Anda di halaman 1dari 4

Tugas PPRA

1. Jelaskan mengapa farmasis/apoteker sangat berperan dalam program


pengendalian resistensi antibiotik (PPRA)?
Jawab : Karena Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang berwenang dalam
penyerahan obat, perlu mengontrol dengan baik penyerahan antibiotik di apotek maupun
klinik dan rumah sakit. Masyarakat juga agar tidak menggunakan antibiotik tanpa diagnosa
dokter terlebih dahulu. Hendaknya apoteker dapat bersinergi dengan dokter, menjadi mitra
dalam penentuan pemilihan obat sesuai hasil diagnosa. Sekaligus apoteker dapat melakukan
pemantauan dan evaluasi dari penggunaan antibiotik di fasilitas kesehatan dan masyarakat.
2. Selain farmasis/apoteker tim apa saja di Rumah sakit yang turut berperan
dalam PPRA?
Jawab : Berdasarkan (PMK No.18/2015, Pasal 8) Anggota tim PPRA di RS terdiri :
a) Klinisi perwakilan SMF / bagian.
b) Keperawatan
c) Instalasi Farmasi
d) Laboratorium mikrobiologi klinik
e) Komite Pencegahan pengendalian infeksi (PPI)
f) Komite Farmasi dan Terapi (KFT)
3. Mengapa perlu dilakukan PPRA di RS ?
Jawab : Rumah sakit menyelenggarakan pengendalian resistensi anti mikroba sesuai
peraturan perundang-undangan. Permenkes No. 8 Tahun 2015 tentang program
pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit.
Program pengendalian resistensi antibiotik bertujuan:
 Menekan resistensi antibiotik
 Mencegah toksisitas akibat penggunaan antibiotik
 Menurunkan biaya akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak
4. Jelaskan pada aspek apa saja farmasis/apoteker berperan dalam PPRA?
Jawab : Peran farmasis/apoteker dalam PPRA : Farmasi merupakan salah satu pilar
penting dalam pengendalian resistensi antimikroba disuatu instalasi rumah sakit. Dimana
resistensi antimikroba/antibiotik dapat disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak
bijak sehingga perlu dilakukan pengendalian terhadap penyebab resistensi antimikroba ini
sendiri.
Dalam PPRA, peran dari instalasi farmasi yaitu mengelola serta
menjamin mutu dan ketersedian antibiotik yang tercantum dalam formularium, memberikan
rekomendasi dan konsultasi serta terlibat dalam tata laksana pasien infeksi, melalui:
pengkajian peresepan, pengendalian dan monitoring penggunaan antibiotik, visite ke
bangsal pasien bersama tim, memberikan informasi dan edukasi tentang penggunaan
antibiotik yang tepat dan benar, melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
5. Jelaskan pelayanan kefarmasian dalam terapi antibiotika saat :
a. Perencanaan dan pengadaan : Perencanaan dan pengadaan harus
dilakukan untuk menjamin ketersediaan antibiotik di RS
 pemilihan antibiotika yg direncanakan dan diadakan harus berdasarkan: pola
kuman lokal dan sensitivitas bakteri di RS, mutu, cost-effectivennes
 pengadaan dapat dilakukan melalui pembelian,rekonstitusi , pencampuran (iv
admixture), pengemasan ulang, atau sumbangan/dropping/hibah
 pencampuran/pengemasan ulang antibiotik perlu memperhatikan aspek
stabilitas,kondisi aseptis dan kompibilitas
b. Penyimpanan dan pendistribusi : Penyimpanan antibiotik sesuai
dengan persyaratan farmasetik pada sediaan jadi maupun sediaan setelah direkonstitusi
Penyimpanan antibiotik yang sesuai standar dimaksudkan untuk menjamin mutu sediaan pada
saat digunakan pasien.
Sistem pendistribusian antibiotik untuk pasien rawat jalan adalah peresepan
individual; dan pendistribusian untuk pasien rawat inap adalah sistem Unit Dose Dispensing
(UDD) yang disertai dengan informasi obat dan/atau konseling oleh Apoteker. Sistem UDD
perlu diterapkan pada distribusi antibiotik karena memudahkan pemantauan penggunaan
antibiotik (waktu dimulai dan dihentikan atau dilakukan penyesuaian regimen pengobatan).
c. Pengkajian terapi : Pengkajian terapi antibiotik dapat dilakukan
sebelum atau sesudah penulisan resep, dalam rangka mengidentifikasi, mengatasi dan
mencegah masalah terkait antibiotik. Apoteker dapat memberikan rekomendasi kepada
dokter/perawat/pasien terkait masalah terapi antibiotik yang ditemukan.
Pengkajian terapi antibiotik dapat berupa:
 Kesesuaian indikasi, pasien, jenis dan dosis rejimen antibiotik terhadap
Pedoman/Kebijakan yang telah ditetapkan,
 Kemungkinan terjadinya ROTD, interaksi antibiotik dengan obat lain/larutan
infus/makanan-minuman,
 Kemungkinan kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium karena pemberian
antibiotik. Misalnya ampisilin, gentamisin
 mempengaruhi pemeriksaan AST/ALT.
d. Peracikan dan pemberian: Saat peracikan antibiotik steril dan non steril dilakukan
dengan memperhatikan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), dan menggunakan
peralatan yang tersendiri (khusus) dari peralatan peracikan non antibiotik untuk
mencegah kontaminasi silang. Peracikan antibiotik steril (misalnya: parenteral, tetes
mata, salep mata) dilakukan sesuai standar aseptic dispensing yang meliputi: sistem
manajemen, prosedur, sarana prasarana, SDM, teknik aseptis, dan penjaminan mutu
(quality assurance). Teknik peracikan harus memperhatikan aspek stabilitas dan
kompatibilitas Untuk sediaan antibiotik steril yang tidak stabil setelah direkonstitusi
dan diperlukan dalam dosis kecil, dapat dilakukan pengemasan ulang sesuai dosis
yang diperlukan dalam rangka menjamin kualitas dan menghemat biaya pengobatan.
Saat pemberian Pemberian antibiotik kepada pasien disertai dengan layanan
informasi atau konseling. Apoteker memberikan konsultasi pada perawat terkait
penyiapan dan pemberian antibiotik. Setiap pemberian obat dicatat di Rekam
Pemberian Antibiotik (RPA), Kartu Catatan Obat (KCO).
e. Pemantauan Terapi
 Dapat dilakukan secara mandiri atau pada saat visite bersama dokter
dan tim kesehatan lain
 Dilakukan terhadap tanda keberhasilan dan kegagalan terapi dapat
dilakukan setelah 72 jam dengan melihat data klinis
 Dilakukan juga terhadap timbulnya ROTD
f. Informasi obat dan konseling
(1) apoteker dapat memberikan informasi kepada sejawat tenaga kesehatan
tentang antibiotik meliputi :
o Pemilihan obat antibiotik
o resimen dosis
o Rekonstitusi
o Pengenceran / pencampuran antibiotik dengan larutan infus
o Informasi - informasi spesifik tentang antibiotik
(2) . Apoteker juga dapat memberikan konseling obat pada pasien
o Misal : waktu minum obat ( sebelum atau sesudah makan )
o Lamanya penggunaan obat , minum sampai habis sampai kepatuhan pasien
o Jika ada efek yang tidak di inginkan segera dilaporkan dan lain lain
o Jangan sembarangan minum antibiotik

6. Bagaimanakah cara rekonstitusi dan penyimpanan sefapim?


Jawab : Cara rekonstitusi:
 Tambahkan 5 ml aqua pro injeksi
 Tambahkan 10 ml aqua pro injeksi(konsentrasi akhir 100 mg/ml)
Penyimpanan:
 Pada suhu 4-8 derajat stabil untuk 7 hari o Pada suhu 25 derajat stabil untuk
24 jam

7. Bagaimana saudara menjelaskan penggunaan obat Amoksisilin ?


Jawab :
 Diberikan dalam waktu yang relatif sama setiap harinya ( around the clock )
untuk meminimalkan variasi kadar dalam darah
 Bila timbul kemerahan pada kulit ( merupakan reaksi sensitifitas terhadap
Amoksisilin ) segera konsultasi ke dokter
 Pemberian bersama alopurinol meningkatkan risiko terjadinya kemerahan
pada kulit
 Amoksilin yang digunakan bersama kontrasepsi akan menurunkan efektivitas
kontrasepsi

Anda mungkin juga menyukai