PEDOMAN PELAYANAN
KEFARMASIAN
PUSKESMAS PEMALI
2016
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pedoman
D. Batasan Operasional
E. Landasan Hukum
B. Distribusi Ketenagaan
C. Jadwal Kegiatan
A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas
BAB V LOGISTIK
BAB IX PENUTUP
2|Page
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang
menyelenggarakan upaya pemeliharaan kesehatan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Peningkatan kinerja pelayanan kesehatan dasar yang ada di
Puskesmas dilakukan sejalan dengan perkembangan kebijakan yang
ada pada berbagai sektor. Adanya otonomi daerah dan desentralisasi
diikuti pula dengan menguatnya kewenangan daerah dalam membuat
berbagai kebijakan.
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang
berperan penting dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan bagi
masyarakat. Hal tersebut diperjelas dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas yang menyebutkan bahwa Pelayanan
Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama
(drug oriented) ke paradigma baru (patient oriented) dengan filosofi
Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian). Praktek pelayanan
kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan
masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
B. Tujuan Pedoman
a. Tujuan Umum
Tersedianya pedoman sebagai acuan dalam penyelenggaraan
pelayanan medik dasar yang profesional dan bermutu di sarana
kesehatan
b. Tujuan khusus:
1. Meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan farmasi
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari Penggunaan Obat yang
tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient
safety).
3|Page
berdasarkan fasilitas yang ada dan standar pelayanan keprofesian
yang universal.
Adanya komunikasi yang tetap dengan dokter dan paramedis, serta
selalu berpartisipasi dalam rapat yang membahas masalah
perawatan atau rapat antar bagian atau konferensi dengan pihak
lain yang mempunyai relevansi dengan farmasi.
Adanya uraian tugas (job description) bagi staf dan pimpinan
farmasi. Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya
disesuaikan dengan kebutuhan.
Ruang Lingkup Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2
(dua) kegiatan, yaitu :
Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik.
D. Batasan Operasional
Operasional Pelayanan Kefarmasian mencakup Pengelolaan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai; serta Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik.
a. Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan salah
satu kegiatan pelayanan kefarmasian yang dimulai dari perencanaan,
permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan
evaluasi.
b. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan Farmasi Klinik yang harus dilakukan meliputi :
1. pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi
Obat;
4|Page
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
3. konseling;
4. ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap);
5. pemantauan dan pelaporan efek samping Obat;
6. pemantauan terapi Obat; dan
7. evaluasi penggunaan Obat.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;
2. Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008;
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
6. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
7. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/068 Tahun
2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 899 Tahun 2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang
Akreditasi Puskesmas
5|Page
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Rasio Kualitas dan rasio kuantitas ketenagaan harus disesuaikan
dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta
perkembangan dan visi puskesmas. Jumlah Kebutuhan Apoteker
atau Tenaga Teknis Kefarmasian di Puskesmas dihitung berdasarkan
rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta
memperhatikan pengembangan puskesmas, sesuai ketentuan
perundang-undangan.
Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker atau Tenaga Teknis
Kefarmasian di Puskesmas adalah 1 (satu) Apoteker atau 2 (dua)
6|Page
orang Tenaga Teknis Kefarmasian untuk 50 (lima puluh) pasien
perhari. Dalam hal terdapat kekurangan Apoteker maupun tenaga
teknis farmasi, dapat ditunjuk petugas lain dengan persyaratan
tertentu sesuai dengan kometensi kefarmasian.
Semua tenaga kefarmasian di Puskesmas melaksanakan
Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Standar Operasional Prosedur
(SOP) yang dibuat secara tertulis, disusun oleh Kepala Ruang
Farmasi, dan ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SOP tersebut
diletakkan di tempat yang mudah dilihat. Jenis SOP dibuat sesuai
dengan kebutuhan pelayanan yang dilakukan pada Puskesmas yang
bersangkutan.
Personalia Pelayanan di Puskesmas yang menduduki posisi dalam
organisasi harus tercantum dalam Bagan Struktur Organisasi
Puskesmas. Setiap posisi yang tercantum dalam bagan organisasi
harus dijabarkan secara jelas fungsi ruang lingkup, wewenang,
tanggung jawab, hubungan koordinasi, fungsional, dan uraian tugas
serta persyaratan/kualifikasi sumber daya manusia untuk dapat
menduduki posisi.
Bagan organisasi dan pembagian tugas dapat direvisi kembali dan
diubah bila terdapat hal :
a.Perubahan pola kepegawaian
b.Perubahan standar pelayanan farmasi
c.Perubahan peran rumah sakit
d.Penambahan atau pengurangan pelayanan
Setiap tahun dapat dilakukan penilaian kinerja tenaga
kefarmasian yang disampaikan kepada yang bersangkutan dan
didokumentasikan secara rahasia. Hasil penilaian kinerja ini akan
digunakan sebagai pertimbangan untuk memberikan penghargaan
dan sanksi.
Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang
terkait dengan pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada
penampilan kerja yang dihasilkan dalam meningkatkan mutu
pelayanan.
Pimpinan dan tenaga kefarmasian di ruang farmasi Puskesmas
berupaya berkomunikasi efektif dengan semua pihak dalam rangka
optimalisasi dan pengembangan fungsi ruang farmasi Puskesmas.
7|Page
d. Melakukan analisis kebutuhan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan bagi tenaga kefarmasian.
e. Tenaga kefarmasian difasilitasi untuk mengikuti program yang
diadakan oleh organisasi profesi dan institusi pengembangan
pendidikan berkelanjutan terkait.
f. Memberikan kesempatan bagi institusi lain untuk melakukan
praktik, magang, dan penelitian tentang pelayanan kefarmasian
di Puskesmas.
C. Jadwal Kegiatan
Kegiatan Kefarmasian di Puskesmas oleh Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian harus dibuat jadwal kegiatannya. Jadwal
dibedakan antara Puskesmas rawat jalan dan Puskesmas rawat
inap. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Puskesmas Rawat
Jalan bekerja ± 6-7 jam/hari atau 5-6 hari/ minggu, bekerja sesuai
lingkup pelayanan kefarmasiannya.
Jadwal kegiatan dapat dibagi per hari per orang atau per minggu
per orang dengan contoh kegiatan sebagai berikut ;
Pembagian Waktu
Jumlah
Per hari (6-7 Per Mggu (5-6 Uraian Kegiatan
Petugas
jam)/ org hari)/org
Pengkajian resep,
1/3 Jam I Senin-Selasa 2 penyerahan obat, pemberian
informasi obat
PIO/ Konseling,
1/3 Jam II Rabu-Kamis 1 Visite/Ronde (untuk
Puskesmas Rawat Inap)
Pemantauan/pelaporan
1/3 Jam III Jumat-Sabtu 1 ESO, PTO, Evaluasi
Penggunaan Obat
Ket : disesuaikan dengan waktu kerja serta jenis puskesmas
8|Page
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas
Fasilitas/Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan
kefarmasian di Puskesmas meliputi fasilitas/sarana yang memiliki
fungsi:
1. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1
(satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika
memungkinkan. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada bagian
paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan menurut
Permenkes no. 75 meliputi:
1 Analitical balance (Timbangan Mikro)
2 Batang Pengaduk
3 Corong
4 Cawan Penguap Porselen (d. 5-15 cm)
5 Gelas Pengukur 10 ml, 100 ml, dan 250 ml
6 Gelas Piala 100 ml, 500 ml, 1 L
7 Higrometer
8 Mortir + stamfer (diameter 10 cm, 13 cm)
9 Pipet berskala
10 Spatel Logam
11 Shaker
12 Termometer skala 100
13 Pot obat 10 gr, 20 gr
14 Sealer plastik puyer otomatis
15 Blender obat
9|Page
3. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat meliputi konter penyerahan Obat, buku
pencatatan penyerahan dan pengeluaran Obat. Ruang penyerahan Obat
dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
4. Ruang Pemberian Informasi Obat/ Konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling,
lemari buku, buku-buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat
bantu konseling, buku catatan konseling, formulir jadwal konsumsi
Obat (lampiran), formulir catatan pengobatan pasien (lampiran), dan
lemari arsip (filling cabinet), serta 1 (satu) set komputer, jika
memungkinkan.
5. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu
produk dan keamanan petugas. Selain itu juga memungkinkan
masuknya cahaya yang cukup. Ruang penyimpanan yang baik perlu
dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC),
lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan
psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu, dan
kartu suhu.
6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang
berkaitan dengan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan
Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip
memerlukan ruangan khusus yang memadai dan aman untuk
memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin
penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik
manajemen yang baik.
10 | P a g e
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
11 | P a g e
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu
kegiatan pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak hilang),
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin,
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Hal ini bertujuan agar mutu
obat yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan.
Penyimpanan Obat dan BMHP dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut :
a. Bentuk dan jenis sediaan;
b. Stabilitas (suhu, cahaya, kelembabab)
c. Mudah atau tidaknya meledak/ terbakar; dan
d. Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus
12 | P a g e
pengaturan dan pengendalian serta sebagai sumber data untuk pembuatan
laporan.
13 | P a g e
B ). Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker/
Tenaga Teknis Kefarmasian untuk memberikan informasi secara akurat,
jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya dan pasien. Hal ini bertujuan untuk :
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain
di lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan obat (contoh : kebijakan permintaan obat oleh
jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat
penyimpanan yang memadai).
c. Menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan PIO yang dilakukan antara lain :
1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
pro aktif dan pasif
2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
3. Membuat Buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan
lain-lain
4. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap, serta masyarakat
Faktor – faktor yang harus diperhatikan :
1. Sumber Informasi Obat
2. Tempat
3. Tenaga
4. Perlengkapan
C ). Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah pasien yang berkaitan dengan penggunan obat pasien rawat
jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang
benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek
samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan
obat.
Kegiatan Konseling antara lain :
1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang disampaikan
dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-
ended question), misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai obat,
bagaimana cara pemakaian, apa efek yang diharapkan dari obat
tersebut, dan lain- lain.
3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.
4. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengindentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan cara pengunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan :
a. Kriteria pasien :
1) Pasien rujukan dokter
14 | P a g e
2) Pasien dengan penyakit kronis
3) Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan poli
farmasi
4) Pasien Geriatrik
5) Pasien Pediatrik
D) Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya
terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan :
a. Memeriksa Obat Pasien
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat
dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.
c. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan
penggunaan obat.
c. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan
dalam terapi pasien.
Kegiatan Visite Mandiri :
a. Untuk Pasien Baru
i. Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari
kunjungan.\
ii. Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan
jadwal pemberian obat
iii. Menanyakan obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah,
mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan
pengobatan pasien.
iv. Mengkaji terapi obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah
terkait obat yang mungkin terjadi.
15 | P a g e
ii. Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian
masalah dalam satu buku yang akan digunakan dalam setiap
kunjungan.
Kegiatan Visite bersama Tim :
a) Memeriksa catatan pengobatan pasien dan menyiapkan daftar
pustaka
b) Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien
dan/atau keluarga pasien terutama tentang obat
c) Menjawab pertanyaan dokter tentang obat
d) Mencatat semua instruksi dari dokter.
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam Visite :
a) Memahami cara berkomunikasi yang efektif
b) Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim.
c) Memahami teknik edukasi
d) Mencatat perkembangan pasien.
Kegiatan:
a. Menganalisis laporan efek samping Obat.
b. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko
tinggi mengalami efek samping Obat.
c. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
d. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat
Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping
Obat.
16 | P a g e
b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi
Obat yang merugikan.
Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Membuat catatan awal.
c. Memperkenalkan diri pada pasien.
d. Memberikan penjelasan pada pasien.
e. Mengambil data yang dibutuhkan.
f. Melakukan evaluasi.
g. Memberikan rekomendasi.
Tujuan:
a. Mendapatkan gambaran pola penggunaan Obat pada kasus
tertentu.
b. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan Obat
tertentu.
17 | P a g e
BAB V
LOGISTIK
18 | P a g e
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Konsep Umum
Manajemen resiko adalah suatu metode yang sistematis untuk
mengidentifikasi, menganalisis, mengendalikan, memantau, mengevaluasi
dan mengkomunikasikan yang ada pada suatu kegiatan.
Gambaran kegiatan pada pelayanan kefarmasian dapat diidentifikasi
dengan melakukan inventarisasi kegiatan di unit kerja tersebut.
Assesment Resiko
Identifikasi dan Pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien
Pelaporan dan analisa insiden
Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko
Solusi: Mencegah terjadinya CEDERA akibat kesalahan suatu tindakan atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
19 | P a g e
Keselamatan pasien (Patient Safety) secara sederhana di definisikan
sebagai suatu upaya mencegah bahaya yang terjadi pada pasien.
Walaupun mempunyai definisi yang sangat sederhana, tetapi upaya
untuk menjamin keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangatlah
kompleks dan banyak hambatan. Konsep keselamatan pasien harus
dijalankan secara menyeluruh dan terpadu.
Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien :
a. Menggunakan obat dan peralatan yang aman
b. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang
aman
c. Melaksankaan manajemen resiko, contoh : pengendalian infeksi
d. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan resiko
yang berorientasi kepada pasien
e. Meningkatkan keselamatan pasien dengan :
- mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event)
- membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event
- mengurangi efek akibat adverse event
Program Manajemen Resiko untuk keselamatan pasien (Resolusi WHO, 18
Januari 2002) terdiri dari 4 (empat) aspek utama :
a. Penentuan tentang norma-norma global, standar dan pedoman untuk
definisi, pengukuran dan pelaporan dalam mengambil tindakan
pencegahan, dan menerapkan ukuran untuk mengurangi resiko.
b. Penyusunan kebijakan berdasarkan bukti (evidence-based) dalam
standar global yang akan meningkatkan pelayanan kepada pasien
dengan penekanan tertentu pada beberapa aspek seperti keamanan
produk, praktek klinik yang aman sesuai dengan pedoman,
penggunaan produk obat dan alat kesehatan yang aman dan
menciptakan suatu budaya keselamatan pada petugas kesehatan dan
institusi pendidikan.
c. Pengembangan mekanisme melalui akreditasi dan instrumen lain,
untuk mengenali karakteristik penyedia pelayanan kesehatan yang
unggul dalam keselamatan pasien secara internasional
d. Mendorong penelitian tentang keselamatan pasien
20 | P a g e
- Kegagalan aktif dapat dikelola dengan memperbaiki alur kerja,
SOP, deskripsi kerja yang jelas, training, pengawasan terhadap
pelanggaran SOP, mengurangi interupsi dan stress, dan membina
komunikasi yang lebih baik antar staf dan dengan pasien.
21 | P a g e
TABEL 1
RINGKASAN DEFINISI YANG BERHUBUNGAN DENGAN CEDERA AKIBAT
OBAT
TABEL 2 .
INDEKS MEDICATION ERRORS UNTUK KATEGORISASI ERRORS (berdasarkan
dampak)
Error Kategori Hasil
Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya
No error A
kesalahan
Error, No B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
Terjadi kesalahan dan obat sudah
Harm C diminum/digunakan pasien tetapi tidak
membahayakan pasien
Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat
D
harus dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien
Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut
Error,
E diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang
harm
buruk yang sifatnya sementara
Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus
F dirawat lebih lama di rumah sakit serta memberikan
efek buruk yang sifatnya sementara
Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk
G
yang bersifat sementara
Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa
H
pasien contoh syok anafilaktik
Error,
I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia
death
23 | P a g e
TABEL 3.
JENIS- JENIS MEDICATION ERRORS (berdasarkan alur proses pengobatan)
24 | P a g e
- Pekerjaan kefarmasian meliputi penyediaan obat dan pelayanan lain
untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan manfaat yang
terbaik.
25 | P a g e
6. Pendidikan dan Informasi : penyediaan informasi setiap saat tentang obat,
pengobatan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang prosedur untuk
meningkatkan kompetensi dan mendukung kesulitan pengambilan
keputusan saat memerlukan informasi
7. Lebih hati-hati dan waspada : membangun lingkungan kondusif untuk
mencegah kesalahan, contoh : baca sekali lagi nama pasien sebelum
menyerahkan.
26 | P a g e
Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien:Ciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil,
2. Pimpin dan dukung staf anda:Bangun komitmen dan fokus yang
kuat dan jelas tentang keselamatan pasien,
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko:Kembangkan sistem dan
proses pengelolaan risiko serta lakukan identifikasi dan kajian hal
yang potensial bermasalah,
4. Kembangkan sistem pelaporan:Pastikan staf agar dengan mudah
dapat melaporkan kejadian/insiden, serta Puskesmas mengatur
pelaoran kepada KKPRS,
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien:Kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien,
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien: dorong
staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul,
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan
pasien:Gunakan infromasi yang ada tentang kejadian/masalah
untuk melakukan perubahan sistem pelayanan.
27 | P a g e
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
28 | P a g e
sasaran yang akan dicapai, menganalisa data, fakta dan informasi,
merumuskan masalah serta menyusun program. Fungsi berikutnya adalah
fungsi pelaksanaan yang mencakup pengorganisasian penempatan staf,
pendanaan serta implemen- tasi program. Fungsi terakhir ialah fungsi
pengawasan yang meliputi penataan dan evaluasi hasil kegiatan serta
pengendalian.
29 | P a g e
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
I. Tujuan
A. Tujuan Umum
B. Tujuan Khusus
II. Evaluasi
A. Jenis Evaluasi
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi dibagi 3 (tiga) :
1. Dilakukan sebelum pelayanan dilaksanakan
Contohnya : pembuatan standar, perijinan
2. Dilakukan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan
Contohnya : memantau kegiatan PIO/ konseling, peracikan resep
oleh petugas farmasi
3. Dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan
Contoh : laporan mutasi barang, indikator peresepan, survei
pelanggan
Pengendalian Mutu
Merupakan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan audit terhadap
perbekalan farmasi untuk menjamin mutu, mencegah kehilangan,
kadaluarsa, rusak dan mencegah terjadinya efek samping obat yang
tidak diinginkan sesuai dengan standar pelayanan farmasi minimal.
TABEL 4
JENIS PELAYANAN KLINIS, INDIKATOR, DAN NILAI DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN
Jenis Kriteria
Indikator Nilai
Pelayanan Indikator
31 | P a g e
BAB IX
PENUTUP
32 | P a g e