HIPERBILIRUBINEMIA
I. KONSEP TEORITIS
A. Definisi
B. Epidemiologi
Penyebab ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:
1. Ikterus Prahepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel
darah merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan
oleh:
a. Kelainan sel darah merah
b. Infeksi seperti malaria, sepsis.
c. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun
yang berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi
transfuse dan eritroblastosis fetalis.
2. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian
bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin
mengalami akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan
terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan
oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya
karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran
pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena
tidak mengandung sterkobilin.
3. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu
sehingga bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan
bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan
regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan
peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic,
tumor, bahan kimia, dll.
Tanda-tanda umum hiperbilirubin pada bayi yaitu :
1. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I
2. Kejadian ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang
bulan.
3. Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar
bilirubin > 5mg/dl dalam 24 jam.
4. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
Proses hemolisis darah
Infeksi berat
C. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
b. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
c. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
d. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
e. Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
f. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa),
20 (beta) , diol (steroid).
g. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
h. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
Hemoglobin
Globin Hema
Bilivirdin Feco
Indikasi Fototerapi
F. Gejala Klinis
1. Kulit berwarna kuning sampai jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Reflek hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologic
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
12. Jaundice (warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir)
yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak
pada hari ke 3 -4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan
jaundice fisiologi.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody
Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya
sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas
ABO.
Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl
dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi
cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada
berat badan.
Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari
14mg/dl tidak fisiologis
Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati
atau hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic
dengan ekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Tindakan umum meliputi :
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi
baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
I. Komplikasi
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau
ensefalopati bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh
deposisi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau
bilirubin indirek) di basal ganglia dan nuclei batang otak. Patogenesis
kern icterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar
bilirubin indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak
terikat, kemungkinan melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf
terhadap cedera. Kerusakan sawar darah otak, asfiksia, dan perubahan
permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern
icterus (Richard E. et al, 2003).
Pada bayi sehat yang menyusu kern icterus terjadi saat kadar
bilirubin >30 mg/dL dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset
umumnya pada minggu pertama kelahiran tapi dapat tertunda hingga
umur 2-3 minggu.
Gambaran klinis kern icterus antara lain:
1. Bentuk akut :
a. Fase 1(hari 1-2): menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang.
b. Fase 2 (pertengahan minggu I): hipertoni otot ekstensor,
opistotonus, retrocollis, demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I): hipertoni.
2. Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory
tonicneck reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.
Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis,
ballismus, tremor), gangguan pendengaran.
J. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
a. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12
kali/ hari untuk beberapa hari pertama.
b. Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air
pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
2. Pencegahan Sekunder
a. Wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus
serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
b. Memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap
timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian
ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda – tanda vital bayi,
tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I, Kejadian
ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan.
Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin >
5mg/dl dalam 24 jam.
2. Riwayat Kesehatan
a Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
b Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data
obyektif : lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan,
hipoksia dan asfiksia.
c Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi
tampak kuning.
d Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan
saluran cerna dan hati ( hepatitis )
e Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang
tua
f Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi
yang ikterus.
3. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
a Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
b Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
c Eliminasi
Bising usus hipoaktif.
Pasase mekonium mungkin lambat.
Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin.
Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih
disusui daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas
minum ( reflek menghisap dan menelan lemah, sehingga BB
bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat
menunjukkan pembesaran limfa, hepar.
e Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /
kelahiran ekstraksi vakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis
mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis
lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
f Pernafasan
Riwayat asfiksia
g Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan
intracranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan
berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan
(sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
h Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi
dengan ibu diabetes.
Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
i Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier,
fibrosis kistik.
Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada
kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik,
kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias
darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal,
salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau
nitrofurantoin (Furadantin), inkompatibilitas Rh/ABO,
penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis,
toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm,
kelahiran dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin,
perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Wijaya, Felicia Anita & I Wayan Bikin Suryawan. 2019. Factor resiko kejadian
hiperbilirubinemia pada neonatus diruang perinatology RSUD Wangaya
Kota Denpasar. Medicina 2019, volume 50, number 2: 357364