Anda di halaman 1dari 3

A.

Skrinning untuk Kehamilan Beresiko Tinggi dan Cacat Bawaan


Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan
derajat kesehatan masyarakat. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang
telah ditentukan dalam pembangunan millenium tujuan ke-5 yaitu meningkatkan kesehatan
ibu, dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾
risiko jumlah kematian ibu. Hasil survei menunjukkan telah terjadi penurunan AKI pada
tiap tahunnya, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan MDGs 2015
dengan menekan AKI menjadi 102/100.000 KH kenyataannya telah gagal (Bappeda, 2015)
dalam (Asiyah et al. 2017).
Penyebab utama kematian ibu yaitu hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan post
partum. Penyebab ini dapat diminimalisir apabila kualitas Antenatal Care dilaksanakan
dengan baik. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat
antara lain adalah penanganan komplikasi, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes,
hipertensi, malaria, dan empat terlalu (terlalu muda <20 tahun, terlalu tua >35 tahun,
terlalu dekat jaraknya 2 tahun dan terlalu banyak anaknya > 3 tahun). Sebanyak 54,2 per
1000 perempuan dibawah usia 20 tahun telah melahirkan, sementara perempuan yang
melahirkan usia di atas 40 tahun sebanyak 207 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini diperkuat
oleh data yang menunjukkan masih adanya umur perkawinan pertama pada usia yang amat
muda (<20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah kawin (Kemenkes
RI, 2015).
Pemberdayaan masyarakat akan memiliki kendala bila tidak di dukung peran aktif
dari masyarakat itu sendiri. Kader kesehatan merupakan hasil dari memfasilitasi proses
pemberdayaan masyarakat apabila diwujudkan melalui partisipasi aktif masyarakat. Proses
pendampingan memang dilakukan oleh bidan desa, namun demikian dalam menggerakkan
masyarakat tidak terlepas dari peran kader sebagai orang yang membawa misi kesehatan
serta terdekat dengan masyarakat. partisipasi aktif masyarakat. Oleh karena itu sebagai
fasilitator dalam masyarakat, seorang kader harus terampil mengintegrasikan tiga hal
penting yakni optimalisasi fasilitasi, waktu yang disediakan, dan optimalisasi partisipasi
masyarakat (Palupi, Fakhidah dan Utami, 2013) dalam (Ersila and Zuhana 2018).
Hambatan yang dialami para kaderdalam melaksanakan kegiatan pembangunan
kesehatan adalah sebagian besar kader tingkat pendidikan yang masih kurang dan belum
mendapatkan pelatihan terhadap tugas-tugas sebagai kader Posyandu secara maksimal
(Tse, Suprojo dan Adiwidjaja, 2017). Pengetahuandan keterampilan kader bukan hanya
dapat meningkat tapi juga dapat menurun. Hal ini dapat terjadi karena kader kurang aktif
sehingga lupa tentang hal-hal yang telah dipelajari sehingga pengetahuannya menurun.
Tingginya nilai pengetahuan dan keterampilan kader dipengaruhi oleh pendidikan formal,
kursus kader, frekuensi mengikuti pembinaan, keaktifan kader di Posyandu dan lamanya
menjadi kader. Oleh karena itu perlu dilakukan penyegaran, yang dimaksudkan untuk
memelihara dan menambah kemampuan kader tersebut (Hamariyana, Syamsianah dan
Winaryati, 2013) dalam (Ersila and Zuhana 2018).
Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya risiko tinggi pada ibu hamil yang perlu
diperhatikan oleh ibu hamil, keluarga dan masyatakat, menurut Poedji Rochjati (2011)
dalam (Asiyah et al. 2017) meliputi: umur ibu yang tergolong risiko tinggi ≤ 20 tahun dan
≥ 35 tahun, paritas yang termasuk risiko tinggi adalah ibu yang hamil atau melahirkan
anak 4 kali atau lebih, jarak anak yang tergolong risiko tinggi ≤ 2 tahun dan tinggi badan
yang termasuk risiko tinggi 145 cm atau kurang, yang tergolong risiko tinggi berdasarkan
riwayat obstetrik jelek meliputi persalinan yang lalu dengan tindakan, bekas operasi
sesarea, penyakit ibu, preeklamsi ringan, hamil kembar, hidramnion/ hamil kembar air,
janin mati dalam kandungan, hamil lebih bulan, kelainan letak, perdarahan antepartum,
dan preeklamsi berat/eklampsi.
Menurut Elverawati (2008) dalam (Asiyah et al. 2017) bahwa salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap tingginya angka kematian ibu adalah sikap dan perilaku ibu itu
sendiri selama hamil dan didukung oleh pengetahuan ibu terhadap kehamilannya. Beberapa
faktor yang melatar belakangi resiko kematian ibu tersebut adalah kurangnya partisipasi
masyarakat yang disebabkan tingkat pendidikan ibu rendah, kemampuan ekonomi keluarga
rendah, kedudukan sosial budaya yangtidak mendukung. Jika ditarik lebih jauh beberapa
perilaku tidak mendukung tersebut juga bisa membawa risiko.
Beberapa pendekatan faktor risiko untuk mencegah kematian maternal sudah
dikembangkan di Indonesia. Faktor 4 terlalu dan 3 terlambat merupakan konsep faktor
risiko yang sudah dikenal cukup lama di Indonesia. Begitu juga dengan Kartu Skor Poedji
Rochjati telah digunakan secara umum di Surabaya untuk mendeteksi secara dini faktor
risiko pada kehamilan yang dapat berpengaruh buruk pada ibu hamil maupun janin yang
dikandungnya. Faktor empat terlalu sudah masuk dalam Kartu Skor Poedji Rochjati.
Di luar negeri beberapa ahli berpendapat adanya factor 4 terlambat yang
mempengaruhi kematian maternal. Faktor 4 terlambat itu adalah: terlambat mendeteksi
tanda bahaya, terlambat mengambil keputusan merujuk, terlambat sampai di tempat
rujukan, dan terlambat mendapatkan pertolongan di tempat rujukan. Pada keterlambatan
mendeteksi masalah diantisipasi dengan melakukan edukasi kepada ibu hamil dan
keluarganya, sehingga dapat mengenali tanda bahaya. Keterlambatan dalam mengambil
keputusan diantisipasi dengan mengubah cara pengambilan keputusan. Memperbaiki
sistem transportasi sehingga akses ke pusat pelayanan kesehatan dapat lebih mudah dan
cepat dan tidak terjadi lagi keterlambatan sampai di tempat rujukan (Widarta et al. 2017).
KRST merupakan kelompok risiko ibu hamil yang jumlahnya paling banyak pada
kasus kematian maternal diikuti oleh KRT dan KRR paling sedikit. Hal tersebut
merupakan sesuatu yang wajar, karena meninggal merupakan kondisi yang selalu didahului
oleh keadaan penyakit yang sangat berat dengan faktor risiko yang sangat tinggi. Namun
masih didapatkan kehamilan dengan risiko rendah, hal ini membuktikan bahwa tidak ada
kehamilan yang tidak berisiko. Sesuai dengan sistem skor pada KSPR, bahwa 2 merupakan
skor minimal pada setiap kehamilan (Widarta et al. 2017).

DAFTAR PUSTAKA
Asiyah, Siti, Siti Asiyah, Dewi Taurisiawati Rahayu, and Diniar Agustin. 2017. “Deteksi Dini
Ibu Hamil Risiko Tinggi Di Desa Kraton Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri 1.” : 85–92.
Ersila, Wahyu, and Nina Zuhana. 2018. “The 8 Th University Research Colloquium 2018
Universitas Muhammadiyah Purwokerto KELAS KADER UNTUK DETEKSI DINI
RISIKO TINGGI KEHAMILAN The 8 Th University Research Colloquium 2018
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.” : 325–31.
Widarta, Gede Danu, Muhammad Ardian Cahya Laksana, Agus Sulistyono, and Windhu
Purnomo. 2017. “Deteksi Dini Risiko Ibu Hamil Dengan Kartu Skor Poedji Rochjati Dan
Pencegahan Faktor Empat Terlambat.” Majalah Obstetri & Ginekologi 23(1): 28.

(Puti Andalusia S. Banilai N 201 16 190)

Anda mungkin juga menyukai