Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK I

PERCOBAAN IV
KELARUTAN INTRINSIK OBAT & KONSTANTA DIELEKTRIK
PELARUT CAMPUR

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3 - S1 B2 2017

DIANA ANUGRAH LESTARI (1713015097)

AISYIYAH (1713015190)

ARYA MAULANA (1713015122)

AWALIA SARININGSIH (1713015134)

HAFIFAH SARWANDA (1713015170)

NOVIA ANGGRAINI (1513015118)

LABORATORIUM FARMASETIKA DAN TEKNOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

1
2018

PERCOBAAN IV
KELARUTAN INTRINSIK OBAT & KONSTANTA DIELEKTRIK PELARUT
CAMPUR

A. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui dan mempraktekkan metode penentuan kelarutan intrinsik
obat
2. Mengetahui dan memahami cara menghitung nilai konstanta dielektrik
dari suatu pelarut campur

B. Dasar Teori
Suatu sifat fisika kimia yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan,
terutama kelarutan sistem dalam air. Jika kelarutan dari zat obat kurang dari
yang diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki
kelarutannya (Ansel, 1989).
Kelarutan dari suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat
terlarut dan pelarut, juga bergantung pada temperatur, tekanan, pH larutan dan
untuk jumlah yang lebih kecil, serta bergantung pada hal terbaginya zat
terlarut (Martin, dkk,1993).
Interaksi dapat terjadi antara pelarut dengan pelarut, pelarut dengan zat
terlarut, dan zat terlarut dengan zat terlarut. Nilai atau deskripsi kualitatif
beberapa  parameter fisika-kimia zat terlarut dan pelarut dapat membantu
memberikan gambaran mengenai kelarutan suatu obat (Syamsuni,2006).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah sebagai berikut :
1. Polaritas
Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut Aturan yang terkenal, yakni like
dissolve like diperoleh berdasarkan  pengamatan bahwa molekul-molekul

2
dengan distribusi muatan yang sama dapat larut secara timbal-balik, yaitu
molekul polar akan larut dalam media yang serupa, yaitu polar, sedangkan
molekul nopolar akan larut dalam media nonpolar.
2. Co-solvency
Co-solvency  dapat dipandang sebagai modifikasi polaritas sistem
pelarut terhadap zat terlarut atau terbentuknya pelarut baru yang terjadinya
interaksi antar masing-masing individu pelaut dalam sistem campuran
tidak mudah diduga. Co-solvency adalah suatu peristiwa terjadinya
kenaikan kelarutan karena penambahan  pelarut atau modifikasi pelarut.
3. Sifat kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang
sukar larut memerlukan banyak pelarut.
4. Temperatur
Zat yang bertambah larut ketika suhu dinaikkan, memiliki sifat
eksoterm. Sedangkan zat yang tidak larut ketika suhu dinaikkan, memiliki
sifat endoterm.
5. Salting out
Suatu peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan
lebih  besar dibandingkan zat utamanya sehingga menyebabkan penurunan
kelarutan zat utama.
6. Salting in
Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih
kecil dibandingkan zat utamanya, sehingga menyebabkan kenaikkan zat
utama.
7. Pembentukan Kompleks
Suatu peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tidak larut dan zat
yang larut dengan membentuk senyawa kompleks yang larut.
8. Common ion effect  (Efek Ion Bersama)

3
Suatu peristiwa dimana terjadi keseimbangan antara partikel padat
dengan larutan jenuhnya.
9. Hidrotopi
Suatu peristiwa bertambahnya kelarutan senyawa yang tidak larut atau
sukar larut dengan penambahan senyawa lain namun bukan zat surfaktan.
Mekanismenya hampir menyerupai  salting in, kompleksasi atau
kombinasi  beberapa faktor.
10. Ukuran Partikel
Ukuran partikel zat terlarut terhadap sifat kelarutannya terjadi hanya
jika  partikel mempunyai ukuran dalam mikron dan akan terlihat
kenaikkan kira-kira 10% dalam kelarutannya.
11. Ukuran dan Bentuk Molekul
Sifat-sifat dapat melarutkan pada air sebagian besar disebabkan oleh
ukuran molekulnya yng kecil. Zat cair yang dapat mempunyai  polaritas,
konstanta dielektrik,  dan ikatan hydrogen  dapat menjadi pelarut yang
kurang bagi  senyawa ionic, karena ukuran partikelnya lebih besar dan
akan sukar bagi zat cair untuk menembus dan melarutkan kristal. Bentuk
molekul zat terlarut juga merupakan faktor dalam meneliti kelarutan. Efek
bentuk molekul zat terlarut terhadap kelarutannya di dalam suatu pelarut
lebih banyak merupakan efek entropi
12. Struktur Air
Struktur air merupakan anyaman molekul tiga dimensi dan strukur
hidrogen menentukan sifat-sifat air dan interaksinya dengan zat terlarut.
Strukturnya dapat dimodifikasi secara kualitatif dan kuantitatif oleh
banyak faktor seperti suhu,  permukaan, dan zat terlarut. Struktur air peka
terhadap banyak faktor yang dapat memperkuat, memperlemah,
mengubah, atau memecah seluruhnya. Faktor ini termasuk suhu, zat
terlarut nonpolar, ion monovalen dan polivalen, makromolekul, dan
permukaan.

4
(Syamsuni,2006)
Suatu molekul dapat mempertahankan suatu pemisahan muatan listrik
melalui induksi oleh suatu medan listrik eksternal atau oleh suatu pemisahan
muatan yang  permanen di dalam suatu molekul polar (Martin,1993)
Listrik akan mengalir dari pelat sebelah kiri ke pelat sebelah kanan
melalui  baterai sampai perbedaan potensial pelat sama dengan potensial
baterai yang memasok perbedaan potensial mula-mula.  Kapasitas C (dalam
satuan farad), sama dengan jumlah muatan listrik, q (dalam coloumb), yang
tersimpan dalam pelat, dibagi dengan jumlah potensial, V (dalam volt), antar
pelat-pelat tersebut :
q
C=
v
Kapasitas dari kondensor, bergantung pada tipe medium yang
memisahkan  pelat juga pada ketebalan r. jika ruang antara lempeng
divakumkan, kapasitas adalah C0.  Nilai ini digunakan sebagai acuan untuk
membandingkan kapasitas jika senyawa lain mengisi ruang tersebut. Jika air
mengisi ruang tersebut, kapasitas meningkat karena molekul air dapat
mengarahkan diri sedemikian rupa sehingga ujung negatifnya berada paling
dekat dengan ujung kondensor positif dan ujung  positifnya terletak paling
dekat dengan pelat negatif. Penjajaran ini memberikan gerak tambahan dari
muatan karena peningkatan kemudahan dimana elektron-elektron dapat
mengalir diantara pelat-pelat. Jadi muatan tambahan dapat ditempatkan pada
pelat-pelat ter-unit dari tegangan yang ditetapkan. Kapasitas  kondensor yang
dapat diisi suatu bahan, Cx, dibagi denganbaku pembanding, C0, disebut
sebagai konstanta dielektrik, Ɛ (Martin,1993).

5
Uraian bahan
1. Asam salisilat
Nama Resmi : ACIDUM SALYCYLICUM
Rumus molekul : C7H6O3
Berat molekul : 138,12
Pemerian : hablur ringan tak berwarna atau serbuk berwarna
putih; hamper tak berbau; rasa agak manis dan tajam
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : keratolitikum, antifungi

2. Natrium hidroksida
Nama Resmi : NATRII HYDROXIDUM
Rumus molekul : NaOH
Berat molekul : 40
Pemerian : bentuk batang; butiran; massa hablur menyerap CO2
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : zat tambahan

3. Etanol
Nama Resmi : AETHANOLUM
Rumus molekul : C2H5OH
Pemerian : cairan tak berwarna; mudah menguap; bau khas; rasa
panas; mudah terbakar
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : zat tambahan

6
4. Propilen glikol
Nama resmi : PROPYLENGLYCOLUM
Rumus molekul : C3H8O2
Berat molekul : 76,10
Pemerian : cairan kental; jernih; tidak berwarna; tidak berbau;
rasa agak manis; higroskopik
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : zat tambahan; Pelarut
(DEPKES RI, 1979)

7
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Batang penganduk
b. Buret
c. Corong kaca
d. Erlenmeyer
e. Gelas kimia 100 ml
f. Gelas ukur 10 ml
g. Pipet tetes
h. Pipet ukur 10 ml
i. Propipet
j. Rak tabung reaksi
k. Spatel
l. Statif dan klem
m. Tabung reaksi
n. Timbangan analitik

2. Bahan
a. Alumunium foil
b. Asam oksalat
c. Aquades
d. Asam salisilat
e. Etanol
f. Indikator fenolftalein
g. Kertas saring
h. NaOH 0,1 N
i. Plastik wrap
j. Propilen glikol

8
D. Prosedur Kerja
1. Dimasukkan aquades kedalam tabung reaksi 1 – 4 masing-masing 5 ml
2. Ditambahkan etanol ke dalam tabung reaksi 1 – 4 dengan keterangan yaitu
tabung 1 = 0 ml etanol, tabung 2 = 2 ml etanol, tabung 3 = 3 ml etanol,
tabung 4 = 5 ml etanol
3. Ditambahkan propilen glikol ke dalam tabung reaksi 1 – 4 dengan
keterangan yaotu tabung 1 = 5 ml etanol, tabung 2 = 3 ml etanol, tabung 3
= 2 ml etanol, dan tabung 4 = 0 ml etanol
4. Ditambahkan asam salisilat 1 gram pada tabung 1 - 4
5. Dikocok selama 30 menit, lalu disaring
6. Ditambahkan indicator fenolftalein masing-masing 3 tetes pada tabung 1 –
4
7. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N
8. Ditentukan kadar asam salisilat
9. Dihitung nilai konstanta dielektrik dari campuran pelarut yaitu (air +
etanol + propilenglikol) pada tabung 1 – 4

9
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
2. Perhitungan
1.) Penetapan Kelarutan Intrinsik dan Pelarut Campur
A. Molaritas NaOH
g 1000
M= x
Mr V (ml)
2 g 1000
¿ x
40 500 ml
2.000
¿
20.000
¿ 0,1 M
B. Kadar Asam Salisilat. Mr Asam Salisilat = 138
a) Tabung 1
Mol NaOH = Mol Asam Salisilat
M1 NaOH x V1 NaOH = M2 Asam Salisilat x V2 Asam Salisilat
0,1 M x 16,1 = M2 x 7,25 ml
M2 = 0,222 M
g 1000
M= x
Mr V ( ml)
gram=¿ 0,222 x 138 x 0,00725 L Sudah Diubah Ke Liter
¿ 0,222 gram
gram
% Kadar= x 100 %
Berat Awal
0,222 g
¿ x 100 %
1g
¿ 22,2 %
b) Tabung 2
Mol NaOH = Mol Asam Salisilat
M1 NaOH x V1 NaOH = M 2 Asam Salisilat x V2
Asam Salisilat
0,1 M x 10,7 = M2 x 6 ml
M2 = 0,178 M

g 1000
M= x
Mr V (ml)
gram=¿ 0,178 M x 138 x 0,006 L Sudah Diubah Ke Liter
¿ 0,147 gram

10
gram
% Kadar= x 100 %
Berat Awal
0,147 g
¿ x 100 %
1g
¿ 14,7 %
c) Tabung 3
Mol NaOH = Mol Asam Salisilat
M1 NaOH x V1 NaOH = M2 Asam Salisilat x V2 Asam
Salisilat
0,1 M x 25,3 ml = M2 x 9 ml
M2 = 0,281 M

g 1000
M= x
Mr V (ml)
gram=¿ 0,281 M x 138 x 0.009 L Sudah Diubah Ke Liter
¿ 0,349 gram
gram
% Kadar= x 100 %
Berat Awal
0,349 g
¿ x 100 %
1g
¿ 3,49 %

d) Tabung 4
Mol NaOH = Mol Asam Salisilat
M1 NaOH x V1 NaOH = M2 Asam Salisilat x V2 Asam
Salisilat
0,1 M x 22,9 ml = M2 x 5 ml
M2 = 0,458 M

g 1000
M= x
Mr V (ml)
gram=¿ 0,458 M x 138 x 0,005 L Sudah Diubah Ke Liter
¿ 0,316 gram
gram
% Kadar= x 100 %
Berat Awal
0,316 g
¿ x 100 %
1g
¿ 3,16 %
B. Perhitungan Konstanta Dielektrik
1) Tabung 1
a) Konstanta DIelektrik Air Dalam Pelarut Campur

11
V air
% Air=
V air +Vetanol+V propilen glikol
5 ml
¿
5 ml+0 ml+ 5 ml
5 ml
¿
10ml
¿ 50 %
ε Air Dalam Pelarut Campuran=ε Air x % Air
¿ 78,5 x 50 %
¿ 39 , 25

b) Konstanta DIelektrik Etanol Dalam Pelarut Campur


V etanol
% Etanol=
V air +Vetanol+V propilen glikol
0 ml
¿
5 ml+0 ml+ 5 ml
0 ml
¿
10ml
¿0%
ε Air Dalam Pelarut Campuran=ε Etanol x % Etanol
¿ 25,7 x 0 %
¿0
c) Konstanta DIelektrik Propilen Glikol Dalam Pelarut Campur
V propilen glikol
% Propilen Gikol =
V air +Vetanol+V propilen glikol
5 ml
¿
5 ml+0 ml+ 5 ml
5 ml
¿
10ml
¿ 50 %
ε Air Dalam Pelarut Campuran=ε Propilen Glikol x % Propilen Glikol
¿ 33,0 x 50 %
¿ 16 , 5
d) Konstanta Dielektrik Pelarut Campuran
ε Pelarut Campuran=ε Air + ε Etanol+ ε Propilen Glikol
¿ 39,25+0+16,5
¿ 55,75
2) Tabung 2
a) Konstanta DIelektrik Air Dalam Pelarut Campur
V air
% Air=
V air +Vetanol+V propilen glikol

12
5 ml
¿
5 ml+2 ml+3 ml
5 ml
¿
10ml
¿ 50 %
ε Air Dalam Pelarut Campuran=ε Air x % Air
¿ 78,5 x 50 %
¿ 39 , 25

b) Konstanta DIelektrik Etanol Dalam Pelarut Campur


V etanol
% Etanol=
V air +Vetanol+V propilen glikol
2 ml
¿
5 ml+2 ml+3 ml
2ml
¿
10ml
¿ 20 %
ε Air Dalam Pelarut Campuran=ε Etanol x % Etanol
¿ 25,7 x 20 %
¿ 5,14
c) Konstanta DIelektrik Propilen Glikol Dalam Pelarut Campur
V propilen glikol
% Propilen Glikol=
V air+Vetanol+V propilen glikol
3 ml
¿
5 ml+2 ml+3 ml
3 ml
¿
10ml
¿ 30 %
ε Air Dalam Pelarut Campuran=ε Propilen Glikol x % Propilen Glikol
¿ 33,0 x 30 %
¿ 9,9
d) Konstanta Dielektrik Pelarut Campuran
ε Pelarut Campuran=ε Air + ε Etanol+ ε Propilen Glikol
¿ 39,25+9,14 +9,9
¿ 54,29
3) Tabung 3
a) Konstanta DIelektrik Air Dalam Pelarut Campur
V air
% Air=
V air +Vetanol+V propilen glikol
5 ml
¿
5 ml+3 ml+2 ml

13
5 ml
¿
10ml
¿ 50 %
ε Air Dalam Pelarut Campuran=ε Air x % Air
¿ 78,5 x 50 %
¿ 39 , 25

b) Konstanta DIelektrik Etanol Dalam Pelarut Campur


V etanol
% Etanol=
V air +Vetanol+V propilen glikol
3 ml
¿
5 ml+3 ml+2 ml
3 ml
¿
10ml
¿ 30 %
ε Air Dalam Pelarut Campuran=ε Etanol x % Etanol
¿ 25,7 x 20 %
¿ 7,71
c) Konstanta DIelektrik Propilen Glikol Dalam Pelarut Campur
V propilen glikol
% Propilen Glikol=
V air+Vetanol+V propilen glikol
2 ml
¿
5 ml+3 ml+2 ml
2ml
¿
10ml
¿ 20 %
ε Air Dalam Pelarut Campuran=ε Propilen Glikol x % Propilen Glikol
¿ 33,0 x 20 %
¿ 6,6
d) Konstanta Dielektrik Pelarut Campuran
ε Pelarut Campuran=ε Air + ε Etanol+ ε Propilen Glikol
¿ 39,25+7,71+6,6
¿ 53,56
4) Tabung 4
a) Konstanta DIelektrik Air Dalam Pelarut Campur
V air
% Air=
V air +Vetanol+V propilen glikol
5 ml
¿
5 ml+5 ml+ 0 ml
5 ml
¿
10ml
¿ 50 %

14
ε Air Dalam Pelarut Campuran=ε Air x % Air
¿ 78,5 x 50 %
¿ 39 , 25

b) Konstanta DIelektrik Etanol Dalam Pelarut Campur


V etanol
% Etanol=
V air +Vetanol+V propilen glikol
5 ml
¿
5 ml+5 ml+ 0 ml
5 ml
¿
10ml
¿ 50 %
ε Air Dalam Pelarut Campuran=ε Etanol x % Etanol
¿ 25,7 x 50 %
¿ 12,85
c) Konstanta DIelektrik Propilen Glikol Dalam Pelarut Campur
V propilen glikol
% Propilen Glikol=
V air+Vetanol+V propilen glikol
0 ml
¿
5 ml+5 ml+ 0 ml
0 ml
¿
10ml
¿0
ε Air Dalam Pelarut Campuran=ε Propilen Glikol x % Propilen Glikol
¿ 33,0 x 0
¿0
d) Konstanta Dielektrik Pelarut Campuran
ε Pelarut Campuran=ε Air + ε Etanol+ ε Propilen Glikol
¿ 39,25+12,85+0
¿ 52,1

3. Grafik

40

35

30
Kelartan Asam Salisilat

25

20

15
15
10

5
0
52.1 53.56 54.29 55.75
Konstanta Dielektrik

F. Pembahasan
Asam salisilat merupakan senyawa yang berkhasiat sebagai fungisidal dan
bekteriostatis lemah. Asam Salisilat bekerja keratolitis sehingga digunakan
dalam sediaan obat luar terhadap infeksi jamur yang ringan. Asam Salisilat
sukar larut dalam air (Astutik dkk, 2007).
Propilenglikol atau propane 1,2-diol adalah salah satu jenis pelarut atau
kosolven yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat
dalam fomulasi sediaan cair, semipadat, dan sediaan transdermal
(Widyaningsih, 2009).
Kelarutan secara kuantitatif dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada suhu tertentu. Sedangkan secara kualitatif
didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua zat atau lebih zat untuk
membentuk disperse molekuler. Kelarutan dapat dinyatakan sebagai jumlah
milliliter pelarut yang akan melarutkan suatu gram zat terlarut. Terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat, yaitu pH, suhu,
jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel zat, konstanta dielektrik, adanya zat
lain seperti surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis dan lain-lain
(Martin, 2011).
Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting dalam
meramalkan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-oba yang

16
mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs) seringkali
menunjukkan ketersediaan hayati rendah (Zaeni dkk, 2011).
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu
oleh dipol momennya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar
lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala
perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihddroksi yang lain.
Kelarutan zat juga bergantung pada gambaran struktur seperti perbandingan
gugus polar terhadap gugus non polar dari molekul. Apabila panjang rantai
nonpolar dari alkohol alifatik bertambah, kelarutan senyawa tersebut dalam
air akan berkurang. Rantai lurus aalkohol monohidroksi, aldehida, keton, dan
asam yang mengandung lebih dari 4 atau 5 karbon, tidak dapat memasuki
struktur ikatan hydrogen dari air dan oleh karena itu hanya larut sedikit.
Apabila ada gugus polar tambahan dalam molekul, seperti pada propilena
glikol, gliserin, dan asam tartrat, kelarutan dalam air naik banyak
(Martin, dkk, 1990).
Konstanta dielektrik adalah perbandingan nilai kapasitansi kapasitor pada
bahan dielektrik dengan nilai kapasitansi di ruang hampa. Konstanta dielektrik
atau permitivitas listrik relative juga diartikan sebagai konstanta yang
melambangkan rapatnya fluks elektrostatik dalam suatu bahan bila diberi
potensial listrik. Sifat dielektrik merupakan merupakan sifat yang
menggambarkan tingkat kemampuan suatu bahan untuk menyimpan muatan
listrik beda potensial yang tinggi (Sutrisno dan Gie, 1983).
Pada percobaan ini dilakukan penentuan kelarutan intrinsik obat dan
konstanta dielektrik pelarut campur. Sampel yang digunakan adalah obat asam
salisilat dalam bentuk sediaan serbuk dimana menurut Farmakope Indonesia,
asam salisilat larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol 95%, larut
dalam larutan ammonium asetat, dinatrium hidrogenfosfat, kalium sitart dan
natrium sitrat. Dalam percobaan ini, digunakan beberapa pelarut yaitu
aquadest, etanol dan propilenglikol. Pertama, dimasukkan aquades ke dalam

17
tabung reaksi 1 sampai 4 sebanyak 5 ml. Kedua, ditambahkan etanol pada
tabung 1 = 0 ml, tabung 2 = 2 ml, tabung 3 = 3 ml dan tabung 4 = 5 ml.
Ketiga, ditambahkan propilen glikol pada tabung 1 = 5 ml, tabung 2 = 3 ml,
tabung 3 = 2 ml dan tabung 4 = 0 ml. Keempat, ditambahkan asam salisilat
sebanyak 1 gram pada tabung 1 sampai dengan tabung 4. Dikocok secara
manual dengan menggunakan tangan selama 30 menit tanpa henti dan
dikocok secara konstan. Kemudian disaring dengan menggunakan kertas
saring. Ditambahkan indikator pp atau fenolftalein masing-masing sebanyak 3
tetes pada tabung 1 yang diperoleh 7.25 ml, tabung 2 diperoleh 6 ml, tabung 3
diperoleh 9 ml, dan tabung 4 diperoleh 5 ml. Setelah itu dititrasi dengan
menggunakan NaOH dengan konsentrasi 0.1 N. Diperoleh volume titrasi pada
tabung 1 = 16.1 ml, tabung 2 = 10.7 ml, tabung 3 = 25.3 ml dan tabung 4 =
22.9 ml.
Titrasi yang digunakan ialah titrasi asam basa dengan prinsipnya
melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa
didasarkan pada reaksi penetralan, dimana kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa atau alkalimetri dan kadar larutan basa
ditentukan dengan menggunakan larutan asam atau asidimetri. Fungsi
penambahan indikator pp atau fenolftalein ialah agar dapat mengetahui titik
ekuivalen sehingga indikator ini mampu untuk merubah warna ketika titik
ekuivalen terjadi, inilah yang dinamakan dengan titik akhir titrasi atau proses
titrasi telah selesai. Selain itu mekanisme terjadinya perubahan warna pada
titrasi asam basa didasarkan karena pada larutan titer yang bersifat asam yang
telah ditambahkan indikator pp (fenolftalein) dititrasi dengan titran yang
bersifat basa, dimana akan terjadi reaksi antara sampel asam yaitu asam borat
atau asam benzoat dengan titran basa yaitu NaOH membentuk larutan garam.
Hal ini akan terus terjadi hingga larutan asam tepat telah habis bereaksi
dengan NaOH dan disebut titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen ini, belum
terjadi perubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja larutan NaOH akan

18
menyebabkan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi ungu
lembayung yang berasal dari reaksi antara kelebihan titran basa dengan
indikator pp atau fenolftalein.
Dari hasil percobaan didapatkan data kuantitatif kelarutan asam salisilat
pada tabung 1 sebanyak 22,2 % ; tabung 2 sebanyak 14,7 % ; tabung 3
sebanyak 34,9 % dan tabung 4 sebanyak 31,6 %. Untuk data nilai konstanta
dielektrik pelarut campur didapatkan pada tabung 1 sebesar 55,75 (ɛ air
campur = 39,25 dan ɛ propilenglikol campur = 16,5) ; tabung 2 sebesar 54,29
(ɛ air campur = 39,25 ; ɛ etanol campur 5,14 dan ɛ propilenglikol campur =
9,9 ) ; tabung 3 sebesar 53,56 (ɛ air campur = 39,25 ; ɛ etanol campur = 7,71
dan ɛ propilenglikol campur = 6,6 ) ; dan tabung 4 sebesar 52,1 (ɛ air campur
= 39,25 ; ɛ etanol campur = 12,85 ). Pelarut campur ini merupakan salah satu
contoh pelarut co-solvent . Nilai konstanta dielektrik dari suatu co-solvent
yang baik adalah yang nilai konstanta dielektriknya mendekati atau sama
dengan nilai konstanta dielektrik zat terlarutnya. Berdasarkan hasil percobaan
ini, dapat diketahui bahwa pada tabung 3 dengan nilai konstanta dielektrik
pelarut sebesar 53,56 menunjukkan kelarutan asam salisilat yang paling
banyak. Namun data ini masih kurang akurat sebab terjadi kesalahan pada saat
percobaan dimana ketidak tepatan dalam proses pengocokan secara tidak
merata, ketidak akuratan dalam proses penambahan indikator pp serta
kecepatan titrasi larutan NaOH yang berlebihan sehingga volumenya besar
dan menghasilkan warna yang lebih terang.
Gugus polar dari asam salisilat adalah gugus –OH dan gugus non polar
pada asam salisilat adalah gugus cincin benzen. Sturktur tersebut yang
menyebabkan asam salisilat dapat larut pada sebagian pelarut polar dan
sebagian pada pelarut non polar. Namun, karena memiliki gugus polar dan
non polar sekaligus dalam satu gugus, asam salisilat sukar larut dengan
sempurna pada pelarut polar saja atau pelarut non polar saja. Semakin besar

19
nilai konstanta dielektriknya maka suatu pelarut semakin bersifat polar dan
semakin rendah konstanta dielektrik atau kurang dari 15 maka suatu pelarut
semakin non polar. Tingkat kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh jenis pelarut,
temperatur, bentuk dan ukuran partikel zat terlarut dan konstanta dielektrik
pelarut.

G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Metode penentuan konstanta intrinsic obat dapat dilakukan degan
menggunakan pelarut yang berbeda yaitu aquades, etanol dan propilen
glikol. Konstanta dielektrik pelarut campur pada tabung 1 adalah 55,75;
pada tabung 2 sebesar 54,29; pada tabung 3 sebesar 53,56 dan tabung 4
sebesar 52,1.
2. Kelarutan asam salisilat terbanyak pada tabung 3 dengan konstanta
dielektrik 53,56 melarutkan asam salisilat sebanyak 34,9 %.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh


Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat. Jakarta, UI Press.
Astuti, Ika Yuni, dkk. 2007. Pengaruh Konsentrasi Adeps Lanae dalm Dasar
Salep Cold Cream Terhadap Pelepasan Asam Salisilat. PHARMACY.
Vol.05 (1).
Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia ed.III, Jakarta
Martin, A., Swarbrick J., dan Cammarata, A. 1990. Farmasi Fisika Edisi III.
Penerjemah: Yoshita. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik, jilid II Edisi III. Jakarta: UI-Press.
Sinko, P. J. 2011. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika edisi
5.diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sutrisno dan Gie. 1983. Fisika Dasar. Bandung: ITB Press.
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

21
Widyaningsih, Linda. 2009. Pengaruh Penambahan Kosolven Propilenglikol
terhadap Kelarutan Asam Mefenamat. Skripsi. Universitas
Muhamadiyah Surakarta. Surakarta.
Zaeni, Erizal. 2011. Peningkatan Laju Pelarutan Trimetropin melalui Metode
Ko-Kristalisasi Dengan Nikotinamida. Jurnal Farmasi Indonesia. Vol
5 (4).

LEMBAR PENGESAHAN

22
Samarinda, 12 November 2018
Menyetujui,
Dosen Pengampu Ketua Kelompok

Novita Eka Kartab Putri, M.Farm., Apt Arya Maulana

23

Anda mungkin juga menyukai