Anda di halaman 1dari 50

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang ..................................................................................................... 1

B.     Tujuan Penulisan 3

C.     Sistematika Penulisan..................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A.    Konsep Dasar ..................................................................................................... 5

B.     Etiologi ..................................................................................................... 6

C.     Patofisiologi ..................................................................................................... 9

D.    Manisfestasi Klinis 11

E.     Komplikasi .................................................................................................... 12

F.      Pemeriksaan Penunjang................................................................................................ 12

G.    Penatalaksanaan Medis................................................................................................... 14

H.    Asuhan Keperawatan ..................................................................................................... 16

BAB III TINJAUAN KASUS

A.    Pengkajian .....................................................................................................28

B.     Diagnosa Keperawatan...................................................................................................33

C.     Perencanaan/Intervensi..................................................................................................33

D.    Evaluasi .....................................................................................................33

BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan .....................................................................................................42

B.     Saran .....................................................................................................43 

DAFTAR PUSTAKA  

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi

juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma (GINA)

pada tahun 2012 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah

penderita asma seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang terus

meningkat hingga 180.000 orang per tahun (GINA,2012).

Data WHO juga menunjukkan data yang serupa bahwa prevalensi asma terus meningkat

dalam tiga puluh tahun terakhir terutama di negara maju. Hampir separuh dari seluruh pasien

asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap

tahunnya (Rengganis, 2008)

Penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia.

Pada tahun 2005 Survei Kesehatan Rumah Tangga mencatat 225.000 orang meninggal karena

asma (Dinkes Jogja, 2011). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) nasional

tahun 2007, penyakit asma ditemukan sebesar 4% dari 222.000.000 total populasi nasional,

sedangkan di Sumatera Barat Departemen Kesehatan menyatakan bahwa pada tahun 2012
jumlah penderita asma yang ditemukan sebesar 3,58% (Zara, 2011). Jumlah kunjungan

penderita asma di seluruh rumah sakit dan puskesmas di Kota Padang sebanyak 12.456 kali di

tahun 2013 (DKK Padang, 2013)

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible dengan ciri

meningkatnya respon trakea dan bronkus

terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas

dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan yang ditandai dengan mengi episodik,

batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas (Henneberger dkk., 2011).

Pada umumnya penderita asma akan mengeluhkan gejala batuk, sesak napas, rasa tertekan di

dada dan mengi. Pada beberapa keadaan batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala.

Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya bermula

mendadak dengan batuk dan rasa tertekan di dada, disertai dengan sesak napas (dyspnea) dan

mengi. Batuk yang dialami pada awalnya susah, tetapi segera menjadi kuat. Karakteristik

batuk pada penderita asma adalah berupa batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non

produktif, kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental. Jalan napas yang

tersumbat menyebabkan sesak napas, sehingga ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang

dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot

aksesori pernapasan. Penggunaan otot aksesori pernapasan yang tidak terlatih dalam jangka

panjang dapat menyebabkan penderita asma kelelahan saat bernapas ketika serangan atau

ketika beraktivitas

(Brunner & Suddard, 2002).

Tingkat gejala asma yang dialami oleh penderita asma telah diklasifikasikan menjadi empat

jenis yaitu: 1) intermiten merupakan jenis asma yang terjadi bulanan dengan gejala kurang

dari satu kali seminggu, tidak menimbulkan gejaladi luar serangan dan biasanya terjadi dalam

waktu singkat. 2) Persisten ringan yang serangannya terjadi mingguan dengan gejala lebih

dari satu kali seminggu tetapi kurang dari satu kali sehari, yang dapat mengganggu aktivitas
dan tidur. 3) Persisten sedang dengan gejala yang muncul setiap hari dan membutuhkan

bronkodilator setiap hari. 4) Persisten berat yang terjadi secara kontinyu, gejala terus menerus,

sering kambuh dan aktivitas fisik terbatas (GINA, 2012).Asma mempunyai dampak yang

sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Gejala asma dapat mengalami komplikasi sehingga

menurunkan produktifitas kerja dan kualitas hidup (GINA, 2012). Pada penderita asma

eksaserbasi akut dapat saja terjadi sewaktu-waktu, yang berlangsung dalam beberapa menit

hingga hitungan jam. Semakin sering serangan asma terjadi maka akibatnya akan semakin

fatal sehingga mempengaruhi aktivitas penting seperti kehadiran di sekolah, pemilihan

pekerjaan yang dapat dilakukan, aktivitas fisik dan aspek kehidupan lain (Brunner & Suddard,

2002) Tujuan perawatan asma adalah untuk menjaga agar asma tetap terkontrol yang ditandai

dengan penurunan gejala asma yang dirasakan atau bahkan tidak sama sekali, sehingga

penderita dapat melakukan aktivitas tanpa terganggu oleh asmanya. Pengontrolan terhadap

gejala asma dapat dilakukan dengan cara menghindari alergen pencetus asma, konsultasi asma

dengan tim medis secara teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, dan

menghindari stres. Gejala asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan secara

lengkap, tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis tetapi juga menggunakan terapi

nonfarmakologis yaitu dengan cara mengontrol gejala yang timbul serta mengurangi

keparahan gejala asma yang dialami ketika terjadi serangan. (Wong, 2008). Terapi non

farmakologis yang umumnya digunakan untuk pengelolaan asma adalah dengan melakukan

terapi pernapasan. Terapi pernapasan bertujuan untuk melatih cara bernapas yang benar,

melenturkan dan memperkuat otot pernapasan, melatih ekspektorasi yang efektif,

meningkatkan sirkulasi, mempercepat dan mempertahankan pengontrolan asma yang ditandai

dengan penurunan gejala dan meningkatkan kualitas hidup bagi penderitanya. Pada penderita

asma terapi pernapasan selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi alat pernapasan, juga

bertujuan melatih penderita untuk dapat mengatur pernapasan pada saat terasa akan datang

serangan, ataupun sewaktu serangan asma (Nugroho, 2006)


B.     Tujuan Penulisan

1.      Tujuan Umum

Makalah ini dimaksudkan agar mahasiswa/i dapat memenuhi tugas asuhan keperawatan pada

klien dengan gangguan pernafasan.

2.      Tujuan Khusus

a.       Mahasiswa mampu menjelaskan definisi asma

b.      Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi asma

c.       Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi asma

d.      Mahasiswa mampu menjelaskan manisfestasi klinis asma

e.       Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan medis dari asma

f.       Mahasiswa mampu menjelaskan dan menerapkan asuhan keperawatan dengan klien asma

C.    Sistematika Penulisan

1.      Bab I terdiri dari :   Latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan

2.      Bab II terdiri dari : Tinjauan teoritis, konsep dasar, pengertian, etiologi, patofisiologi,

pathway, manisfestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis,

dan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, rencana keeperawatan,

implementasi dan evaluasi

3.      Bab III terdiri dari : Tinjauan kasus, pengertian, etiologi, patofisiologi, manisfestasi klinis,

komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, asuhan keperawatan

4.      Bab IV terdiri dari : Pembahasan kasus, resume, pengkajian, diagnosa keperawatan,

rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi

5.      Bab V terdiri dari : Penutup, kesimpulan dan saran


BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A.       Konsep Dasar

Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan

nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo (2008)

mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk

dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada

malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik

dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya

riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah

disingkirkan.  Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for

Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan

banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang

rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,

khususnya pada malam atau dini hari.

Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi,

yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi

ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.

Berikut ini pengertian asma menurut para ahli :

1.      Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami

radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu,
jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus,

sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)

2.      Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena

hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini

bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi

umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa

pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)

3.      Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan

elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang

menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk

terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi

saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa

pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)

Kesimpulan : asma merupakan radang kronik saluran pernafasan, jalan nafas menjadi

tersumbat dan aliran udara terhambat. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul

dalam berbagai usia.

B.        Etiologi

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang menonjol

pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat

peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.

1.     Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: (Smeltzer

& Bare, 2002).

a.    Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang

dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.


b.    Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common

cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan

serangan.

c.     Asma gabungan

d.    Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan

non-alergik     

2.     Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :

a.    Pemicu Asma (Trigger) 

Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan

(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Triggerdianggap menyebabkan

gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis

intrinsik.

Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika,

berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun,

saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah

terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah

perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan

emosi, dan olahraga yang berlebihan.

b.    Penyebab Asma (Inducer)

Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas

(respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducerdianggap sebagai penyebab asma

yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-

gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya

penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk  ke

tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut),

dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).


3.    Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut

mereka, secara umum pemicu asma adalah:

a.    Faktor predisposisi

1.    Genetik

Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara

penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga

dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah

terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu

hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.

2.    Faktor presipitasi

a.     Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1)    Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga,

spora jamur, bakteri dan polusi.

2)    Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur yang

mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE-

inhibitor, kromolin).

3)    Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam

tangan.

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan alergen

utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi

reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat

mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease

sehingga berakibat respon alergen berupa asma.

a.    Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau

olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai

beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut

sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi  beberapa saat setelah

latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan 

oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya

melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.

3.    Infeksi bakteri pada saluran napas

Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma.

Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah

mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem

bronkial.

4.    Stres

Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa

memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi

masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa

diobati.

5.    Gangguan pada sinus

Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan

polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.

6.    Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang

mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.

Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musimhujan, musim kemarau.

C.    Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme otot

polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal,

sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara

yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan

udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi

pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu

bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi

dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2  akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan

degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin

menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka

dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan

meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan

ruang iterstisium paru. Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang

sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami

degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya

adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.

Pathway
 
D.    Manisfestasi Klinis

Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah

dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-

satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada. Tetapi untuk melihat

tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :

1.     Asma tingkat I

Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala asma  atau keluhan

khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita

terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.

2.     Asma tingkat II

Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi

dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah

sembuh dari serangan asma.

3.    Asma tingkat III

Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes

fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila

pengobatan dihentikan asma akan kambuh.

4.    Asma tingkat IV

Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan

sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat

dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :


a.    Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus

b.    Sianosis

c.    Silent Chest

d.    Gangguan kesadaran

e.    Tampak lelah

f.     Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

5.    Asma tingkat V

Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapaserangan asma

yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada

dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk

mengembalikan nafas ke kondisi normal

E.     Komplikasi

1.      Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas

2.      Chronic persisten bronchitis

3.      Bronchitis

4.      Pneumonia

5.      Emphysema

6.      Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih

berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare,

2002).
ASMA

F.     Pemeriksaan Penunjang

1.      Pemeriksaan sputum

Pada pemeriksaan sputum ditemukan :

a.    Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.

b.    Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang

bronkus

c.    Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

d.    Terdapatnya neutrofil eosinofil

2.      Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat

meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma

a.    Gas analisa darah

a)      Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2

maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk

b)      Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c)      Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi

d)     Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan

menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.

e)      Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat

menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.

3.      Foto rontgen

Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada  serangan asma, gambaran

ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga

interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan

yang terjadi adalah:

a.       Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah

b.      Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.

c.       Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.

4.      Pemeriksaan faal paru

a.       Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya

dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.

b.      Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC

selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.

5.      Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan

disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :

a.       Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah

jarum jam

b.      Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB

c.       Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya

relatif ST depresi.
G.    Penatalaksanaan Medis

Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik

dan pengobatan farmakologik.

1.    Pengobatan non farmakologik

a.    Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma

sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat

secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

b.    Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya,

serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan

yang cukup bagi klien.

c.    Fisioterapi

Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan

dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2.    Pengobatan farmakologik

a.    Agonis beta

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan

pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,

metrapel ).

b.    Metil Xantin

Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta

agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg

empatkali sehari.
c.    Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan

kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 

empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping

maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

d.    Kromolin

Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2

kapsul empat kali sehari.

e.    Ketotifen

Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat

diberikan secara oral.

f.     Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

3.    Pengobatan selama serangan status asthmatikus    

a.    Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam

b.    Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c.    Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau

D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.

d.    Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

e.    Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f.     Antibiotik spektrum luas.

H.    Asuhan Keperawatan pada Asma

a.      Pengkajian

1.      Pengkajian Primer Asma

a.       Airway
a)    Peningkatan sekresi pernafasan

b)    Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing

b.      Breathing

a)    Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.

b)    Menggunakan otot aksesoris pernafasan

c)    Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis

c.       Circulation

a)    Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi

b)    Sakit kepala

c)    Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah

d)    Papiledema

e)    Urin output menurun

d.      Dissability

Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi dengan

memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.

2.      Pengkajian Sekunder Asma

a.       Anamnesis

Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai

informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat

bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari

tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan

kesadaran.

Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma

bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.

Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba
dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang

berlangsung terus untuk waktu yang lama.

b.      Pemeriksaan Fisik

Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang

mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :

1)    Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan

darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu

pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.

2)    Integumen

Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,

mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria

atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.

3)    Thorak

a)    Inspeksi

Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter

anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi

peranfasan.

b)    Palpasi.

Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.

c)    Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar

dan rendah.

d)    Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih

dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.

c.       Sistem pernafasan

a.       Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi

produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih

tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.

b.      Frekuensi pernapasan meningkat

c.       Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.

d.      Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi

kering dan wheezing.

e.       Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan mungkin

lebih.

f.       Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:

1)      Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada

yang pada perkusi terdengar hipersonor.

2)      Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas (antar

iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela

iga serta pernapasan cuping hidung.

3)      Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi

pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.

d.      Sistem kardiovaskuler

1.      Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat

2.      Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:

a)      takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.


Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10

mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa

sampai 10 mmHg atau lebih.

b)      Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.

b.      Diagnosa Keperawatan

1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi

mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.

2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar

3.      Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..

4.      Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.

5.      Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.

6.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan factor-faktor pencetus asma

c.       Rencana Keperawatan

1.      Diagnosa I :

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi

mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.

Tujuan dan kriteria hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, klien mampu :

a.    Respiratory status : Ventilation

b.    Respiratory status : Airway patency

c.    Aspiration Control

Dengan kriteria hasil :


1)      Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan

dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed

lips)

2)      Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi

pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

3)      Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas

Intervensi :

1.      Airway Management

a.       Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

b.      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

c.       Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

d.      Pasang mayo bila perlu

e.       Lakukan fisioterapi dada jika perlu

f.       Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

g.      Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

h.      Lakukan suction pada mayo

i.        Berikan bronkodilator bila perlu

j.        Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

k.      Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

l.        Monitor respirasi dan status O2

2.      Diagnosa II :

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar,

Tujuan dam kriteria hasil :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, klien

mampu :

a.    Respiratory Status : Gas exchange


b.    Respiratory Status : ventilation

c.    Vital Sign Status

d.    Dengan kriteria hasil :

1)    Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

2)    Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan

3)    Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan

dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed

lips)

4)    Tanda tanda vital dalam rentang normal

Intervensi :

1.      Airway Management

a.       Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

b.      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

c.        Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

d.      Pasang mayo bila perlu

e.       Lakukan fisioterapi dada jika perlu

f.       Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

g.      Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

h.      Lakukan suction pada mayo

i.        Berikan bronkodilator bila perlu

j.        Berikan pelembab udara

k.      Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

l.        Monitor respirasi dan status O2

3.      Diagnosa III :

Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..


Tujuan dan kriteria hasil :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, klien

mampu :

a.    Respiratory status : Ventilation

b.    Respiratory status : Airway patency

c.    Vital sign Status

Dengan Kriteria Hasil :

1.    Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan

dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed

lips)

2.    Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi

pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

3.    Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Intervensi :

1.      Airway Management

a.       Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

b.      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

c.       Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

d.      Pasang mayo bila perlu

e.       Lakukan fisioterapi dada jika perlu

f.       Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

g.      Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

h.      Lakukan suction pada mayo

i.        Berikan bronkodilator bila perlu

j.        Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

k.      Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

l.        Monitor respirasi dan status O2


2.      Terapi Oksigen

a.    Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

b.    Pertahankan jalan nafas yang paten

c.    Atur peralatan oksigenasi

d.    Monitor aliran oksigen

e.    Pertahankan posisi pasien

f.     Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

g.    Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

3.      Vital sign Monitoring

a.    Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

b.    Catat adanya fluktuasi tekanan darah

c.    Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

d.    Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

e.    Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas

f.     Monitor kualitas dari nadi

g.    Monitor frekuensi dan irama pernapasan

h.    Monitor suara paru

i.      Monitor pola pernapasan abnormal

j.      Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

k.    Monitor sianosis perifer

l.      Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

m.   Identifikasi penyebab dari perubahan

4.         Diagnosa IV :

Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.


Tujuan dan kriteria hasil :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, klien

mampu :

a.    Pain Level,

b.    Pain control,

c.    Comfort level

Dengan Kriteria Hasil :

1.      Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

2.      Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

3.      Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

4.      Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

5.      Tanda vital dalam rentang normal

Intervensi :

1.      Pain Management

a.       Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

b.      Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c.       Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

d.      Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

e.       Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

f.       Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa

lampau

g.      Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

h.      Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan

kebisingan

i.        Kurangi faktor presipitasi nyeri


j.        Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)

k.      Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

l.        Ajarkan tentang teknik non farmakologi

m.    Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

n.      Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

o.      Tingkatkan istirahat

p.      Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

q.      Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

2.      Analgesic Administration

a.    Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

b.    Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi

c.    Cek riwayat alergi

d.    Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari

satu

e.    Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

f.     Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

g.    Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

h.    Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

i.      Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

j.      Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

5.      Diagnosa V :

Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.

Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, klien

mampu :
a.    Anxiety control

b.    Coping

c.    Impulse control

Dengan Kriteria Hasil :

1.    Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

2.    Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

3.    Vital sign dalam batas normal

4.    Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya

kecemasan

Intervensi :

1.      Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)

a.       Gunakan pendekatan yang menenangkan

b.      Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien

c.       Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

d.      Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres

e.       Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut

f.       Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis

g.      Dorong keluarga untuk menemani anak

h.       Lakukan back / neck rub

i.        Dengarkan dengan penuh perhatian

j.        Identifikasi tingkat kecemasan

k.      Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan

l.        Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

m.    Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

n.      Berikan obat untuk mengurangi kecemasan


6.    Diagnosa VI :

Kurang pengetahuan berhubungan dengan factor-faktor pencetus asma

Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, klien

mampu :

a.    Kowlwdge : disease process

b.    Kowledge : health Behavior

Dengan Kriteria Hasil :

1.    Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan

program pengobatan

2.    Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

3.    Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan

lainnya

Intervensi :

1.      Teaching : disease Process

a.       Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik

b.      Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan

fisiologi, dengan cara yang tepat.

c.       Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

d.      Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

e.       Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat

f.       Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

g.      Hindari harapan yang kosong

h.      Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang

tepat
i.        Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di

masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit

j.        Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

k.      Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang

tepat atau diindikasikan

l.        Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat

m.    Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat

n.      Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan

kesehatan, dengan cara yang tepat

c.    Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan Asma Bronchial dilaksanakan sesuai

dengan rencana yang telah dibuat

d.    Evaluasi

Setelah dilakukan pelaksanaan tindakan keperawatan hasil yang diharapkan adalah :

1.      Bunyi nafas menjadi vesikuler ( normal )

2.      RR klien 20 x / menit

3.      Airway, breathing, circulation, disability teratasi


BAB III

TINJAUAN KASUS

Pada bab ini akan menyajikan tentang Asuhan Keperawatan pada klien Ny. D dengan

diagnosa medis “ Asma Bronchial “ di Ruang IGD Rumah Sakit Infeksi Sulianti Saroso

Jakarta Utara yang dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 2017 – 02 Juni 2017.

A.    Pengkajian Keperawatan

Dalam melakukan pengkajian, penulis mendapatkan data dari klien, dan keluarga klien,

catatan medic, perawat ruangan dengan melakukan wawancara dan observasi. Pengkajian

dilakukan pada tanggal 31 Mei 2017 pada Ny. D dengan diagnose medis “ Asma Bronchial

“di Ruang IGD Rumah Sakit Infeksi Sulianti Saroso Jakarta Utara.

Klien bernama Ny. D berusia dua puluh tahun (20 tahun), jenis kelamin perempuan, belum

menikah, BB 55 Kg, masuk IGD RSPI Sulianti Saroro pada tanggal 31 Mei 2017 pukul 09.00

WIB di ruang IGD . No Rekam Medis klien 36-48-98 dengan diagnosa medis klien adalah “

Asma Bronchial “ pendidikan tamat SMK, perkerjaan pelajar, pasien beragama islam, suku

bangsa Indonesia, alamat rumah Jl. Tipar Cakung No. 5 RT. 007 RW. 006 kelurahan semper,

sumber biaya BPJS non PBI.

B.     Resume Kasus :

Ny. D 20 tahun masuk ke IGD RSPI Sulianti Saroso melalui pintu IGD pada tanggal 31 Mei

2017 dan klien di diagnose oleh dokter dengan diagnose medis “ Asma Bronchial “ klien

mengatakan sesak + 2 hari dan mempunyai riwayat asma sudah 2 tahun, klien mengatakan

tidak bisa bernafas, klien mengatakan tidak nyaman saat bernafas, lelah saat bernafas, klien
mengatakan lemas, klien mengatakan berkeringat lebih banyak, klien mengatakan perlu

dibantu saat aktivitas, kemudian setelah pemeriksaan fisik di dapatkan hasil kesadaran

compos mentis, GCS 15, klien tampak pucat, klien tampak lesu, turgor kulit tidak elastis,

mata cekung, konjungtiva anemis, membrane mukosa pucat, klien tampak lemas, RR klien 34

x/menit, klien menggunakan otot bantu pernafasan, bunyi nafas klien wheezing.

TTV klien : Tekanan Darah : 119/80 mmHg Suhu : 36 oC

Nadi : 100 x/ menit RR : 34 x/ menit

Dari data tersebut, makaditemukan masalah keperawatan : pola nafas tidak efektif

berhubungan dengan penyempitan bronkus. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan

intervensi dan implementasi keperawatan kaji TTV klien, monitor RR klien, monitor bunyi

nafas klien, atur posisi klien senyaman mungkin, dan kolaborasi dengan dokter dalam

pembeian obat inhalasi ventolin + filxotide, sanbutamol 2 mg 3x1, metilprenisolon 3x1, dan

ambroxol.

RIWAYAT KEPERAWATAN

1.      Riwayat kesehatan sekarang adalah sesak mempunyai riwayat asma, factor pencetus

lingkungan, kejadian bertahap, upaya mengarasi minum obat dari dokter

2.      Riwayat kesehatan masa lalu yang di dapatkan berdasarkan wawancara dengan klien yaitu

klien tidak memiliki riwayat kecelakaan, tidak ada riwayat alergi obat atau pun makanan

3.      Pengkajian Primer

a.       Airway
Bersih, tidak ada sumbatan, tidak ada sputum, tidak ada edema, tidak ada spasme, tidak ada

darah, pangkal lidah tidak jatuh, tidak ada benda asing, dan tidak ada batuk. Tidak ada

masalah keperawatan . evaluasi tidak ada masalah dalam pengkajian airway.

b.      Breathing

RR klien 34 x / menit irama nafas irregular, pola nafas dispnu, suara nafas wheezing,

pernafasan dada/perut. Masalah keperawatan resiko gangguan pola nafas. Implementasi

mengatur posisi semi fowler, monitor frekuensi, irama, dan kedalaman nafas, monitor retraksi

dan pengembangan paru, kolaborasi O2 : 3 liter/ menit memakai inhalasi. Evaluasi masalah

sedang diatasi dalam pengkajian breathing.

c.       Circulation

Nadi teraba , frekuensi 100 x/ menit, irama nadi teratur, tekanan darah 119/80 mmHg, suhu

36oC , luka bakar tidak ada ral hangat, klien pucat, klien tidak ada sianosis, tidak ada

pendarahan, kulit/ mukosa lembab, mata normal, fontanel datar, tidak ada lika bakar. Tidak

ada masalah keperawatan, tidak ada implementasi. Evaluasi tidak ada masalah dalam

pengkajian circulation.

d.      Disability

Kesadaran compos mentis, GCS 15 ( E=4, C=6, S=5), pupil isokor, tidak ada muntah

proyektil, tidak ada riwayat kejang, fungsi bicara normal, kekuatan otot ekstremitas atas 5/5,

ekstremitas bawah 5/5, sensibilitas normal, tidak ada gangguan menelan.

e.       Eksprosure

Setelah dilakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik klien tidak didapatkan cedera dibagan

seluruh tubuhnya.

4.      Pengkajian Sekunder

a.       Sistem pencernaan


Berat badan : 55 kg, tiggi badan 160 cm, lingkar lengan atas 18 cm, lingkar perut 40 cm,

reflek mengisap normal, tidak kesulitan menelan, nafsu makan baik, tidak mual, tidak muntah,

jenis makanan padat, abdomen datar, bising usus 9 X/menit, tidak hepatomegaly, tidak

splenomegaly, tidak ada masalah kepearawat, tidak ada implementasi, evaluasinya tidak ada

masalah.

b.      Kebutuhan aktivitas dan istirahat

Jumlah tidur : malam 8 jam, siang 3 jam, kebiasaan sebelim tidur berdoa, gangguan dalam

tidur sesak, pergerakan bebas, kekuatan sendi normal, tidak ada kelemahan, kekuatan otot

kuat, integritas kulit normal, tidak ada masalah keperawata, tidak ada implementasi,

evaluasinya tidak ada masalah.

c.       Pengkajian

1.      Kepala

Bagian kepala simetris, tidak ada ketombe, kepala bersih, tidak ada rambut rontok, tidak ada

benjolan atau massa

2.      Leher

Bagian leher simetris, tidak ada kelenjar getah bening, tidak ada benjolan, tidak ada edema,

tidak ada nyeri/ kelainan

3.      Thorak

Bagian thorak tidak ada benjolan, tidak ada massa, thorak simetris.

4.      Abdomen

Bagian abdomen lembek, tidak kembung, tidak ada benjolan/ massa, bising usus 9 x/ menit,

tidak ada nyeri tekan bagian abdomen dan abdomen simetris.

5.      Ekstremitas

Bagian ekstremitas normal, tidak ada kelainan, tidak ada kelainan pada sendi atau kekuatan

otot ekstremitas atas 5/5 kekuatan otot bawah 5/5

6.      Integument
Turgor kulit elastis, temperature kulit hangat, warna kulit pucat, keadaan kulit baik, tidak ada

rada kulit daerah pemasangan infus

d.      Pemeriksaan penunjang

1.      Radiologi

Tidak ada pemeriksaan

2.      Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan

3.      Pemeriksaan lain

Tidak ada pemeriksaan

4.      Terapi medis

Inhalasi ventolin + filxotide, sanbutamol 2 mg 3x1, metilprenisolon 3x1, dan ambroxol.

C.    DATA FOKUS

Data Subjektif :

klien mengatakan sesak + 2 hari dan mempunyai riwayat asma sudah 2 tahun, klien

mengatakan tidak bisa bernafas, klien mengatakan tidak nyaman saat bernafas, lelah saat

bernafas, klien mengatakan lemas, klien mengatakan berkeringat lebih banyak, klien

mengatakan perlu dibantu saat aktivitas.

Data Objektif :

klien tampak pucat, klien tampak lesu, turgor kulit tidak elastis, mata cekung, konjungtiva

anemis, membrane mukosa pucat, klien tampak lemas, RR klien 34 x/menit, klien

menggunakan otot bantu pernafasan, bunyi nafas klien wheezing.

TTV klien : Tekanan Darah : 119/80 mmHg Suhu : 36 oC

Nadi : 100 x/ menit RR : 34 x/ menit

Analisa Data
Nama klien      : Ny. D

Umur               : 20 tahun

Dx medis         : Asma Bronchial

Ruang/kamar   : IGD RSPI Sulianti Saroso

No. DATA MASALAH ETIOLOGI

Dx

1 Data Subjektif Pola napas tidak Penyempitan

1.      klien mengatakan sesak + 2 efektif bronkus

hari dan mempunyai riwayat

asma sudah 2 tahun

2.      klien mengatakan tidak bisa

bernafas

3.      klien mengatakan tidak

nyaman saat bernafas, lelah saat

bernafas

4.      klien mengatakan lemas

5.      klien mengatakan berkeringat

lebih banyak

6.      klien mengatakan perlu

dibantu saat aktivitas.

Data Objektif

1.      klien tampak pucat

2.      klien tampak lesu

3.      turgor kulit tidak elastis

4.      mata cekung

5.      konjungtiva anemis


6.      membrane mukosa pucat

7.      klien tampak lemas, RR klien

34 x/menit

8.      klien menggunakan otot bantu

pernafasan

9.      bunyi nafas klien wheezing.

10.  TTV klien : Tekanan

Darah : 119/80 mmHg

Suhu : 36 oC

Nadi : 100 x/ menit

RR : 34 x/ menit

D.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.

E.     PERENCANAAN, PELAKSANAAN DAN EVALUASI

Diagnosa keperawatan:

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.

Data subjektif :

klien mengatakan sesak + 2 hari dan mempunyai riwayat asma sudah 2 tahun, klien

mengatakan tidak bisa bernafas, klien mengatakan tidak nyaman saat bernafas, lelah saat

bernafas, klien mengatakan lemas, klien mengatakan berkeringat lebih banyak, klien

mengatakan perlu dibantu saat aktivitas.

Data objektif:
klien tampak pucat, klien tampak lesu, turgor kulit tidak elastis, mata cekung, konjungtiva

anemis, membrane mukosa pucat, klien tampak lemas, RR klien 34 x/menit, klien

menggunakan otot bantu pernafasan, bunyi nafas klien wheezing.

TTV klien : Tekanan Darah : 119/80 mmHg Suhu : 36 oC

Nadi : 100 x/ menit RR : 34 x/ menit

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, klien mampu :

1.      Respiratory status : Ventilation

2.      Respiratory status : Airway patency

3.      Vital sign Status

Dengan Kriteria Hasil :

a.       Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan

dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed

lips)

b.      Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi

pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

c.       Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Intervensi :

No. Intervensi Rasional

Dx

1.        1.      Airway Management 1.      Airway management

a.       Buka jalan nafas, guanakan teknik


a.       Mempermudah jalan napas

chin lift atau jaw thrust bila perlu b.      Untuk mempermudah jalan napas

b.      Posisikan pasien untuk


c.       Memberikan kemaksimalan jalanya

memaksimalkan ventilasi napas


c.       Identifikasi pasien perlunya
d.      Untuk tidak adanya panghambat pada

pemasangan alat jalan nafas buatan jalan napas

d.      Pasang mayo bila perlu e.       Untuk mengetahui adanya komplikasi

e.       Lakukan fisioterapi dada jika paru-paru

perlu f.       Untuk memaksimalkan jalan napas

f.       Keluarkan sekret dengan batuk


g.      Untuk mengetahui adanya suara napas

atau suction tambahan

g.      Auskultasi suara nafas, catat


h.      Untuk mengurangi cairan pada rongga

adanya suara tambahan mulut

h.      Lakukan suction pada mayo i.        Untuk mencairkan cairan pada rongga

i.        Berikan bronkodilator bila perlu mulut

j.        Berikan pelembab udara Kassa


j.        Untuk mempermudah jalan napas

basah NaCl Lembab k.      Untuk mengetahui intake cairan

k.      Atur intake untuk cairan


l.        Untuk mengetahui keadan normal saat

mengoptimalkan keseimbangan. respirasi dan mengetahui kadar O2

l.        Monitor respirasi dan status O2 2.      Terapi oksigen

a.       Untuk mengurangi secret pada mulut

2.      Terapi Oksigen dan hidung

a.       Bersihkan mulut, hidung dan


b.      Untuk mempertahankan keadaan normal

secret trakea c.       Untuk mempermudah tindakan yang

b.      Pertahankan jalan nafas yang paten dilakukan

c.       Atur peralatan oksigenasi d.      Untuk mengetahui oksigen

d.      Monitor aliran oksigen e.       Untuk memberikan kenyamanan pada

e.       Pertahankan posisi pasien klien

f.       Observasi adanya tanda tanda


f.       Untuk mengetahui adanya tanda-tanda

hipoventilasi hipoventilasi
g.      Monitor adanya kecemasan pasien
g.      Untuk mengetahui adanya kecemasan

terhadap oksigenasi dikarnakan kadar oksigen yang dibutukan

3.      Vital sign Monitoring kurang

a.       Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 3.      Vital sign monitoring

b.      Catat adanya fluktuasi tekanan


a.       Untuk mengetahui keadaan normal TD,

darah nadi, suhu dan RR

c.       Monitor VS saat pasien berbaring,


b.      Untuk mengetahui perkembangan

duduk, atau berdiri fluktuasi tekanan darah

d.      Auskultasi TD pada kedua lengan


c.       Untuk mengetahui keadaan normal saat

dan bandingkan VS saat pasien berbaring, duduk, atau

e.       Monitor TD, nadi, RR, sebelum, berdiri

selama, dan setelah aktivitas d.      Untuk mengetahui adanya peningkatan

f.       Monitor kualitas dari nadi oksigen dalam darah

g.      Monitor frekuensi dan irama


e.       Untuk mengetahui keadaan umum dan

pernapasan perkembangan saat aktivitas

h.      Monitor suara paru f.       Untuk mengetahui kualitas nadi

i.        Monitor pola pernapasan


g.      Untuk mengetahui frekuensi dan irama

abnormal pernapasan

j.        Monitor suhu, warna, dan


h.      Untuk mengetahui adanya suara napas

kelembaban kulit tambahan

k.      Monitor sianosis perifer i.        Untuk mengetahui pola napas yang tidak

l.        Monitor adanya cushing triad abnormal

(tekanan nadi yang melebar,


j.        Untuk mengetahui keadaan normal

bradikardi, peningkatan sistolik) suhu, warna dan kelembaban kulit

k.      Untuk mengetahui adanya kekurangan

oksigen bisa dilihat pada jaringan perifer


yang berwarna biru

l.        Untuk mengetahui adanya cushing triad

(tekanan nadi yang melebar, bradikardi,

peningkatan sistolik)

Implementasi / Pelaksanaan Keperawatan

Nama klien                  : Ny. D

Umur                           :20 tahun

Dx medis                     : Asma Bronchial

Ruangan/kamar           : IGD/ RSPI Sulianti Saroso

No. Hari, tanggal Tindakan Intervensi Nama Paraf

Dx dan jam

1.        Senin, 31 Mei


1.      Airway Management

2017 a.       Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift

Pukul 09.00 atau jaw thrust bila perlu

WIB R/ : mempermudah jalan napas

b.      Posisikan pasien untuk memaksimalkan

ventilasi

R/ : untuk mempermudah jalan napas

c.       Identifikasi pasien perlunya pemasangan

alat jalan nafas buatan


R/ : Memberikan kemaksimalan jalanya napas

d.      Pasang mayo bila perlu

R/ : Untuk tidak adanya panghambat pada

jalan napas

e.       Lakukan fisioterapi dada jika perlu

R/ : Untuk mengetahui adanya komplikasi

paru-paru

f.       Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

R/ : Untuk memaksimalkan jalan napas

g.      Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

tambahan

R/ : Untuk mengetahui adanya suara napas

tambahan

h.      Lakukan suction pada mayo

R/ : Untuk mengurangi cairan pada rongga

mulut

i.        Berikan bronkodilator bila perlu

R/ : Untuk mencairkan cairan pada rongga

mulut

j.        Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl

Lembab

R/ : Untuk mempermudah jalan napas

k.      Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

keseimbangan.

R/ : Untuk mengetahui intake cairan

l.        Monitor respirasi dan status O2


R/ : Untuk mengetahui keadan normal saat

respirasi dan mengetahui kadar O2

2.      Terapi Oksigen

a.       Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

R/ : Untuk mengurangi secret pada mulut dan

hidung

b.      Pertahankan jalan nafas yang paten

R/ : Untuk mempertahankan keadaan normal

c.       Atur peralatan oksigenasi

R/ : Untuk mempermudah tindakan yang

dilakukan

d.      Monitor aliran oksigen

R/ : Untuk mengetahui oksigen

e.       Pertahankan posisi pasien

R/ : Untuk memberikan kenyamanan pada

klien

f.       Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

R/ : Untuk mengetahui adanya tanda-tanda

hipoventilasi

g.      Monitor adanya kecemasan pasien terhadap

oksigenasi

R/ : Untuk mengetahui adanya kecemasan

dikarnakan kadar oksigen yang dibutukan

kurang

3.      Vital sign Monitoring


a.       Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

R/ : Untuk mengetahui keadaan normal TD,

nadi, suhu dan RR

b.      Catat adanya fluktuasi tekanan darah

R/ : Untuk mengetahui perkembangan

fluktuasi tekanan darah

c.       Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,

atau berdiri

R/ : Untuk mengetahui keadaan normal saat

VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

d.      Auskultasi TD pada kedua lengan dan

bandingkan

R/ : Untuk mengetahui adanya peningkatan

oksigen dalam darah

e.       Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,

dan setelah aktivitas

R/ : Untuk mengetahui keadaan umum dan

perkembangan saat aktivitas

f.       Monitor kualitas dari nadi

R/ : Untuk mengetahui kualitas nadi

g.      Monitor frekuensi dan irama pernapasan

R/ : Untuk mengetahui frekuensi dan irama

pernapasan

h.      Monitor suara paru

R/ : Untuk mengetahui adanya suara napas

tambahan
i.        Monitor pola pernapasan abnormal

R/ : Untuk mengetahui pola napas yang tidak

abnormal

j.        Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

R/ : Untuk mengetahui keadaan normal suhu,

warna dan kelembaban kulit

k.      Monitor sianosis perifer

R/ : Untuk mengetahui adanya kekurangan

oksigen bisa dilihat pada jaringan perifer yang

berwarna biru

l.        Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi

yang melebar, bradikardi, peningkatan

sistolik)

R/ : Untuk mengetahui adanya kekurangan

oksigen bisa dilihat pada jaringan perifer yang

berwarna biru

Evaluasi Keperawatan

Nama klien                  : Ny. D

Umur                           :20 tahun

Dx medis                     : Asma Bronchial

Ruangan/kamar           : IGD/ RSPI Sulianti Saroso

No. Hari, tanggal Evaluasi Nama paraf

Dx dan jam

1.        Senin, 31 Mei S :

2017 1.      Klien mengatakan sesak sudah berkurang


Pukul 12.00
2.      Klien mengatakan sudah tenang

WIB O:

1.      Klien tampak tenang

2.      RR klien 24 x/ menit

A:

Tujuan sudah tercapai masalah teratasi

sebagian

P:

Lanjutkan intervensi

BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan

nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Gejala ini biasanya berhubungan dengan

penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik

secara spontan maupun dengan pengobatan,jadi asma merupakan radang kronik saluran

pernafasan, jalan nafas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat. Asma dapat terjadi

pada siapa saja dan dapat timbul dalam berbagai usia.

Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma menurut (Smeltzer

& Bare, 2002) adalah Faktor ekstrinsik (alergik) dan Faktor intrinsik(non-alergik)

Komplikasi yang sering terjadi biasanya Mengancam gangguan pada keseimbangan asam

basa  dan gagal nafas, Chronic persisten bronchitis, Bronchitis, Pneumonia dan Emphysema

Pengobatan asma dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.


1.      Pengobatan non farmakologik biasanya dilakukan Penyuluhan, Menghindari faktor pencetus

penyakit asma dan Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus

2.      Pengobatan farmakologik biasanya dilakukan pengobatan Agonis beta adalah termasuk obat

ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ), pengobatan Metil pengobatan Kortikosteroid,

pengobatan Kromolin, pengobatan Ketotifen, pengobatan Iprutropioum bromide (Atroven)

dan yang terkhir pengobatan Atroven yaitu antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol

dan bersifat bronkodilator.

Implementasi yang biasa diberikan adalah Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien

dengan limfoma maligna dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat

Evaluasi dilakukan pelaksanaan tindakan keperawatan hasil yang diharapkan adalah :

1.      Bunyi nafas menjadi vesikuler ( normal )

2.      RR klien 20 x / menit

3.      Airway, breathing, circulation, disability teratasi

B.     Saran

1.      Hendaknya kita selaku mahasiswa keperawatan dapat memahami dengan baik dan benar

mengenai konsep Asma Bronchial agar lebih memudahkan kita untuk mengaplikasikannya

dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai calon tenaga kesehatan.

2.      Hendaknya kita dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien Asma Bronchial

agar dapat memudahkan kita dalam membuat asuhan keperawatan pada praktik lapangan

nantinya.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Carpenoto, L. J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma). 2006. Pocket Guide for Asthma Management and Prevension In

Chilidren. Jakarta : EGC.

Saheb. A. 2011. Penyakit Asma. Bandung : CV Medika.

Santosa, Budi. 1007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta : Prima Medika.

Sundaru H. 2006. Apa yang Diketahui Tentang Asma. Jakarta : Departermen Ilmi Penyakit Dalam.

Anda mungkin juga menyukai