati, seperti
asites dan edema tungkai. Penderita dapat mengalami demam.15

c. Pemeriksaan Laboratorium

Limfositosis dan hemolisis ringan sering dijumpai. Pure red cell


aplasia dan pansitopenia jarang terjadi. Prothrombine time (PT) biasanya
tetap dalam atau mendekati batas normal. Bila meningkat signifikan maka
perlu lebih diwaspadai dan dipantau lebih ketat. Peningkatan PT dengan
ensefalopati merupakan petanda FHF.15

Kadar transaminase biasanya meningkat, dapat melebihi 10.000


mIU/mL, dan kembali normal sesudah 5-20 minggu. Kadar SGPT
7
umumnya lebih tinggi dari kadar SGOT. Pada penderita yang
asimptomatik, kadar SGPT dan SGOT dapat meningkat juga di atas 1.000
4
mIU/ mL, meskipun bisa normal. Peningkatan alkali fosfatase menyertai
penyakit akut dan dapat berlanjut hingga fase kolestasis mengikuti
peningkatan transaminase.15

Hiperbilurubinemia terjadi segera sesudah bilirubinuria, mengikuti


kenaikan kadar transaminase serta dapat bertahan selama beberapa bulan.
Menetapnya hiperbilirubinemia hingga >3 bulan menandakan infeksi
HAV kolestatik. Orang yang lebih tua memiliki kadar bilirubin lebih
tinggi. Kedua fraksi secara langsung dan tidak langsung meningkat karena
hemolisis yang sering terjadi pada infeksi HAV akut. Dapat dijumpai
penurunan sedang kadar albumin serum.15

Penegakan diagnosis hepatitis A akut didukung dengan pemeriksaan


serologi IgM anti-HAV. Hasilnya yang akan positif saat timbul gejala,
biasanya menyertai kenaikan awal kadar SGPT. Pemeriksaan ini sensitif
dan spesifik, serta akan tetap positif selama 3-6 bulan pasca- infeksi
primer dan selama 12 bulan pada 25% penderita. Pada penderita hepatitis
A relaps, IgM akan menetap selama berlangsungnya penyakit. Hasil
positif palsu jarang terjadi. IgG anti-HAV muncul segera setelah IgM dan
umumnya menetap selama bertahun-tahun. Adanya IgG anti-HAV tanpa
disertai IgM lebih menunjukkan adanya infeksi masa lalu atau vaksinasi
dibandingkan infeksi akut. IgG akan memberikan kekebalan protektif.
Pemeriksaan RNA HAV baru digunakan untuk penelitian.15

d. Ultrasonografi (USG) dan Biopsi Hati

Pemeriksaan USG biasanya tidak diindikasikan pada hepatitis A,


namun mungkin perlu untuk menyingkirkan adanya obstruksi saluran
empedu dan penyakit hati kronis. Pemeriksaan USG sangat penting pada
penderita FHF.15
Biopsi hati sedikit sekali perannya pada hepatitis A akut, mungkin
bermanfaat pada hepatitis A relaps atau jika diagnosis pasti sulit
18
ditegakkan. Histopatologi memperlihatkan adanya inflamasi portal di
awal sakit. Nekrosis fokal dan badan asidofilik pada hepatitis A kurang
jelas bila dibandingkan hepatitis B dan C ada FHF tampak kerusakan sel
yang luas dengan ballooning pada banyak hepatosit yang tersisa.
Pewarnaan imunofluoresein untuk antigen HAV menunjukkan hasil
positif.15

F. Penatalaksanaan

Tidak ada terapi medikamentosa spesifik untuk hepatitis A. terapi


simptomatik dan hidrasi yang adekuat sangat penting pada
penatalaksanaan infeksi virus hepatitis A akut. Penggunaan obat yang
potensial bersifat hepatotoksik sebaiknya dihindari, misalnya paracetamol.
Pencegahan penularan infeksi hepatitis A dapat dilakukan dalam beberapa
cara, yaitu pemberian immunoglobulin, vaksinasi, dan kondisi higienis
yang baik, seperti cuci tangan dan desinfeksi.16

Sampai saat ini, pemberian immunoglobulin merupakan cara utama


untuk mencegah infeksi hepatitis A pada individu yang sangat rentan
dengan paparan, maupun orang yang baru terkena paparan infeksi virus
hepatitis A.16

Immunoglobulin diberikan secara intramuscular, dosis tunggal


sebanyak 0,02-0,06 ml/kg. dosis yang rendah efektif untuk proteksi selama
3 bulan, sedangkan pada dosis yang lebih tinggi efektif selama enam
bulan. Hasil dari pemberian immunoglobulin adalah serokonversi, yang
didefinisikan sebagai terbentuknya antibody yang bersifat protektif setelah
pemberian immunoglobulin. Pada umumnya kadar yang dianggap
protektif adalah 10-20 mlU, yang biasanya timbul setelah 2 bulan pasca
pemberian.16
Contoh vaksin yang tersedia di pasaran saat ini adalah vaksin yang
diproduksi oleh Glaxo Smith Kline (Havrix) dan Merck yang
memproduksi Vaqta. Kedua vaksin tersebut diproduksi dari virus yang
menginfeksi fibroblast, Havrix dibuat dari virus hepatitis A strain HM175,
sedangkan Vaqta dari strain CR326. Namun, keduanya tidak memiliki
perbedaan efek klinis yang bermakna. Vaksin diberikan dalam dua dosis
secara intramuscular dengan selang waktu 6-18 bulan. Pemberian Havrix
dosis tunggal dapat memberikan efek proteksi sampai1 tahun, tetapi
proteksi permanan diperoleh dengan memberikan vaksin dosis kedua
dalam 6-12 bulan. Efek samping yang dapat timbul meliputi nyeri di
tempat suntikan (terjadi pada 50% kasus) dan sakit kepala (6-16%). Efek
samping yang berat dapat berupa reaksi anafilaksis dan Sindrom Guillain-
Barre.16

Dosis Rekomendasi Imunisasi Hepatitis A Dewasa.16

G. Komplikasi

Penderita usia lanjut cenderung mengalami disfungsi hati yang


lebih berat, sering dengan ikterus dan koagulopati, dengan insidens
komplikasi, seperti prolonged cholestasis, pankreatitis, dan asites yang

lebih tinggi. Prolonged cholestasis dapat terjadi pada infeksi akut,


frekuensinya meningkat dengan usia, ditandai oleh suatu periode ikterus
yang berkepanjangan (>3 bulan), dan sembuh tanpa intervensi. Umumnya
bermanifestasi sebagai pruritus, demam, diare, kehilangan berat badan,
dengan kadar bilirubin serum >10 mg/ dL.Kortikosteroid dan asam

ursodeoksikolat dapat memperpendek masa kolestasis, walaupun menurut

beberapa peneliti kortikosteroid dapat mempredisposisi relaps.15

Walaupun jarang, immune-mediated thrombocytopenic purpura

juga dapat terjadi pada penderita hepatitis A, sebagian besar pada dewasa.
Hepatitis autoimun pasca- infeksi HAV juga telah dilaporkan Komplikasi
lain yang sangat jarang terjadi adalah gagal ginjal akut, nefritis interstitial,
pankreatitis, aplasia eritrosit, agranulositosis, aplasia sumsum tulang, blok
jantung sementara, sindrom Guillain- Barré, artritis akut, penyakit Still,

lupus-like syndrome, dan sindrom Sjögren. Hepatitis fulminan merupakan


komplikasi yang jarang, paling sering pada usia lanjut atau penderita

penyakit hati kronik (terutama hepatitis C). Gagal hati fulminan atau
fulminant hepatic failure (FHF) yang dapat berakibat kematian atau
memerlukan transplantasi hati terjadi pada kurang dari 1% kasus.15

H. Pencegahan

Pencegahan jangka pendek adalah dengan mengontrol sumber


penularan. Selain itu, perlu edukasi mengenai cara penularan dan
pencegahannya (misalnya, mencuci tangan, sumber makanan yang aman)
terhadap penderita dan kontaknya. Pencegahan jangka panjang mencakup
vaksinasi untuk meningkatkan herdimmunitydan mengurangi risiko wabah
pada kelompok risiko tinggi.15

I. Prognosis

Prognosis umumnya sangat baik.Fatalitas akibat


hepatitis fulminan jarang terjadi (0,1% pada anak <15
tahun dan 2,1% pada dewasa ≥40 tahun).Kematian
jarang terjadi, lebih sering pada usia lanjut dan
penderita penyakit hati kronik. Angka kematian
sebesar 0,8%, mencapai 2,6% pada kelompok usia ≥60
tahun.15

2.) KOLELITIASIS
A. DEFINISI

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di


dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-
duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk
di dalam kandung empedu.17

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan,


kolon, lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati
dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di
daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran
kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan
kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi
utama hati.17

Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang


mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke
dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung
empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.17

Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu


mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu
di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran
empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan
tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri
bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian
tubuh lainnya.17

Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung


empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian
menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal
dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke
kantong empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini
menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong
empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan
menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus
apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan
lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam.
Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu
dibanding penyebab terbentuknya batu.17

B. ETIOLOGI
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat
menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa
lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal
dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi
terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung
empedu. Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu,
diantaranya:17
1. Ekskresi garam empedu
Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam
empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau
dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi.
Jadi dengan bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin
menyebabkan terbentuknya batu empedu.17
2. Kolesterol empedu
Apa bila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol,
sehingga kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi, dapatlah
terjadi batu empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan kolestreol
empedu dapat di jumpai pada orang gemuk, dan diet kaya lemak.17
3. Substansia mukus
Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus
dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu.17
4. Pigmen empedu
Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan
karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat
terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa
larutan bilirubin glukorunid.17
5. Infeksi
Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung
empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian
menaikan pembentukan batu. 17

C. GEJALA KLINIS
Pada gejala klinik ada yang tidak menimbulkan gejala dan tidak
menyebabkan nyeri namun dapat juga menunjukkan gejala-gejala
gastrointestinal ringan.18

1. Mungkin akut dan kronis dengan distres epigastrik (begah,


distensi abdomen, nyeri tak jelas pada kuadran kanan atas setelah
makan makanan yang banyak mengandung lemak.
2. Jika saluran empedu tersumbat, maka kandung empedu
mengalami distensi dan akhirnya terinfekasi: mungkin terjadi
demam dan teraba masa pada abdomen. Kolik bilier dengan nyeri
abdomen kanan atas menjalar ke punggung atau bahu kanan, mual
dan muntah beberapa jam setelah makan banyak.
3. Ikterik terjadi dengan tersumbatnya duktus komunis empedu.
4. Urine berwarna sangat gelap; feses warna pucat.
5. Defisiensi vitamin A, D, E, dan K (vitamin-vitamin yang larut
dalam lemak).
6. Abses nekrosis dan perforasi dengan peritonitis dapat terjadi jika
batu empedu terus menyumbat saluran empedu.
Mual dan muntah sering menyertai tingkat lebih parah. Rasa sakit
dapat mereda spontan setelah beberapa jam atau bisa membutuhkan
analgesik opiat. Nyeri disertai dengan demam biasanya menunjukkan
kolelitiasis akut. Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat
bervariasi, ada yang mengalami gejala asimptomatik dan gejala
simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat mengalami gejala : yang
disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang
terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu
empedu.18

D. PATOFISIOLOGI
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun
sebagai garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-
kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam
empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam
empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua
sel jaringan tubuh.17
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui
agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke
dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi
empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam
keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal
kolesterol monohidrat yang padat.17
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol
mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu
kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak.
Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di
dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk
menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap
dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.17
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan
pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk
penguraian sel darah merah.17
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen
dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu
yang mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang
mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis
pigmen, yang ma na me nga nd ung <20 % ko les tero l. Fakto r ya ng me
mpe ngar uhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung
empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
konsentrasi kaslium dalam kandung empedu.17
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu,
lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila
empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi
berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan
membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam
kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut bertambah
ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas
kandung empedu, billiary statis, dan kandungan empedu merupakan
predisposisi pembentukan batu kandung empedu.17
1. Batu kolesterol

Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama:

o -  Supersaturasi kolesterol
o -  Hipomotilitas kandung empedu
o -  Nukleasi/pembentukan nidus cepat

Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa


empedu pasien dengan kolelitiasis mempunyai zat yang mempercepat
waktu nukleasi kolesterol (promotor) sedangkan empedu orang normal
mengandung zat yang menghalangi terjadinya nukleasi.17

2. Batu kalsium bilirunat (pigmen coklat)

Batu pigmen coklat terbentuk akibat adanya faktor statis dan


infeksi saluran empedu. Statis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi
Sfingter Oddi, striktur, operasi bilier dan infeksi parasit. Bila terjadi
infeksi saluran empedu, khususnya E.Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin
menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang
dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan
terbentuknya batu pigmen coklat. Umumnya batu pigmen coklat ini
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.17

3. Batu pigmen hitam

Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan


pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen
hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Patogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen
hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.17
Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus
koledokus melalui duktus sistikus. Di dalam perjalanannya melalui
duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan alian
empedu secara parsial maupun total sehingga menimbulkan gejala
kolik bilier. Pasase berulang batu empedu melalui duktus sistikus yang
sempit dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat
menimbulkan peradangan dinding duktus dan striktur. Apabila batu
berhenti di dalam duktus sistikus dikarenakan diameter batu yang
terlalu besar ataupun karena adanya striktur, batu akan tetap berada
disana sebagai batu duktus sistikus.17
Kolelitiasisasimptomatis biasanya diketahui secara kebetulan,
sewaktu pemeriksaan ultrasonografi, foto polos abdomen, atau
perabaan saat operasi. Pada pemeriksaan fisik atau laboratorium
biasanya tidak ditemukan kelainan. 17

E. DIAGNOSIS
1) Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah
asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang
kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang
simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan
kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-
tiba.17
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, scapula, atau
ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang
seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah
menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.17
2) Pemeriksaan Fisis
- Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan


komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal
atau umum, hidrop kandung empedu, ataupankreatitis . Pada
pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum
maksimum di daerah letak anatomis kandung empedu. Murphy
sign positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik nafas.17

- Batu saluran empedu

Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala pada


fasetenang. Kadang teraba hepar dan skleraikterik. Perlu
diketahui bila kadar bilirubin darah Apabila sumbatan saluran
empedu bertambah berat, akan timbul ikterusklinis.17

3) Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium

Batu kandung empedu yang asimptomatik biasanya tidak


menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium.
Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindromamirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh
batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan
oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar serum alkali
fosfatase dan mungkin juga amilase serum biasanya meningkat
sedang setiap kali terjadi serangan akut.17
- Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran


yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu
yang bersifat radiopak. Kadang-kadang empedu yang
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan
kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak
dikuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam
usus besar, di fleksurahepatika.17

Foto Polos Abdomen17

b. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai kadar spesifisitas dan
sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung
empedu dan pelebaran saluran empedu intra-hepatik. Dengan
USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang
oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum
rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa.17
c. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras
cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat
untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah
dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileusparalitik, muntah, kadar bilirubin serum di atas 2 mg/dl,
obstruksi pylorus dan hepatitis, karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu.17

F) PENATALAKSANAAN
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan
pengobatan. Nyeri yang hilang timbul bisa dihindari atau dikurangi
dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan
penatalaksanaan antara lain:17
- Kolisistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan
pasien dengan kolelitiasissimptomatik. Komplikasi yang paling
bermakna yang terjadi adalah cedera dekubitus biliaris yang terjadi
pada 0,2% pasien. Indikasi yang paling umum untuk kolisistektomi
adalah kolik biliarisrekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.17

- Kolisistektomi laparoskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasissimptomatik
tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada
pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah
sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum
terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan
insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin
dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparoskopi.17

- Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)


Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis
biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini.17

- Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anastesi lokal
bahkan disamping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur
yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.17

G) KOMPLIKASI
Komplikasi untuk kolelitiasis, yaitu:
1) Kolesistitis
Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran
kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan
infeksi dan peradangan kandung empedu.17

2) Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi
karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus
kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu
empedu.17
3) Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan
hidrops kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada
peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops
biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak
dapat diisilagi empedu pada kandung empedu yang
normal.Kolesistektomi bersifat kuratif.17
4) Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini
dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi
darurat segera.17

H) PENCEGAHAN

Cara terbaik untuk mencegah batu empedu atau kolelitiasis adalah


dengan menerapkan pola makan sehat dan seimbang. Konsumsilah
makanan tinggi serat dan perbanyak konsumsi cairan, setidaknya 6-8 gelas
per hari. Makan dengan porsi kecil namun rutin juga membantu tubuh
lebih mudah mencerna makanan.17

Dianjurkan untuk menghindari atau membatasi konsumsi beberapa


jenis makanan, terutama makanan dengan kadar lemak jenuh tinggi,
seperti:

● Makanan bersantan, misalnya rendang dan ketupat sayur.


● Makanan berminyak, misalnya gorengan.
● Makanan berbumbu kacang, misalnya sate.
● Makanan yang mengandung mentega, seperti kue dan biskuit.

Selain menjaga pola makan, beberapa langkah berikut dapat


dilakukan untuk mencegah batu empedu:

● Membatasi konsumsi minuman beralkohol.


● Berolahraga secara teratur untuk mencegah obesitas.
● Tidak melakukan diet yang terlalu ketat, karena penurunan berat badan
secara drastis dapat meningkatkan risiko batu empedu.17

I) PROGNOSIS
Prognosis pada kolelitiasis sendiri tidak dihubungkan dengan
meningkatnya kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun,
bisa disebabkan karena adanya komplikasi. Jadi prognosis
cholelithiasistergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya komplikasi.
Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di
dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun
demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil
yang didapatkan biasanya sangat baik.17

3.) SIROSIS HATI

a. Definisi

Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan


fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi
nodulhepatosit. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel
hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi
tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. 20 Telah
diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis
dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan menyebabkan penurunan fungsi
hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada
pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya
menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba
kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.19

b. Etiologi
Sirosis disebabkan oleh kerusakan jangka panjang pada hati. Banyak hal
yang bisa menyebabkannya. Buklet ini ditulis untuk orang yang menderita sirosis
akibat virus hepatitis. Virus hepatitis adalah penyakit di mana hati menjadi rusak
setelah terinfeksi oleh kuman yang sangat kecil yang disebut virus. Virus yang
menginfeksi hati dikenal sebagai virus hepatitis. Anda mungkin pernah
mendengar tentang hepatitis A, hepatitis B dan hepatitis C. (Hepatitis D dan E
juga ada.) Setiap virus hepatitis memiliki karakteristiknya sendiri dan menular
antarmanusia dengan cara yang berbeda. Virus-virus ini juga dirawat dengan cara
yang berbeda dan beberapa lebih mudah dihilangkan daripada yang lain Sirosis
memiliki banyak penyebab. Di Amerika Serikat, alkoholisme kronis dan hepatitis
C adalah yang paling umum.

● Penyakit hati alkoholik. Bagi banyak orang, sirosis hati identik dengan
alkoholisme kronis, tetapi sebenarnya alkoholisme hanyalah salah satu
penyebabnya. Sirosis alkohol biasanya berkembang setelah lebih dari satu
dekade minum banyak alkohol. Jumlah alkohol yang dapat melukai hati
sangat bervariasi dari orang ke orang. Pada wanita, sedikitnya dua hingga
tiga minuman per hari telah dikaitkan dengan sirosis dan pada pria,
sedikitnya tiga hingga empat minuman per hari. Alkohol tampaknya
melukai hati dengan menghalangi metabolisme normal protein, lemak, dan
karbohidrat.
● Hepatitis C kronis. Virus hepatitis C termasuk alkohol sebagai penyebab
utama penyakit hati kronis dan sirosis di Amerika Serikat. Infeksi virus ini
menyebabkan Sirosis Hati Lembar Informasi (lanjutan) peradangan dan
kerusakan hati tingkat rendah yang selama beberapa dekade dapat
menyebabkan sirosis.
● Hepatitis B dan D. kronis Virus hepatitis B mungkin merupakan penyebab
paling umum dari sirosis di seluruh dunia, tetapi lebih jarang terjadi di
Amerika Serikat dan dunia Barat. Hepatitis B, seperti hepatitis C,
menyebabkan peradangan dan cedera hati yang selama beberapa dekade
dapat menyebabkan sirosis. Hepatitis D adalah virus lain yang
menginfeksi hati, tetapi hanya pada orang yang sudah menderita hepatitis
B.
● Hepatitis autoimun. Penyakit ini tampaknya disebabkan oleh sistem
kekebalan yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan, kerusakan,
dan akhirnya jaringan parut dan sirosis.
● Penyakit bawaan. Defisiensi antitripsin Alpha-1, hemochromatosis,
penyakit Wilson, galaktosemia, dan penyakit penyimpanan glikogen
adalah beberapa penyakit bawaan yang mengganggu cara hati
memproduksi, memproses, dan menyimpan enzim, protein, logam, dan zat
lain yang dibutuhkan tubuh agar berfungsi dengan baik. .
● Steatohepatitis non-alkohol (NASH). Di NASH, lemak menumpuk di
hati dan akhirnya menyebabkan jaringan parut. Jenis hepatitis ini
tampaknya terkait dengan diabetes, malnutrisi protein, obesitas, penyakit
arteri koroner, dan pengobatan dengan obat kortikosteroid.
● Saluran empedu tersumbat. Ketika saluran yang membawa empedu keluar
dari hati tersumbat, empedu kembali ke atas dan merusak jaringan hati.
Pada bayi, saluran empedu yang tersumbat paling sering disebabkan oleh
atresia bilier, penyakit di mana saluran empedu tidak ada atau terluka.
Pada orang dewasa, penyebab tersering adalah sirosis bilier primer,
penyakit di mana saluran menjadi meradang, tersumbat, dan terbentuk
parut. Sirosis bilier sekunder dapat terjadi setelah operasi kandung empedu
jika saluran secara tidak sengaja diikat atau terluka.
● Obat-obatan, racun, dan infeksi. Reaksi parah terhadap obat resep,
kontak yang terlalu lama dengan racun lingkungan, infeksi parasit
schistosomiasis, dan serangan berulang gagal jantung dengan
penyumbatan hati dapat menyebabkan sirosis.20

c. Faktor Resiko

Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering
disebutkan antara lain :
1. Faktor Kekurangan Nutrisi Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di
negara Asia faktor gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya
sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di dalam simposium Patogenesis
sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil
penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani ,
dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah,
yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar,
mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah.
2. Hepatitis Virus Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah
satu penyebab sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen
oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit
hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih
menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang
kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
3. Zat Hepatotoksik Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis.
Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak,
sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik
yang sering disebut-sebut ialah alkohol.
4. Penyakit Wilson Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat
pada orangorang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal
ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna
coklat kehijauan disebut KayserFleischer Ring. Penyakit ini diduga
disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum
diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan
tembaga dalam jaringan hati.
5. Hemokromatosis Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua
kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
● Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
● Kemungkinan didapat setelah lahir, misalnya dijumpai pada penderita
dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.

6. Sebab-Sebab Lain
1) Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis
kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi
dan nekrosis sentrilobuler
2) Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran
empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini
lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
3) Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam
sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris. Dari data
yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50%
kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40%. Sejumlah 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang
bukan B atau C.20

d. Gejala Klinis

Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:

1) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.

Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda


bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi
ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. 17 Ikterus dapat menjadi
penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %
penderita selama perjalanan penyakit.

2) Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis


Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul
setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam
dan air.

3) Hati yang membesar

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati


membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri
bila ditekan.

4) Hipertensi portal.

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang


memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati.21

e. Patofisiologi

Hati dibentuk oleh sel parenkimal (hepatosit) sebesar 60% dan sel-sel
lain yang umumnya disebut sel non-parenkimal 30 – 35 %. Dinding sinusoid
hepatik dilapisi oleh tiga sel non-parenkimal yang terdiri dari sel
endotelialsinusoidal, sel kupffer, dan sel stelatahepatik. Baik sel parenkimal
maupun non-parenkimal terlibat dalam perkembangan fibrosis dan sirosis hati.

Sel stelatahepatik terletak pada celah Disse (celah antara sel


endotelialsinusoidal dan sel epitel hati), dengan kisaran 5 – 8 % dari sel hati. Pada
hati normal, sel stelata berfungsi untuk menyimpan vitamin A. Pada saat terjadi
kerusakan hati akibat infeksi virus atau hepatotoksik, sel stelatahepatik akan
menerima sinyal yang disekresikan oleh produk hepatosit yang rusak dan sel-sel
imun, menyebabkan sel stelatatransdiferensiasi menjadi sel myofibroblast yang
teraktivasi. Aktivasi sel stelatahepatik merupakan sumber utama kolagen di hati
dan dapat mensekresi matriks ekstraseluler, inhibitor jaringan metalloproteinase
(inhibitor pertumbuhan jaringan), dan matriks metalloproteinase (matriksin)
secara berlebihan, menyebabkan remodeling arsitektur hati.

Respon lain dari cedera hati yang terjadi yaitu membuat leukosit bersama
selselkupffer menghasilkan senyawa yang memodulasi aktivasi sel stelata.
Monosit dan makrofag akan memproduksi nitrit oksida (NO) dan sitokin
inflamasi, seperti tumor necrosisfactor α yang memiliki kemampuan menstimulasi
sel stelata dalam sintesis kolagen. Selain itu, sel-sel kupffer dapat menstimulasi
sintesis matriks selselstelata melalui transformasi faktor pertumbuhan-β (TGF-β)
dan spesi oksigen reaktif (ROS).21

f. Diagnosa

SH didiagnosis berdasarkan kriteria diagnosis standar yang dikeluarkan


oleh International HepatologyInformatics Group (1994), yaitu secara klinis
didapatkan tanda-tanda SH seperti adanya varises esofagus, splenomegali, asites,
musclewasting, spiderangioma, dan pada pemeriksaan ultrasonografi didapatkan
tanda-tanda yang mendukung SH seperti adanya nodulasi pada parenkim hati,
asites, splenomegali, atau perubahan vaskuler akibat SH (Carrolletal., 1994).
Diagnosis pasti atau definitif dari SH adalah pemeriksaan histopatologi hati,
namun pemeriksaan ini dikatakan jarang dilakukan dan hanya dilakukan pada
kasus-kasus yang tidak jelas.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tahap awal SH biasanya tak


bergejala (SH kompensata) dan sering ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan klinik rutin dan laboratorium rutin. Namun pada tahapan yang lebih
lanjut (SH dekompensata), diagnosis kadang tak sulit ditegakkan karena telah
memberikan gejala-gejala seperti asites, splenomegali, pembesaran vena-vena
kolateral, eritema palmaris, spiderangioma, ikterus, rasio albumin globulin yang
terbalik, dan lain-lain.

Pemeriksaan imaging seperti ultrasonografi (USG),


computerizedtomography (CT), dan magneticresonanceimaging (MRI) tidak
begitu sensitif untuk mendeteksi SH. Bagaimanapun juga, spesifitasnya dikatakan
cukup tinggi ketika penyebab jelas ada dan pada imaging terlihat ada permukaan
hati yang tidak homogen, rarefiedhepaticcentralvein, lobuskaudatus yang
membesar, splenomegali, atau adanya vena-vena kolateral dengan catatan
etiologi-etiologi lain harus sudah dieksklusi. USG memberikan informasi penting
tentang arsitektur hati, pemeriksaan ini murah dan banyak tersedia. USG dan
Doppler USG dari diameter dan kecepatan vena portal dan sentral sangat berguna
untuk tes penapisan hipertensi portal. Gambaran USG pada SH sangat tergantung
pada berat ringannya penyakit. CT dan MRI konvensional dikatakan tidak
berguna untuk menentukan tingkat keparahan SH, namun CT helical dan MRI
dengan kontras adalah modalitas pilihan ketika karsinoma hepatoselular ataupun
lesi vaskular dicurigai.21

g. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium.
Menurut Smeltzer& Bare (2001) yaitu:
1) Darah lengkap Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena
perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan
hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai
akibat hiperplenisme.
2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT
3) Albumin serum menurun
4) Pemeriksaan kadar elektrolit : hipokalemia
5) Pemanjangan masa protombin
6) Glukosa serum : hipoglikemi
7) Fibrinogen menurun
8) BUN meningkat
b) Pemeriksaan diagnostik, Menurut smeltzer& Bare (2001) yaitu:
1) Radiologi Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi
hipertensi portal.
2) Esofagoskopi Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
3) USG
4) Angiografi Untuk mengukur tekanan vena porta.
5) Skan/ biopsi hati Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati.
6) Partografitranshepatikperkutaneus Memperlihatkan sirkulasi sistem
vena portal.21

h. Penatalaksanaan
1) Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kntrol
yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein,
lemak secukupnya.
2) Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a) Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya.
Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan
diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-
90 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba
dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine.
b) Hemokromatis Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung
besi/ terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x
seminggu sebanyak 500cc selama setahun.
c) Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3) Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a) Asites. Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-
obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan
dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki
atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah
dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari.
Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa
hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
b) Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan
melena atau melena saja).
● Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung.
● Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg,
nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan
pemberian IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan
tranfusi darah secukupnya.
● Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau
normal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
c) Ensefalopati
● Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL
pada hipokalemia.
● Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet
sesuai.
● Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami
perdarahan pada varises.
● Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan
infeksi sistemik.
● Transplantasi hati.
d) Peritonitis bakterial spontan Diberikan antibiotik pilihan seperti
cefotaksim, amoxicillin, aminoglikosida.
e) Sindrom hepatorenal/ nefropatikhepatik Mengatur keseimbangan
cairan dan garam.21

i. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati :

1. Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius yang sering


terjadi akibat hipertensi portal. Duapuluh sampai 40% pasien sirosis
dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam
waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi
varises ini dengan beberapa cara. Risiko kematian akibat perdarahan
varises esofagus tergantung pada tingkat keparahan dari kondisi hati
dilihat dari ukuran varises, adanya tanda bahaya dari varises dan
keparahan penyakit hati. Penyebab lain perdarahan pada penderita sirosis
hati adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Ensefalopatihepatikum Disebut juga koma hepatikum. Merupakan
kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan
tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma.Timbulnya koma hepatikum akibat
dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat
melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum dibagi menjadi dua,
yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis
hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism
tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder,
yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara
langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat
terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia
nitrogen.
3. Peritonitis bakterialis spontan Peritonitis bakterialis spontan yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam
dan nyeri abdomen.
4. Sindromahepatorenal Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit hati
kronik lanjut, ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal dan abnormalitas
sirkulasi arteri menyebabkan vasokonstriksi ginjal yang nyata dan
penurunan GFR. Dan dapat terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik
ginjal.
5. Karsinoma hepatoseluler Karsinoma hepatoseluler berhubungan erat
dengan 3 faktor yang dianggap merupakan faktor predisposisinya yaitu
infeksi virus hepatitis B kronik, sirosis hati dan hepatokarsinogen dalam
makanan. Meskipun prevalensi dan etiologi dari sirosis berbeda-beda di
seluruh dunia, namun jelas bahwa di seluruh negara, karsinoma
hepatoseluler sering ditemukan bersama sirosis, terutama tipe
makronoduler.
6. Asites Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal memiliki sistem
pengaturan volume cairan ekstraseluler yang tidak normal sehingga terjadi
retensi air dan natrium. Asites dapat bersifat ringan, sedang dan berat.
Asites berat dengan jumlah cairan banyak menyebabkan rasa tidak nyaman
pada abdomen sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. 21

j. Penceahan

Sirosis hati secara klinis fungsional dibagi atas :


● Sirosis hati kompensata
● Sirosis hati dekompensata, disertai dengan tanda-tanda kegagalan hepatoseluler
dan hipertensi portal
Penanganan SH kompensata ditujukan pada penyebab hepatitis kronis. Hal ini
ditujukan untuk mengurangi progresifitas penyakit SH agar tidak semakin lanjut dan
menurunkan terjadinya karsinoma hepatoselular. Di Asia Tenggara penyebab tersering
adalah HBV dan HCV. Untuk HBV kronis diberikan preparat interferon secara injeksi
atau secara oral dengan preparat analog nukleosida jangka panjang. Preparat nekleosida
analog ini juga bisa diberikan pada SH dekompensata akibat HBV kronis selain
penanganan untuk komplikasinya. Sedang untuk SH akibat HCV kronis bisa diberikan
preparat interferon. Namun pada SH dekompensata pemberian preparat interferon ini
tidak direkomendasi. 19
k. Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi


etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
Prognosis sirosis hati dapat diukur dengan kriteria ChildTurcotte-Pugh.

Kriteria Child-Turcotte-Pugh

Kriteria Child-Turcotte-Pugh merupakan modifikasi dari kriteria ChildPugh,


banyak digunakan oleh para ahli hepatologi saat ini. Kriteria ini digunakan untuk
mengukur derajat kerusakan hati dalam menegakkan prognosis kasus-kasus
kegagalan hati kronik.

Kriteria Child-Turcotte-Pugh.21

Skor
Parameter
1 2 3

Asites - Ringan Sedang-Berat

Ensefalopati - Ringan-Sedang Sedang-Berat

Bilirubin serum
<2 2-3 >3
(mg/dl)

Albumin serum
>3,5 2,8-3,5 <2,8
(mg/L)

Prothrombintime
1-3 4-6 >6
(detik)

Child-Turcotte-Pugh A : 5-6 (prognosis baik)

Child-Turcotte-Pugh B : 7-9 (prognosis sedang)

Child-Turcotte-Pugh C : 10-15 (prognosis buruk)21


7.Prespektifislam berdasarkan scenario !
Dari Karimah Al-Miqdad ibn Ma'di Kariba radhiyallahu 'anhu, diaberkata,
"Saya mendengar Rasulullahshallallahu 'alaihiwasallam bersabda,
"Tidaklah anak cucu Adam mengisi wadah/bejana yang lebih buruk dari
perutnya, sebenarnya beberap asuap saja sudah cukup meneguhkan
tulang rusuknya. Kalaupun dia harus mengisinya, maka 1/3 untuk
makanan, 1/3 untuk minuman, dan 1/3 untuk bernafas."

Q.S Al-A’rafayat 31
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”

‫ْرفُ ٓو ۟ا‬ ۟ ۟
ِ ‫ (ۚ َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َواَل تُس‬makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan) Allah
melarang mereka berlebih-lebihan dan memerintahkan mereka untuk memakan
makanan yang baik-baik, dan hal ini bertentangan dengan apa yang dilakukan
oleh orang-orang yang mengaku sebagai orang yang zuhud, karena tidak ada
kezuhudan dengan meninggalkan makan dan minum; dan orang yang
meninggalkannya sama sekali maka ia telah bunuh diri dan menjadi ahli neraka,
adapun orang yang hanya membatasi dirinya dengan sedikit makan dan minum
sehingga melemahkan badannya dan menjadikannya tidak mampu untuk
menjalankan kewajibannya melakukan ketaatan atau bekerja untuk dirinya dan
keluarganya maka ia telah melanggar apa yang Allah perintahkan dan anjurkan.22

Hubungan manusia dengan dirinya, salah satunya yaitu makanan. Manusia perlu
makan untuk menjaga agar tubuhnya tetap melakukan segala proses fisiologis.
Makanan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, yaitu ada yang
berfungsi sebagai sumber tenaga, pembangun, dan pelindung atau pengatur segala
proses.Bagi manusia permasalahan makanan masih dianggap sebagai sesuatu yang
sekulera tau sesuatu yang dianggap tabu untuk dibicarakan. Mereka menganggap
bahwa makanan yang ia makan merupakan sumber energi yang hanya
mendatangkan manfaat, namun tidak memperhatikan bahwa makanan dapat pula
menjadi sumber bahaya apabila makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan
aturan yang ada atau sesuai syariat agama.23

Tidak hanya diperuntukan memperhatikan makanan yang bersifat bahaya. Namun,


juga tentang memperhatikan makanan dari segala aspek, yakni makanan
merupakan tolok ukur dari segala cerminan penilaian awal yang bisa
mempengaruhi berbagai bentuk perilaku seseorang. Makanan bagi umat Islam
tidak sekedar sarana pemenuh kebutuhan secara lahiriyah, tetapi juga bagian dari
kebutuhan spiritual.Selain itu, kemuliaan akhlak dan adat istiadat suatu bangsa
juga dipengaruhi oleh jenis makanan dan cara memperolehnya. Halal dan haram
makanan pun juga diatur karena masalah ini tidak hanya menyangkut hubungan
antar sesame manusia namun hubungan manusia dengan Tuhan.23
DAFTAR PUSTAKA

1. Ragilputri.20..Hepatitis.Digilib.Unimus.Diakses tahun 2020


2. Cooper, R. A., &Jandl, J. H. (1968). Bilesaltsandcholesterol in
thepathogenesisof target cells in obstructivejaundice. Journal of
ClinicalInvestigation, 47(4), 809.
3. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI.
Jakarta : InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
4. Ika. 2017. Geh Muntah spesialis Fakultas Kedokteran UNAIR. Pdf
5. Humairah.2010.Mekanisme Muntah Fakultas Kedokteran UDAYANA.Pdf
6. SherwoodLauralee. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8.
EGC : Jakarta
7. Guyton dan Hall. 2007. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
8. Price, Sylvia Anderson dan Lorraine MW. Patofisiologi Vol 1. Ed 6.
Jakarta : EGC. 2005.
9. Carlton WW dan MD. McGavin.
1995. Thomson’sSpecialVeterinaryPathology. Ed. 2. Mosby-YearBook,
Inc.
10. http://www.scribd.com/doc/21373244/Penatalaksanaan-Kelainan-
Penyebab-Ikterus
11. Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterohepatologi. Edisi 7. Bandung: PT.
Alumni.
12. Pane, Rizki Azhari.2016. Pemeriksaan SGOT dan SGPT pada pasien di
Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Sumatera
13. Pratiwi, Eka, dkk. 2017.Identifikasi Virus Hepatitis A pada
SindromPenyakitKuningAkut di BeberapaProvinsi di Indonesia Tahun
2013. KEMENKES RI. Jakarta. Hal 200.
14. Barrit, A. Sidney, W.Fried, M. 2010. Netter’s Internal Medicine.
Butterworth-Heinemann. Hal 449
15. Eppy. 2019. ContinuingMedicalEducationDiagnosis dan Tatalaksana
Hepatitis A. Jakarta. CDK
16. Sanityoso, A, Christine, G. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta, InternaPublishing. Hal 1945
17. UlilAlbab, Ahmad. 2013. Karakteristik Pasien Kolelitiasis
Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari-Desember
2012. FakultasKedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar
18. BR Sembiring, Juliana. 2015. AnalisisPraktikKlinikKeperawatan
Kesehatan Masyarakat PerkotaandenganIntervensi Preoperative Teaching
pada PasienKolelitiasis di Ruang Bedah Kelas RS Persahabatan Jakarta.
FIK UI.
19. Eprints.undip.ac.id
20. Nurul hidayah (Digilib.unimus.ac.id)
21. Sinta.unud.ac.id
22. https://tafsirweb.com/2485-quran-surat-al-araf-ayat-31.htm, diakses pada
24 Desember 2020
23. Rahayu, Mustika. 2017. Pola makanmenuruthadisnabi SAW. UIN
Alauddin Makassar

Anda mungkin juga menyukai