A. KONSEP PENYAKIT
I. Definisi
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin
dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan
melalui jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri). Rukiyah, dkk (2012).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses
pengeluAaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 –
42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin. Nurhati (2009).
Persalinan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
Persalinan spontan adalah persalianan berlangsung dengan
kekuatan ibu sendiri melaluai jalan lahir. Persalianan buatan adalah
persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi
dengan forceps atau dilakukan dengan operasi cesarean.
Persalianan anjuran adalah persalinan tidak dimulai dengan
sendirinya, baru berlangsung setelah pemecahan ketuban,
pemberian phytomenadione. Rukiyah, dkk (2012).
II. Etiologi
Ada 2 kategori pengaruh utama yang menyebabkan
timbulnya puncak kontraksi yang berperan dalam persalinan :
1. Factor Hormonal yang menyebabkan kontraksi uterus
- Rasio estrogen
- Pengaruh eksitosin
- Pengaruh hormonal fetus
2. Faktor mekanis
- Regangan otot-otot uterus
- Regangan atau iritasi serviks
IV. Patofisiologi
Sebab-sebab terjadinya persalinan masih merupakan teori
yang komplek. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan
biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dari
berlangsungnya partus antara lain penurunan kadar hormon
progesterone dan estrogen. Progesteron merupakan penenang bagi
otot – otot uterus. Menurunnya kadar hormon ini terjadi 1-2
minggu sebelum persalinan. Kadar prostaglandin meningkat
menimbulkan kontraksi myometrium. Keadaan uterus yang
membesar menjadi tegang mengakibatkan iskemi otot–otot uterus
yang mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta
berdegenerasi. Tekanan pada ganglion servikale dari fleksus
frankenhauser di belakang servik menyebabbkan uterus
berkontraksi. Wiknjosostro (2005).
a. Tanda–tanda permulaan persalinan Menurut Rukiyah, dkk
(2012), tanda–tanda permulaan peralinan :
1) Lightening atau settling atau dropping Yaitu
kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama
pada primigravida. Pada multipara tidak begitu
kentara.
2) Perut kelihatan lebih melebar, fundus uterus turun.
3) Perasaan sering–sering atau susah kencing
(polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh
bagian terbawah janin.
4) Perasaan sakit di perut dan di pegang oleh adanya
kontraksi. Kontraksi lemah di uterus, kadang–kadag
di sebut “ traise labor pains”.
5) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan
sekresinya bertambah juga bercampur darah (bloody
show).
b. Tanda–tanda inpartus, Menurut (Nugroho, 2011):
1) Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat,
sering dan teratur.
2) Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih
banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks’
3) Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4) Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan
pembukaan telah ada.
V. Penatalaksanaan
a. Ibu:
1. 8 Ampul Oksitosin 1 ml 10 U (atau 4 oksitosin 2ml U/ml)
2. 20 ml Lidokain 1% tanpa Epinefrin atau 10ml Lidokain
2% tanpa Epinefrin
3. 3 botol RL
4. 2 Ampul metal ergometrin maleat ( disimpan dalam suhu
2-80C)
b. Bayi:
1. Salep mata tetrasiklin
2. Vit K 1 mg
VI. Komplikasi
Menurut Wiknjosostro (2005) komplikasi adalah sebagai
berikut :
1. Perdarahan masa nifas
Perdarahan postpartum atau pendarahan pasca
persalinan adalah perdarahan dengan jumlah lebih dari 500
ml setelah bayi lahir. Ada dua jenis menurut waktunya, yaitu
perdarahan dalam 24 jam pertama setelah melahirkan dan
perdarahan nifas. Perdarahan post partum dalam 24 jam
pertama biasanya masih berada dalam pengawasan ketat
dokter. Dalam dua jam pertama, kondisi terus dipantau, salah
satunya untuk mengetahui apakah terdapat perdarahan post
partum. Sementara itu, perdarahan masa nifas dapat terjadi
ketika sudah tidak berada di rumah sakit lagi. Oleh karena itu
harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan
post partum.
2. Infeksi paska persalinan (post partum)
Infeksi post partum adalah infeksi yang terjadi setelah
ibu melahirkan. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan suhu
tubuh, yang dilakukan pada dua kali pemeriksaan, selang
waktu enam jam dalam 24 jam pertama setelah persalinan.
Jika suhu tubuh mencapai 38 derajat celcius dan tidak
ditemukan penyebab lainnya (misalnya bronhitis), maka
dikatakan bahwa telah terjadi infeksi post partum. Infeksi
yang secara langsung berhubungan dengan proses persalinan
adalah infeksi pada rahim, daerah sekitar rahim, atau vagina.
Infeksi ginjal juga terjadi segera setelah persalinan.
3. Ruptur uteri
Secara sederhana ruptur uteri adalah robekan pada
rahim atau rahim tidak utuh. Terdapat keadaan yang
meningkatkan kejadian ruptur uteri, misalnya ibu yang
mengalami operasi caesar pada kehamilan sebelumnya.
Selain itu, kehamilan dengan janin yang terlalu besar,
kehamilan dengan peregangan rahim yang berlebihan, seperti
pada kehamilan kembar, dapat pula menyebabkan rahim
sangat teregang dan menipis sehingga robek.
4. Trauma perinium
Parineum adalah otot, kulit, dan jaringan yang ada
diantara kelamin dan anus. Trauma perineum adalah luka
pada perineum sering terjadi saat proses persalinan. Hal ini
karena desakan kepala atau bagian tubuh janin secara tiba-
tiba, sehingga kulit dan jaringan perineum robek.
B. PENGKAJIAN
I. Wawancara
Identitas pasien dan penanggungjawab
Keluhan utama
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nipas sebelumnya bagi
pasien multipara.
Data riwayat penyakit :
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan dulu
c. Riwayat kesehatan keluarga
d. Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah
keluarga pasien ada juga mempunyai riwayat
persalinan pusentra previa.
e. Pernapasan
f. Seksualitas
II. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala
kadang-kadang terdapat adanya Cloasma Gravidarum dan
apakah ada benjolan.
2. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya pembesaran
tiroid, karena adanya proses menerang yang salah.
3. Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak
mata, kongjungtiva dan kadang-kadang keadaan selaput
mata pucat karena proses persalinan yang mengalami
pendarahan, sklera kuning.
4. Telinga
Bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihannya.
5. Hidung
Adanya poup atau tidak.
6. Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara.
7. Genitalilim
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air
ketuban.
8. Anus
Kadang-kadang ada luka pada usus ruptur.
9. Ekstremitas
Pemerikasaan oedema untuk melihat kelainan-
kelainan karena membesarnya uterus, karena preklamsi
atau karena penyakit jantung atau ginjal.
10. TTV
Apabila terjadi pendarahan pada pospertum tekanan
darahturun, nadi cepat, pernapasan meningkat dan suhu
tubuh menurun.
III. Pemeriksaan diagnostik
Elektroensefalogram (EEG), untuk membantu menetapkan
jenis dan fokus dari kejang.
Pemindaian LT, untuk mendeteksi perbedaan kecepatan
jaringan.
Magneti resonance imaging (MRI), menghasilkan bayangan
dengan menggunakan lapangan magnetik dan radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang
tidak jelas bila menggunakan pemindaian LT.
Pemindaian Pasitron emission temography (PET), untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik, atau aliran
darah dalam otak.
Uji Laboretorium
Fungsi lumbe : Menganalisis cairan serebroveskuler
Hitung darah lengkap : Mengevaluasi trombosit hematrocit,
panel elektrolit, skrining toksikdari
serum urin, AGD, kadar kalsium
darah, kadar natrium darah dan
kadar magnesium daran.
IV. Analisis Data
Analisis data adalah kemampuan meningkatkan data dengan
menghubungkan data tersebut dengan data dari konsep teori serta
prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dan menentukan
masalah kesehatan dan rencana keperawatan pasien (effendi 1995:
24).
Masalah-masalah yang ditemukan pada pasien post SC
adalah :
1. Resiko pendarahan
Adanya tindakan operasi mengakibatkan teradinya
pendarahan yang akan menurunkan tekanan pengisian
sistemik rata-rata dan akan menurunkan aliran balik vene.
Sebagai akibat curah jantung turun dibawah normal dan
volume darah berkurang untuk dipompakan keseluruh
tubuh sehingga mengakibatkan sirkulasi darah tidak
memadai, yang pada akhirnya terjadi hypovolemix.
2. Resiko tidak efektifnya jalan nipas
Pasien yang dioperasi dengan pemberian anesthesia
umum pada saat operasi dilakukan pemasangan alat dan
obat-obatan yang merangsang muktosa yang mengakibtkan
pengeluaran secret dalam jalan napas, yang akan
mengahalangi jalan napas sedang pada pasien dengan
spinal aesthesl hal ini tidak terjadi.
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri pada daerah operasi
Karena adanya tindakan secio sesarea menyebabkan
terputusnya kontinuitas jaringan sehingga merangsang
pengeluaran zat preteolitik serotonim dan bradkinin
kemudian implus nyeri dihantarkan melalui medulla
spinalis ke ganglia radius posterior (substansi gelationesa
sebagai reseptor nyeri) diteruskan ke thalamus melalui
conue posterior traktus lateral spin othalamuskus dan
diinterpretasikan oleh krotexx, sehingga nyeri
dipresepsikan sebagai akibatnya terjadi gangguan rasa
nyaman dan nyeri.
4. Resiko terjadinya infeksi
Dengan adanya luka sayatan pada daerah abdomen
merupakan media yang baik untuk invasi mikroorganisme
pada daerah luka operasi sehingga resiko terjadinya infeksi.
5. Resiko gangguan Eliminasi BAK
Pasien post operasi dilakukan pemasangan kateter,
apabila posisi kateter tidak tepat mengakibatkan
pengeluaran urinetidak lancar bahkan tersumbat, sehingga
urin tidak dapat keluar dan bertahan didalam biass yang
mengakibatkan biass tegang (disteris).
6. Resiko gangguan proses laktasi
Pasien dirawat secara terpisah dengan bayinya untuk
sementara. Rangsangan hisapan bayi sangat mempengaruhi
laktasi. Tidak adanya hisapan bayi mengakibatkan tidak
ada rangsangan pada hypotalamus sehingga oksitosi tidak
terangsang untuk dikeluarkan dan tidak dapat mengalir
tetapi membendung dalam duktus laktoferus yang
menyebabkan terhambatnya sirkulasi dalam vena dan limfe
sehingga proses laktasi terganggu.
7. Resiko gangguan involusi uterus
Proses involusi totalnya terjadi dalam 6 minnggu yang
dimulai segera setelah melahirkan dengan didahului oleh
kontraksi uterus yang kuat. Karena ketinggalan sisa-sisa
plasenta dalam uterus dan endrometitis. Sehingga akan
menghambat kontraksi uterus yang mengakibatkan
gangguan involusi.
Kontraksi uterus
Catat jenis dan jumlah
yang keras
lochea yang keluar.
perdarahan. Lochea
keluar normal
bebas dari
gumpalan fundus
berada dibawah
umibiucus dan
kontraksi teratur.
3. Thromboemboli Dalam waktu Kaji ulang ekstremitas Thromboemboli Tidak terdapat
b.d Imbobilisasi, dua hari tidak bawah dari tanda-tanda terjadi bila tanda-tanda
hemokonsentiasi terjadi trhomboem yaitu terasa kehilangan plasma kemerahan.
akibat thromboem hangat dan merah. darah yang banyak Pasien
kehilangan pengaruh melakukan
plasma darah amesthesia atau mobiusasi.
imobiusesi.
6. Gangguan Dalam waktu 3 Berikan dan jaga Untuk memenuhi Nafsu makan
pemasukkan hari nutrisi keseimbangan cairan dan kebutuhan nutrisi bertambah dan
nutrisi kurang terpenuhi elektrolit dengan pemberian bila lewat oral asupan nutrisi
dari kebutuhan infuse. belum adekuat.
b.d intake memungkinkan
nutrisi tidak atau bising usus
adekuat. sangat masih
lemah.
Buatkan makanan secara Bising usus normal
bertahap dari cair, lunak dan antara 6-12 kali /
makanan bila bising usus menit makanan
sudah normal. baru dapat dicerna.
7. Cemas b.d Setelah diberi Anjurkan untuk Mendorong dan Klien dan
kurang penjelasan mengungkapkan mendukung emosi keluarga
informasi (minimal perasaanya. klien sehingga mengungkapka
tentang status dalam 2 kali merasa n perasaanya
kesehatan bayi pertemuan) diperhatikan. dan mempunyai
peralihan rasa cemas Berikan penjelasan tentang Memberikan cara untuk
sebagai orang berkurang atau kondisi klien dan bayinya. perasaan tentang mengatasinya.
tua. hilang. karena kondinya
dan bayi dalam
keadaan baik.