Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai zat yang sukar

digolongkan sebagai zat biasa, zat cair atau gas. Zat-zat ini dalam ilmu kimia

dinamakan koloid. Contohnya antara lain susu, tinta, cat, sabun, kanji,

minyak rambut bahkan udara berdebu termasuk sistem koloid. Kimia koloid

mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan dan penghidupan manusia.

Proses dialam sekitar kebanyakan berhubungan dengan sistem koloid.

Protoplasma dalam sel makhluk hidup merupakan suatu koloid, sehingga

kimia koloid diperlukan untuk menerangkan reaksi-reaksi dalam sel. Tanah

terdiri dari bahan-bahan koloid dan pemahaman tentang koloid sangat

membantu dalam meningkatkan kesuburan lahan.

Sistem koloid sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai

contoh, hampir semua bahan pangan mengandung partikel dengan ukuran

koloid, seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Emulsi seperti susu juga

termasuk koloid. Dalam bidang farmasi, kebanyakan produknya juga berupa

koloid, misalnya krim, salep adalah emulsi. Dalam industri cat, semen, dan

industri karet untuk membuat ban semuanya melibatkan sistem koloid. Semua

bentuk seperti spray untuk serangga, cat, hair spray dan sebagainya adalah

juga koloid. Dalam bidang pertanian, tanah juga dapat digolongkan sebagai

koloid. Proses seperti memutihkan, menghilangkan bau, menyamak,

mewarnai, pemurnian, melibatkan adsorpsi pada permukaan partikel koloid


dan karena itu pemahaman sifat-sifat koloid sangat penting. Jadi, terlihat

betapa pentingnya koloid dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, perlu

diadakan percobaan tentang kimia koloid yang akan dibahas pada laporan ini.

Kimia koloid meliputi koagulasi yaitu peristiwa pengendapan partikel

koloid; dispersi yaitu memecah butir-butir yang lebih besar menjadi butir-

butir seukuran koloid; emulsi yaitu medium pendispersi dan medium

terdispersi merupakan cairan yang tidak saling bercampur; koloid pelindung

dengan cara menambahkan zat, seperti gelatin untuk mencegah pengendapan

sehingga koloid dapat terbentuk; adsorpsi yaitu penyerapan suatu yang

melekat pada permukaan.

I.2 Tujuan Percobaan

1. Untuk menjelaskan pengertian dan sifat-sifat dispersi

nanopartikulat/koloid

2. Untuk membedakan berbagai tipe sistem koloid dan karakter utama

sistem koloid

3. Untuk membuat koloid dan menentukan karakteristik dispersi

nanopartikulat/koloid

4. Untuk memahami manfaat dan aplikasi koloid dalam bidang farmasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Dasar

Partikel koloid merupakan partikel diskrit yang terdapat dalam

suspensi air baku, dan partikel inilah yang merupakan penyebab utama

kekeruhan. Stabilitas koloid tergantung pada ukuran koloid serta muatan

elektrik yang dipengaruhi oleh kandungan kimia pada koloid dan pada

media dispersi (seperti kekuatan ion, pH dan kandungan organik dalam

air). Koagulasi adalah proses penambahan koagulan pada air baku yang

menyebabkan terjadinya destabilisasi dari partikel koloid agar terjadi

agregasi dari partikel yang telah terdestabilisasi tersebut. Dengan

penambahan koagulan, kestabilan koloid dapat dihancurkan sehingga

partikel koloid dapat menggumpal dan membentuk partikel dengan ukuran

yang lebih besar, sehingga dapat dihilangkan pada unit sedimentasi.

Terdapat 4 mekanisme destabilisasi partikel, yaitu (i) pemampatan lapisan

ganda, (ii) adsorpsi untuk netralisasi muatan, (iii) penjebakan partikel

dengan koagulan, serta (iv) adsorpsi dan pembentukan jembatan antar

partikel melalui penambahan polimer (Rachmawati, 2009).

Ukuran partikel yang diperoleh dengan inkubasi pada suhu 1000C

lebih besar dari pada yang diperoleh dengan inkubasi pada suhu kamar.

Demikian juga terhadap stabilitas koloid, diperkirakan bahwa stabilitas

koloid dipengaruhi oleh suhu inkubasi, dimana partikel yang diperoleh

pada inkubasi suhu 100 oC lebih stabil dibandingkan dengan partikel yang

diperoleh dengan inkubasi pada suhu kamar, dengan asumsi bahwa

spesispesi dari partikel yang diperoleh dengan inkubasi pada suhu 100 oC
lebih sukar pecah dibandingkan dengan spesi-spesi partikel yang diperoleh

dengan inkubasi suhu kamar (Yunilda, 2008).

Kekeruhan dalam air banyak disebabkan oleh koloid. Koloid

merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat

yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel yang cukup besar

yaitu 1 - 1000 nm atau 0, 001-1μm. Koloid pada air dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu hidrofilik dan hidrofobik. Koloid hidrofilik mempunyai

afinitas yang tinggi terhadap air, dan bersifat stabil. Ukurannya berkisar

antara 1-10 nm namun dapat pula lebih besar dari itu pada jenis polymer.

Contoh dari koloid hidrofilik antara lain protein, polimer sintetis. Koloid

hidrofilik memiliki ukuran molekul yang tergolong besar, sehingga dapat

menghamburkan cahaya dan tidak dapat melewati membran. Koloid

hidrofobik mempunyai gaya tarik menarik antara fase terdispersi dengan

medium pendispersi yang cukup lemah atau bahkan tidak ada sama sekali.

Contoh dari koloid hidrofobik yaitu dispersi emas dan belerang dalam air.

Koloid hidrofobik tidak terlarut dalam air dan tidak sepenuhnya dapat

basah oleh air, tetapi kolid hidrofobik terdispersi sebagai molekul yang

sangat kecil. Disebabkan ketidakstabilannya, koloid hidrofobik dapat

tersuspensi sebagai partikel individu dalam jangka waktu yang cukup lama

(Mutiarani, 2011).

Perolehan senyawa kimia didasarkan pada kesamaan sifat

kepolaran terhadap pelarut yang digunakan. Pelarut polar akan melarutkan

solut yang polar dan pelarut non polar akan melarutkan solut yang non
polar atau disebut dengan like dissolve like (Nurdin, 2010). Penggunaan

minyak kelapa sebagai surfaktan memiliki beberapa kelebihan, antara lain

bersifat terbarukan (renewable resources), lebih bersih (cleaner) dan lebih

murni dibandingkan menggunakan bahan baku berbasis petrokimia.

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus

hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran

yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan.

Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik)

dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Seiring

dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan lingkungan yang

baik, permintaan surfaktan yang mudah terdegradasi dan berbasis

tumbuhan juga semakin meningkat (Holmberg, 2001). Maka dari itu

diperlukan kajian untuk memperoleh surfaktan yang mempunyai dua

kriteria tersebut yaitu diperoleh dari bahan baku yang dapat diperbaharui

(renewable) dan bersifat degradatif di alam sehingga dapat diterima secara

ekologis (Probowati, 2012).

II.2 Uraian bahan

1. Aquadest (Depkes RI,1979)


Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama lain : Air suling
BM/RM : 18,02/H2O
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wardah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Etanol (Depkes RI,1979 hal 65)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol
RM/BM : C2H2O
Pemeriaan : cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap,
dan mudah bergerak, bau khas dan rasa panas
Kelarutan : Hampir larut dalam larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
3. Fecl3 (Depkes RI,1979 hal 659)
Nama resmi : FERII CHLORIDA
Nama lain : Besi (III) klorida
RM/BM :Fecl3/162,5
Pemeriaan : Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan, batas
warna jingga dan garam hidrat yang telah
berpengaruh oleh kelembapan
Kelarutan : larut dalm air,larutan berpotensi berwarna jingga
Penyimpanan : Dalam wardah tertutup rapat
Kegunaan : sebagai pereaksi
4. Gelatin (Depkes RI,1979 hal 265)
Nama resmi : GELATINUM
Nama lain : Gelatin
Pemeriaan : Lembaran,kepingan serbuk atau Butiran, tidak
berwarna atau kekuningan pucat,bau dan rasa lemah
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel
5. Natrium klorida (Depkes RI,1979)
Nama resmi : NATRII CHLORIDUM
Nama lain : Natrium klorida
RM/BM : Nacl/58,44
Pemeriaan : Hablur putih, berbentuk kubus atau berbentuk
prisma,tidak berbau, asin, mantap di udara
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel
6. Paracetamol (Depkes RI,1979 hal 27)
Nama resmi : ACETAMINO PHENUM
Nama lain : Asetaminofen, Paracetamol
RM/BM : C8H9N2
Pemeriaan : Hablur atau serbuk putih;tidak berbau;rasa pahit
Kelarutan : Larut dalam 7 bagian air,dalam 7 bagian etanol
(95%) P dalam 13 bagian aseton p, dalam 40 bagian
etanol P dan dalam 9 bagian plopitaqutol,larut
dalam larutan alkali hidroksida
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Analgetikum, Antipiretikum
BAB III
METODE KERJA

III.1 Alat Dan Bahan


III.I.1 Alat yang digunakan
1. Buret 50 ml
2. Erlenmeyer
3. Gelas beaker
4. Gelas ukur 10 ml dan 100 ml
5. Magnetic stirer
III.I.2 Bahan yang digunakan
1. Aquadest
2. Etanol 96%
3. Gelatin
4. Na. Lauril sulfat
5. Nacl 25%
6. Paracetamol
7. Pvp
8. Serbuk fecL3
9. Tween 80
III.I.3 Cara Kerja
A. Semua pembuatan dispersi nanopartokulat/koloid dengan
metode bottom up
B. Buatlah terlebih dahulu larutan-larutan sebagai berikut:
1. Paracetamol 1% (dalam pelarut etanol 96%)
2. Larutan 0,5% fecl3(dalam pelarut air mendidih)
3. Larutan 0,5% dan 1% gelatin, tween 80, Na.lauril sulfat dan pvp
4. Larutan Nacl 25%

C. Pembuatan dispersi nanopartikulat paracetamol


1. Diambil 20 ml larutan tween 80, dimasukkan kedalam beaker
gelas
2. Ditempatkan gelas beaker diatas magnetic stirer dijalankan
pada putaran 1500 rpm
3. Ditambahkan dengan cepat tetes demi tetes larutan
paracetamol sampai terbentuk dispersi nanopartikulat dan di
hentikan penambahan larutan paracetamol jika sudah terbentuk
dispersi berwarna putih.
4. Dibiarkan proses pengadukan tetap berlangsung pada
kecepatan 1500 rpm selama 15 menit.
D. Pembuatan dispersi nanopartikulat fecl3.
1. Dibiarkan 20 ml larutan tween 80, dimasukkan kedalam beaker
gelas.
2. Ditempatkan gelas beaker diatas magnetic stirer, dijalankan
pada putara 1500 rpm.
3. Ditambahkan dengan cepat tetes demi tetes larutan fecl3 sampai
terbentuk dispersi nanopartikulat dan dihentikan penambahan
larutan fecl3 jika sudah terbentuk dispersi berwarna kuning
jingga.
4. Dibiarkan proses pengadukan tetap berlangsung pada kecepatan
1500 rpm selama 15 menit.
E. Viskositas dispersi nanopatikulat
Ditetapkan viskositas untuk dispersi nanopartikulat paracetamo,
Fecl3 dan gelatin.

F. Stabilitas dispersi nanopartikulat dengan penambahan elektrolit


1. Diambil 10 ml masing-masing dispersi nanopartikulat
paracetamol, Fecl3 dan gelatin.
2. Ditambahkan tetes demotetes larutan Nacl 25% melalui buret
dan dicatat berapa ml penambahan Nacl sampai terjadi endapan
partikel
G. Pengaruh koloid pelindung/ zat penstabil terhadap stabilitas dispersi
nanopartikulat
1. Diambil 10 ml dispersi nanopartikulat paracetamol ditambahkan
10 ml Na.lauril sulfat.
2. Diambil 10 ml dispersi nanopartikulat paracetamol ditambahkan
10 ml pvp.
3. Diambil 10 ml dispersi nanopartikulat fecl3 ditambahkan 10 ml
Na.lauril sulfat.
4. Diambil 10 ml dispersi nanopartikulat fecl3 ditambahkan 10 ml
pvp.
5. Ditambahkan tetes demi tetes larutan Nacl 25% melalui buret dan
dicatat berapa ml penambahan Nacl sampai terjadi endapan
partikel.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

IV.1. Efek Tyndall

NO LARUTAN MENGHANTARKAN L.S L.K


CAHAYA/TIDAK
1. Paracetamol 1% Tidak menghantarkan  -
cahaya
2. Na.cmc 25% Tidak menghantarkan  -
cahaya
3. Gelatin 0,5% Tidak menghantarkan  -
cahaya
4. Gelatin 1% Tidak menghantarkan  -
cahaya
5. PVP 1% Tidak menghantarkan  -
cahaya
6. Fecl3 0,5% Menghantarkan cahaya - 
7. Tween 80 1% Tidak menghantarkan  -
cahaya
8. Na.Lauril sulfat Tidak menghantarkan  -
1% cahaya

IV.2. Tabel Pengamatan Dispersi Nanopartikulat

NO LARUTAN DISPERSI YANG


TERBENTUK
1. Tween 80 diktesi paracetamol Berwarna putih
2. Tween 80 di tetesi larutan Fecl3 Berwarna kuning jingga

IV.3. Tabel Viskositas Dispersi Nanopartikulat

NO LARUTAN VISKOSITAS ( DPUS)


1. Fecl3 8 dpus
2. Gelatin 1% 3 dpus
3. Gelatin 0,5 % 3 dpus
4. Paracetamol 3 dpus
IV.4 Tabel Stabilitas Dispersi Nanopartikulat

NO LARUTAN TITIK PERUBAHAN YANG


AKHIR TERJADI
TITRASI
NACL 25 %
1. Paracetamol 50 ml Tidak ada endapan
2. Fecl3 50 ml Tidak ada endapan
3. Gelatin 50 ml Tidak ada endapan
4. Paracetamol + 20 ml Tidak ada endapan
Na.lauril sulfat
5. Paracetamol + pvp 32 ml Tidak ada endapan
6. Fecl3 + Na.lauril 17 ml Ada endapan
sulfat
7. Fecl3 + pvp 25 ml Ada endapan

IV.5 Tabel Koloid Pelindung Terhadap Stabilitas Dispersi

Nanopartikulat

NO LARU PEREAK VOLUM HASIL TITRASI HASIL WARNA


TAN SI E WARNA NACL
DISPERI (ML) 25%
1. Paracet + 4 ml Putih 10 ml Tidak Putih
amol Na.lauril terjadi
sulfat endapan
5 ml Putih 10 ml Tidak
+ pvp terjadi
endapan
2. Fecl3 + 10 ml Merah 10 ml Tidak Kuning
Na.lauril bata terjadi pucat
sulfat endapan
5 ml Merah 10 ml Tidak
+ pvp bata terjadi
endapan

IV.6 Perhitungan Bahan

1. Paracetamol 1% = 1 gram/100 ml etanol


2. 0,5 fecl3 =0,5 g/100 ml air mendidih
3. 0,5% dan 1% gelatin =0,5 g/100 ml air 1 g/100 ml air
a. tween 80 1% = 1 g/100 ml air
b. Na.lauril sulfat 1% =1 g/100 ml air
c. pvp 1% = 1 g/100 ml air
4. Nacl 25% =25 g/100 ml air
BAB V
PEMBAHASAN
Pada pratikum kali ini di lakukan percobaan yang berjudul dispersi
nanopartikulat /koloid.yang bertujuan untuk dapat memahami prinsip dasar
dispersi koloid dan dapat di hasilkan di bidang farmasi.

Alat dan bahan yang di gunakan dalam praktikum meliputi


viskometer,magnetik stirrer,gelas beker,erlen mayer,buret,gelas
ukur,paracetamol,etanol 96%,serbuk fecl3,gelatin,Na.lauril sulfat,pvp,tween
80,dan nacl.

Koloid adalah suatu sistem dispersi yang berada diantara larutan dan
suspensi dan memilikin partikel zat antar 10-100 A. Sistem koloid sangat
membantu dalam menyelesaikan masalah yang dalam pembuatan sediaan farmasi
seperti emulsi,salep,serbuk,tablet dan cair.( Martin A,2008 )

Pada percobaan kali ini hal yang di lakukan pertama kali yaitu melakukan
penimbangan bahan yang akan di gunakan dalam pembuatan larutan,lalu setelah
larutan di buat maka di lakukan pengamatan terbentuknya dispersi nanopartikulat
pada larutan paracetamol dan fecl3 ,selanjutnya di lakukan pengamatan viskositas
terhadap larutan sampel dan diamati stabilitas dan pengaruh koloid pelindung
pada stabilitas dispersi nanopartikulat.

Cara kerja yang dilakukan pada poin A dilaboratorium yaitu membuat


larutan paracetamol 1% dengan cara menimbang 1 gram ,paracetamol yang di
larutkan dalam 100 ml etanol 96%,larutan fecl3 ,0,5 % dengan cara menimbang
0,5 gram fecl3 yang di larutkan dalam 100 ml air mendidih ,larutkan 0,5 % dan
1% gelatin dengan cara menimbang 0,5 gram dan 1 gram gelatin masing-masing
di larutkan dalam 100 ml air.larutan tween 80,larutkan tween 80,larutan tween
80,larutan Na.lauril sulfat dan pvp dengan cara menimbang 1 gram tween 80,1
gram Na.lauril sulfat dan 1 gram pvp dan dilarutkan nacl 25% di timbang 25
gram nacl dan di larutkan dalam 100 ml air.

Pada percobaan C dan D di lakukan pengamatan dispersi nanopartikulat


pada larutan paracetamol dan fecl3 pada dispersi nanopartikulat dilakukan dengan
cara diambil 20 ml, larutan tween 80.dimasukan dalam gelas beker,diletakan
diatas magnetik stirrer,jalankan pada putaran 1500 rem,ditambahkan tetes demi
tetes larutan paracetamol sampai terbentuk dispersi nanopartikulat hentikaan
penambahan larutan paracetamol jika sudah terbentuk dispersi berwarna putih.di
berikan proses pengadukan berlangsung selama 15 menit.lalu pada dispersi
nanopartikulat pada larutan fecl3.dilakukan dengan cara diambil 20 ml larutan
tween 80 masukan dalam gelas beker, di letakan di atas magnetic stirrer,jalankan
pada putaran 1500 rem,di tambahkan tetes demi tetes larutan fecl3 sampai
terbentuk dispersi nanopartikulat dan hentikan penambahan larutan fecl3 jika telah
terbentuk dispersi berwarna kuning jingga.dibiarkan pengadukan berlangsung
hingga 15 menit.dilakukan perlakuan yang sma untuk larutan gelatin 0,5 % dan 1
%.

Pada poin E dilakukan pengamatan viskositas larutan.jika viskositas


semakin besar maka sifat air dari larutan tersebut semakin lambat dan sebaliknya
viskositas semakin rendah maka sifat air dari larutan tersebut semakin cepat (
Mochtar,1993 )

Pada percobaan dengan menggunakan viskometer di peroleh hasil


paracetamol 3 dpus,gelatin 0,5 % 3 dpus,gelatin 1% 3 dpus dan fecl3 3 dpus.
Berdasarkan hasil maka viskositas tertinggi pada larutan fecl3 dan terendah pada
larutan gelatin.

Pada poin F,di lakukan percobaan stabilitas dispersi nanopartikulat dengan


penambahan elektroid yang digunakan sebagai titran adalah nacl 25% ,percobaan
di nlakukan dengan cara diambil 10 ml dari masing-masing larutan nanopartikulat
dari hasil percobaan pada poin C dan D yaitu larutan paracetamol,gelatin 0,5 %
dan 1 %,dan fecl3,ditambahkan tetes demi tetes larutan nacl 25 % melalui buret
dan di catat berapa ml penambahan nacl sampai terbentuk endapan partikel.namun
pada percobaab keempat larutan tidak menghasilkan endapan,hasil di peroleh
berbeda dengan teori maka pada percobaan terjadi kesalahan yang di
sebabkan,kesalahan dalam percobaan dalam titrasi yang dimana titrasi seharusnya
dilakukan sampai terbentuknya endapa,namun pada percobaan volume titrasi
keselahan sampel di tentukan hanya 10 ml. Hal ini disebabkan kurangnya larutan
yang dibuat sehingga hasil tidak akurat.

Pada poin G,di lakukan percobaan pengaruh koloid/peristabil terhadap


stabilitas dispersi nanopartikulat. Koloid pelindung yang digunakan yaitu
Na.lauril sulfat dan pvp.dilakukan dengan cara diambil larutan nanopartikulat
paracetamol ditambahkan 4 ml Na.lauril sulfat dititrasi dengan Nacl 25 % sampai
tidak terjadi endapan,selanjutnya paracetamol yang ditambahkan 5 ml pvp dititrasi
dengaan Nacl 25 % sampai terbentuk endapan.

Diambil larutan fecl3 ditambahkan Na.lauril sulfat 10 ml dititrasi dengan


Nacl 25 % sampai terbentuk endapan diambil larutan fecl3 ditambahkan 5 ml pvp
dititrasi dengan Nacl 25 % sampai terbentuk endapan. Berdasarkan percobaan di
peroleh hasil larutan paracetamol dan fecl3 yang ditambahkan koloid pelindung
dan titrasi . tidak menghasilkan endapan. Berdasarkan disebabkan karena
terjadinya kesalahan yaitu meliputi kesalahan pada saat pengambilan jumlah
sampel yang tidak sesuai dengan prosedur kerja yang seharusnya sampel yang
digunakan hasil dari percobaan poin F,namun sampel yang digunakan adalah
larutan murni tanpa melalui proses dan pada proses titrasi tidak dilakukan
sehingga hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkaan.sehingga larutan yaang
berfungsi sebagai koloid pelindung tidak dapat bereaksi.

Pada penambahan paracetamol 1 %,etanol 96 % memberikan efek


menghantarkan cahaya karena partikel yang di hasilkan lebih besar karena itu
disebut dengan larutan koloid paada larutan fecl3 0,5 + air mendidih 100 ml juga
memberi efek menghantarkan cahaya sehingga dikatan koloid. Tendangan pada
larutan tween 80 + larutan paracetamol di hasilkan efek menghasilkan cahaya
karena partikel yang dihasilkan lebih kecil sehingga dapat dikatakan larutan
sejatih pada efek tyndall ini telah sesuai dengan literatur yang ada.
BAB VI
PENUTUP
VI. 1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil :
1. Pada pengamatan dispersi nanopartikulat pada larutan paracetamol dan
Fecl3 menghasilkan warna sesuai literature
2. Pada pengamatan viskositas larutan, larutan Fecl3 memiliki viskositas
sama yaitu dpas
3. Pada pengamatan pengaruh penambahan elektrolid pada stabilitas
dispersi, keempat larutan tidak mengalami pengendapan berbeda
dengan literature karena disebabkan adanya faktor kesalahan
4. Pada pengamatan pengaruh koloid pelindung terhadap stabilitas dispersi
nanopartikut, larutan paracetamol dan Fecl3 yang ditambahkan larutan
koloid pelindung (Paracetamol) dan titrat Nacl 25% tidak menghasilkan
endapan. Hal ini tidak sesuai dengan literatur disebabkan adanya faktor
kesalahan pada proses perlakuan.

VI.2 Saran

Sebaiknya pereaksi yang akan digunakan lebih steril lagi agar percobaan
yang diujikan mendapatkan hasil yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Mutiarani, dkk., 2011, Iradiasi Ultrasonik Dalam Menurunkan Kekeruhan Air


Ultrasonic Irradiation In Decreasing Water Turbidity, Vol. 1 No. 1 : 1-
10, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Nurdin, M.A., Supriyanti, F.M.T., Zackiyah, 2010, “Penentuan Pelarut Terbaik


Dalam Mengekstraksi Senyawa Bioaktif Dari Kulit Batang Artocharpus
Heterophyllus”, Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, Vol. 1 No.2,
Universitas Pendidikan Indonesia.
Probowati, A., Giovanni, P.C., Ikhsan, D., 2012, “Pembuatan Surfaktan Dari
Minyak Murni (VCO) Melalui Proses Amidasi Dengan Katalis NaOH,
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1 No. 1, Universitas
Diponegoro.

Rachmawati, S.W., Iswanto, B., Winarni, 2009, “Pengaruh Ph Pada Proses


Koagulasi Dengan Koagulan Aluminum Sulfat Dan Ferri Klorida”,
Jurnal Teknologi LIngkungan, Vol. 5 No. 2, Indomasi Mulia, Jakarta.

Yunilda, 2008, “Pembuatan Koloid 188renium-Sn Sebagai Senyawa Terapi


Radiosinovektomi”, Jurnal Sains Materi Indonesia, ISSN : 1411-1098,
Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) – BATAN, Tangerang.

Anda mungkin juga menyukai