Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

Pendahuluan

1.1 Gambaran Umum


1.1.1 Sejarah
Didirikan pada tahun 1969 di Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia, Dexa
Medica pada awalnya bertujuan memasok obat-obatan untuk wilayah Palembang dan
sekitarnya. Dipicu oleh kelangkaan pasokan obat-obatan, Drs. Rudy Soetikno Apt.,
seorang apoteker muda yang kemudian bertugas sebagai tentara di Palembang,
terpanggil untuk melakukan sesuatu. Bersama dengan beberapa teman, mulai
memproduksi tablet sederhana di sebuah perusahaan farmasi kecil yang mereka
miliki bersama. Inilah tonggak penting berdirinya Dexa Medica.
Permintaan akan obat-obatan terus meningkat. Pada tahun 1975 produk Dexa
Medica telah tersedia di seluruh Sumatera. Yakin dengan kemampuannya
memproduksi obat-obatan berkualitas tinggi, Dexa Medica mengambil langkah besar
untuk menembus pasar Jawa melalui Surabaya. Hal ini ternyata menjadi pintu bagi
Dexa Medica untuk memasok kebutuhan pasar obat-obatan di Indonesia. Pada tahun
1978, produk Dexa Medica telah didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia. Pada
tahun 1984 Dexa Medica memperkuat posisinya sebagai perusahaan nasional, dengan
secara strategis memindahkan kantor pemasaran ke Jakarta.
Pada tahun 1980 pemerintah meluncurkan beleid yang mengharuskan produk
farmasi didistribusikan oleh perusahaan yang berbeda, sehingga Dexa medica
mendirikan anak perusahaan untuk menangani distribusi yakni AAM. Awal
berdirinya AAM hanya sebagai perpanjangan tangan perusahaan induk yakni PT
Dexa Medica. Tugas AAM memperkenalkan dan menawarkan produk perusahaan
induk kepada subdistributor sebanyak mungkin, tugas tersebut terus berlanjut
meskipun kantor pemasaran pindah dari Palembang ke Jakarta. Produk dari PT Dexa
Medica merupakan produk farmasi atau obat-obatan (Dexa Medika, 2009).
Pada tahun 1993, PT Dexa Medica mulai mengekspor produknya untuk
pertama kalinya yakni ke negara Myanmar. Tujuan ekspor PT Dexa Medica saat ini

1
mencapai 15 negara, diantaranya adalah Vietnam, Kamboja, Philipina, Singapura,
Malaysia, Sri Lanka, Hongkong, Nigeria, Polandia dan negara-negara yang ada di
benua Afrika dan Eropa. Produk yang diekspor PT Dexa Medica lebih dari 50 merek
antara lain, Boska, Medixon, Rhinos SR, Vometa, Stimuno, Gluvas, Triacef,
Remopain, Ceftum, Cefrin dan Vectrin. PT Dexa Medica memperoleh penghargaan
Primaniyartha Kategori Pembangun Merek Global dari Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada 5 Oktober 2005. Penghargaan tersebut diperoleh karena PT Dexa
Medica merupakan salah satu perusahaan non migas yang aktif melakukan ekspor.
Adapun usaha yang dilakukan oleh PT Dexa Medica untuk membangun merek global
antara lain melakukan ekspor secara aktif sejak tahun 1993, melakukan promosi di
luar negeri, melaksanakan simposium di luar negeri, mengikuti misi dagang keluar
negeri, memenuhi current Good Manufacturing Practice (cGMP) dan
mengembangkan teknologi farmasi terkini (new drug delivery system-NDDS) (Dexa
Medika, 2009).
Dexa telah mendapatkan pengalaman yang signifikan dalam berbagai tipe
strategi aliansi dengan tingkat kesuksesan yang tinggi. Tahun 1986 menjadi saksi
aktivitas lisensi Dexa yang pertama. Saat ini, lebih dari 10 aliansi sukses dengan
penelitian yang berbasis kepemimpinan farmasetika global telah menempatkan Dexa
sebagai partner pilihan di Indonesia. Beberapa patnernya adalah: Delta Select-
Germany, Pfizer-USA, Glaxo Smith Kline-UK, Novartis-Switzerland, Menarini-Italy,
Bayer Scahering OY-Finland, CSL Behring-Australia, dan Actavis-Iceland. Dengan
hubungan medical solid yang telah dibina bersama dengan perusahaan saudara-PT
Ferron Par Pharmaceutical dan PT Anugrah Argon Medica-salah satu perusahaan
distribusi yang terbesar dan terkuat di Indonesia, Dexa Medica berada dalam posisi
yang menawarkan kapabilitas farmasetika dengan jangkauan luas dan derajat yang
tinggi (Dexa Medica, 2011).
Pada 29 Januari 2015 Dexa Medica meresmikan aplikasi bioteknologi dan
penemuan obat bahan alam, yaitu DLBS (Dexa Laboratories of Biomolecular
Sciences). Keunggulan dari DBLS antara lain :

2
1. Menggunakan Biodiversitas Indonesia
2. Menggunakan prinsip farmakologi modern dengan pendekatan Biomolekular
untuk mencari obat-obat baru
3. Melakukan uji klinik untuk melengkapi medical-evidence sesuai prinsip Good
Clinical Practice (GCP) dan melakukan uji pada hewan coba secara etis sesuai
dengan sertifikasi AAALAC (Association for Assessment and Accreditation of
Laboratory Animal Care) International yang diterima oleh DLBS.
4. Sarat dengan muatan Intellectual Property Right (HaKI)
5. Memproduksi bahan baku obat herbal sesuai CPOTB-IEBA (Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik- Industri Ekstrak Bahan Alam), dan memenuhi
persyaratan internasional lainnya, seperti; ISO22000 dan HACCP (Hazard
Analysis and Critical Control Points).

1.1.2 Kompetensi Perusahaan


Nama Dexa berasal dari kata "Deca", yang berarti 10 - angka tertinggi yang
paling sempurna. Hal ini mencerminkan filosofi keunggulan perusahaan. Kegiatan di
Dexa Medica difokuskan untuk memaksimalkan empat kompetensi utamanya;
1. Manajemen Sumber Daya - kemampuan memobilisasi sumber daya untuk
menghasilkan produk-produk terbaik dengan cara yang efisien.
2. Inovasi - kemampuan dan komitmen menciptakan budaya inovatif di mana
sumber daya manusia (SDM) didorong agar mampu menghasilkan produk yang
lebih baik, unik, dan memiliki nilai tambah bagi pasien. Kemampuan inilah yang
membuat Dexa Medica unggul.
3. Aliansi Strategis - kemampuan untuk memilih dan mempertahankan mitra usaha
yang tepat untuk bersinergi, dan bermula dengan diakuinya bahwa Dexa Medica
sebagai mitra pilihan.
4. Manajemen Perubahan - kemampuan untuk mengantisipasi perubahan yang akan
memengaruhi bisnis dan industri ke depan, untuk menyusun strategi dan
melaksanakan rencana dengan cepat, dan dapat mengambil manfaat dari
perubahan tersebut.

3
1.1.3 Nilai Dasar Perusahaan
Setiap individu di Dexa Medica diharapkan dapat berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai dan keyakinan dasar perusahaan, yaitu:
1. Strive for Excellence - komitmen untuk memberikan nilai tambah terbaik bagi
pelanggan internal dan eksternal, dengan mematuhi prinsip kehati-hatian.
2. Act Profesionally - dedikasi untuk bekerja secara profesional, cerdas, jujur dengan
integritas.
3. Deal with Care - niat baik yang ditujukan untuk saling menunjukkan rasa hormat,
mengedepankan aspek saling menguntungkan di semua kegiatan usaha.

1.1.4 Visi dan Misi


Expertise for the Promotion of Health
Visi
Menjadi perusahaan yang berbakti paling depan dalam menyediakan nilai
tambah yang signifikan bagi kepentingan setiap pelanggan dan mitra usaha dengan
selalu bekerja giat secara efektif, efisien dan berkesinambungan demi "kesehatan bagi
semua" di tingkat nasional, regional, maupun global.
Misi
1. Senantiasa mengembangkan segala kemampuan kefarmasian dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan cara:
2. Melakukan inovasi dan perbaikan terus-menerus
3. Meningkatkan pangsa pasar
4. Mengefisienkan biaya
5. Melakukan aliansi strategis

4
1.1.5 Logo Dexa Medica
Gambar 1.1
Logo Dexa Medica

Sumber : http://www.dexa-medica.com/id/about-dexa-medica, 2015

Nama Dexa berada dari kata “deca” yang berarti 10, angka terbesar
dan sempurna yang merupakan hasil terbaik yang mungkin dicapai. Kata
Dexa Medica menunjukkan identitas dalam dunia medis. Segitiga merupakan
bentuk efektif yang paling efisien yang bisa berdiri dengan kokoh yang
melambangkan 3 pilar yaitu Dexa-Distributor-Customer. Huruf d kecil yang
berbentuk seperti benzena yang berada dalam bentuk segitiga berarti deka
yang artinya sepuluh.

1.1.6 Produk Dexa Medica


Produk Dexa Medica adalah, Vaclo, Cefrin, Kalium diklofenak,
Meloxicam, Metoclopramide, Ofloxacin, Piracetam Kapsul, Risperidone,
Spiramycin, Simvastatin, dan Tramadol, Ciprofloxacin Infus Ceftazidime
injeksi, Methylprednisolone injeksi, dan Piracetam Injeksi. Produk
Nutraceutical / Herbal, contoh produk Nutraceutical / herbal Dexa Medica
adalah Diven Plus Flexor DS, Folamil Genio, Lacidofil, Psidii Sirup/Kapsul,
dan Stimuno. Produk Original Research, contoh produk Original Research
Dexa Medica adalah FreeMe, Inlacin, dan Disolf. Berikut daftar produk
ethical Dexa Medica :

5
Tabel 1.1
Produk Dexa Medica
Produk
Beriplast Tramus
Stronger Neo Minophagen Recofol
C/AMP Sedacum
Tetagram Albuminar + Behering + Albapure
Bkybernin
Bhalothane Sinovial
Streptase Lolindex
Redura Raivas INJ
Alveofact Decain
Guardix Granon
Gelafusal Infusion Nicardex
Glutiven Infus Dobuject
Flamicort Fladex Infus
Fosmidex Tranexid
Sevodex Ceferin INJ
Pronalges Suppo Vomizole
Isofluran Remopain
Hemolok Radin INJ

6
1.2 Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini, persaingan bisnis di setiap bidang terjadi dengan
sangat kompetitif. Semua industri yang memutuskan untuk terjun kedalam dunia
binis pun dituntut untuk mampu bersaing dengan baik sehingga mampu
memenangkan persaingan dan tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik. Dalam
menghadapi persaingan yang semakin kompetitif, pemimpin industri dituntut agar
lebih cermat dan tepat dalam menentukan strategi agar dapat memenangkan
persaingan, sehingga pada akhirnya perusahaan dapat berjalan sesuai dengan apa
yang diharapkan.
Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan. Tujuan utamanya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal,
sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Dalam
hal ini dapat dibedakan secara jelas fungsi manajemen, konsumen, distributor, dan
pesaing. Jadi, perencanaan strategis penting untuk memperoleh keunggulan bersaing
dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan
yang optimal dari sumber daya yang ada. (Rangkuti, 2009, p3).
Salah satu industri yang persaingan bisnisnya cukup ketat di Indonesia adalah
industri farmasi. Industri farmasi Indonesia mempunyai market share yang baik
(perusahaan farmasi domestik mendominasi pasar Indonesia). Industri farmasi adalah
industri modal dan pengetahuan intensif yang bergerak cepat bergantung pada
kemampuan inovasi. Pertumbuhan pasar farmasi di Indonesia meningkat setiap tahun
dan kondisi ini membuat Indonesia mentransformasikannya sebagai pasar yang
berkembang baru di Asia.
Dewasa ini, industri farmasi di Indonesia merupakan salah satu industri yang
berkembang cukup pesat dengan pasar yang terus berkembang dan merupakan pasar
farmasi terbesar di kawasan ASEAN. Dari data Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM RI, 2005), pertumbuhan industri farmasi Indonesia rata-rata mencapai
14,10% per tahun lebih tinggi dari angka pertumbuhan nasional yang hanya mencapai
5-6% per tahun.

7
Perubahan yang cepat dalam perdagangan ekonomi dan menimbulkan banyak
tantangan untuk industri farmasi Indonesia, termasuk memenangkan persaingan dan
berusaha untuk mempercepat kemajuan industrinya sehingga dapat menjadi
pemimpin pasar (Market Leader).
Mengacu data IMS Health, sektor farmasi di Indonesia bertumbuh dari sekitar
Rp29,98 triliun pada 2008 menjadi Rp33,96 triliun pada 2009, dan mencapai Rp37,53
triliun pada akhir 2010. Dari total pencapaian tersebut, pasar obat ethical masih
menjadi kontributor utama, yang bertumbuh menjadi Rp21,14 triliun dan pasar OTC
(Over The Counter : obat bebas yang boleh digunakan tanpa resep dokter, Menurut
Menteri Kesehatan) mencapai Rp16,38 triliun.
Terdapat sebanyak 10 besar perusahaan farmasi di Indonesia pada tahun 2010,
umumnya didominasi oleh 9 perusahaan lokal yaitu Sanbe Farma, Kalbe Farma,
Dexa Medica, Bintang Toedjoe, Tempo Scan Pacific, Kimia Farma, Konimex,
Phapros, Indofarma dan 1 perusahaan PMA yaitu Pfizer. Market share dari 10
perusahaan terbesar ini kurang lebih 40%. Kompleksifitas dan banyaknya kompetitor
di dalam negeri menambah sulitnya penjualan obat kepada customer. Salah satu
penunjang keberhasilan penjualan obat bagi perusahaan farmasi adalah dengan
adanya management supply chain yang baik sehingga menjadi keunggulan kompetitif
perusahaan tersebut (Angell, 2004).
Pada tahun 2011, tercatat pertumbuhan industri farmasi di Indonesia masih
mendominasi, yang nilainya mencapai Rp 43,08 triliun. Dari 10 produsen dengan
nilai penjualan terbesar sepanjang tahun 2010, 7 di antaranya adalah perusahaan obat
lokal. Yaitu Sanbe Farma, Kalbe Farma, Dexa Medica, Tempo Scan Pacific, Kimia
Farma, Phapros dan Indofarma. (Sumber: IMS Health, 2011) (Lihat Tabel 1.1)
Data Intercontinental Marketing Services Health (IMS) menyatakan pada
2011 Sanbe masih merupakan produsen dengan omzet terbesar. Perusahaan tersebut
menguasai 7,1% pasar nasional dengan nilai penjualan sebesar Rp1,94 triliun.
Produsen terbesar kedua adalah Kalbe Farma yang mencetak penjualan senilai
Rp1,84 triliun dengan market share sebesar 7,3%. Adapun posisi ketiga ditempati
oleh Dexa Medica, perusahaan tersebut mencatatkan omzet senilai Rp1,24 triliun.

8
Pada tahun 2013, Data IMS menyatakan posisi utama Sanbe direbut oleh
kompetitor lain yaitu Kalbe Farma, dengan market share sebesar 7.0%. Sanbe
menempati posisi ke dua dengan market share sebesar 5.6%. Sedangkan posisi ketiga
ditempati oleh SOHO dengan market share sebesar 4.3%. Posisi Dexa Medica turun
menjadi posisi empat, dengan market share sebesar 3.8%.
Tabel 1.2
Leading Competitors

Sumber : IMS 2009 – 2013 Market Share report


Menurut data Kementrian Kesehatan pada tahun 2014, ada 206 perusahaan
farmasi yang beroperasi di Indonesia, terdiri dari 4 perusahaan BUMN, 26
perusahaan multinasional, dan 176 perusahaan lokal. Dari data Kemenkes tersebut,
pertumbuhan nasional rata-rata penjualan obat dengan resep dokter per tahun 2014
diperkirakan sebesar 11,8%.
Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, pada tahun 2015 sektor
industri farmasi menjadi sektor tertinggi yang menyumbang nilai pertumbuhan
ekonomi sekitar 9%, jika dibandingkan dengan sektor lain. Sektor industri makanan
dan minuman sekitar 8%, industri logam 7%, dan industri otomotif 5%. Pertumbuhan
industri farmasi menjadi sektor terkuat dalam pertumbuhan industri saat ini. Jumlah
pemain di industri farmasi pada tahun 2015 pun meningkat dari 206 pemain menjadi
222 pemain (Data Lampiran : daftar pemain di industri farmasi). Dengan semakin
banyaknya perusahaan farmasi yang bermunculan di Indonesia membuat market

9
share beberapa pedagang besar farmasi yang sudah ada sebelumnya menjadi lebih
sempit.
Selain dari pemain industri farmasi, mulai pada 1 Januari 2014 khususnya
daerah kota Samarinda, pemerintah sudah mulai mengimplementasikan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang membawahi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). Di tahun pertama pelaksanaan JKN, ditargetkan 121,6 juta jiwa menjadi
peserta BPJS Kesehatan. Hingga pertengahan Mei 2014, jumlah peserta BPJS
Kesehatan yang terdaftar mencapai 121,9 juta jiwa.

Untuk memperoleh jaringan fasilitas kesehatan yang berkualitas, BPJS


Kesehatan selalu menerapkan credentialing atau seleksi kualitas provider sebelum
bekerja sama. Sampai saat ini, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 16.742
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 1.530 Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan (FKRTL) daerah kota Samarinda.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 63


tahun 2014 tentang Pengadaan Obat berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue),
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat FKTP adalah
fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat
non spesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan, pengobatan,
dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
yang selanjutnya disingkat FKRTL adalah fasilitas kesehatan yang melakukan
pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang
meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di
ruang perawatan khusus.

Untuk pengadaan obat dalam progran BPJS, pemerintah Samarinda bekerja


sama dengan beberapa perusahaan farmasi untuk menyediakan obat. Obat-obat yang
disediakan pun merupakan obat-obat generik. Beberapa perusahaan farmasi pun
bekerja sama dengan BPJS dalam hal pengadaan obat untuk daerah Samarinda.
Kewajiban perusahaan farmasi ditegaskan dalam PMK Nomor 63 Tahun 2014 Pasal
5 Aat 2 yang menyatakan bahwa perusahaan farmasi yang tercantum dalam Katalog

10
Elektronik (E-Catalogue) wajib melaporkan realisasi pemenuhan permintaan obat
dari FKTP atau FKRTL yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang telah
dilakukan oleh perusahaan besar farmasi yang ditunjuk kepada Direktur Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan menggunakan Formulir. Berikut data
Perusahaan Besar Farmasi (PBF) yang menyediakan obat bagi BPJS :

11
Tabel 1.3 PBF penyedia obat bagi BPJS

No. Nama PBF No. Nama PBF No. Nama PBF


1 PT. Kimia Farma 29 PT. SmithKline Beecham Phamaceuticals 57 PT. Mugi Laboratories
2 PT. Boehringer Ingelheim 30 PT Otsuka Indonesia 58 PT. Nicholas Laboratories Indonesia
3 PT. Cendo Industri Farmasi 31 PT. Dexa Medica 59 PT. Guardian Pharmatama
4 PT. Sanbe Farma 32 PT. Ikapharmindo 60 PT. Frenius Kabi Combiphar
5 PT. Phapros, Tbk 33 PT. Graha Farma 61 PT. Triyasa Nagamas Farma
6 PT. Erela 34 PT. Dipa Pharmalab 62 PT. Sandoz Indonesia
7 PT. AstraZeneca indonesia 35 PT. Dankos Farma 63 PT. Abbott Indonesia
8 PT. Aventis Pharma 36 PT. Otto Pharmaceuticals 64 PT, Natura Laboratoria Prima
9 PT. Novell Pharmaeutical Lab. 37 PT. Tempo Scan Pacific 65 PT. Mahakam Beta Farma
10 PT. Indofarma 38 PT. Sydna Farma 66 PT. Galenium Pharmasia Laboratories
11 PT. Pertiwi Agung 39 PT. Promedrahardjo Farmasi 67 PT. Takeda Indonesia
12 PT. Meprofarm 40 PT. Merck Sharp Dohme Pharma, Tbk 68 PT. Afifarma
13 PT. Pharma Laboratories 41 PT. Ifars Pharmaceutical Laboratories 69 PT. Molex Ayus
14 PT. Mersifarma Tirmaku Mercusana 42 PT. Pratapa Nirmala 70 PT. Bio Farma
15 PT. Holi Pharma 43 PT. Yarindo Farmatama 71 PT. Caprifarmindo
16 PT. Novapharin 44 PT. Tanabe Indonesia
17 PT. Bernofarm 45 PT. Gracia Pharmindo
18 PT. Ferron Par Pharmaceuticals 46 PT. Phyto Kemo Agung Farma
19 PT. Rama Emerald Multi Sukses 47 PT. Soho Industri Pharmasi
20 PT. Marin Liza Farmasi 48 PT. Sunthi Sepuri
21 PT. Afifarma 49 PT. Hexpharm Jaya Laboratories
22 PT. Novartis Indonesia 50 PT. Combiphar
23 PT. Widatra Bhakti 51 PT. Glaxo Wellcome Indonesia
24 PT. Zenith Pharmaceuticals 52 PT. Pradja Pharin
25 PT Kalbe Farma 53 PT. Darya Varia
26 PT. Pratapa Nirmala 54 PT. Lucas Djaja
27 PT. Ethica Industri Farmasi 55 PT. Widatra Bhakti
28 PT. Indofarma 56 PT. Finusolprima Farma Internasional
Sumber : E-Catalogue BPJS 2016

12
Target dari BPJS hingga saat ini mengacu pada Rumah Sakit Pemerintah.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika Rumah Sakit Swasta bekerja sama
dengan pemerintah untuk melayani pasien BPJS. Dalam ketentuan yang berlaku pada
Rumah Sakit baik Pemerintah maupun Swasta, untuk beberapa pasien yang tidak
terdaftar sebagai pasien BPJS dan memilih tingkat eksekutif, akan dilayani dengan
obat yang harganya ditetapkan dari harga obat paten.

Data Badan Pusat Statistik tahun 2014, Samarinda memiliki sebanyak 15


Rumah Sakit Pemerintah dan 6 Rumah Sakit Swasta. Jumlah ini bertambah dari tahun
2011, pada Rumah sakit Pemerintah sebanyak 13, tahun 2012 dan 2013 sebanyak 14.
Sedangkan untuk Rumah Sakit Swasta pada tahun 2011 dan 2012 sebanyak 8, 2013
sebanyak 10 dan 2014 mengalami penurunan menjadi 6 Rumah Sakit Swasta yang
tersedia. Berikut data statistik jumlah Rumah Sakit :

Tabel 1.4 Data Statistik Jumlah Rumah Sakit Kabupaten/Kota, 2011-2014


Banyaknya Rumah Sakit Kabupaten/Kota, 2011-2014
Number of Hospitals Regency/Municipality, 2011-2014
Kabupaten/Kota Rumah Sakit Rumah Sakit
Regency/Municipality Pemerintah Swasta
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014

1. Paser 1 1 1 1 - - - -
2. Kutai Barat 1 1 1 2 1 1 1 -
3. Kutai 2 2 3 2 1 1 1 -
Kartanegara
4. Kutai Timur 6 7 7 4 3 3 5 3
5. Berau 1 1 1 1 - - - -
6. Penajam Paser 2 2 1 2 1 1 1 1
Utara
7. Balikpapan 12 10 10 10 9 9 9 3
8. Samarinda 13 14 14 15 8 8 10 6
9. Bontang 4 4 4 5 2 2 2 4
10. Mahakam Ulu - - - - - - -

TOTAL 42 42 42 42 25 25 29 17
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur.
Source: Health Service of Kalimantan Timur.

13
Dari data beberapa PBF sebanyak 71 PBF yang menyediakan obat bagi BPJS,
terhadap Rumah Sakit yang tersedia. Beberapa PBF yang terdaftar sebagai penyedia
obat pun juga harus bersaing agar tetap dapat memasarkan obat ke semua Rumah
Sakit. Sedangkan, dalam beberapa PBF terdapat beberapa divisi, yang terbagi dalam
pemasaran obat generik dan paten. Sehingga, bagi beberapa PBF yang
menyediakan obat paten pun harus mampu bersaing dalam memperebutkan
pasar, agar obat paten yang tergeser oleh adanya peraturan BPJS tetap dapat
bertahan.

Dalam persaingan PBF paten, target yang terutama adalah user yang nantinya
akan menggunakan obat dalam hal memberikan resep kepada pasien. Yang berperan
sebagai user adalah para dokter. Sehingga, target utama beberapa PBF adalah
dokter yang sesuai dengan obat yang dipasarkan. Daerah Kalimantan Timur,
menurut data Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur, dari tahun 2011 hingga 2013
mengalami peningkatan jumlah user atau dokter selaku pengguna utama obat dari
PBF. Akan tetapi mengalami penurunan pada tahun 2014. Berikut Data Statistiknya :

14
Tabel 1.5. Data Statistik Jumlah Dokter Kabupaten/Kota 2014

Banyaknya Dokter Menurut Kabupaten/Kota, 2014


Number of Doctors by Regency/Municipality, 2014
Kabupaten/Kota Dokter Dokter Dokter Ahli
Umum Gigi Specialist Physician
Public
Doctors
Regency/Municipality Dentists Kebidanan Bedah Anak Dalam Lain-
lain
Obstetrik Surgeon Child Internis Others

1. Paser 54 12 3 3 1 3 6
2. Kutai Barat 48 14 2 1 1 2 1
3. Kutai 149 46 8 9 4 6 19
Kartanegara
4. Kutai Timur 106 33 3 2 6 4 13
5. Berau 62 24 1 3 3 2 9
6. Penajam 41 16 1 1 1 2
Paser Utara
7. Balikpapan 212 74 14 21 11 16 66
8. Samarinda 139 22 15 19 8 8 40
9. Bontang 84 24 3 3 2 2 11
10. Mahakam Ulu 13 4 0 0 0 0 0

Jumlah 2014 908 269 50 62 36 44 167


Total 2013 1.007 290 86 53 58 73 299
2012 794 262 40 39 34 37 126
2011 673 215 40 39 34 37 126
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur.
Source: Health Service of Kalimantan Timur.

Perusahaan Besar Farmasi yang tetap bersaing dalam memasarkan


obatnya, untuk daerah Kota Samarinda hingga 2015, tercatat sebanyak 31 PBF
utama yang berkompetisi dengan ketat. Dexa Medica, Tempo Scan Pacifif, Sanbe,
Fahrenheit, Kalbe Farma, SOHO, Boehringer Ingelheim, Promed, Gracia, Pharos,

15
Coronet, Pyridam, Ikaphatmindo, Pfizer, LAPI, Interbat, Mahakam, Mepro, Simex,
Yarindo, Ethica, Novell, Sanofi, Berno, Caprifarmindo, Landson, Mersifarma,
Ferron, Aventis, Cendo dan Bayer. Maka dapat disimpulkan, dengan banyaknya
Rumah Sakit Swasta dan Dokter sebagai User dibandingkan dengan PBF yang
ada dan PBF yang bekerjasama dengan BPJS memiliki persaingan yang ketat.
Selain itu, permasalahan umum lainnya yang timbul adalah
1. Tidak adanya industri bahan baku. Hal ini mengakibatkan 95% bahan baku masih
harus diimpor.
2. Idle kapasitas produksi industri farmasi nasional mencapai 50% karena belum
adanya solusi yang tepat untuk menanggulanginya, termasuk alternatif
melalui toll manufacturing (permintaan produksi sesuai tahapan /bentuk
persediaan dari perusahaan lain yang bisa dipenuhi oleh perusahaan penerima toll
in karena masih tersedia kapasitas produksi berdasarkan perjanjian/kontrak)
maupun konsep production house.
3. Penerapan aturan internasional terhadap standardisasi industri farmasi terutama
menyangkut c-GMP (current - Good Manufacturing Practice : Cara terbaru
pembuatan obat yang baik), registrasi dan belum adanya koordinasi yang baik
antara pemerintah (BPOM) denga industri farmasi.
Sehingga menyebabkan tiap perusahaan besar farmasi harus berusaha dalam
persaingan bisnis didalam industri farmasi dengan sangat kompetitif. Tiap perusahaan
besar farmasi pun dituntut untuk memiliki strategi yang mampu bersaing.
Dexa Medica telah berkembang dari sebuah perusahaan kecil yang didirikan
pada tahun 1969 untuk salah satu perusahaan farmasi etis terbesar di Indonesia pada
awal abad ke-21 dan telah menonjol, sebagai pemain unggulan di pasar farmasi dalam
negeri. Memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik dengan menerapkan
keahlian adalah fondasi dimana pendirinya dibangun Perusahaan ini.
Dexa telah mendapatkan pengalaman yang signifikan dalam berbagai tipe
strategi aliansi dengan tingkat kesuksesan yang tinggi. Saat ini, lebih dari 10 aliansi
sukses dengan penelitian yang berbasis kepemimpinan farmasetika global telah
menempatkan Dexa sebagai partner pilihan di Indonesia. Beberapa patnernya adalah:

16
Delta Select-Germany, Pfizer-USA, Glaxo Smith Kline-UK, Novartis-Switzerland,
Menarini-Italy, Bayer Scahering OY-Finland, CSL Behring-Australia, dan Actavis-
Iceland. Dengan hubungan medical solid yang telah dibina bersama dengan
perusahaan saudara-PT Ferron Par Pharmaceutical dan PT Anugrah Argon Medica-
salah satu perusahaan distribusi yang terbesar dan terkuat di Indonesia, Dexa Medica
berada dalam posisi yang menawarkan kapabilitas farmasetika dengan jangkauan luas
dan derajat yang tinggi (Dexa Medica, 2011).
Pada tahun 1978, produk Dexa Medica telah didistribusikan ke seluruh
wilayah Indonesia. Pada tahun 1993 Dexa Medica mulai mengekspor produknya
untuk pertama kalinya ke negara Myanmar. Tujuan ekspor Dexa Medica saat ini
mencapai 15 negara, diantaranya adalah Vietnam, Kamboja, Philipina, Singapura,
Malaysia, Sri Lanka, Hongkong, Nigeria, Polandia dan negara-negara yang ada di
benua Afrika dan Eropa. Produk yang diekspor Dexa Medica lebih dari 50 merek
antara lain, Boska, Medixon, Rhinos SR, Vometa, Stimuno, Gluvas, Triacef,
Remopain, Ceftum, Cefrin dan Vectrin.
Gambar 1.2

Strategic Alliance Dexa Medica


Sumber : http://www.dexa-medica.com/en/about/strategic-alliance
Menurut Head Of Marketing Sales Tarcicius T. Randy, Dexa Medica
mempunyai 81 sales force yang tersebar ke berbagai region. Para sales melakukan
pendekatan terhadap apotik melalui kunjungan setiap minggunya. Setiap kunjungan
mendapatkan evaluasi untuk pengecekan apotik yang efektif dan menghasilkan. Saat

17
ini, Dexa Medica menguasi 19% pasar OGB di Indonesia, dan dominan di rumah
sakit dengan sejumlah produk andalannya.
Menurut Tarcisius T Randy, Head of Marketing and Sales PT Dexa Medica,
tren pasar di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pasar akan
terus bertumbuh dari tahun ke tahun yaitu sekitar 23%. Di rumah sakit
pertumbuhannya sangat agresif yaitu sekitar 28%. Kondisi ini didukung oleh
pertumbuhan rumah sakit yang pesat, meningkatnya pelayanan Jamkesmas, RS
swasta yang makin banyak menggunakan obat dan meningkatnya presepsi
masyarakat yang positif terhadap dunia medis.
Langkah-langkah yang dilakukan Dexa ini sudah tidak lagi terfokus pada
channel cooperating atau yang masih bersifat transaksi. Namun sudah mengarah pada
value-chain interfacing atau partnership yang bersifat operasional. Aliansi yang
dilakukan Dexa telah memasuki area strategic integration. Kerjasama pada tingkat
Strategic Integration lebih didasarkan pada segmentation, targeting dan positioning.
Akan tetapi, kinerja Dexa Medica pada tahun 2014 mengalami
penurunan yang signifikan. Menurut data Intercontinental Marketing Services
Health (IMS) pada tahun 2011 Dexa Medica menempati posisi ketiga sebagai
perusahaan yang memiliki omzet senilai Rp1,24 triliun, akan tetapi pada tahun 2013,
posisi Dexa Medica turun menjadi posisi empat, dengan market share sebesar 3.8%.
Pemicu terjadinya penurunan pada tingkat nasional adalah penurunan yang terjadi
pada tiap cabang yang tersebar diseluruh Indonesia, salah satunya adalah Dexa
Medica area Samarinda. Kinerja Dexa Medica area Samarinda pada tahun 2010
hingga 2015 mengalami penurunan yang signifikan. Hal tersebut dilihat dari Trend
Sales atau data penjualan tahunan Dexa Medica. Berikut data selengkapnya :

18
Tabel 1.6
Data Trend Sales Ethical Product area Samarinda 2010 - 2015

TAHUN SLS %A/T ADD %GR ADDSWS ADDPMT


2010 318 101% 45 16% 32 13
2011 393 103% 75 24% 43 32
2012 472 103% 79 20% 59 20
2013 590 110% 118 25% 63 55
2014 663 98% 73 12% 16 57
2015 660 89% -4 0% -8 4

SLS : Sales
%A/T : Pencapaian di banding sales dalam %
ADD : Pencapaian
%GR :Percentage Growth (Pertumbuhan dalam persen)
ADD SWS : Pencapaian Rs. Swasta
ADD PMT : Pencapaian Rs. Pemerintah

Sumber : Dokumen hasil Evaluasi tahun 2015 dalam Rencana Kerja Dexa Medica
Samarinda, diberikan oleh PIMDA Dexa Medica Samarinda
Dari data yang diperoleh, trend sales Dexa Medica pada tahun 2010 hingga
2013 mengalami pertumbuhan bisnis pada area Samarinda. Akan tetapi, pada tahun
2013 ke tahun 2014 mengalami penurunan dari 25% menjadi 12%. Bahkan pada
tahun 2014 menuju tahun 2015 tidak terjadi peningkatan bahkan growth sebesar 0%.
(lihat tabel %GR : Percentage Growth (Pertumbuhan dalam persen))
Menurut Pimpinan Daerah (Pimda) Dexa Medica area Kalimantan Timur Dwi
Wahyono, Dexa Medica pusat memberi instruksi bagi tiap Dexa Medica wilayah/area
agar target area pada tiap tahunnya bertambah sebesar 10%. Pertumbuhan sebesar
10% pada tiap tahunya bertujuan agar keuntungan yang didapatkan perusahaan sesuai
dengan biaya pengeluaran perusahaan. Selain itu, dengan pertumbuhan sebesar 10%
tiap tahunnya, Dexa Medica area akan mampu bertumbuh dengan baik dan mampu
bertahan dalam persaingan karena mampu membuktikan eksistensinya yaitu mampu
bertumbuh sebesar 10% dari target yang ditetapkan area pada tiap tahunnya.

19
Dexa Medica pusat hanya memberi beberapa instruksi atau arahan, seperti
berikut : (Sumber : Hasil Rapat Umum Dexa Medica Pusat 2015)
1. Pertumbuhan target 10% pada tiap area.
2. Memperkuat brand produk pada rumah sakit swasta.
3. Membuat diferensiasi secara sederhana dan logis.
4. Fokus kepada struktur kinerja yang telah ditetapkan dalam hal Marketing
Organization.
Hal-hal berikut lah yang diberikan pusat sebagai arahan kepada Dexa Medica area.
Sedangkan untuk cara atau strategi yang akan diterapkan untuk mencapai target
diserahkan langsung wewenang kepada area/wilayah yang disesuaikan dengan
kondisi atau keadaan pasar pada tiap area atau divisi. Sesuai dengan teori yang
dikemukan oleh Hunger dan Wheelen dalam buku Manajemen Strategis mengenai
pelaksanaan khusus strategi yaitu bottom-up yang berbunyi :
“Usulan strategis dari unit divisional atau fungsional mengawali proses
perumusan strategi. Perumusan strategi memimpin dari level fungsional ke level
divisional, dan dari level divisional ke level perusahaan.”

Hal ini diberitahukan kepada tiap Pimda pada saat training awal di Dexa
Medica Pusat dan juga pada saat rapat umum tiap tahun dengan seluruh Pimda Dexa
Medica di Indonesia. Rapat umum untuk mengevaluasi kinerja dan strategi yang telah
dilakukan dan membahas rencana serta strategi yang akan diterapkan pada tahun
berikutnya. Acuan evaluasi tingkat keberhasilan kinerja dan strategi yang telah
diterapkan dilihat dari data Trend Sales. Dari data Trend Sales dapat dilihat apakah
target yang ditetapkan Dexa Medica Pusat tercapai atau tidak. Data ini dapat dilihat
dari data Trend Sales pada kolom %GR (Percentage Growth (Pertumbuhan dalam
persen)). Cara manual menghitung %GR adalah sebagai berikut (acuan pada trend sales)

Keterangan :
GR : Growth (pertumbuhan)
a : Sales pada tahun sebelum
b : Sales pada tahun yang ingin diketahui
berapa % pertumbuhannya (tahun saat ini)

20
Dari hasil Growth yang dicapai Dexa Medica area Samarinda terjadi
penurunan pada tahun 2013 hingga tahun 2015. Hal ini menjadi indikator bahwa
Dexa Medica pada tahun 2013 hingga 2015 mengalami beberapa kendala yang
mempengaruhi kinerja dan dapat dikatakan bahwa stratergi yang diterapkan oleh
Dexa Medica area Samarinda tidak mampu atau tidak berhasil membuat Dexa Medica
area Samarinda mencapai target yang ditentukan oleh Dexa Medica Pusat karena
terjadi penurunan yang signifikan pada tahun tersebut.
Selain itu beberapa faktor internal dan eksternal perusahaan juga menjadi
pemicu Dexa Medica area Samarinda mengalami kegagalan dalam mencapai target
dan penetapan serta penerapan strategi. Beberapa faktor internal yang menjadi
pemicu adalah sebagai berikut : (Sumber : Wawancara dengan PIMDA Dexa Medica
area Kalimantan Timur)
1. Tingkat turn over karyawan yang tinggi sehingga mempengaruhi kinerja
Dexa Medica Samarinda. Kerugian akibat dari tingginya turn over salah
satunya adalah kehilangan produktifitas sampai karyawan baru mencapai
tingkat produktfitas sama dengan karyawan lama yang berhenti tersebut.
2. Jumlah ketersediaan produk yang tidak sesuai dengan tingkat permintaan
pasar sehingga mempengaruhi ketepatan dan kecepatan pemenuhan
produk pada konsumen dalam hal ini rumah sakit yang membutuhkan.
3. Penetapan diskon yang diatas atau lebih tinggi dari standar yang telah
ditetapkan perusahaan sehingga mempengaruhi pemasukan.
Sedangkan beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi atau menjadi
pemicu kinerja pada Dexa Medica Samarinda adalah sebagai berikut :
1. Perubahan regulasi pemerintah yang menetapkan Rumah Sakit Pemerintah
harus menggunakan obat yang disediakan oleh BPJS.
2. Perubahan gaya hidup masyarakat Samarinda dalam pemilihan kelas pada
saat berobat yang mempengaruhi penjualan dari obat selain BPJS.
Dalam penerapan strategi perusahaan sendiri diperlukan kesatuan dari tiap
divisi internal pada Dexa Medica yaitu Human Resource, Marketing, Finance,
Operasional, dan Reserch and Development. Selain itu lingkungan Makro dan

21
Industri juga memiliki pengaruh pada Dexa Medica dalam penentuan strategi yang
akan diterapkan. Target yang tidak tercapai menjadi indikator, apakah strategi yang
diterapkan tepat atau tidak. Sehingga diperlukan evalusi untuk dapat merumuskan
strategi yang tepat yaitu evaluasi internal yang digunakan untuk mengetahui apa saja
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh Dexa Medica area Samarinda dan
evaluasi lingkungan Makro dan Lingkungan Industri untuk mengetahui peluang dan
ancaman apa saja yang akan terjadi. Sehingga Dexa Medica dapat meningkatkan
kekuatan untuk mendapatkan peluang yang ada dan menutupi kelemahan agar
ancaman yang ada tidak terlalu mempengaruhi kinerja Dexa Medica. Dexa Medica
salah satu PBF yang termasuk dalam penyedia obat pada BPJS dan juga PBF yang
harus terus bersaing dengan PBF lain ditengah market share yang semakin sempit.
Hal ini membuat Dexa Medica harus jeli dalam memanfaatkan kekuatan untuk
melihat peluang yang ada dan menghindari ancaman serta menutupi dan mengurangi
kelemahan perusahaan.
Dalam hal ini Dexa Medica area Samarinda telah menentukan beberapa
strategi yaitu berfokus kepada efektivitas dokter sebagai user, peningkatan
SDM yang lebih produktif serta meningkatkan efektivitas produk, akan tetapi
target yang telah ditetentukan dan diberikan pusat kepada Dexa Medica area
Samarinda pun tidak mampu dipenuhi. Karena hal ini, perlu dilakukan
formulasi strategi yang komperhensif sebagai upaya untuk mengatasi kendala
yang terjadi.
Menurut Wheelen dan Hunger (1996 : 9), Konsep dasar proses manajemen
strategis meliputi 4 elemen dasar, yaitu : pengamatan lingkungan (Environmental
Scanning), perumusan strategi (Strategy Formulation), implementasi strategi
(Strategy Implementation) dan evaluasi dan pengendalian (Evaluation and Control).
Tujuan penetapan strategi diarahkan pada upaya memenangkan persaingan
bisnis, dengan upaya meningkatkan kepuasan pelanggan melalui penyempurnaan
sikap pengoperasian bisnis perusahaan guna mencapai kinerja yang diharapkan dalam
tujuan organisasi. Manajemen strategik menekankan kegiatan perusahaan, sebagai

22
upaya mencapai posisi keunggulan bersaing diatas para saingannya dalam melayani
sasaran pelanggan perusahaan. (Assauri, 2012).
Adapun pendekatan formulasi strategi yang mempertemukan faktor internal
dan eksternal disebut dengan analisis situasi strengths, weaknesess, opportunities, dan
threats (SWOT). Analisis situasi SWOT merupakan awal proses perumusan strategi.
Analisis ini mengharuskan para manajer strategis untuk menemukan kesesuaian
strategis antara peluang-peluang eksternal dan kekuatan-kekuatan internal, disamping
memperhatikan ancaman-ancaman eksternal dan kelemahan-kelemahan internal. Jadi
analisis SWOT harus mengidentifikasi kompetansi langka (distimctive competence)
perusahaan-yaitu keahlian tertentu dan sumber-sumber yang dimiliki oleh sebuah
perusahaan dan cara unggul yang perusahaan gunakan. Penggunaan kompentensi
langka perusahaan secara tepat akan memberikan keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan.
Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Setia Yudanto dan Rofiaty,
(2014) yang berjudul “Analisis Formulasi Strategi pada Perusahaan Rokok Putra
Masa Depan, Nganjuk”, juga melakukan formulasi strategi dengan pendekatan
analisis SWOT untuk menganalisis kondisi internal dan eksternal perusahaan dan
menyusun formulasi strategi bisnis guna memperoleh keunggulan bersaing bagi
perusahaan. Hasil analisis matrik TOWS, IE menunjukan alternatif yang dapat
digunakan perusahaan adalah stratgei penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Dari permasalahan yang dihadapi oleh Dexa Medica di area Samarinda
tersebut, maka diperlukan formulasi strategi baru dengan menggunakan Matriks IFE,
EFE dan SWOT bagi Dexa Medica. Melalui formulasi dan penerapan strategi
diharapkan efektifivitas kinerja bisnis dapat ditingkatkan. Berdasarkan latar belakang
diatas, maka disusunlah suatu penelitian dengan judul :
“Formulasi Strategi Tingkat Divisi Pada PT. Dexa Medica area Samarinda
Untuk Tahun 2017 - 2022”

23
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah :
1. Apa saja faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal perusahaan yang
mempengaruhi keadaan bisnis pada Dexa Medica Samarinda ?
2. Bagaimana kondisi bisnis Dexa Medica Samarinda berdasarkan hasil dari
matriks Evaluasi Faktor Eksternal dan Evaluasi Faktor Internal perusahaan?
3. Bagaimana formulasi strategi bisnis Dexa Medica dalam menghadapi
persaingan di wilayah Samarinda dengan menggunakan matriks IE ?

1.4 Tujuan Penelitian


Penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data, mengolah, menganalisis,
dan menginterprestasikannya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
1. Untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal
perusahaan yang mempengaruhi keadaan bisnis pada Dexa Medica
Samarinda.
2. Untuk menganalisis kondisi bisnis Dexa Medica Samarinda berdasarkan
hasil dari matriks Evaluasi Faktor Eksternal dan Evaluasi Faktor Internal
perusahaan.
3. Untuk menyusun formulasi strategi bisnis Dexa Medica dalam menghadapi
persaingan di wilayah Samarinda dengan menggunakan matriks IE.

1.5 Kegunaan Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan. Diantaanya sebgai berikut :
1. Bagi Institusi Pendidikan, untuk mengetahui dan menilai kemampuan
mahasiswa dalam menerapkan ilmu teori yang di dapat selama perkuliahan
dan lebih spesifik terhadap mata kuliah manajeman strategik, melalui praktik
di lapangan dalam bentuk penelitian.

24
2. Bagi Pelaku Bisnis, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi efektifitas dari strategi yang telah dijalankan selama perusahaan
berdiri dan memberikan alternative strategi yang layak dan memungkinkan
dilakukan perusahaan untuk masa mendatang (jangka panjang).
3. Bagi mahasiswa, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sarana untuk
mengaplikasikan pengetahuan teoritis yang didapat selama perkuliahan ke
dalam praktik nyata.
4. Bagi Pihak Lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
menambah wawasan, pengetahuan mengenai manajemen strategi, dan dapat
juga digunakan untuk penelitian selanjutnya.

1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir


Agar penulisan laporan ini terarah, dipahami, dan dimengerti dengan baik,
maka sistematika pembahasan dibagi dalam beberapa bab yaitu sebagai berikut:

BAB I. Pendahuluan.

Pada bab ini diuraikan penjelasan tentang objek penelitian, latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, batasan
masalah dan sistematika penulisan.

BAB II. Tinjauan Pustaka.

Pada bab ini diuraikan tentang landasan teori yang digunakan sebagai dasar dari
analisis penelitian, penelitian terdahulu dan kerangka penelitian teoritis.

BAB III. Metodologi Penelitian.

Pada bab ini diuraikan tentang jenis penelitian, variabel operasional, tahapan
penelitian, populasi dan sampel, teknik mengumpulkan dan menganalisis data.

BAB IV. Hasil dan Pembahasan .

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian, perumusan strategi, dan pembahasan dari
hasil penelitian yang diperoleh.

25
BAB V. Kesimpulan dan saran.

Pada bab ini diuraikan Kesimpulan yang didapat dari analisis dari penelitian ini
dan saran yang dapat berguna untuk alternatif pilihan bagi perusahan

26

Anda mungkin juga menyukai