Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

EVIDANCE BASED MIDWIFERY PRACTICE TENTANG KEPUTIHAN PADA


REMAJA

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Evidance Based Midwifery Practice Pada Remaja
Dosen Pengajar : Rubiati Hipni., SST., M.Keb

Disusun oleh:

AMALIA ( P07124223002R)
AYU DIAN PERWITA ( P07124223005R)
BEKTI WINDU SUSANTI ( P07124223006R)
NURUL HIKMAH ( P07124223025R)
NURUL ZAHARAH ( P07124223026R)
RANA ASHILAH ( P07124223030R)
RINA AGUSTINI ( P07124223031R)
SRI RAHAYU ( P07124223035R)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL TENAGA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANJARMASIN
RPL PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa. Atas rahmat dan
karunia-nya, kami dapat menyelesaikan Makalah Evidance Based Midwifery Practice Tentang
Keputihan Pada Remaja tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada
Rasulullah Saw yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Penulisan laporan ini dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Selain itu, kami
juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.
Penulis menyadari laporan bertema bahasa ini masih memerlukan penyempurnaan,
terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi
penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada laporan ini, kami
memohon maaf. Demikian yang dapat kami sampaikan, akhir kata semoga laporan ini dapat
bermanfaat.

Banjarbaru, 10 September 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan...............................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................4
A. Konsep Remaja..................................................................................................4
1. Definisi Remaja..............................................................................................4
2. Klasifikasi Remaja...........................................................................................4
3. Keputihan pada remaja..................................................................................6
BAB III EBM ASUHAN KEBIDANAN REMAJA..............................................................8
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................11
A. Kesimpulan......................................................................................................11
B. Saran...............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah masa
peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, dimana terjadi perkembangan yang
pesattermasuk perubahan genetika yang mempengaruhi bagaimana pertumbuhan secara
fisik, mental, dan sosial.
Remaja rentan terkena keputihan karena kurangnya bantalan lemak rambut
kelamin dan labial, kulit vulva tipis, labia minora kecil, dan jarak antara vulva dengan
daerah anus yang dekat. Remaja juga mempunyai kadar glikogen rendah, dengan pH
netral dan tidak menghasilkan lendir serviks serta sistem kekebalan lokal kurang baik.
Kemungkinan terjadi infeksi juga meningkat karena perilaku hygiene yang buruk pada
organ genital (Sumarah, S, 2017).
Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah kondisi fisik, psikologis, dan sosial
yang menyeluruh dimana seseorang mampu mengatur fungsi organ reproduksinya secara
sehat. Ini juga berarti seseorang bebas dari gangguan yang mempengaruhi sistem
reproduksi.Vaginal hygiene merupakan tindakan yang penting dilakukan untuk menjaga
organ genitalia tetap dalam keadaan bersih.Hal ini berguna untuk mencegah timbulnya
gangguan pada organ genitalia. Apabila kebersihan bagian reproduksi tidak dijaga maka
akan menjadi sumber mikroorganisme pathogen yang dapat menyebabkan infeksi yang
menimbulkan berbagai macam penyakit seperti keputihan (Sumarah, S, 2017).
Data penelitian kesehatan reproduksi yang dilakukan oleh WHO menunjukkan
bahwa flour albus mempengaruhi 75% wanita di seluruh dunia setidaknya sekali, dan 45%
wanita mengalaminya dua kali atau lebih. Di Indonesia masalah keputihan semakin
meningkat. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui sebanyak 50% wanita Indonesia
pernah mengalami flour albus pada tahun 2004, 60% wanita mengalami flour albus pada
tahun 2005, dan hampir 70% wanita Indonesia mengalami flour albus pada tahun 2007.
Semua perempuan pernah mengalami flour albus pada suatu saat dalam hidupnya dan 3
dari 4 wanita di dunia ternyata akan mengalami keputihan setidaknya sekali dalam
hidupnya (Firia dan Eva, 2021).
Menurut data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2010,
wanita usia 15-24 tahun beresiko merasakan flour albus. Hasil penelitian menunjukkan
kejadian flour albusdi Indonesia setiap tahunnya terjadi peningkatan hingga 70% dan

1
ditemukan 50% remaja putri di Indonesia mengalami flour albus. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (2008) mengemukakan bahwa keputihan ialah gejala paling sering
dirasakan oleh banyaknya wanita.Setelah kesulitan haid, kondisi ini menjadi masalah
kedua.Selain itu yang mempengaruhi timbulnya gejala flour albus adalah kebersihan dan
pH vagina. Flour albus yang terjadi biasanya karena kurangnya kesadaran tentang
menjaga kesehatan terutama kesehatan kelamin (Tresnawati dan Rachmatullah, 2019).
Selain itu, personal hygiene yang buruk dan kejadian keputihan dapat memicu
munculnya masalah psikososial menimbulkan stress dan cemas pada remaja,
menimbulkan rasa tidak nyaman karena rasa gatal dan bau yang mengganggu kegiatan
sehari-hari remaja yaitu dalam kegiatan persekolahan, berkurangnya konsentrasi remaja
dalam pembelajaran, serta menurunkan percaya diri dengan lebih menarik diri dalam
interaksi sosial.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana EBM asuhan kebidanan pada remaja dengan keputihan ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana EBM asuhan kebidanan pada remaja
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui keputihan pada remaja putri
b. Untuk mengetahui hubungan arah mencuci vagina dengan terjadinya keputihan
pada remaja putri
c. Untuk mengetahui hubungan mengganti pakaian dalam dengan terjadinya
keputihan pada remaja putri
d. Untuk mengetahui cara mengatasi keputihan pada remaja putri
e. Untuk mengetahui dan memahami mengenai Evidence Based Midwifery (EBM)
asuhan kebidanan pada remaja dengan keputihan

2
D. Manfaat
1. Bagi klien
Diharapkan dapat menambah pengetahuan klien atau remaja tentang cara
pencegahan dan penanganan keputihan pada remaja
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa selanjutnya dalam memberikan
asuhan pada remaja khususnya remaja dengan keputihan
3. Bagi Lahan
Diharapkan dapat memberikan masukan bagi lahan praktik agar memberikan asuhan
pada remaja secara holistic dalam penanganan keputihan pada remaja

3
BAB II
KONSEP REMAJA DAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA

A. Pengertian Remaja
WHO (2014) dalam (Kemenkes, 2014) mengungkapkan bahwa remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam usia rentang 10-18 tahun dan
menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
dalah 10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia
menurut Sensus Penduduk berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia.
Remaja merupakan masa peralihan dari anak anak menuju dewasa. Masa remaja
berlangsung dari umur 15-20 tahun. Perubahan perkembangan yang terjadi selama masa
remaja meliputi perkembangan fisik, psikis, dan psikososial (Gainau, 2021).

B. Klasifikasi Remaja
1. Fase Remaja Awal
Anak memasuki fase remaja ketika berumur 10 tahun. Rentang usia 10-13 tahun
termasuk dalam fase remaja awal. Pada tahap ini, anak-anak mengalami tahap awal
pubertas dan mulai tumbuh lebih cepat. Baik anak laki-laki maupun perempuan
mengalami pertumbuhan fisik yang signifikan dan peningkatan dalam minat seksual.
Tidak hanya itu, perubahan tubuh juga turut menjadi perhatian remaja. Misalnya mulai
tumbuhnya rambut di bawah lengan dan di sekitar alat kelamin, perkembangnya
payudara pada anak perempuan, dan pembesaran testis pada anak laki-laki. Anak
perempuan biasanya tumbuh lebih cepat daripada anak laki-laki. Mereka lebih dulu
satu atau dua tahun dibandingkan anak laki-laki. Bahkan, beberapa perubahan pada
perempuan juga normal dialami sejak usia 8 tahun dan 9 tahun untuk laki-laki.
Biasanya, remaja perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun atau rata-rata 2
sampai 3 tahun setelah payudara mulai tumbuh. Perubahan-perubahan fisik dan pola
pikir remaja membuat orang tua merasa cemas dan khawatir. Terutama jika tidak tahu
mana yang normal dan mana yang tidak. Beberapa anak juga mungkin
mempertanyakan identitas gendernya di masa remaja. Sementara itu, secara kognitif,
remaja pada tahap ini telah mulai mengalami peningkatan minat intelektual. Mereka
juga memiliki pemikiran yang konkrit. Sebagai contoh mulai mencari kebenaran

4
mengenai suatu hal (bisa hal baik atau buruk) dari berbagai sumber. Tidak hanya itu,
pada masa ini, remaja lebih memusatkan pemikiran pada diri sendiri yang akrab
disebut dengan egosentrisme.
Remaja tahap awal juga sering kali merasa penampilan diri dinilai oleh teman-
temannya. Sehingga, berusaha semaksimal mungkin mengenakan pakaian yang pantas
dan paling terkini. Hal ini, memberikan pengaruh pada mayoritas remaja menganggap
bahwa semua penilaian dan pemikiran orang tentang dirinya menjadi penting
diperhatikam. Pada fase remaja awal, biasanya terjadi peningkatan kebutuhan privasi.
Remaja akan mulai mencari cara untuk mandiri dari keluarga. Tidak jarang, remaja juga
memberikan batasan atau bereaksi keras jika orang tua terkesan terlalu mengekang
atau mencampuri urusan pribadi.
2. Fase Remaja Pertengahan
Remaja yang berusia 14-17 tahun termasuk dalam fase remaja pertengahan.
Pada tubuh anak perempuan terjadi perubahan. seperti panggul, pinggang, dan
bokong mulai membesar, menstruasi mulai teratur, bertambahnya produksi keringat,
dan alat reproduksi yang berkembang. Sementara itu, pada anak laki-laki pertumbuhan
mulai berjalan dengan cepat. Tubuh menjadi tinggi, berat badan bertambah, muncul
jerawat, otot semakin besar, bahu dan dada semakin lebar, suara menjadi pecah, alat
vital semakin besar, tumbuh kumin, jambang, dan sebagainya. Di usia ini, remaja mulai
tertarik menjalin hubungan romantis. Mereka juga memiliki kemungkinan untuk
mempertanyakan dan mengeksplorasi identitas seksual. Hal-hal tersebut berpotensi
memberikan stres jika tidak mendapat dukungan dari keluarga, teman, atau
komunitas.
Pada masa ini, pola pikir remaja didasarkan oleh logika, tetapi tidak jarang pula
didorong oleh peasaan atau emosinya. Mereka telah mampu berpikir secara abstrak
dan mempertimbangkan gambaran besar. Tetapi, dalam situasi tertentu, mereka
masih kurang mampu menerapkannya ketika itu. Misalnya, pemikiran, “Besok ada
ulangan biologi. Tapi, episode drama korea terbaru sudah keluar. Aku sudah paham
materi itu, sepertinya tidak perlu mengulang membaca. Jadi, tak apalah mending
nonton aja. Nilai bukan tolak ukur kesuksesan.” Mereka juga mulai tertarik menjalin
hubungan romantis, seperti pacaran. Memiliki kecenderungan lebih suka atau lebih
banyak waktu dihabiskan bersama teman. Tidak jarang mereka berselisih paham

5
bahkan bertengkar dengan orang tua karena emosi belum stabil dan memiliki sifat
sensitif.
3. Fase Remaja Akhir atau Dewasa Muda
Remaja di rentang usia 18-24 tahun termasuk dalam fase remaja akhir atau
dewasa muda. Pada umumnya, memasuki fase remaja akhir, fisik telah berkembang
dengan maksimal. Tidak hanya itu, kemampuan berpikir jauh lebih matang daripada
remaja menengah. Mereka juga lebih fokus untuk mewujudkan cita-cita yang
direncanakan. Sekaligus mampu membuat keputusan berdasarkan harapan dan cita-
cita. Misalnya, remaja akan melakukan hal yang menjadi prioritas dalam kehidupan
mereka seperti tugas sekolah, atau hal-hal yang mendukung terwujudnya cita-cita
mereka. Dalam hubungan persahabatan, percintaan, dan keluarga telah lebih stabil.
Mereka telah mampu menentukan pilihan akan mendiskusikan suatu hal atau berbagi
cerita ke orang yang dipercaya.

C. Keputihan Pada Remaja Putri


Keputihan atau flour albus adalah kondisi vagina saat mengeluarkan cairan atau
lendir yang menyerupai nanah yang disebabkan oleh kuman. Terkadang, keputihan
tersebut dapat menimbulkan rasa gatal, bau tidak enak, dan berwarna putih susu atau
hijau yang membuat penderita merasa tidak nyaman (Sunyoto, 2014)
Kekurangan pengetahuan dan informasi mengenai perubahan sistem reproduksi
pada usia remaja menimbulkan kecemasan dan rasa malu karena berbeda dengan teman
sebayanya yang lain. Hal ini dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam masalah
yang berhubungan dengan alat reproduksi remaja. Salah satu masalah yang muncul
adalah munculnya keputihan pada remaja putri (Dhuangga & Misrawati, 2012).
Pengetahuan dan sikap remaja putri yang kurang dalam melakukan perawatan kebersihan
pada daerah genitalia eksterna (kemaluan bagian luar), serta perilaku yang kurang baik
menjadi penyebab keputihan itu sendiri (Azizah N. , 2015). Dalam kehidupan sehari-hari
kebersihan sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai
idividu dan kebiasaan. Jika sseorang sakit biasanya masalah kebersihan kurang
diperhatikan, hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah hal yang
biasa, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi kesehata secara
umum (Yuni , 2015).

6
Banyak faktor yang dapat menyebabkan keputihan pada remaja seperti faktor
pendukung, faktor fisiologis dan faktor patologis. Faktor pendukung terjadinya keputihan
pada remaja adalah anemia, gizi rendah, kelelahan dan obesitas. Faktor fisiologis
keputihan yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor hormonal yang normal seperti saat
ovulasi, sebelum dan sesudah haid, rangsangan seksual, serta emosi. faktor patologis yang
sering mengakibatkan keputihan adalah infeksi bakteri, parasit, jamur, dan virus
(Pudiastuti, 2010).
Menurut Prawirohardo (2011), risiko keputihan juga bisa dipicu berdasarkan jenis
keputihannya. Seperti keputihan normal yang terjadi pada bayi baru lahir sampai umur 10
hari dikarenakan pengaruh sisa estrogen dari plasenta terhadap uterus, pengaruh
estrogen yang meningkat pada saat menarche, rangsangan saat koitus mengakibatkan
adanya pelebaran pembuluhdarah di vagina atau vulva, adanya peningkatan produksi
kelenjarkelenjar pada mulut rahim saat masa ovulasi, mukus serviks yang padat pada
masa kehamilan. Keputihan yang abnormal disebabkan oleh kelainan alat kelamin sebagai
akibat cacat bawaan seperti rektovaginalis dan fistel vesikovaginalis, cedera persalinan
dan radiasi kanker genitalia, benda asing yang tertinggal di dalam vagina seperti
tertinggalnya kondom dan pesarium untuk penderita hernia, berbagai tumor jinak yang
tumbuh ke dalam lumen, pada menopause dikarenakan vagina yang mengering sehingga
sering timbul gatal dan mudah luka, dan beberapa penyakit kelamin yang disebabkan oleh
beberapa jenis mikro organisme dan virus tertentu.
Cara pembuatan rebusan daun sirih untuk mengobati keputihan :
 Siapkan 3-4 lembar daun sirih yang masih segar;
 Potong-potong daun sirih tadi menjadi beberapa bagian kecil;
 Rebus potongan daun sirih ke dalam 2 gelas air selama 5-10 menit hingga warna air
rebusan berubah dan daun mulai layu serta air rebusannya berkurang jadi
setengahnya;
 Saring air rebusan daun sirih tadi dan biarkan hingga suhunya turun.
pemberian terapi dilakukan sebanyak 100 cc tiap kali pemakaian , frekuensi 2 kali sehari,
pagi dan sore hari dengan pemakaian dari arah depan kebelakang area kewanitaan.

7
BAB III
EVIDANCE BASED MIDWIFERY
ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA DENGAN KEPUTIHAN

1. Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Remaja Putri Tentang Rebusan Daun Sirih Dalam
Mengatasi Keputihan Di Sman 11 Pekanbaru (Oktava, Ravika, 2016)
Keputihan dikenal sebagai leucorrhea atau flour albus yang disebabkan oleh infeksi
kelainan organ reproduksi atau kanker leher rahim. Pada saat sekarang ini, terapi herbal
mulai berkembang salah satunya adalah tanaman daun sirih yang berkhasiat untuk
pengobatan keputihan. Sampel berjumlah 82 orang dari 51 responden memiliki
pengetahuan kategori tahu sebanyak 45 orang (88,2%) bersikap positif, sedangkan dari 31
responden memiliki pengetahuan kategori tidak tahu sebanyak 17 orang (53,8%) bersikap
positif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,002 (p<0,05), hal ini berarti bahwa ada
hubungan pengetahuan dengan sikap remaja putri tentang rebusan daun sirih dalam
mengatasi keputihan di SMAN 11 Pekanbaru Tahun 2016. Dan nilai OR diperoleh 6,176
yang berarti bahwa responden yang memiliki pengetahuan kategori tahu memiliki sikap
positif 6,176 kali lebih besar tentang rebusan daun sirih dalam mengatasi keputihan jika
dibandingkan dengan responden yang pengetahuan tidak tahu

2. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Keputihan Dengan Perilaku Pencegahan


Keputihan Pada Remaja Putri Di Sma Dharma Praja Denpasar (Citrawati, N & Dkk, 2019)
Keputihan atau Fluor albus adalah suatu gejala berupa cairan yang tidak berupa
darah yang keluar dari organ genetalia. Keputihan pada remaja dapat disebabkan karena
perilaku pencegahan keputihan yang kurang baik. Pengetahuan adalah salah satu faktor
terbentuknya perilaku pada remaja. Besar sampel dalam penelitian ini berjumlah 95 siswi.
Sampel dalam penelitian diambil menggunakan teknik Probability Sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel dengan memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota)
populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2011). Hasil pengukuran tingkat
pengetahuan tentang keputihan didapatkan hasil sebagian besar responden memiliki
pengetahuan baik yaitu sebanyak 62 orang (65,3%). Hasil pengukuran perilaku
pencegahan keputihan didapatkan hasil sebagian besar responden memiliki perilaku yang
baik yaitu sebanyak 54 orang (56,8%). Hasil analisa data dengan korelasi Rank Spearman
didapatkan nilai p=0,000 dengan koefisien korelasi bernilai positif yaitu sebesar 0,722
artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang keputihan dan
perilaku pencegahan keputihan pada remaja putri kelas X SMA Dharma Praja Denpasar
menunjukkan korelasi memiliki keeratan yang kuat dengan kesimpulan semakin tinggi

8
pengetahuan remaja maka akan semakin baik perilaku remaja terhadap pencegahan
keputihan.

3. Efektifitas Air Rebusan Daun Sirih Hijau dalam Mengatasi Keputihan Kelas XI SMA
Muhammadiyah 1 Gombong (Baety, Dwi N & Dkk, 2019)
Keputihan adalah keluarnya cairan berlebih dari vagina yang terkadang disertai rasa
gatal, nyeri, rasa panas dibibir kemaluan, kerap disertai bau busuk. Salah satu cara untuk
mencegah terjadinya keputihan patologis dengan menggunakan daun sirih hijau (peper
betle L) kandungan di dalam daun sirih hijau (peper betle L) ini dapat menghilangkan
bakteri dan anti jamur di dalam tubuh. Metode penelitian ini menggunakan quasy
eksperiment dengan rancangan Pretest - posttest with control group design, terhadap 24
responden kelompok intervensi dan 24 responden kelompok kontrol yang mengalami
keputihan. Setelah 6 hari diobservasi gejala keputihanya berkurang atau tidak untuk
kelompok intervensi. Hasil uji tingkat keputihan sebelum diberikan perlakuan tingkat
keputihannya adalah ringan sebanyak 19 respoden (79,2 %), dan 8 responden keputihan
sedang (20,8%). Tingkat keputihan sesudah diberikan air rebusan daun sirih hijau terdapat
pengaruh yang sighnifikan terhadap tingkat keputihan yaitu menjadi 21 responden tidak
mengalami keputihan (87,5%) sedangkan 3 responden (12,5%) mengalami keputihan
ringan. Hasil uji statistik Wilcoxon kelompok intervensi terdapat perbedaan antara pre
dan postest diperoleh 0,000 (p>0,05) yang berarti Ha diterima artinya ada pengaruh cebok
dengan air rebusan daun sirih hijau untuk mengatasi keputihan, dibandingkan kelompok
kontrol yang tidak diberikan air rebusan daun sirih. Sesuai hasil tersebut maka air rebusan
daun sirih hijau ada pengaruh untuk mengatasi keputihan.

4. Efektivitas Penggunaan Rebusan Daun Sirih Hijau terhadap Kejadian Keputihan pada
Remaja (Suyenah, Yeyen & Dewi, Meinasari K, 2022)
Remaja sering mengalami keputihan, untuk mengatasinya dapat menggunakan
pengobatan non farmakologi salah satunya dengan daun sirih hijau. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh remaja putri kelas VIII pondok pesantren terpadu Al-Kahfi
Bogor yang berjumlah 30 responden. Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling. Jadi sampel pada penelitian ini adalah remaja putri pondok
pesantren terpadu Al-Kahfi Bogor 2022 yang mengalami keputihan yang berjumlah 20
responden. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dan lembar

9
observasi. Sebelum instrumen atau alat ukur digunakan untuk mengukur data penelitian
maka perlu dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari validitas dan reliabilitas alat ukur
tersebut.Data dianalisis menggunakan uji Paired T-test. Dari hasil hasil uji beda keputihan
pada remaja putri di Pondok Pesantren Terpadu AlKahfi Bogor Tahun 2022 dengan daun
sirih hijau menggunakan paired sample t-test diperoleh beda mean sebesar 3,80 dan nilai
signifikan 0.000 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya terdapat perubahan
keputihan pada remaja putri di Pondok Pesantren Terpadu Al- Kahfi Bogor Tahun 2022
sebelum dan sesudah diberikan rebusan daun sirih hijau. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa air rebusan sirih terbukti efektif untuk menurunkan kejadian keputihan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa cairan keputihan yang semula banyak, berbau,
terasa gatal menjadi berkurang ketika diberikan air rebusan daun sirih hijau. Dan hasil uji
korelasi pretest di dapatkan nilai R sebesar 0,882 yang berarti rebusan daun sirih
berpengaruh sangat kuat terhadap tingkat keputihan pretest, dan hasil uji kotelasi
posttest didapatkan nilai R sebesar 0,728 yang berarti rebusan daun sirih berpengaruh
kuat terhadap tingkat keputihan posttest.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari keempat Jurnal yang dianalisi dapat disimpulkan :
1. Pemberian air rebusan daun sirih memberi pengaruh terhadap mengatasi keputihan
karena daun sirih bermanfaat sebagai antiseptik alami yang sangat efektif untuk
membunuh jamur, bakteri, parasite dan mikroorganisme yang dianggap sebagai
penyebab utama keputihan, tidak hanya itu daun sirih juga mengandung anti oksidan
sehingga dapat mencegah terjadinya inflamasi.
2. Frekuensi jumlah pemakaian dan cara menjaga kebersihan pun turut berpengaruh
terhadap mengatasi keputihan.

B. Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat diadakan edukasi mengenai masalah kesehatan Reproduksi khususnya
Keputihan
2. Bagi Masyarakat
Dapat menambah informasi tentang efektifitas air rebusan daun sirih hijau dalam
mengatasi keputihan sebagai alternatif pengobatan keputihan yang murah dan mudah
didapatkan

11
DAFTAR PUSTAKA

Baety, D. N., Riyanti, E., & Astutiningrum, D. (2019) efektivitas air rebusan daun sirih hijau
dalam mengatasi keputihan kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Gombong. In prosiding
university research colloquium (pp. 48-58)
Citrawati, N. K., Nay, H. C., &lestari, R (2019). Hubungan tingkat pengetahuan tentang
keputihan dengan perilaku pencegahan keputihan pada remaja putri di SMA Dharma
Praja Denpasar. Bali Medika Jurnal, 6(1), 71-79.
Oktava, R. (2016).Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Remaja Putri tentang Rebusan daun
sirih dalam mengatasi keputihan di SMAN 11 Pekanbaru. Jurnal kesehatan, 7(3), 488-491
Sumarah, S. (2017). Effect of vaginal hygiene module to attitudes and behavior of pathological
vaginal discharge prevention among female adolescents in slemanregency, yogyakarta,
indonesia. J of family and reproductive health. 11(02) : 104-105.
Suyenah, Yeyen & Dewi, M. K (2022). Efektivitas Penggunaan Rebusan Daun Sirih Hijau
terhadap Kejadian Keputihan pada Remaja. SIMFISIS Jurnal Kebidanan Indonesia.
Tresnawati & Rachmatullah.(2019). Hubungan personal hygine dengan terjadinya keputihan
pada remaja putri. Jurnal penelitian kesehatan.

LAMPIRAN
https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=hubungan+rebusan+daun+sirih+dengan+keputihan+remaja&bt
nG=#d=gs_qabs&t=1694313394282&u=%23p%3Dzl9CM_LLvA0J

12
13

Anda mungkin juga menyukai