Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBINEMIA
I. KONSEP TEORITIS
A. Definisi

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin


dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus.
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek
patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit,
membrane mukosa dan cairan tubuh.Hiperbilirubin adalah peningkatan
kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan
bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal
bilirubin serum. Untuk bayi yang baru lahir cukup bulan batas aman
kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl, sedangkan bayi yang lahir kurang
bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10 mg/dl. Jika kemudian
kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut, maka ia
dikategorikan hiperbilirubin.

B. Epidemiologi
Penyebab ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:
1. Ikterus Prahepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel
darah merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan
oleh:
a. Kelainan sel darah merah
b. Infeksi seperti malaria, sepsis.
c. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun
yang berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi
transfuse dan eritroblastosis fetalis.
2. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian
bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin
mengalami akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan
terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan
oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya
karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran
pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena
tidak mengandung sterkobilin.
3. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu
sehingga bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan
bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan
regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan
peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic,
tumor, bahan kimia, dll.
Tanda-tanda umum hiperbilirubin pada bayi yaitu :
1. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai  minggu I
2. Kejadian ikterus  :  60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang
bulan.
3. Perhatian utama  :  ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar
bilirubin   > 5mg/dl dalam 24 jam.
4. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
 Proses hemolisis darah
 Infeksi berat
C. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
b. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
c. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
d. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
e. Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
f. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa),
20 (beta) , diol (steroid).
g. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
h. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.

2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan


misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
proteinY dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain
yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukangangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresimisalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin
tadidapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak
apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia
dan hipoglikemia.
Secara skematis, patofisiologi hiperbilirubin dapat digambarkan pada
pathway sebagai berikut :

Hemoglobin

Globin Hema

Bilivirdin Feco

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport


bilirubin/peningkatan siklus entero hepatik), Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikatan dengan


albumin meningkat

Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran meconeum terlambat,


obstruksi usus, tinja berwarna pucat

Gangguan integritas kulit Icterus pada sklera, leher dan badan


peningkatan bilirubin indirek > 12 mg/dl

Indikasi Fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko tinggi injuri Kekurangan volume Gangguan suhu tubuh


cairan tubuh
E. Klasifikasi
1. Macam-macam ikterus :
a. Ikterus Fisiologis
i. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
ii. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih
bulan.
iii. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5
mg% perhari.
iv. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
v. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan
patologik.
b. Ikterus Patologik
i. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
ii. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang
bulan.
iii. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
iv. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
v. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
vi. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

2. Macam-macam hiperbilirubin lainnya :


a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat
hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan
konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga
menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati.
Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak
terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi
bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus
hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu
sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan
ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin
terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak
didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan
sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum
matang dalam memproses bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya
disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin
Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus,
Nukleus  Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus
pada dasar Ventrikulus IV.

F. Gejala Klinis
1. Kulit berwarna kuning sampai jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Reflek hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologic
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
12. Jaundice (warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir)
yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak
pada hari ke 3 -4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan
jaundice fisiologi.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
 Test Coomb pada tali pusat BBL
 Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody
Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
 Hasil positif dari test Coomb  direk menandakan adanya
sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
 Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas
ABO.
 Bilirubin total.
 Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
 Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl
dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi
cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada
berat badan.
 Protein serum total
 Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
 Hitung darah lengkap
 Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
 Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
 Glukosa
 Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
 Daya ikat karbon dioksida
 Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
 Meter ikterik transkutan
 Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
 Pemeriksaan bilirubin serum
 Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
 Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari
14mg/dl tidak fisiologis
 Smear darah perifer
 Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
 Test Betke-Kleihauer
 Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati
atau hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic
dengan ekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.

H. Penatalaksanaan Medis
1. Tindakan umum meliputi :
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi
baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.

Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan


hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi
efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin
d. Menurunkan Serum Bilirubin

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi,


Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan
Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan
cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak
terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama
feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan
dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang
dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5
mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi
dan Berat Badan Lahir Rendah.
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
4) Tes Coombs Positif.
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O
segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang
dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek.
setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.

I. Komplikasi
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau
ensefalopati bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh
deposisi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau
bilirubin indirek) di basal ganglia dan nuclei batang otak. Patogenesis
kern icterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar
bilirubin indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak
terikat, kemungkinan melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf
terhadap cedera. Kerusakan sawar darah otak, asfiksia, dan perubahan
permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern
icterus (Richard E. et al, 2003).
Pada bayi sehat yang menyusu kern icterus terjadi saat kadar
bilirubin >30 mg/dL dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset
umumnya pada minggu pertama kelahiran tapi dapat tertunda hingga
umur 2-3 minggu.
Gambaran klinis kern icterus antara lain:
1. Bentuk akut :
a. Fase 1(hari 1-2): menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang.
b. Fase 2 (pertengahan minggu I): hipertoni otot ekstensor,
opistotonus, retrocollis, demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I): hipertoni.
2. Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory
tonicneck reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.
Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis,
ballismus, tremor), gangguan pendengaran.

J. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
a. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12
kali/ hari untuk beberapa hari pertama.
b. Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air
pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
2. Pencegahan Sekunder
a. Wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus
serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
b. Memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap
timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian
ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda – tanda vital bayi,
tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN

1. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai  minggu I, Kejadian
ikterus  :  60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan.
Perhatian utama  :  ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin >
5mg/dl dalam 24 jam.

2. Riwayat Kesehatan
a Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
b Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data
obyektif : lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan,
hipoksia dan asfiksia.
c Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi
tampak kuning.
d Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan
saluran cerna dan hati ( hepatitis )
e Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang
tua
f Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi
yang ikterus.
3. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
a Aktivitas / Istirahat
 Letargi, malas.
b Sirkulasi
 Mungkin pucat menandakan anemia.
c Eliminasi
 Bising usus hipoaktif.
 Pasase mekonium mungkin lambat.
 Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin.
 Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d Makanan / Cairan
 Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih
disusui daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas
minum ( reflek menghisap dan menelan lemah, sehingga BB
bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat
menunjukkan pembesaran limfa, hepar.
e Neuro sensori
 Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /
kelahiran ekstraksi vakum.
 Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis
mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
 Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis
lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
f Pernafasan
 Riwayat asfiksia
g Keamanan
 Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
 Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan
intracranial.
 Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan
berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan
(sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
h Seksualitas
 Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi
dengan ibu diabetes.
 Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
 Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
i Penyuluhan / Pembelajaran
 Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier,
fibrosis kistik.
 Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada
kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik,
kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias
darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
 Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal,
salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau
nitrofurantoin (Furadantin), inkompatibilitas Rh/ABO,
penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis,
toksoplamosis).
 Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm,
kelahiran dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin,
perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar


bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera, leher dan badan.
2) Kekurangan volume cairan akibat efek samping
fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas
tinggi.
3) Hipertermia berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
4) Hiperbilirubinemia neonatal berhubungan dengan kadar bilirubin
meningkat
C. INTERVENSI

Diagnosis Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pressure Management
berhubungan dengan
selama ......x24 jam, diharapkan 1. Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam
peningkatan kadar bilirubin integritas kulit kembali baik/ normal 2. Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek
indirek dalam darah, ikterusdengan ( kolaborasi dengan dokter dan analis )
pada sclera leher dan badan.kriteria hasil : 3. Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan
 Kadar bilirubin dalam batas normal posisi setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan
( 0,2 – 1,0 mg/dl ) posisi lakukan massage dan monitor keadaan kulit
 Kulit tidak berwarna kuning/ warna 4. Jaga kebersihan kulit dan kelembaban
kuning mulai berkurang kulit/ Memandikan dan pemijatan bayi
 Tidak timbul lecet akibat penekanan
kulit yang terlalu lama
Hiperbilirubinemia neonatal Setelah diberikan asuhan Phototeraphy: Neonatus
berhubungan dengan kadar keperawatan  selama .....x 24 jam, 1.Observasi tanda-tanda(warna) kuning
bilirubin meningkat cairan tubuh neonatus adekuat dengan 2. Edukasi keluarga mengenai prosedur dan
kriteria hasil : perawatan fototerapi
 Denyut jantung apical (100-160) 3. tutupi kedua mata bayi, hindari penekanan yang
 Laju pernapasan (30-60) berlebihan
 Saturasi Oksigen > 90% 4. buka penutup mata setiap 4 jam atau ketika lampu
 Warna kulit kemerahan dimatikan untuk kontak bayi dan orang tua serta
memungkinkan dilakukan aktivitas menyusui
5. ubah posisi bayi setiap 4 jam per protocol
6. monitor tanda vital per protocol atau sesuai
kebutuhan
7. dorong pemberian makan 8 kali per hari
Kekurangan volume cairan Setelah diberikan asuhan Fluid Management
berhubungan dengan keperawatan  selama .....x 24 jam, 1. Pantau masukan dan haluan cairan; timbang berat
pemaparan sinar dengan cairan tubuh neonatus adekuat dengan badan bayi 2 kali sehari.
intensitas tinggi. kriteria hasil : 2. Perhatikan tanda- tanda dehidrasi (mis: penurunan
 Tugor kulit baik haluaran urine, fontanel tertekan, kulit hangat atau
 Membran mukosa lembab kering dengan turgor buruk, dan mata cekung).
 Intake dan output cairan seimbang 3. Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan
 Nadi, respirasi dalam batas normal urine.
(N: 120-160 x/menit, RR : 35 4. Tingkatkan masukan cairan per oral sedikitnya
x/menit ), suhu ( 36,5-37,5 C ) 25%. Beri air diantara menyusui atau memberi
susu botol.
5. Pantau turgor kulit
6. Berikan cairan per parenteral sesuai indikasi

Hipertermia berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan  Temperature regulation


dengan efek mekanisme selama ......x 24 jam, diharapkan tidak
1. Pantau kulit neonates dan suhu inti setiap 2 jam
regulasi tubuh. terjadi gangguan suhu tubuh dengan
kriteria hasil : atau lebih sering sampai setabil( mis; suhu aksila)
 Suhu tubuh dalam rentang normal
dan Atur suhu incubator dengan tepat
(36,50C-370C )
 Nadi dan respirasi dalam batas Vital sign Monitoring
normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 2. Monitor  nadi, dan respirasi
35 x/menit ) 3. Monitor intake dan output
 Membran mukosa lembab
4. Pertahankan suhu tubuh 36,50C-370C jika demam
lakukan kompres/ axilia
5. Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sesuai yang
dibutuhkan
6. Kolaborasi pemberian antipiretik jika demam.
DAFTAR PUSTAKA

Gunasegaran. 2018. Hiperbilirubinemia. (Online) available:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37957/4/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada Minggu, 4 April 2021)

Suframanyan. 2019. Ikterus. (Online) available :


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41185/4/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada Minggu, 4 April 2021)

Sujana. 2020. Laporan Pendahuluan Hiperbilirubinemia. (Online) available:


https://www.scribd.com/doc/222217959/LAPORAN-PENDAHULUAN-
HIPERBILIRUBINEMIA#download (Diakses pada Minggu, 4 April 2021)

Wijaya, Felicia Anita & I Wayan Bikin Suryawan. 2019. Factor resiko kejadian
hiperbilirubinemia pada neonatus diruang perinatology RSUD Wangaya
Kota Denpasar. Medicina 2019, volume 50, number 2: 357364

Anda mungkin juga menyukai