Oleh :
RIZA ZULFA SAFIKA
202206028
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada By. NA 1Dengan Kasus Ikterus
NIM 202206028
Mengetahui,
Pembimbing Akademik CI
Mahasiswa
1. Konsep Hiperbilirubin
A. Definisi
Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang merupakan
bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi
yang terjadi di sistem retikulo endothelial (Kosim, 2012). Bilirubin diproduksi oleh
kerusakan normal sel darah merah. Bilirubin dibentuk oleh hati kemudian dilepaskan
ke dalam usus sebagai empedu atau cairan yang befungsi untuk membantu
serum bilirubin dalam darah sehingga melebihi nilai normal. Pada bayi baru lahir
pengangkut, penurunan uptake oleh hati, penurunan konjugasi bilirubin oleh hati,
B. Etiologi
jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah mengalami pemecahan sel yang
lebih cepat. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan karena penurunan
uptake dalam hati, penurunan konjugasi oleh hati, dan peningkatan sirkulasi
Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh
disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak dapat berfungsi
meyebabkan kadar bilirubin meningkat dalam plasma sehingga terjadi ikterus pada
Menurut Nelson (2011) secara garis besar etiologi ikterus atau hiperbilirubinemia
Hal ini melebihi kemampuan neonatus untuk mengeluarkan zat tersebut. Misalnya
pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan
darah lain, defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak
yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
C. Patofisiologi
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan
traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum
terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi
bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin
kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin
yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat dengan
albumin tidak dapat memasuki susunan syaraf pusat dan bersifat toksik (Kosim,
2012).
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin, reduktase, dan agen pereduksi
bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam hati.
Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatik dan adanya ikatan protein.
Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin
bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melaui ginjal.
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali menjadi
jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan oleh obstruksi
saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka
dalam jaringan yang kemudian akan menyebabkan kuning atau ikterus (Khusna,
2013).
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak,
tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan hiperbilirubinemia
protein hepatik sejalan dengan penurunan darah hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
D. Klasifikasi
1. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati
2. Ikterus hepatic
Disebabkan adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka
3. Ikterus kolestatik
bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urine, tetapi tidak
4. Ikterus fisiologis
Sering di jumpai pada bayi dengan berat badan lahir rendah, biasanya akan timbul
pada hari kedua lalu menghilang setelah minggu ke dua. Ikterus ini muncul pada
hari kedua dan ketiga. Penyebabnya adalah bayi kekurangan protein y dan enzim
glukoronil tranferase.
5. Ikterus patologis
Ikterus yang timbul segera dalam 24 jam pertama disebabkan kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai sutau nilai yang berpotensi menimbulkan kerm
6. Kern ikterus
terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus. Kern ikterus secara
Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi baru lahir
tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin 5mg/dL atau lebih
kulit sehingga menimbulkan warna kuning atau jingga. Pada hiperbilirubinemia direk
bisanya dapat menimbulkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor (Ngatisyah,
2012).
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus pada sklera, kuku,
atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang muncul pada 24 jam pertama
disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan
diabetik atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan
mencapai puncak pada hari ketiga sampai hari keempat dan menurun pada hari kelima
sampai hari ketujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis (Suriadi dan Yuliani
2010).
Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange. Pada ikterus tipe obstruksi (bilirubin
direk) akan menyebabkan kulit pada bayi baru lahir tampak berwarna kuning
kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
Selain itu manifestasi klinis pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia atau
ikterus yaitu muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, serta warna tinja pucat
bilirubin.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg/dL
f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang
dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi trauma lahir kepala,
hipoglikemia, hiperkarbia.
Drajat ikterus :
1. Derajat 1: Kepala dan leher dengan perkiraan kadar bilirubin 5.0 mg%
2. Derajat 2: Kepala, leher sampai badan atas (diatas umbilikus) dengan perkiraan kadar
3. Derajat 3: Kepala, leher, badan atas sampai badan bawah (dibawah umbilikus) hingga
tungkai atas (di atas lutut) dengan perkiraan bilirubin 11.4 mg/dl
4. Derajat 4: Kepala, leher, badan atas sampai badan bawah, tungkai atas, dan tungkai
5. Derajat 5: Kepala, leher, badan atas sampai badan bawah, tungkai atas, tungkai bawah
sampai telapak tangan dan kaki atau seluruh badan neonatus dengan perkiraan kadar
F. Komplikasi
4. Afiksia
5. Hipotermia
6. Hipoglikemia
7. Kematian
G. Penatalaksanaan medis
1) Menyusui bayi denga ASI, bilirubin dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan
feses dan urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti yang diketahui
ASi memiliki zat zat terbaik yang dapat memperlancar BAB dan BAK
b. Fototerapi
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut
dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air, dan dikeluarkan
tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut
pengeluaran cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltic usus menngkat dan
2) Komplikasi fototerapi
(c) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berupa kulit
(e) Kenaikan suhu akibat sinar lampu, jika hal ini terjadi sebagian lampu
dimatikan, tetapi diteruskan dan jika suhu terus naik, lampu semua dimatikan
c. Transfusi tukar
diatasi dengan tindakan lain, misalnya telah diberikan fototerapi kadar bilirubin
tetap tinggi. Pada umumnya transfuse tukar dilakukan pada ikterus yang
Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah kadar bilirubin indirek lebih dari
20 mg%, peningkatan kadar bilirubin indirek cepat yaitu 0,3-1 mg% per-jam,
anemia berat pada neunatus dengan gejala gagal jantung, bayi dengan kadar
hemoglobin tali pusat kurang dari 14 mg% dan uji comb positif. Tujuan transfuse
memperbaiki anemia.
H. Pemeriksaan Penunjang
2015) :
a. Kadar bilirubin serum (total). Kadar bilirubin serum direk dianjurkan untuk
diperiksa, bila dijumpai bayi kuning dengan usia kurang lebih dari 10 hari dan tau
b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat morfologi
c. Penentuan golongan darah dan factor Rh dari ibu dan bayi. Bayi yang berasal dari
ibu dengan Rh negative harus dilakukan pemeriksaan golongan darah, faktor Rh uji
coombs pada saat bayi dilahirkan, kadar hemoglobin dan bilirubin tali pusat juga
diperiksa (Normal bila Hb >14mg/dl dan bilirubin Tali Pusat , < 4 mg/dl ).
e. Pada Ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati (dapat dilanjutkan dengan USG
hati, sintigrafi system hepatobiliary, uji fungsi tiroid, uji urine terhadap galaktosemia.
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, dan
I. Perkembangan Neonatus
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan
sirkulasi darah serta oragan-organ tubuh mulai berfungsi. Saat lahir berat
badan normal dari ibu yang sehat berkisar 3000 gr - 3500 gr, tinggi badan
sekitar 50 cm, berat otak sekitar 350 gram. Pada sepuluh hari pertama
biasanya terdapat penurunan berat badan sepuluh persen dari berat badan
Pada masa neonatal ini, refleks-refleks primitif yang bersifat fisiologis akan muncul.
Diantaranyarefleks moro yaitu reflek merangkul, yang akan menghilang pada usia
3--5 bulan; refleks menghisap (sucking refleks); refleks menoleh (rooting refleks);
(palmar graps refleks) yang akan menghilang pada usia 6--8 tahun. Refleks-refleks
tersebut terjadi secara simetris, dan seiring bertambahnya usia, refleks-refleks itu
akan menghilang. Padamasa neonatal ini, fungsi pendengaran dan penglihatan juga
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dalam proses keperawatan . Proses ini bertujuan
emosional. Data yang dikaji pada bayi dengan BBLR meliputi sebagai berikut
a. Identitas
keselamatan pasien agar tidak terjadi kesalahan yang nantinya bisa berakibat fatal
jika klien menerima prosedur medis yang tidak sesuai dengan kondisi klien
seperti salah pemberian obat, salah pengambilan darah bahkan salah tindakan
medis.
Identitas klien terdiri dari : Nama, umur (bayi dengan berat lahir < 2500 gram),
b. Riwayat kesehatan
serum total pada rentang resiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik
c. Pengkajian Umum
Pemeriksaan Apgar atau Apgar score dapat dilakukan segera setelah bayi baru
refleks dan kekuatan otot, serta pernapasan bayi. Apgar score tergolong baik
kepala, bentuk kepala, leher, mata, hidung, dan telinga bayi. Pemeriksaan ini
Kondisi ini juga bisa terjadi pada bayi sejak ia lahir. Biasanya berupa
gerakan yang bersifat spontan dan terjadi pada aktivitas bayi sehari-hari.
1. Grasp reflek
3. Reflek moro
4. Rooting
5. Babinski
6. Sucking
7. Stepping
5) Pemeriksaan laboratorium
d. Tanda-tanda Vital
1. Nadi : 100-140x/menit
2. RR : 40-60x/menit
3. S : 36,5-37,2 C
e. Suhu Tubuh
f. Pengkajian Kulit
abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan pemantau infus atau
alat lain bersentuhan dengan kulit. Periksa juga dan catat preparat kulit yang
lain-lain.
1) Fototerapi neonatus
Penggunaan terapi lampu untuk mengurangi kadar bilirubin pada bayi baru
lahir. (a) Kaji ulang riwayat maternal dan bayi mengenai adanya factor
(b) Monitor tanda tanda vital per protocol atau sesuai kebutuhan
(e) Buka penutup mata setiap 4 jam atau ketika lampu dimatikan , bias
aktivitas menyusui.
(g) Monitor kadar serum bilirubin per protocol, sesuai kebutuhan, atau
B. Diagnosa Keperawatan
sempurna.
C. Intervensi
mungkin
1.
3. Pola nafas tidak efektif Pola Nafas (L.01003) Pemantauan Respirasi (I.01014)
hasil : Terapeutik
Kolaborasi :
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik, yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
E. Evaluasi Keperawatan
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan
cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang