Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana menguningnya sklera, kulit
atau jaringan lain akibat perlekatan bilirubuin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin
dalam darah lebih dari 5mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya
gangguan fungsional dari liper, sistem biliary, atau sistem hematologi ( Atikah &
Jaya, 2016 )
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir.
Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan
transfusi tukar (Kristianti ,dkk, 2015).

2. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat
inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini
dapat pula timbul karna adanya perdarahan tertutup (hematoma cepal, perdarahan
subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang
peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama terjadi
pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu hipoksia atau asfiksia,
dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan polisitemia (Atikah & Jaya, 2016)

3. Manifestasi Klinik
a. Sistem Eliminasi
Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning kehijauan, sementara pada bayi
dengan hiperbilirubin biasanya akan berwarna pucat. Hai ini disebabkan oleh
bilirubin tak larut dalam lemak akibat dari kerja hepar yang mengalami
gangguan.

1 0
b. Sistem Pencernaan
Bayi dengan hiperbilirubinemia mengalami gangguan pada nutrisi, karena
biasanya bayi akan lebih malas dan tampak letargi, dan juga reflek sucking
yang kurang, sehingga nutrisi yang akan dicerna hanya sedikit. Dengan nutrisi
yang kurang, bayi bisa berisiko infeksi karna daya tahan tubuh yang lemah.
c. Sistem Integumen
Pada bayi normal, kulit bayi akan tambah merah muda, akan tetapi pada bayi
yang mengaami hiperbilirubin, kulit bayi akan tampak berwarna kekuningan.
Ini disebabkan karna fungsi hepar yang belum sempurna, defisiensi protein
“Y”, dan juga tidak terdapat bakteri pemecah bilirubin dalam usus akibat dari
imaturitas usus, sehingga bilirubin indirek terus bersirkulasi keseluruh tubuh.
d. Sistem Kerja Hepar (ekskresi hepar)
Pada bayi yang mengalami hiperbilirubin biasanya disebabkan oleh sistem
kerja hepar yang imatur, akibat nya hepar mengalami gangguan dalam
pemecahan bilirubin, sehingga bilirubin tetap bersirkulasi dengan pembuluh
darah untuk menyebar keseluruh tubuh.
e. Sistem Persyarafan
Bilirubin indirek yang berlebihan serta kurangnya penanganan akan terus
menyebar hingga ke jaringan otak dan syaraf, hal ini sangat membahayakan
bagi bayi, dan akan menyebabkan kern ikterus, dengan tanda dan gejala yaitu
kejang-kejang, penurunan kesadaran, hingga bisa menyebabkan kematian.
(Widagdo, 2012 dalam , Ihsan, 2017)

4. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit


American Academic of Pediatric (AAP) mengelompokkan faktor resiko menjadi 3
kelompok :
a. Resiko Mayor
• Kadar TSB/TCB pada zona resiko tinggi
• Icterus pada 24 jam pertama
• Usia kehamilan 35-36 minggu

1 0
• Saudara sebelumnya mendapat terapi sama
• Sefalhematom / memar hebat
• ASI ekslusif, terutama bila perawatan tak baik dan terjadi penurunan berat
badan
• Ras Asia Timur
b. Resiko Minor
• Bayi laki-laki
• Usia ibu >/ 25 thn
• Bayi macrosomia dari ibu DM
• Saudara sekandung sebelumnya icterus
• Usia kehamilan 37-38 minggu
• Kadar TSB/TCB pada “area high intermediate risk”
c. Faktor resiko yang rendah
• Kadar TSB/TCB pada tingkat area zona low risk
• Kehamilan >= 41 minggu
• PASI/formula
• Ras kulit hitam
• Pulang dari RS setelah usia 3 hari
(Waluyo, 2015)

5. Komplikasi
a. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
b. Kernicterus; kerusakan neurologis; cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
c. Gangguan pendengaran dan penglihatan
d. Asfiksia
e. Hipotermi
f. Hipoglikemi
g. Kematian

1 0
6. Patofisiologi dan Pathway
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir
dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat
hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada
albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat
dengan ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin
direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak
terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan
bilirubin plasma total (Mathindas ,dkk, 2013). Bilirubin mengalami peningkatan
pada beberapa keadaan. Kondisi yang sering ditemukan ialah meningkatnya beban
berlebih pada sel hepar, yang mana sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut
belum berfungsi sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur eritrosit pada janin atau bayi,
meningkatnya bilirubin dari sumber lain, dan atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatik (Atikah & Jaya, 2016). Bilirubin di produksi sebagian besar
(70-80%) dari eritrosit yang telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak
terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin
direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi
memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah,
sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi
(Atikah & Jaya, 2016)

1 0
Pathway

Hemoglobin

Globin

Biliverdian
Feco

Pemecahan
Peningkatan destruksi eritrosit
bilirubin berlebih
(gangguan konjugasi bilirubin /
gangguan transport
bilirubin/peningkatan siklus
enteropetik) Hb dan eritrosit Suplai bilirubin
abnormal) melebihi tampungan
hepar

Hepar tidak mampu


Ikterik neonatus Peningkatan bilirubin melakukan konjugasi
unjongned dlm darah
menyebabkan pengeluaran
mekonium Sebagian masuk
Ikterus pd sclera leher terlambat/obstruksi usus shg kembali ke siklus
dan badan, peningkatan tinja berwarna pucat emerohepatik
bilirubin indirect 12
mg/dl

Resiko kerusakan Indikasi fototerapi


integritas kulit

Sinar dengan
Gangguan suhu
intensitas Gangguan integritas
tubuh kulit/jaringan
tinggi

Ketidakefektifan Resiko kurangnya


termogulasi volume cairan tubuh

1 0
Sumber : Nursalam (2016)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bilirubin serum Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak
kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Jika nilainya diatas 10 mg/dl
yang berarti tidak fisiologis, sedangkan bilirubin pada bayi prematur mencapai
puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang
lebih dari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus fisiologis pada bayi cukup
bulan bilirubin indirek munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang pada hari
ke 4 dan ke 5 dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl,
sedangkan pada bayi dengan prematur bilirubin indirek munculnya sampai 3
sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai
puncak 15 mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih dari
5 mg/dl perhari.
b. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
c. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan
atresia biliary. (Ihsan,2017)

8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara terapeutik :
a. Fototerapi
Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg% dan berfungsi
untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin dengan
oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Langkah-langkah pelaksanaan
fototerapi yaitu :
• Membuka pakaian neonatus agar seluruh bagian tubuh neonatus kena
sinar.
• Menutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang memantulkan
cahaya.
• Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm
• Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali.

1 0
• Mengukur suhu setiap 6 jam sekali.
• Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-
kurangnya sekali dalam 24 jam.
• Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada penderita
yang mengalami hemolisis.
b. Fenoforbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil transferase yang mana dapat
meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam
empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk
mengikat bilirubin. Fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan.
c. Transfusi Tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi atau kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg%. Langkah penatalaksanaan saat transfusi tukar
adalah sebagai berikut :
• Sebaiknya neonatus dipuasakan 3-4 jam sebelum transfusi tukar.
• Siapkan neonatus dikamar khusus.
• Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada neonatus.
• Tidurkan neonatus dalam keadaan terlentang dan buka pakaian ada
daerah perut.
• Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap.
• Lakukan observasi keadaan umum neonatus, catat jumlah darah yang
keluar dan masuk.
• Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat.
• Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam.
(Suriadi dan Yulianni 2006 dalam Ihsan, 2017)

1 0
2. Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara alami
a. Bilirubin Indirek
Penatalaksanaanya dengan metode penjemuran dengan sinar ultraviolet
ringan yaitu dari jam 7.00 – 9.00 pagi. Karena bilirubin fisioplogis jenis ini
tidak larut dalam air.
b. Bilirubin Direk
Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake ASI yang adekuat. Hal
ini disarankan karna bilirubin direk dapat larut dalam air, dan akan
dikeluarkan melalui sistem pencernaan. (Atikah & Jaya, 2016 ; Widagdo,
2012, dalam Ihsan, 2017)

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih sering
diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama : Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu,
tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang : Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak
kuning, letargi, refleks hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang
sudah .20mg/dl dan sudah sampai ke jaringan serebral maka bayi akan
mengalami kejang dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai
dengan tangisan melengking.
2) Riwayat kesehatan dahulu : Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis.
Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau
golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar
obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM. Mungkin praterm, bayi
kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra
uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu
diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi wanita.

1 0
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran : Antenatal care yang kurang baik,
kelahiran prematur yang dapat menyebabkan maturitas pada organ dan
salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan lahir rendah, hipoksia dan
asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin, neonatus dengan
APGAR score rendah juga memungkinkan terjadinya hipoksia serta
asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala-leher : Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
2) Dada : Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan terlihat
pergerakan dada yang abnormal.
3) Perut : Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh
gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
4) Ekstremitas : Kelemahan pada otot.
5) Kulit : Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala dan
leher termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala serta badan
bagian atas digolongkan ke grade dua. Kuning terdapat pada kepala, badan
bagian atas, bawah dan tungkai termasuk ke grade tiga, grade empat jika
kuning pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah serta kaki
dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabila kuning terjadi pada daerah
kepala, badan bagian atas dan bawah, tungkai, tangan dan kaki.
6) Pemeriksaan neurologis : Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang
sudah mencapai jaringan serebral, maka akan menyebabkan kejang-kejang
dan penurunan kesadaran.
7) Urogenital : Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang
sudah fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.
e. Data penunjang
1) Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal = <2mg/dl).
2) Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi.
3) Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
4) Pemeriksaan kadar enzim G6PD.

1 0
5) Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan
pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein
(CPR).

2. Diagnosa
a. Hipovolemia b.d kekurangan intake
b. Termogulasi tidak efektif b.d proses penyakit
c. Ikterik neonatus b.d penurunan berat badan
d. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d efek terapi radiasi

3. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Hipovolemia b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
kekurangan keperawatan selama … x jam Observasi
intake diharapkan volume cairan dapat - Periksa tanda dan
terpenuhi, dengan kriteria hasil : gejala hipovolemia
Indikator Awal Tujuan - Monitor inteake dan
Kekuatan 1 5 output cairan
nadi Terapeutik
Tugor kulit 1 5 - Hitung kebutuhan
Output 1 5 cairan
Edukasi
urine
- Anjurkan
Keterangan :
memperbanyak asupan
1. Menurun cairan
2. Cukup menurun Kolaborasi
3. Sedang - Kolaborasi pemberian
4. Cukup meningkat cairan IV
5. Meningkat
2 Termogulasi tidak Setelah dilakukan tindakan Regulasi temperatur
efektif b.d proses keperawatan selama … x jam Observasi
penyakit diharapkan suhu tubuh pasien - Monitor suhu tubuh
dalam rentang normal, dengan anak
kriteria hasil : - Monitor dan catat tanda
gejala hipertermia
Indikator Awal Tujuan
Terapeutik

1 0
N Diagno Tujuan dan Kriteria Interven
Keperawatan
Suhu tubuh 3 5 - Tingkatkan asupan
Suhu kulit 3 5 cairan dan nutrisi yang
Pucat 2 5 adekuat
Keterangan : - Sesuaikan suhu
1. Memburuk lingkungan dengan
2. Cukup memburuk kegutuhan
3. Sedang Edukasi
- Jelaskan cara
4. Cukup membaik
perawatan saat
5. Membaik hipertermia (mis.
Kompres hangat,
kompres menggunakan
teknik Tepid Water
Sponge)
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
dokter dan tenaga
farmasi untuk
pemberian obat
antipiretik
3 Ikterik neonatus Setelah dilakukan tindakan Fototerapi Neonatus
b.d penurunan keperawatan selama … x jam Observasi
berat badan diharapkan proses penyesuaian - Monitor ikterik pada
fungsional neonatus dapat sklera dan kulit bayi
membaik, dengan kriteria hasil : - Monitor efek samping
fototerapi
Indikator Awal Tujuan
Terapeutik
Berat 1 5
- Siapkan lampu
badan
fototerapi dan
Sklera 5 1
inkubator atau kotak
kuning
bayi
Membran 5 1 - Lepaskan pakaian
mukosa bayi kecuali popok
kering
- Berikan penutup mata
pada bayi
- Ukur jarak antara
lampu dan permukaan
kulit bayi (30 cm /
tergantung spesifikasi
lampu fototerapi)
- Biarkan tubuh bayi
terpapar sinar

1 0
N Diagno Tujuan dan Kriteria Interven
Keperawatan
fototerapi secara
berkelanjutan
Edukasi
- Anjurkan ibu
menyusui sekitar 20-
30 menit
- Anjurkan ibu
menyusui sesering
mungkin
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemeriksaan darah
vena bilirubin direk
dan indirek
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan intergitas
integritas keperawatan selama … x jam kulit
kulit/jaringan b.d diharapkan pasien diharapkan Observasi
efek terapi radiasi kebutuhan kulit atau jaringan - Identifikasi penyebab
pasien membaik, dengan kriteria gangguan integritas
kulit
hasil :
Terapeutik
Indikator Awal Tujuan
- Gunakan produk
Elastisitas 1 5 berbahan ringan/alami
Hidrasi 1 5 pada kulit sensitif
Perfusi 1 5 Edukasi
jaringan - Anjurkan mnum air
Keterangan : yang cukup
1. Memburuk - Anjurkan
2. Cukup memburuk meningkatkan asupan
3. Sedang nutrisi (ASI)
4. Cukup membaik - Anjurkan mandi dan
5. Membaik menggunakan sabun
secukupnya

1 0
4. Evaluasi
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah
ketika klien dan professional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju
pencapaian tujuan atau hasil keefektifan rencana asuhan keperawatan dengan
tindakan intelektual dalam melengkapi proses keperawatan yang menandakan
keberhasilan untuk diagnosa keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya.
Jenis- jenis Evaluasi dalam asuhan keperawatan antara lain :
a. Evaluasi formatif (proses) adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas peayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan
segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu
menilai efektivitas intervensi tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus
dilaksanakan hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Metode
pengumpulan data dalam evaluasi proses terdiri atas analisis rencana asuhan
keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi klien, dan
menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan perawatan. Contoh:
membantu pasien duduk semifowler, pasien dapat duduk selama 30 menit tanpa
pusing.
b. Evaluasi Sumatif (hasil) Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan.
Focus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status kesehatan
klien pada akhir asuhan keperawatan.Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir
asuhan keperawatan secara paripurna

1 0
DAFTAR PUSTAKA
Atikah,M,V & Jaya,P. 2015. Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, dan Balita.
Jakarta. CV.Trans Info Media
Ihsan, Z. (2017). Asuhan Keperawatan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia di Ruang
Perinatologi IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
(https://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/index.php?p=show_detail&id=4386&keywords=,
diakses 10 November 2021)
Kristanti ,H,M. Etika,R. Lestari,P . 2015. Hyperbilirubinemia Treatment Of Neonatus. Folia
Medica Indonesian Vol. 51
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Waluyo, Eko. (2015). Waluyo, E. (2015). Faktor-Faktor Yang Berperan Pada Kejadian
Neonatus Dengan Hiperbilirubinemia Di Rsud Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Purwokerto).
(h 琀琀 ps://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjzq7eyz4z0AhXRfH
0KHcwlBaoQFnoECAIQAQ&url=h 琀琀 p%3A%2F%2Fjournal.binawan.ac.id%2Fimpuls%2Far 琀椀 cle
%2Fdownload%2F29%2F29%2F&usg=AOvVaw3IOzabXrOZPAJ62OOkdnA2, diakses 10
November 2021)

1 0

Anda mungkin juga menyukai