Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN PADA BY

DI RUANG PERINATOLOGI DAHLIA RSUD KABUPATEN KARANGANYAR

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Disusun Oleh:

Nama : Afifa Andriani Sukma Windarti

NIM : 20210244

Kelas : 2B

PRODI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KLATEN

Jln. Ir. Suekarno Km. 1 Buntalan, Klaten

Telp./Fax (0272) 323120,3257527

www,umkla,ac.id / email: umkla@yahoo.com


LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Laporan Pendahuluan Hiperbilirubin

Jum’at, 27 Januari 2023

Mahasiswa

Afifa Andriani Sukma W.

Menyetujui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Fitriana NK. S.Kep,Ns,M.Kep) Winarni S.Kep.Ns

1
A. Pengertian

Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang merupakan ben
tuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi yang terja
di di sistem retikuloendothelial. Bilirubin diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah.
Bilirubin dibentuk oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam usus sebagai empedu atau cairan
yang befungsi untuk membantu pencernaan (Mendri dan Prayogi, 2017).

Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar serum bilirubin dalam darah sehingga m


elebihi nilai normal. Pada bayi baru lahir biasanya dapat mengalami hyperbilirubinemia pada
minggu pertama setelah kelahiran. Keadaan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabk
an oleh meningkatnya produksi bilirubin atau mengalami hemolisis, kurangnya albumin seba
gai alat pengangkut, penurunan uptake oleh hati, penurunan konjugasi bilirubin oleh hati, pen
urunan ekskresi bilirubin, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Hiperbilirubinemia atau penyakit kuning adalah penyakit yang disebabkan karena ting
ginya kadar bilirubin pada darah sehingga menyebabkan bayi baru lahir berwarna kuning pad
a kulit dan pada bagian putih mata (Mendri dan Prayogi, 2017).

WHO (2015), menjelaskan bahwa sebanyak 4,5 juta (75%) dari semua Kematian bayi
dan balita terjadi pada tahun pertama kehidupan. Data kematian bayi terbanyak dalam tahun p
ertama kehidupan ditemukan di wilayah Afrika, yaitu sebanyak 55/1000 kelahiran. Sedangka
n di wilayah eropa ditemukan ada 10/1000 dari kelahiran. Hal ini menunjukkan bahwa di wil
ayah afrika merupakan kejadian tertinggi pada tahun 2015. (Prasitnoketal., 2017)

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebi
han sehingga menimbulkan jaundice pada neonatus di sclera mata, kulit, membrane mukosa d
an cairan tubuh. (Ayu, niwang, 2016).

B. Etiologi

Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin karena tingginya j


umlah sel darah merah, dimana sel darah merah mengalami pemecahan sel yang lebih cepat.

2
Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan karena penurunan uptake dalam hati, pen
urunan konjugasi oleh hati, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2017).

Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh disfung
si hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak dapat berfungsi maksimal dala
m melarutkan bilirubin ke dalam air yang selanjutkan disalurkan ke empedu dan diekskresika
n ke dalam usus menjadi urobilinogen. Hal tersebut meyebabkan kadar bilirubin meningkat d
alam plasma sehingga terjadi ikterus pada bayi baru lahir (Anggraini, 2016).

Menurut HawsPaulette penyebab hiperbilirubin yaitu :

1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan


darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO.
2. Gangguan konjugasi bilirubin.
3. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.
4. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
5. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).
6. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.
7. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Diseb
ut juga icterushemolitik.
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan , misalnya hiperbilir
ubin atau karena pengaruh obat-obatan.
9. Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma atau infe
ksi.
10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau t
oksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxop
lasma, shypilis

C. Manifestasi Klinis
1. Sistem Eliminasi
Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning kehijaua, sementara pada bayi dengan Hip
erbilirubin biasanya akan berwarna pucat. Hal ini disebabkan oleh bilirubin tak larut dala
m lemak akibat dari kerja hepar yang mengalami gangguan.
2. Sistem Pencernaan

3
Bayi dengan Hiperbilirubin mengalami gangguan pada nutrisi, karena biasanya bayi akan
lebih malas dan tampak letalergi, dan juga reflek sucking yang kurang, sehingga nutrisi y
ang akan dicerna hanya sedikit. Dengan nutrisi yang kurang, bayi bisa berisiko infeksi kar
ena daya tahan tubuh yang lemah.
3. Sistem Integumen
Pada bayi normal, kulit bayi akan tambah merah muda, akan tetapi pada bayi yang menga
lami hiperbilirubin, kulit bayi akan tampak berwarna kekuningan. Ini disebabkan karena f
ungsi hepar yang belum sempurna, defisiensi protein “Y”, dan juga tidak terdapat bakteri
pemecah bilirubin dalam usus akibat dari imaturitas usus, sehingga bilirubin indirek terus
bersirkulasi dengan pembuluh darah untuk menyebar keseluruh tubuh.
4. Sistem Kerja Hepar (ekskresi hepar)
Pada bayi yang mengalami Hiperbilirubin biasanya disebabkan oleh sistem kerja hepar ya
ng imatur, akibatnya hepar mengalami gangguan dalam pemecahan bilirubib, sehingga bil
irubin tetap bersirkulasi dengan pembuluh darah untuk menyebar keseluruh tubuh
5. Sistem Persyarafan
Bilirubin indirek yang berlebihan serta kurangnya penanganan akan terus menyebar hingg
a ke jaringan otak dan syaraf, hal ini sangat membahayakan bagi bayi, dan akan menyeba
bkan kern icterus, dengan tandan dan gejala yaitu kejang-kejang, penurunan kesadaran, hi
ngga bisa menyebabkan kematian (Widagdo,2012 dalam, ihsan, 2017).

D. Patofisiologi

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Se
bagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi berasa
l dari hem bebas atau dari proses eritropoesis. yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi
dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverd
ininilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini su
lit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yangsulit diekskr
esi dan mudah melalui membranebiologic sepertiplasenta dan sawar darah otak.

Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-har
i pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonat
us. Proses tersebut antara lain karena tinginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit ya

4
ng lebih pendek (80-90 hari), dan belum matangnya fungsi hepar. Peningkatan kadar bilirubin
tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering adalah apabila terdapat pertam
bahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat p
eningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit bayi/janin, meni
ngkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi entrohepatik.

Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim glukoronil
transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin konjug
asi sehingga bilirubin yang tak dapat diubah akan larut dalam lemak dan mengakibatkan ikter
ik pada kulit. Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak larut dalam air ini tidak bisa diekskresikan
dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan pembentuka
n urobilinogen (akibat peningkatan bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ek
skresi) yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine dan feses
berwarna gelap

5
E. Pathways

Gangguan fungsi
Peningkatan produksi
hepar, transportasi, Hiperbilirubin
bilirubin
ekskresi

Bilirubin indirek Pemecahan bilirubin Fototerapi


berlebih/bilirubin
yang tidak berikatan
dengan albumin
Toksik bagi jaringan Perubahan suhu
meningkat lingkungan

KERUSAKAN Suplai bilirubin


Saraf Aferen
INTEGRITAS melebihi kemampuan
KULIT hepar

Hipotalamus
Hepar tidak
melakukan konjugasi
Vasokontriksi

Sebagian masuk Penguapan


Kembali
emerohepatik
HIPERTERMI

Peningkatan bilirubin
indirek dalam darah

Ikterus sclera, leher


dan badan

IKTERIK
Sumber : https://www.scribd.com/document/502063516/pathway-hiperbilirubin
NEONATUS

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium.

6
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
1) Hasil positif testCoombindirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A,
anti-B dalam darah ibu.
2) Hasil positif dari testCoombdirek menandakan adanya sensitisasi (Rh- positif, ant
i-A, anti-B) SDM dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.
1) Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin
dihubungkan dengan sepsis.
2) Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam ata
u tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi
pratermtegantung pada berat badan.
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada ba
yi praterm.
e. Hitung darah lengkap
a) Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
b) Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) de
ngan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test glukosa
serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan
lemak dan melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
h. Meter ikteriktranskutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setela
h lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.Pada bayi premature, kad
ar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubi
n yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
j. Smear darah perifer

7
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH atau sp
erositis pada incompabilitas ABO
k. TestBetke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan p
ada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk me
mbedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan
keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

G. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) penatalaksanaan terapeutik pada bayi baru lahir dengan h
iperbilirubinemia yaitu:
a. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabka
n oleh infeksi.
b. Fototerapi
Tindakan fototerapi dapat dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbiliribunemia pada bay
i baru lahir bersifat patologis. Fototerapi berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kul
it melaui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.
c. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Me
ningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang dapat meningkatkan bilirubin konj
ugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat m
eningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Akan tetapi fenobarbital tidak begitu serin
g dianjurkan untuk mengatsi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
d. Transfusi Tukar
Transfusi tukar dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sudah tidak dap
at ditangani dengan fototerapi.

8
H. Pengkajian Fokus Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas, seperti: Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dau lebih sering diderita ol
eh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama: Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu, tampa
k lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang: Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, l
etargi, refleks hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah 20mg/dl d
an sudah sampai ke jaringan serebral maka bayi akan mengalami kejang dan peni
ngkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan tangisan melengking.
2) Riwayat kesehatan dahulu Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat
gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A,
B.O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencern
aan, ibu menderita DM. Mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), b
ayi dengan letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia ges
tasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria d
aripada bayi wanita.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran Antenatal care yang kurang baik, kelahiran pre
matur yang dapat menyebabkan maturitas pada organ dan salah satunya hepar, ne
onatus dengan berat badan lahir rendah, hipoksia dan asidosis yang akan mengha
mbat konjugasi bilirubin, neonatus dengan APGAR score rendah juga memungki
nkan terjadinya hipoksia serta asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubi
n.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Antropometri meliputi pemeriksaan berat badan, Panjang badan, lingkar kepala, d
an lingkar dada.
2) Kepala-leher: Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa
3) Dada: Iktenis dengan infeksi selain dada terlihat ikterns juga akan terlihat
4) Perut Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh pergerakan
dada yang abnormal gangguan metabolisme bilirubin enterohepatic
5) Ekstremitas: Kelemahan pada otot.

9
6) Kulit: Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala dan leher ter
masuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala serta badan bagian atas digol
ongkan ke grade dua. Kuning terdapat pada kepala, badan bagian atas, bawah dan
tungkai termasuk ke grade tign, grade empat jika kuning pada daerah kepala, bada
n bagian atas dan bawah serta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabila ku
ning terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah, tingkai, tangan dan
kaki.
7) Pemeriksaan neurologis Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah menca
pai jaringan serebral, maka akan menyebabkan kejang-kejang dan penurunan kesa
daran.
8) Urogenital: Urine berwama pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang sudah fotot
erapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan
e. Data penunjang
1) Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal = <2mg/dl)
2) Pemeriksaan daralı tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
3) Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi
4) Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
5) Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap
galaktosemia. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur dara
h, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CPR)

I. Diagnosa Keperawatan
1. Ikterik Neonatus b.d usia kurang dari 7 hari [D.0024]
2. Kerusakan Integritas Kulit B.d efek radiasi atau foterapi [D.0129]
3. Hipertermi b.d terpapar lingkungan panas[D.0130]

J. Perencanaan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteri Intervensi Rasional


o Keperawa a Hasil (SIKI)
tan (SLKI)
(SDKI)
1. Ikterik Ne Adaptasi Neonatus Fototerapi neonatus[I.03091) 1. Untuk menget
onatus [L. 10098] Observasi ahui kadar bili
Setelah dilakukan 1. Monitor ikterik pada sk rubin masih ti

10
nggi atau suda
Tindakan keperaw lera dan kulit bayi h berkurang
atan selama …x … 2. Monitor suhu dan tanda 2. Untuk menget
jam, diharapkan ad vital sign tiap 4 jam sek ahui suhu dan
aptasi neonatus me ali vital sign bayi
mbaik, dengan krit 3. Monitor efek samping f apakah dalam
eria hasil: ototerapi rentang norma
1. Kuning me l atau tidak
nurun Terapeutik 3. Mengetahui ef
2. Kulit kunin ek samping ya
g menurun 4. Siapkan lampu fototera ng ditimbulka
3. Sklera kuni pi dan incubator n oleh fototera
ng menuru 5. Lepas pakaian bayi kec pi
n uali popok 4. Mempertahan
4. Keterlamba 6. Berikan penutup mata kan penyinara
tan pengelu 7. Ukur jarak antara lamp n dengan lamp
aran feses u dan permukaan kulit u fototerapi
menurun bayi 5. Melepaskan p
8. Biarkan tubuh terpapar akaian bayi ag
sinar fototerapi secara b ar dapat terken
erkelanjutan a sinar secara
9. Ganti segera alas dan p keseluruhan
opok bayi jika BAB/B 6. Untuk menceg
AK ah injury pada
10. Gunakan linen warna a mata sebagai e
gar memantulkan cahay fek dari fotote
a sebanyak mungkin rapi
7. Untuk menceg
Edukasi ah injury
8. Untuk mengat
11. Anjurkan ibu menyusui ur jarak antara
sesering mungkin lampu dan kul
it bayi
Kolaborasi 9. Menjaga keber
sihan dan ken
12. Kolaborasi pemeriksaa yamanan pada
n darah vena bilirubin d bayi
irek dan indirek 10. Agar memantu
lkan cahaya le
bih banyak
11. Untuk memen
uhi kebutuhan
nutrisi bayi
12. Mengetahui ka
dar bilirubin d
irek dan indire
k

11
2. Ganggua Integritas Kulit da
n Integrit n jaringan [L. 1412 1. Untuk menge
as Kulit 5] tahui penyeba
Setelah dilakukan b gangguan i
Tindakan keperaw ntegritas kulit
atan selama …x … 2. Untuk menge
jam, diharapkan in tahui posisi ti
tegritas kulit meni ap 2 jam jika
ngkat dengan krite tirah baring
ria hasil: 3. Gunakan pro
1. Kemerahan duk berbahan
menurun petroleum ata
2. Suhu kulit u minyak pad
membaik a kulit kering
4. Untuk mengh
indari kulit ke
ring
5. Memenuhi ke
butuhan nutri
si

Perawatan Integritas Kulit


[I.11353]
Observasi
1. Identifikasi penyebab g
angguan integritas kulit

Terpeutik

2. Ubah posisi tiap 2 jam


3. Bersihkan perineal den
gan air hangat
4. Hindari penggunaan pr
oduk berbahan dasar al
cohol pada kulit kering

Edukasi

5. Anjurkan meningkatka
n asupan nutrisi

12
3. Hiperter Termoregulasi Ne Manajemen hipertermia 1. Mengetah
mi onatus [L.14135] [I. 15506] ui penyebab hi
Setelah dilakukan Observasi pertermia
Tindakan keperaw 1. Identifikasi penyebab h 2. Memantau
atan selama …x…j ipertermia suhu tubuh
am, diharapkan ter 2. Monitor suhu tubuh 3. Membebas
moregulasi neonat kan area tubuh
us membaik, deng Terapeutik bayi
an kriteria hasil: 4. Menganjur
13. Suhu tubuh 3. Longgarkan atau lepask kan tirah barin
membaik an pakaian g
14. Suhu kulit 5. Untuk me
membaik Edukasi mberikan caira
n dak elektroli
4. Anjurkan tirah baring t

Kolaborasi

5. Kolaborasi pemberian c
airan dan elektrolit intr
avena, jika perlu

Regulasi Temperatur [I.1457 1. Memantau suh


8] u bayi
Observasi 2. Memantau per
1. Monitor suhu b ubahan tekana
ayi sampai stabi n darah, freku
l (36,5-37,5) ensi, pernapas
2. Monitor tekana an dan nadi
n darah, frekuen 3. Memantau wa
si pernapasan d rna dan suhu k
an nadi ulit
3. Monitor warna 4. Memantau tan
dan suhu kulit da dan gejala
4. Monitor dan cat hipertermia
at tanda dan gej 5. Menyesuaikan
ala hipertermia kebutuhan ling
kungan denga
Terapeutik n kebutuhan p
asien
5. Sesuaikan kebut

13
uhan lingkunga
n dengan kebut
uhan pasien.

K. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian terhadap program yang telah dilaksanakan dan dibandi
ngkan dengan tujuan semula serta dijadikan dasar untuk memodifikasi rencana berikutnya. E
valuasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah Tindakan keperawatan y
ang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah. (meirisa, 2013).
Pada tahap awal evaluasi, perawat dapat mengetahui seberap jauh diagnosa keperawat
an, rencana Tindakan dan pelaksanaan telah tercapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pad
a akhir proses keperawaran tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap prose
s keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang tela
h dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang observasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dala
m hal keakuratan dan kelengkapanya. Evaluasi untuk menentukan apakah tujuan intervensi te
rsebut dapat dicapai secara efektif. Untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon kli
en terhadap Tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keput
usan yang tepat.
Berdasarkan kriteria hasil dalam perencanaan keperawatan diatas adalah sebagai berik
ut:
a. Kadar bilirubin tidak menyimpang dari rentang normal (<10 mg/dl)
b. Warna kulit normal (tidak ikterik)
c. Membran mukosa normal (tidak ikterik)
d. Refleks mengisap baik
e. Mata bersih (tidak Ikterik)
f. Berat badan tidak menyimpang dari rentang normal
g. Eleminasi usus dan urin baik (warna urin dan feses tidak pucat)
Menurut Dinarti, Ratna, Heni, & Reni (2009) format yang digunakan untuk evaluasi k
eperawatan yaitu format SOAP, Subjective, yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien. Object
ive, yaitu data yang observasi oleh perawat atau keluarga, Analisys, yaitu kesimpulan dari obj

14
ektif dan subjektif (biasaya ditulis dalam bentuk masalah keperawatan). Ketika menentukan a
pakah tujuan telah tercapai, perawat dapat menarik satu dari tiga kemungkinan simpulan : tuj
uan tercapai: yaitu, respons klien sama dengan hasil yang diharapkan, tujuan tercapai sebagia
n, yaitu hasil yang diharapkan hanya sebagian yang berhasil dicapai, tujuan tidak tercapai. Pla
nning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis

DAFTAR PUSTAKA

Cloherty, J. P., Eichenwald, E. C., Stark A. R., 2008. Neonatal Hyperbilirubinemia in Ma


nual of Neonatal Care, Philadelphia : Lippincort Williams and Wilkins

Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik SM. 2006. Hiperbilirubinemia pada neonatus. C


ontinuing education ilmu kesehatan anak

Hassan, R., 2005. Inkompatibilitas ABO dan Ikterus pada Bayi Baru Lahir. Jakarta : Perc
etakan Infomedika.

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Aeseulupius EGC

Murray, R.K., et al. 2009. Edisi Bahasa Indonesia Biokimia Harper. 27th edition. Alih ba
hasa Pendit, Brahm U, Jakarta : EGC

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

15
Sacher, Ronald, A., Richard A., McPherson. 2004. Tinjaun Klinis Hasil Pemeriksaan Lab
orotorium. 11th ed. Editor bahasa Indonesia : Hartonto, Huriawati. Jakarta : EGC

Sarwono, Erwin, et al. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab / UPF Ilmu Kesehatan
Anak. Ikterus Neonatorum ( Hyperbilirubinemia Neonatorum ). Surabaya : RSU
D Dr.Soetomo.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), E
disi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), E
disi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

16

Anda mungkin juga menyukai