Anda di halaman 1dari 26

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Pada Remaja Dan

Perimenopuse
Dosen Pengampu : Ani T. Prianti, S.ST., M.Kes., M.Keb.

MASALAH TENTANG SEKSUAL

Di susun oleh :

KELOMPOK 11

SUKMAWALIANA (A1A222210)
NURUL ARIANTI TASSE (A1A222180)
MULIA NUR MALASARI (A1A222205)

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR


2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segalah puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpa kepada baginda tercinta kita Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan sukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami
mampu untuk menyelesaikan pembuatan tugas makalah dari mata kuliah
“ Asuhan Kebidanan Pada Remaja Dan Perimenopuse” dengan judul
“Masalah Tentang Seksual”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari teman-
teman untuk makalah kami, agar makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. .
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah mambantu dalam pengusunan makalah ini. Demikian, semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih
Makassar, April 2023

Kelompok 11
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah...........................................................................
C. Tujuan Penulisan..............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Masa Remaja.................................................................
B. Fase Perkembangan Seksualitas Remaja.......................................
C. Masalah Seksualitas Remaja...........................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................
B. Saran................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia


sehingga kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas
hidup.Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual yang
dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri tidak
menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis .
World Health Organization menjelaskan masa remaja adalah
waktu untuk eksplorasi seksual dan ekspresi. Bagi banyak remaja
hubungan seksual di mulai pada masa remaja atau diluar pernikahan.
Konsekuensi dari hubungan seks tanpa kondom pada remaja adalah
kehamilan yang tidak diinginkan, dan infeksi menular seksual
termasuk HIV. Ketika remaja hamil, terutama pada awal masa remaja,
mereka berada pada risiko komplikasi baik selama kehamilan dan
pada saat persalinan. Selain itu, resiko mortalitas dan morbiditas
adalah lebih tinggi pada bayi yang lahir dari ibu remaja, dibandingkan
perempuan yang lebih tua (WHO, 2014).
Saat ini di Indonesia terjadi perubahan struktur piramida
penduduk, pola yang muncul di Indonesia mirip dengan struktur
piramida penduduk di negara maju. Pola ini menggambarkan adanya
pengecilan jumlah dan proporsi penduduk yang berusia anak-anak
tetapi diikuti dengan membengkaknya penduduk remaja dan
penduduk lanjut usia. Sebuah keuntungan bagi bangsa Indonesia
karena memiliki jumlah remaja yang sangat besar. Berdasarkan
proyeksi penduduk pada tahun 2015 menunjukkan bahwa jumlah
remaja (usia 10-24 tahun) Indonesia mencapai lebih dari 66,0 juta
atau 25% dari jumlah penduduk Indonesia 255 juta. Artinya, 1 dari
setiap 4 orang penduduk Indonesia adalah remaja. Namun sebagian
remaja memiliki masalah baik dari dalam maupun dari luar diri mereka
(Bapenas, 2013).
Terjadi peningkatan hubungan seks pranikah pada remaja usia
15-24 tahun. Hubungan seksual terbanyak dilakukan pada remaja
usia 20-24 tahun sebesar 9,9% dan 2,7% dari usia 15-19 tahun. Salah
satu faktor penyebab hubungan seks pranikah adalah perilaku
pacaran remaja. 28% remaja pria dan 27% remaja wanita menyatakan
bahwa mereka memulai berpacaran sebelum berumur 15 tahun.
Perilaku pacaran sejumlah 30% remaja pria dan 6% remaja wanita
melakukan aktivitas meraba/merangsang bagian tubuh yang sensitif
pada saat pacaran (SKRRI, 2012).
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak
menuju masa dewasa. Pada masa ini remaja mengalami beberapa
perubahan yang terjadi baik secara fisik, psikologis maupun sosial.
Sejalan perkembangannya remaja mulai bereksplorasi dengan diri,
nilai-nilai, identitas peran dan perilakunya. Pada masa transisi seperti
ini menjadi rawan terhadap meningkatnya aktifitas seksual aktif
maupun pasif. Pada masa ini impuls-impuls dorongan seksual
(sexdrive) mengalami peningkatan dan pada saat tersebut rasa
ketertarikan remaja untuk merasakan kenikmatan seksual meningkat.
Perilaku seksual sendiri dipahami sebagai bentuk perilaku yang
muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan
kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Namun
pemahaman pengertian mengenai seksualitas yang selama ini yang
berkembang di masyarakat hanya berkutat seputar penetrasi dan
ejakulasi. Dalam kondisi tertentu remaja cenderung memiliki dorongan
seks yang kuat. Namun kompensasi dari dorongan rasa ini terhadap
lawan jenis, remaja kurang memiliki kontorl diri yang baik dan terlebih
disalurkan melalui kanalisasi yang tidak tepat (Sarwono, 2014).
Menua merupakan proses alamiah yang meliputi proses
organobiologi psikologig, dan sosial. Berbagai perhatian dan upaya
telah dilakukan agar orang tetap awet muda namun penuaan tetap
berlangsung tanpa bisa dicegah. Menua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan dalam
tubuh untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejak (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Perkembangan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia
menarik diamati, dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat.
Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat(KESRA)
melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun
dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006
menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2) tahun.
Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan
mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan UHH sekitar 67,4 tahun. 10 tahun
kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia
mencapai 28,8 juta atau 11,34% dengan UHH sekitar 71,1 tahun.
Adanya peningkatan jumlah lansia, menyebabkan masalah
kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia menjadi semakin
kompleks terutama yang berkaitan dengan gejala penuaan. Proses
penuaan umumnya terlihat jelas pada Saat memasuki usia 40 tahun
ke atas, khususnya pada pria mulai menampakkan kemunduran
perilaku seksual dalam hal sifat dan kemampuan fisik ( aktivitas
seksual dan frekuensi hubungan seksual mulai menurun). Kebutuhan
seksual merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sepanjang
rentang kehidupannya. Begitupun pada lanjut usia (lansia), walaupun
sudah terjadi penurunan pada berbagai sistem organ tubuh namun
kebutuhan Seksual itu masih tetap ada, akan tetapi tidak semua lansia
tetap memiliki pasangan hidup sampai akhir hayatnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah
bagaimana masalah tentang seksual pada remaja dan lanjut usia?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui masalah tentang seksual pada remaja dan lanjut
usia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Masa Remaja


Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan
masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi
untuk memasuki masa dewasa. Penggunaan istilah untuk
menyebutkan masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa,
ada yang memberi istilah pubertas (Inggris ; Puberty), dengan
demikian pubertasdapat diartikan sebagai tahap ketika seseorang
remaja memasuki masa kematangan seksual dan mulai berfungsi
organ-organ reproduksinya. Perkembangan ini lebih ditandai dengan
perkembangan ciri-ciri seks primer yaitu terbentuknya alat kelamin.
Masa pematangan fisik ini berjalan lebih kurang dua tahun dan
biasanya dihitung mulai haid yang pertama pada wanita atau sejak
seorang laki-laki mengalami mimppi basahnya yang pertama (Rumini,
2014).
Masa pubertas ditandai dengan kematangan organ-organ
reproduksi, baik reproduksi primer (produksi sel sprema, sel telur)
maupun sekunder seperti kumis, rambut kemaluan, payudara, dll/
masa awal pubertas diperkirakan antara 12-14 tahun dan berakhir 18-
22 tahun (Anggreani dan Julian, 2012). Tidak ada batas yang
jelas/tajam antara akhir masa kanak-kanak dan awal masa pubertas,
akan tetapi dapat dikatakan bahwa pubertas dimulai dengan awal
berfungsinya ovarium dan berakhir pada saat ovarium berfungsi
dengan mantap dan teratur. Pada abad ini secara umum di dapatkan
pergeseran mulainya pubertas kearah umur yang lebih muda oleh
karena terdapatnya peningkatan keadaan gizi dan penduduk (Karkata,
2012).
Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin
adolescere yang artinya tumbuh kearah kematangan (Rumini, 2014).
Kematangan disini tidak hanya berarti kematangan fisik, terapi
terutama kematangan sosial-psikologis. Di Indonesia baik istilah
pubertas maupun adolesensia dipakai dalam arti umum selanjutnya
dipakai istilah remaja, tinajuan psikologis yang ditunjukkan pada
seluruh proses perkembangan remaja dengan batas usia 12-22 tahun
(Rumini, 2014).
Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan usia sosial
budaya setempat. WHO membagi kurun usia remaja dalam 2 bagian,
yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-24 tahun.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendapatkan usia 15-24 tahun
sebagai usia muda/youth (Sarwono, 2012). Sedangkan dari segi
program pekayanan, definisi remaja yang digunakan oleh Departemen
Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum
kawin. Sementara itu, menurut BKKBN batasan usia remaja adalah
10-21 tahun (BKKBN, 2012). International Planned Parenthood
Faderation (IPPF & PKKBI, 2012) mendefinisikan remaja tentang usia
10-24 tahun (PKBI, 2012).

B. Fase Perkembangan Seksualitas Remaja


Masa remaja merupakan maturasi biologik maupun psikologik.
Perkembangan fisik termasuk organ seksual serta peningkatan kadar
hormon reproduksi atau hormon seks baik pada anak laki-laki maupun
anak perempuan akan menyebabkan perubahan seksual remaja
secara keseluruhan. Menurut Pangkahila, 2014 perkembangan
seksual tersebut sesuai dengan beberapa fase mulai dari pra remaja,
remaja awal, remaja menengah sampai remaja akhir.
1. Pra Remaja
Masa pra remaja adalah suatu tahap untuk memasuki tahap
remaja yang sesungguhnya. Pada masa pra remaja ada beberapa
indikator yang telah dapat ditentukan untuk menentukan identitas
jender laki-laki atau perempuan. Beberapa indikator tersebut ialah
indikator biologis yang berdasarkan jenis kromosom, bentuk
gonand dan kadar hormon. Ciri-ciri perkembangan seksual pada
masa ini antara lain adalah perkembangan fisik yang masih tidak
banyak berbeda dengan sebelumnya. Pada masa pra remaja
mereka sudah mulai senang mencari tahu informasi tentang seks
dan mitos seks baik dari teman sekolah, keluarga atau dari
sumber lainnya. Penampilan fisik dan mental secara seksual tidak
banyak memberikan kesan yang berarti.
2. Remaja Awal
Pada masa ini remaja sudah mulai tampak ada perubahan
fisik yaitu fisik sudah mulai matang dan berkembang. Pada masa
ini remaja sudah mulai mencoba melakukan onani karena telah
seringkali terangsang secara seksual akibat pematangan yang
dialami. Ransangan ini diakibatkan oleh faktor internal yaitu
meningkatknya kadar testosteron pada laki-laki dan estrogen pada
perempuan. Sebagian dari mereka amat menikmati apa yang
mereka rasakan, tetapi ternyata sebagian dari mereka justru
selama atau sesudah merasakan kenikmatan tersebut kemudian
merasa kecewa dan merasa berdosa. Hampir sebagian besar laki-
laki pada periode ini tidak bisa menahan untuk tidak melakukan
onani sebab pada masa ini mereka seringkali mengalami fantasi.
Selain itu tidak jarang dari mereka yang memilih melakukan
aktifitas non fisik untuk melakukan fantasi atau menyalurkan
perasaan cinta dengan teman lawan jenisnya yaitu bentuk
hubungan telepon, surat-menyurat atau mempergunakan sarana
komputer.
3. Remaja Menengah
Pada masa remaja menengah, para remaja sudah
mengalami pematangan fisik secara penuh yaitu anak laki-laki
sudah mengalami mimpi asah sedangkan anak perempuan sudah
mengalami menstruasi. Pada masa ini gairah seksual remaja
sudah mencapai puncak sehingga mereka mempunyai
kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan
sentuhan fisik. Namun demikian perilaku seksual mereka masih
secara alamiah. Mereka tidak jarang melakukan pertemuan untuk
bercumbu bahkan kadang-kadang mereka mencari kesempatan
untuk melakukan hubungan seksual. Sebagian besar dari mereka
mempunyai sikap yang tidak mau bertanggung jawab terhadap
perilaku seks yang mereka lakukan.
4. Remaja Akhir
Pada masa remaja akhir, remaja sudah mengalami
perkembangan fisik secara enuh, sudah seperti orang dewasa.
Mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan
mereka sudah mulai mengembangkannya dalam bentuk pacaran.
Pada masa pubertas, mulai menyadari adanya rasa tertarik
pada lawan jenis dan mulai mempunyai konsep tentang hubungan
antara lawan jenis. Jika mereka salah dalam mendapatkan
patokan atau pandangan mengenau hubungan antar lawan jenis
ini akan berakibat serius pada tahap kehidupan selanjutnya,
karena konsekuensi yang terbatas dari masa pubertas ini adalah
efeknya pada kehidupan yang akan datang terhadap minat, sikap,
tingkah laku dan kepribadian. Bagi remaja dorongan seksual dan
minat terhadap lawan jenis menjadi bagian penting dalam
perkembangannya (Sukiati, 2014).

C. Masalah Seksualitas Remaja


Masuknya masa remaja, organ-organ reproduksi dan hormon-
hormon seksual mulai berfungsi. Hormon tersebut yang menyebabkan
munculnya dorongan seksual. Bentuk dari semakin berkembangnya
dorongan seksual biasanya diekspresikan sebagai rasa tertarik
terhadap lawan jenis. Pada saat remaja, mereka sudah dapat
terdorong untuk mendapatkan kepuasan seksual dan juga lebih sadar
terhadap sensasi seksualnya dibandingkan ketika masih kanak-kanak.
Hasrat seksual diekspresikan dalam bentuk perilaku mulai dari saling
lirik, berpegangan tangan, mencium, memeluk, saling menggesekan
alat kelamin bahkan hubungan seksual. Semua kegiatan yang
bertujuan untuk mencapai kepuasan seksual disebut seksualitas
(PKBI,2014).
Menurut Sarwono (2014), seksualitas adalah segala tingkah laku
yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun
dengan sesama jenis. Bentuk- bentuk seksualitas ini bermacam-
macam mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan,
bercumbu dan bersenggama. Obyek seksualnya bisa berupa orang
lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.
Seksualitas adalah perilaku yang mengungkapkan dengan
tindakan apa yang dirasakan erotik oleh individu. Bentuk seksualitas
bervariasi mulai dari menulis puisi untuk mengungkapkan perasaan
sayang, berkata-kata manis, membelai, memengang tangan,
memeluk, mencium sampai meraba bagian tubuh yang peka atau
sensitif, menggessekan alat kelamin (petting) dan berhubungan
kelamin (Budiharsana dan Herna 2014).
Perkembangan seksual dan aktivitas seksual remaja dipengaruhi
oleh berbagai faktor antara lain perkembangan psikis, fisik, proses
belajar dan sosiokultural. Beberapa aktivitas seksual yang sering
dijumpai pada remaja yaitu sentuhan seksual, membangkitkan gairah
seksual/percumbuan, seks oral, seks anal, masturbasi dan hubungan
seksual (Pangkahila, 2014).
Pesatnya perkembangan yang terjadi pada alat reproduksi
remaja hingga mencapai kematangan seksual, seringkali tidak
diimbangi dengan pemahaman remaja terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan seksual Remaja tidak segera dapat menerima
perubahan yang terjadi dalam diri serta menselaraskan dorongan
seksual dengan norma masyarakat dan tuntutan masyarakat pada
umumnya (PKBI,2014).
Berdasarkan penelitian Riskesdas (2015) terhadap 31.676
remaja laki-laki dan 31.372 remaja perempuan dengan usia 10-24
tahun didapatkan 3,0% remaja laki-laki dan 1,1% remaja perempuan
menjawab pernah melakukan hubungan seksual; 0,5% perempuan
telah melakukan hubungan seksual pertama kali usia 8 tahun dan laki-
laki sebanyak 0,1%. Gejala perilaku seksual pra-nikah pada remaja
laki-laki dan perempuan usia 10-24 tahun sudah terjadi. Walaupun
angkanya masih di bawah 5%, kejadian ini seharusnya dapat dicegah
dengan memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi sejak
usia masih muda. Disarankan mulai anak masuk sekolah dasar
penyuluhan sudah mulai diberikan.
Alasan-alasan remaja berhubungan seks menurut Santrock,
2001 dalam Sarwono (2014) yaitu dipaksa, merasa sudah siap, butuh
dicintai dan pengaruh teman (takut dikatain karena masih gadis atau
perjaka). Berdasarkan SKRRI (2016) pada wanita dan pria yang
belum menikah dengan jumlah responden (wanita 110 responden,
pria 691 responden), usia 15-24 tahun didapatkan alasan pertama kali
melakukan hubungan seksual yaitu: terjadi begitu saja (wanita 38,4%;
pria 25,8%), penasaran /ingin tahu (wanita 6,8%; pria 51,3%), dipaksa
pasangan (wanita 21,2%; pria 1,7%), perlu uang untuk hidup /sekolah
(wanita 0,7%; pria 0,2%), ingin menikah (wanita 6,9% ; pria 1,5%),
pengaruh teman (wanita 5,7%; pria 4,3%).
Hubungan seks antar remaja terjadi jika hubungan mereka
sudah berjalan sedikitnya 6 bulan. Hubungan tersebut sudah cukup
akrab dan intim, jarang yang langsung berhubungan seks setelah
berkenalan saja. Lamanya waktu yang diperlukan untuk terjadinya
hubungan seks (khususnya yang pertama kali) karena diperlukan
suasana hati tertentu untuk bisa melakukannya. Khususnya pada
remaja putri, harus timbul perasaan cinta, perasaan suka, percaya,
menyerah dan lainnya terhadap pasangannya. Sekali perasaan itu
timbul, apalagi jika pihak laki-laki tekun dan sabar untuk merayu
pacarnya, remaja putri seringkali tidak dapat mengendalikan diri dan
terjadilah hubungan seks (Sarwono, 2014).
Pacaran merupakan salah satu pilihan dalam kehidupan remaja.
Sebenarnya diizinkan atau tidak, anak remaja tetap bisa menjalin
hubungan laki-laki perempuan. Dihindari atau tidak setelah
kematangan fungsi reproduksi yang dipengaruhi oleh hormonhormon
seks, remaja secara alamiah sudah memiliki dorongan seksual dan
tertarik pada lawan jenis. Bila didukung oleh kondisi yang
memungkinkan, misalnya pergaulan disekolah atau lingkungannya,
ada kemungkinan bagi remaja untuk mulai berkencan atau
berpacaran (PKBI, 2004). Berdasarkan SKRRI (2007) persentase
perempuan yang belum menikah usia 15-19 tahun didaptkan data
pertama kali pacaran usia <12 tahun: 5,5%; 12-14 tahun: 22,6%; 15-
17 tahun: 39,5%; 18-19 tahun: 3,2%. Presentase laki-laki yang belum
menikah usian 15-19 tahun di dapatkan data pertama kali pacaran
usia <12tahun: 5%; 12-14 tahun: 18,6%; 15-17 tahun: 36,9%; 18-19
tahun:3,2%.
Melihat kenyataan ini, sebenarnya cukup bagi remaja putra putri
mempersiapkan diri untuk mencegah hal-hal yang yang tidak
dikehendaki. Akan tetapi mereka memasuki usia remaja tanpa
pengetahuan yang memadai tentang seks. Selama hubungan pacaran
berlangsung pengetahuan bukan saja tidak bertambah, akan tetapi
bertambah dengan informasi-informasi yang salah (Sarwono, 2014).
Pacaran yang baik adalah pacaran yang sehat secara fisik,
psikis dan sosial. Sehat secara fisik dalam berpacaran maksudnya
tidak menyakiti fisik kedua belah pihak. Tidak mengarah pada
hubungan seksual yang beresiko (Kehamilan Yang Tidak Diinginkan,
Penyakit Menular Seksual), dan tidak ada kekerasan fisik (memuluk
atau dipukul, menendang atau ditendang , dll). Sehat secara psikis
artinya pacaran tidak mengganggu jiwa. Jika pacaran mengakibatkan
perasaan remaja jadi tertekan, sedih, gelisah ataupun takut, maka
pacaran tidak lagi sehat.
Pacaran dikatakan tidak baik secara psikis bila ada rasa
cemburu yang berlebihan ataupun ada rasa keterpaksaan. Kata-kata
yang kasar dan tidak senonoh, baik dilontarkan ketika berdua ataupun
dimuka umum juga menunjukan pacaran ini tidak sehat, apalagi bila
disertai pakasaan terhadap pasangan. Pacaran dikatakan sehat jika
satu sama lain mengekspresikan rasa sayang dan saling memberi
dukungan. Sehat secara sosial maksudnya dengan berpacaran tidak
membuat keresahan pada masyarakat atau melanggar nilai- nilai atau
norma yang berlaku. Seperti pulang larut malam, menimbulkan
pacaran yang sehat, perilaku seksual dan resiko 21 reproduksi
diharapkan remaja dapat mengembangkan perilaku yang bertanggung
jawab, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap teman atau pacarnya,
pada orang tua serta pada masyarakat sekitarnya (PKBI, 2014).

D. Pengertian Lansia
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang memasuki usia 60
tahun ketas yang telah memasuki tahapan akhir fase kehidupan dan
akan mengalami suatu proses yakni proses penuaan (RI, 2004).
Proses penuaan merupakan siklus kehidupan yang ditandai dengan
perubahan kumulatif pada setiap makhluk hidup berupa penurunan
kapasitas fungsional sel, jaringan, serta sistem organ yang
menyebabkan kemunduran kesehatan fisik dan psikis sehingga akan
mempengaruhi aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan teori psikologi, lanjut usia merupakan suatu proses
penuaan yang terjadi secara alamiah seiring bertambahnya usia.
Perubahan psikologis yang terjadi berkaitan dengan keakuratan mental
dan keadaan fungsional yang efektif. Motivasi dan intelegensi yang
merupakan kepribadian setiap individu dapat menjadi karakteristik
konsep diri bagi setiap lansia. Konsep diri lansia yang positif
mengakibatkan dia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-
nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya.
Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun. Berdasarkan pengertian tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang berusia
60 tahun keatas baik pria maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas
dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah
sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi
dirinya.
MenurutWHOsiklus hidup lansia terdiri atas :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lansia (elderly), dengan usia antara 60 sampai 74 tahun.
c. Lansiatua(old), dengan usia75 dan 90 tahun.
d. Lansia sangat tua (ver yold),dengan usia diatas 90 tahun.

E. Seksualitas pada perempuan


Tidak diketahui atau tidak ada usia tertentu ketika seseorang
mencapai puncaktingginya dorongan seksual atau kemampuan untuk
merasakan nafsu seksual. Beberapa ahlitelah mengidentifikasi bahwa
puncaknya pada usia 35 tahun, tetapi tidak ada bukti ilmiahyang tepat
untuk menentukan kapan saatnya bagi setiap orang khususnya
perempuan. Paraahli telah menemukan bahwa kadar hormon
perempuan biasanya meninggi sekitar usia 35tahun, tetapi apa yang
sebenarnya terjadi untuk mengukur dorongan seksual adalah
denganmerasakan apa yang akan terjadi pada pikiran dan emosi
seseorang.Sama sekali tidak, perasaan terhadap seks dan minatnya
mungkin sangat bervariasi,tetapi kemampuan seorang perempuan
untuk melakukan hubungan intim sejauh ini,memiliki hasrat sehat, dan
tentu saja mempunyai pasangan.

F. Masalah Seksual pada lanjut usia


Pertambahan usia menyebabkan perubahan-perubahan jasmani
pada pria atau wanita. Perubahan tersebut dapat berdampak pada
kemampuan seseorang untuk melakukandan menikmati aktifitas
seksual. Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual
merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya bagi pasangan usia
lanjut. Masalah ini meliput ketakutan akan berkurangnya atau bahkan
tidak berfungsinya organ sex secara normal sampai ketakutan akan
kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana
yang meliputi berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi
premature, dan sakit pada alat kelamin sewaktu masturbasi. Orang
yang secara fisik sehat dan merasa sangat normal cenderung
melakukan aktivitas seksual sepanjang hidup mereka, kira-kira
mendekati usia 70-an. Ini berarti tidak ada waktu yang khusus kapan
seseorang berhenti melakukan hubungan seks hanya karena
beberapa pasangan menonaktifkan diri dari kegiatan itu. Penyesuaian
fisik yang paling sulit dilakukan oleh pria maupun wanita pada usia
madya (40-60 tahun) terdapat pada perubahan-perubahan
kemampuan seksual mereka.
Wanita memasuki masa menopause atau perubahan hidup.
Adapun pria mengalami masa klimaterik pria. Terdapat fakta yang
berkembang bahwa perubahan tersebut merupakan bagian yang
normal dari polakehidupan dan juga diketahui bahwa perubahan-
perubahan psikologis selama usia madyalebih merupakan akibat dari
tekanan emosional dari pada gangguan fisik.
Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila
ditinjau dari pembagian tahapan seksual adalah berikut ini:
1. Fase Hasrat (Desire)
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan
pasangan, harapankultural, kecemasan akan kemampuan seks.
Hasrat pada lansia wanita mungkinmenurun seiring makin lanjutnya
usia, tetapi bias bervariasi. Interval untukmeningkatkan hasrat
seksual pada lansia pria meningkat serta testosterone
menurunsecara bertahap sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi
libido.
2. Fase Arousal
a. Lansia wanita: pembesaran payudara berkurang, terjadi
penurunan flushing,elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina
dan peregangan otot-otot, iritasi uretradan kandung kemih.
b. Lansia pria: ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang
begitu kuat,penurunan produksi sperma sejak usia 40 tahun
akibat penurunan testosterone;elevasi testis ke perineum lebih
lambat.
3. Fase Orgasme (Orgasmic)
a. Lansia wanita: tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih
sedikit konstaktilkemampuan mendapatkan orgasme multiple
berkurang.
b. Lansia pria: kemampuan mengontrol ejakulasi membaik;
kekuatan dan jumlahkontraksi otot berkurang, volume ejakulasi
menurun.
4. Fase Setelah Orgasme (Pasca Orgasmic)
Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah
sampai timbulnyafase orgasme berikutnya lebih sukar terjadi.

G. Hambatan Aktivitas Seksual pada Usia Lanjut


Pada usia lanjut terdapat berbagai hambatan untuk melakukan
aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan atau masalah
eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan internal, yang
terutama berasal dari subyek lansianya sendiri.
1. Hambatan Eksternal
Biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap
bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan oleh para lansia.
Masyarakat biasanya masih bisa menerima seorang duda lansia
kaya yang menikah lagi dengan wanita yang lebih muda atau
mempunyai anak setelah usianya agak lanjut, tetapi hal sebaliknya
seorang janda kaya yang menikah dengan pria yang lebih muda
seringkali mendapat cibiran masyarakat. Hambatan eksternal
Bilamana seorang janda atau duda akan menikah lagi seringkali
juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai
alasan. Kenangan pada ayah atau Ibu yang telah meninggal atau
ketakutan akan berkurangnya warisan merupakan latar belakang
penolakan. Di negara barat Hal ini masih terjadi, akan tetapi
pengaruh di negara Timur akan lebih terasa meningkat kedekatan
hubungan orang tua dengan anak-anak.
2. Hambatan Internal
Psikologis seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan
hambatan eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak
bisa dan tidak pantas berpenampilan untuk bisa menarik lawan
jenisnya. Pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas di
usia lanjut (baik pada mereka yang masih mempunyai pasangan,
Tetapi terlebih pada mereka yang sudah menjanda atau menduda)
menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian
sehingga memberikan dampak pada ketidakmampuan fisik, yang
dikenal sebagai impotensia.
H. Faktor-faktor yang berhubungan dengan seksualitas
Pada seksualitas pada lansia dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
umur, jenis kelamin, penyakit, pengalaman menikah, psikologis, sikap
nilai pengetahuan, kebudayaan, lingkungan dan dukungan keluarga
dan sosial ekonomi.
1. Umur
Umur seorang lanjut usia mempengaruhi dan menunjukkan
sejauh mana terjadinya perubahan pada lansia tersebut baik fisik,
fungsi tubuh dan tingkah laku. Dengan meningkatnya jumlah Lanjut
usia, seksualitas menjadi permasalahan karena ternyata keinginan
dan kemampuan seks para lansia masih terus berlangsung.
Penurunan kegiatan seks pada umur 60 tahun adalah sekitar 20%
dari usia muda.
Penuaan secara seksual dikatakan telah melampaui masa
remajanya, karena secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa
kemampuan seseorang sudah mengalami penurunan, walaupun
tidak tampak jelas, sejak mencapai usia pradewasa atau usia
dewasa muda, khususnya pada pria sudah terjadi penurunan
produksi hormon testosteron.
Pada usia 60 tahun tenaga seseorang biasanya hanya
tinggal 50% dari kekuatan masa remajanya, pada usia ini pula
kegiatan seks lelaki mengalami paling banyak kemunduran.
Produksi air mani menurun, kesuburan berkurang, namun nafsu
seks tetap ada. Sedangkan pada wanita jika sudah memasuki usia
40 sampai 50 tahun Indung telurnya mulai kehabisan telur untuk
dikeluarkan dan juga terjadi penurunan produksi hormon seks,
akan tetapi dorongan seksual pada wanita tidak dipengaruhi hal
tersebut. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan seksual wanita
dapat bertahan sampai tua sesudah 60 tahun, bahkan sampai 80
tahun.
2. Jenis kelamin
Perubahan-perubahan seksual yang dialami pria tidak dapat
disamakan dengan perubahan yang dialami oleh wanita, bukan
hanya karena gabungan faktor fisik yang berbeda, namun juga
faktor-faktor sosial.
Kemampuan seksual seorang pria Lanjut Usia dipengaruhi
oleh faktor-faktor non seksual seperti: kelelahan fisik atau mental,
obesitas, penyakit usia tua, obat-obatan dan rasa takut gagal.
Proses menua pada wanita berbeda dengan pria setidaknya dalam
dua hal yaitu, pertama apabila pada pria tidak ada suatu peristiwa
biologik yang menandai dengan jelas suatu peralihan ke masa tua
pada wanita ada yaitu menopause, kedua penurunan potensi
seksual pada pria sudah mulai tampak pada usia muda sedangkan
pada wanita baru menunjukkan tanda-tanda penurunan pada umur
50 sampai 60 tahun.
Hasil penyelidikan Master dan Johnson 1966, menyatakan
tidak ada bukti kesanggupan seks lelaki menurun dengan
bertambahnya umur, mereka juga mengatakan bahwa pada wanita
lanjut usia ternyata masih bisa melakukan onani tanpa kesulitan.
Namun menurut Kinsey,dkk 1948, melaporkan frekuensi kegiatan
seks pada wanita umumnya lebih rendah dibandingkan dengan
laki-laki pada segala tingkat umur hampir semua laki-laki lanjut usia
sangat tertarik pada sel seperti ketika masih remaja, sedangkan
wanita lanjut usia hanya sepertiganya yang masih memiliki
keinginan seks yang lebih tinggi.
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan fenomena Insani atau gejala
kemanusiaan yang mendasar dan juga mempunyai sifat konstruktif
atau membangun dalam hidup manusia pendidikan berlangsung
dalam suatu proses panjang yang pada akhirnya mencapai tujuan
akhir yaitu individu yang dewasa, di mana kematangan intelektual
seseorang akan mempengaruhi wawasan dan cara pikir seseorang
baik tindakan maupun dalam cara pengambilan keputusan.
I. Seks dan libido pada lansia perempuan
Dengan makin meningkatnya usia maka sering dijumpai
gangguan seksual pada wanita. Akibat kekurangan hormon
estrogen, aliran darah ke vagina berkurang, cairan vagina
berkurang, dan sel-sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah
cedera. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kadar estrogen
yang cukup merupakan faktor terpenting untuk mempertahankan
kesehatan dan mencegah vagina dari kekeringan sehingga tidak
menimbulkan nyeri saat senggama.
Wanita dengan kadar estrogen yang kurang atau
menurun,lebih banyak emngekuh masalah seksual seperti vagina
kering, perasaan terbakar, gatal, dan sering keputihan. Akibat
cairan vagina berkurang, umumnya wanita mengeluh sakit saat
senggama sehingga tidak mau lagi melakukan hubungan seks.
Nyeri senggama ini akan bertambah buruk lagi apabila hubungan
seks semakin jarang dilakukan.
Pada masa menopause, sebanyak 15% wanita mengeluh
vagina kering, walaupun haid mereka masih teratur. Pada pasca
menopause, wanita mengeluh vagina kering meningkat sebanyak
50%. Pada keadaan kadar estrogen sangat rendah pun Wanita
tetap mendapatkan orgasme. Yang terpenting adalah melakukan
hubungan seksual secara teratur agar elastisitas vagina tetap dapat
dipertahankan. Hampir 50% wanita usia antara 55 sampai 75 tahun
seksualnya masih tetap aktif. Orgasme tetap saja diperoleh hingga
usia pasca menopause, sehingga bila wanita mengeluh aktivitas
seksualnya mulai menurun, maka penyebabnya kemungkinan
terletak pada pasangannya sendiri.
Libido saat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti perasaan,
lingkungan dan hormonal. Androgen kelihatannya memiliki peranan
penting dalam hal peningkatan libido karena pada wanita yang
telah diangkat kedua ovariumnya, penurunan libido yang terjadi
erat kaitannya dengan penurunan kadar androgen. Baik pada
wanita dengan menopause alami, maupun pada wanita pasca
oforektomi. Pemberian androgen kombinasi dengan estrogen akan
meningkatkan libido.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masuknya masa remaja, organ-organ reproduksi dan hormon-
hormon seksual mulai berfungsi. Hormon tersebut yang menyebabkan
munculnya dorongan seksual. Bentuk dari semakin berkembangnya
dorongan seksual biasanya diekspresikan sebagai rasa tertarik
terhadap lawan jenis. Pada saat remaja, mereka sudah dapat
terdorong untuk mendapatkan kepuasan seksual dan juga lebih sadar
terhadap sensasi seksualnya dibandingkan ketika masih kanak-kanak.
Pertambahan usia menyebabkan perubahan-perubahan jasmani
pada pria atau wanita. Perubahan tersebut dapat berdampak pada
kemampuan seseorang untuk melakukandan menikmati aktifitas
seksual. Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual
merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya bagi pasangan usia
lanjut. Masalah ini meliput ketakutan akan berkurangnya atau bahkan
tidak berfungsinya organ sex secara normal sampai ketakutan akan
kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari yang
diharapkan. Oleh karena kami mengharapkan adanya kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, M. 2012. Analisa Lanjut SDKI 2016, Keinginan Remaja untuk


Ber KB dan Jumlah Anak Yang Diinginkan Dimasa Yang Akan
Datang. Jakarta: Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi
BKKBN.

Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana/


BPMPKB. (2016). Panduan Pengelolaan Pusat Informasi dan
Konseling Remaja (PIK Remaja): Jakarta.

BKKBN. 2014. Buku Paduan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja


(KRR). Jakarta, BKKBN.

BKKBN, Kemenkes RI, Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia.


2012. Kesehatan Reproduksi Remaja, Jakarta.

Pangkahila, Alex. 2014. Perilaku Seksual Remaja. Jakarta: Perpustakaan


Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan.

WHO. 2014. A Programing for adolescent reproductive health, WHO.

Anda mungkin juga menyukai