Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan
Malaria”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas seminar
Keperawatan Komunitas 1.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini banyak mengalami hambatan, baik materi, tata
bahasa, maupun isi. Hal ini dikarenakan keterbatasan dan pengalaman kami, tetapi dengan
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk membuat makalah yang lebih baik
lagi kedepannya. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari – hari.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Kubu Raya, 19 April 2017

Kelompok 7

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 3


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 4
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 5

A. Definisi ............................................................................................................................ 5
B. Etiologi ............................................................................................................................ 5
C. Patofisiologi .................................................................................................................... 6
D. Siklus Hidup.................................................................................................................... 8
E. Pathway ........................................................................................................................... 7
F. Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 8
G. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................ 12
H. Penatalaksanaan ............................................................................................................ 13
I. Pencegahan ................................................................................................................... 13
J. Komplikasi .................................................................................................................... 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................... 16

A. Pengkajian ..................................................................................................................... 16
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................. 19
C. Rencana Keperawatan ................................................................................................... 19
D. Implementasi ................................................................................................................. 28
E. Evaluasi ......................................................................................................................... 28
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 29

A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 29
B. SARAN ......................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 31

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena
angka morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi terutama di daerah luar Jawa
dan Bali. Di daerah transmigrasi yang terdapat campuran penduduk yang berasal dari
daerah yang endemic dan yang tidak endemic malaria, masih sering terjadi ledakan
kasus atau wabah yang menimbulkan banyak kematian.
Di Indonesia, malaria ditemukan hampir di semua wilayah. Pada tahun 1996
ditemukan kasus malaria di Jawa-Bali dengan jumlah penderita sebanyak 2.341.401
orang, slide positive rate (SPR): 9215, annual paracitic index (API): 0,08 %. CFR di
rumah sakit sebesar 10-50%. Menurut laporan, di propinsi Jawa Tengah tahun 1999;
API sebanyak 0.35%, sebagian besar disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan P.
vivax. Angka prevalensi malaria di Provinsi Jawa Tengah terus menurun dari tahun ke
tahun, mulai dari 0,51 pada tahun 2003, menurun menjadi 0,15 dan berkurang lagi
menjadi 0.07 pada tahun 2005. Plasmodium malariae banyak ditemukan di Indonesia
Timur, sedangkan Plasmodium ovale di Papua dan NTT.
Malaria sudah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. Seorang ilmuwan
Hippocrates (400-377 SM) sudah membedakan jenis-jenis malaria. Alphonse Laveran
(1880) menemukan plasmodium sebagai penyebab malaria, dan Ross (1897)
menemukan perantara malaria adalah nyamuk Anopheles.
Sindrom klinis yang disebabkan oleh malaria berbeda tergantung apakah
pasien tinggal di daerah dengan penularan malaria endemis yang stabil (terus-
menerus) atau penularan labil (kadang-kadang dan/atau jarang). Di daerah dengan
penularan stabil, penyakit mempengaruhi anak dan orang dewasa dengan cara yang
berbeda. Anak mengalami infeksi kronis dengan parasitemia berulang yang
mengakibatkan anemia berat dan sering kematian.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijabarkan maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan, yaitu :
1. Apa definisi dari Malaria ?
2. Bagaimana epidemiologi dari Malaria ?
3. Apa saja etiologi dari Malaria ?

3
4. Bagaimana patofisiologi dari Malaria ?
5. Bagaimana pathway dari Malaria ?
6. Apa saja manifestasi klinis dari Malaria ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Malaria ?
8. Apa saja penatalaksanaan dari Malaria ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah disebutkan, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut mengenai :
1. Untuk mengetahui definisi dari Malaria.
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari Malaria.
3. Untuk mengetahui etiologi dari Malaria.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Malaria.
5. Untuk mengetahui pathway dari Malaria.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Malaria.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Malaria.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Malaria.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Untuk melatih kemampuan dalam menulis, menambah wawasan mengenai
tentang Asuhan Keperawatan Malaria, membudayakan membaca, dan melatih
untuk menganalisis.
2. Bagi pembaca
Bagi pembaca penulisan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan referensi,
dapat menambah wawasan dan informasi tentang Asuhan Keperawatan Malaria.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Malaria adalah kata yang berasal dari bahasa Italia, yang artinya mal : buruk
dan area : udara, jadi secara harfiah berarti penyakit yang sering timbul di daerah
dengan udara buruk akibat dari lingkungan yang buruk. Selain itu, juga bisa diartikan
sebagai suatu penyakit infeksi dengan gejala demam berkala yang disebabkan oleh
parasit Plasmodium (Protozoa) dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina.
Terdapat banyak istilah untuk malaria yaitu paludisme, demam intermitens, demam
Roma, demam Chagres, demam rawa, demam tropik, demam pantai dan ague. Dalam
sejarah tahun 1938 pada Countess d’El Chincon, istri Viceroy dari Peru, telah
disembuhkan dari malaria dengan kulit pohon kina, sehingga nama quinine digantikan
dengan cinchona.
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan
oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan
splenomegali (Mansjoer, 2001).
Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa obligat
intraseluler dari genus plasmodium (Vannaphan, 2009).

B. Etiologi
Penyakit malaria disebabkan oleh Protozoa genus Plasmodium. Terdapat
empat spesies yang menyerang manusia yaitu :
 Plasmodium falciparum (Welch, 1897) menyebabkan malaria falciparum atau
malaria tertiana maligna/malaria tropika/malaria pernisiosa.
 Plasmodium vivax (Labbe, 1899) menyebabkan malaria vivax atau malaria tertiana
benigna.
 Plasmodium ovale (Stephens, 1922) menyebabkan malaria ovale atau malaria
tertiana benigna ovale.
 Plasmodium malariae (Grassi dan Feletti, 1890) menyebabkan malaria malariae
atau malaria kuartana.
Selain empat spesies Plasmodium diatas, manusia juga bisa terinfeksi oleh
Plasmodium knowlesi, yang merupakan plasmodium zoonosis yang sumber infeksinya
adalah kera.

5
Penyebab terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan
Plasmodium vivax. Untuk Plasmodium falciparum menyebabkan suatu komplikasi
yang berbahaya, sehingga disebut juga dengan malaria berat.

C. Patofisiologi
Menurut Pendapat ahli malaria adalah multifaktorial dan berhubungan
dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Penghancuran eritrosit
Fagositosis yang mengandung eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak
mengandung parasit, sehingga terjadi anemia dan hipoksemia jaringan hingga
menyebabkan gagal ginjal. (Pribadi, 2000).
b. Mediator Endotoksin –Makrofag
Pada saat Skizogoni,eritrosit mengandung parasit memicu makrofag yang sesitive
endoktosin untuk melepaskan sebagai mediator. Dapat menimbulkan demam,
hipolgekemia dan sindrom penyakit prnapasan pada orang dewasa. (Pribadi, 2000).
c. Suenstrasi Eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
(Konbs)pada permukaan nya. Tonjolan nya mengandung antigen dn bereaksi
dengan antobodi malaria dan berhubungan dnegan afinitas eritrosit yang
mengandung parasit terhadap endhothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni
berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi membentuk gumpalan
dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. (Pribadi, 2000).
Sporozoit pada fase eksoetritrosit bermutiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan
raeaksi inflamasi, kemudian merozoit menghasilkan infeksi eritrosit gyang
menghasilkan proses patolologi penyakit malaria. (Harijanto, 2006).

6
D. Pathway

Gigitan nyamuk anopheles


Sporozoa masuk ketubuh betina

Eritrosit yang mengandung


parasit melekat di
endothelium kapiler

Berkembang menjadi Eritrosit mengandung Hb menurun


tropozoid ribuan merozoit pecah

Skizon pecah (sporulasi)

Skizon masuk eritrosit Membentuk mikro &


baru makro gametosit

Induksi sitolisis sel


O2 dalam darah turun O2 didalam otak turun
darah merah

Pelepasan produk Anemia dan ↑TIK


metabolik toksik hipovolemi
kedalam aliran darah
Mesencepalon
Respon sistem saraf tertekan
Respon inflamasi pusat
sistemik
Gangguan kesadaran
Perubahan kesadaran
(delirium, kejang, dan
Intek cairan ↓ kardiorespirasi)
Kelemahan

Diaphoresis poliuri Resiko syok


Intoleransi aktivitas
(hipovolemik)

Resiko Resiko penurunan


ketidakseimbangan Mialgia dan atralgia perfusi jaringan
elektrolit otak

Nyeri
Hipertermi
7
Gangguan orientasi Mual muntah, anoreksia

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Intake nutrisi turun
kebutuhan tubuh

Sumber : J. Kunoli, Firdaus. 2012. Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta : CV


Trans Info Media

E. Siklus Hidup

Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual)
yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada
manusia. Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap
darah manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium pada stadium
gametosit (8). Setelah itu gametosit akan membelah menjadi mikrogametosit (jantan)

8
dan makrogametosit (betina) (9). Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan
ookinet (10). Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista (11). Ookista
ini akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah (12) dan sprozoit
keluar dari ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah
satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah selesai.
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus
eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan masuk
kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk (1). Sporozoit akan mengikuti
aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati (2) dan akan matang
menjadi skizon (3). Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium
falciparum dan Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik,
sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk hipnozoit
(fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon
akan pecah (4) mengeluarkan merozoit (5) yang akan masuk ke aliran darah sehingga
menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut akan
berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang dan membentuk
skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi (6). Diantara bentuk tropozoit
tersebut ada yang menjadi gametosit (7) dan gametosit inilah yang nantinya akan
dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang terus. Gametosit
tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga
penderita dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui (karier malaria).

F. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya pertahanan tubuh penderita.
Waktu terjadinya infeksi pertama kali hingga timbulnya penyakit disebut sebagai
masa inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi hingga ditemukannya
parasit malaria didalam darah disebut periode prapaten. Keluhan yang biasanya
muncul sebelum gejala demam adalah gejala prodromal, seperti sakit kepala, lesu,
nyeri tulang (arthralgia), anoreksia (hilang nafsu makan), perut tidak enak, diare
ringan dan kadang merasa dingin di pungung.

Keluhan utama yang khas pada malaria disebut “trias malaria” yang terdiri dari 3
stadium yaitu :
1. Stadium menggigil

9
Pasien merasa kedinginan yang dingin sekali, sehingga menggigil. Nadi cepat tapi
lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, kulit kering dan pucat. Biasanya pada anak
didapatkan kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam.
2. Stadium puncak demam
Pasien yang semula merasakan kedinginan berubah menjadi panas sekali. Suhu
tubuh naik hingga 41o C sehingga menyebabkan pasien kehausan. Muka
kemerahan, kulit kering dan panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat, mual
dan muntah, nadi berdenyut keras. Stadium ini berlangsung 2 sampai 6 jam.
3. Stadium berkeringat
Pasien berkeringat banyak sampai basah, suhu turun drastis bahkan mencapai
dibawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan saat bangun
merasa lemah tapi sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam.
Pemeriksaan fisik yang ditemukan lainnya yang merupakan gejala khas malaria
adalah adanya splenomegali, hepatomegali dan anemia. Anemia terjadi bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
 Sel darah merah yang lisis karena siklus hidup parasit
 Hancurnya eritrosit baik yang terinfeksi ataupun tidak di dalam limpa
 Hancurnya eritrosit oleh autoimun
 Pembentukan heme berkurang
 Produksi eritrosit oleh sumsum tulang juga berkurang
 Fragilitas dari eritrosit meningkat
Gejala yang biasanya muncul pada malaria falciparum ringan sama dengan
malaria lainnya, seperti demam, sakit kepala, kelemahan, nyeri tulang, anoreksia,
perut tidak enak.
 Malaria Berat
Menurut WHO, malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh
infeksi Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax aseksual dengan
satu atau lebih komplikasi, akan tetapi Plasmodium vivax jarang ditemukan
pada kasus ini. sebagai berikut :
1. Malaria cerebral
Terjadi akibat adanya kelainan otak yang menyebabkan terjadinya gejala
penurunan kesadaran sampai koma, GCS (Glasgow Coma Scale) < 11,

10
atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang yang tidak disebabkan
oleh penyakit lain.
2. Anemia Berat
Hb < 5 gr% atau hematokrit < 15% pada hitung parasit > 10.000/μL, bila
anemianya hipokromik/mikrositik dengan mengenyampingkan adanya
anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya.
3. Gagal ginjal akut
Urin < 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau < 12 ml/kgBB pada anak
setelah dilakukan rehidrasi, dan kreatinin > 3 mg%.
4. Edema paru / ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome).
5. Hipoglikemi (gula darah < 40 mg%).
6. Syok
Tekanan sistolik < 70 mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan
temperatur kulit-mukosa > 10C.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, traktus digestivus atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2x24 jam setelah pendinginan pada
hipertemia.
9. Asidemia (pH < 7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat < 15 mmol/L).
10. Makroskopik hemoglobinuri (blackwater fever) oleh karena infeksi
pada malaria akut (bukan karena obat anti malaria).
11. Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler pada jaringan otak.
Selain itu juga terdapat beberapa keadaan yang digolongkan dalam malaria berat,
yaitu:
1. Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15) atau dalam keadaan delirium
dan somnolen.
2. Kelemahan otot (tidak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologik.
3. Hiperparasitemia > 5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil
\ malaria.
4. Ikterik (bilirubin > 3 mg%).
5. Hiperpireksia (temperatur rectal > 400C) pada dewasa/anak.

11
G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis malaria dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, antara
lain:
1. Pemeriksaan mikroskopis
 Darah
Terdapat dua sediaan untuk pemeriksaan mikroskopis darah, yaitu sediaan
darah hapus tebal dan sediaan darah hapus tipis. Pada pemeriksaan ini bisa
melihat jenis plasmodium dan stadium-stadiumnya. Pemeriksaan ini banyak
dan sering dilakukan karena dapat dilakukan puskesmas, lapangan maupun
rumah sakit.
Untuk melihat kepadatan parasit, ada dua metode yang digunakan yaitu
semi-kuantitatif dan kuantitatif. Metode yang biasa digunakan adalah metode
semi-kuantitatif dengan rincian sebagai berikut :

(-) : SDr negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)


(+) : SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++) : SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) : SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++++) : SDr positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
Sedangkan untuk metode kuantitatif, pada SDr tebal menghitung
jumlah parasit/200 leukosit dan SDr tipis penghitungannya adalah jumlah
parasit/1000 eritrosit.
 Pulasan Intradermal
Penelitian di Cina belum lama ini, memperlihatkan bahwa pulasan dari darah
intradermal lebih banyak mengandung stadium matur/matang dari Plasmodium
falciparum daripada pulasan darah perifer. Penemuan ini bisa menjadi
pertimbangan untuk mendiagnosis malaria berat dengan lebih baik dan akurat.
Pulasan ini hasilnya dapat positif atau dapat juga terlihat pigmen yang
mengandung leukosit setelah dinyatakan negatif pada pulasan darah perifer.
Untuk uji kesensitifitasannya, pulasan intradermal sebanding dengan pulasan
darah dari sumsum tulang yang lebih sensitif dari pulasan darah perifer.
2. Tes Diagnostik Cepat
Metode ini untuk mendeteksi adanya antigen malaria dengan cara
imunokromatografi. Tes ini dapat dengan cepat didapatkan hasilnya, namun

12
lemah dalam hal spesifitas dan sensitifitas. Tes ini biasanya digunakan pada KLB
(Kejadian Luar Biasa) yang membutuhkan hasil yang cepat di lapangan supaya
cepat untuk ditanggulangi.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus-kasus malaria dapat diberikan tergantung dari
jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut :
a. Malaria Tersiana / Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan
mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari).
Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg/hari selama 14 hari).
b. MalariaOvale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6
hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/kg dengan
interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet) yang
biasanya dikombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
c. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis
tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama7 hari. Antibiotic seperti
tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/hari
selama 7 hari.
I. Pencegahan
Pencegahan ditujukan untuk orang yang tinggal di daerah endemis maupun yang ingin
pergi ke daerah endemis :
1. Pengendalian vektor
 Bisa menggunakan larvasida untuk memberantas jentik-jentik.
 Semprot insektisida untuk membasmi nyamuk dewasa.
 Penggunaan pembunuh serangga yang mengandung DEET (10-35%) atau
picaridin 7%.
2. Proteksi personal/Personal Protection
Adalah suatu tindakan yang dapat melindungi orang terhadap infeksi, seperti :
 Menghindari gigitan nyamuk pada waktu puncak nyamuk mengisap (petang
dan matahari terbenam).

13
 Penggunaan jala bed (kelambu) yang direndam insektisida sebelumnya, kawat
nyamuk, penolak serangga.
 Memakai baju yang cocok dan tertutup.
 Penggunaan obat-obat profilaksis jika ingin bepergian ke daerah endemis.
3. Vaksin Malaria
Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang komplek, sehingga vaksin berbeda-
beda untuk setiap stadium, seperti :
 Stadium aseksual eksoeritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya gejala klinis maupun transmisi penyakit
di daerah endemis. Contohnya, circumsporozoite protein (CSP),
Thrombospondin-related adhesion protein (TRAP), Liver stage antigen
(LSA).
 Stadium aseksual eritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya infeksi parasit terhadap eritrosit,
mengeliminasi parasit dalam eritrosit dan mencegah terjadinya sekuesterasi
parasit di kapiler organ dalam sehingga dapat mencegah terjadinya malaria
berat. Contohnya, merozoite surface protein (MSP), ring infected erythrocyte
surface antigen (RESA), apical membrane antigen-1 (AMA-1).
 Stadium seksual
Cara kerjanya menghambat atau mengurangi transmisi malaria di suatu daerah.
Contohnya, Pfs 28 dan Pfs 25.

J. Komplikasi
Penyakit malaria dapat mengakibatkan beberapa komplikasi, diantaranya adalah
 Rupture lienalis
 Malaria cerebral
 Anemia hemolitik
 Black water fever
 Algid malaria

14
15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pengkajian ini mencakup nama klien, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, tanggal masuk RS, diagnosa
medis, ruang dan nomor register.
2. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat,
hubungan dengan klien.
3. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien malaria bervariasi sesuai dengan siklus yang terjadi
di dalam tubuh pasien. Pada pengkajian, perawat mungkin mendapatkan keluhan
utama demam. Serangan klasik demam tiba-tiba dimulai dengan periode
menggigil yang berlangsung selama sekitar 1-2 jam dan diikuti dengan demam
tinggi. Setelah itu akan terjadi penurunan suhu tubuh secara berlebihan disertai
diaforesis dan suhu tubuh pasien turun menjadi normal atau di bawah normal.
Menurut Dorsey (2000) terdapat trias klasik malaria yang terbagi dalam 3
periode. (Arif Muttaqin, dkk, 2011)

Trias Klasik Malaria (Malaria Proxysm)


Fase Klinis
Fase dingin Pada fase ini pasien terlihat menggigil dan
kedinginan, pasien sering membungkus diri dengan
selimut dan pada saat menggigil disertai badan
bergetar, pucat sampai sianosis. Fase ini berlangsung
15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya
temperatur.
Fase hipertermi Perubahan integumen dengan muka menjadi merah,
kulit panas dan kering. Perubahan TTV dengan nadi
cepat dan panas tetap tinggi sampai 400C atau lebih,
respirasi meningkat. Perubahan sistemik dengan
adanya nyeri kepala, mual-muntah, gejala syok

16
(tekanan darah menurun), penurunan tingkat
kesadaran menjadi delirium dan kejang. Fase ini lebih
lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih,
di ikuti dengan keadaan berkeringat.
Fase diaforesis Pasien berkeringat mulai dari kening, di ikuti seluruh
tubuh, sampai basah sampai seluruh tubuh, temperatur
turun, pasien kemudian keletihan dan kemudian
tertidur. Bila pasien bangun akan merasa sehat dan
dapat melakukan aktivitas rutin seperti biasa.
(Dimodifikasi dari Dorsey G, Gandhi M, Oyugi JH, Rosenthai PJ., 2000)

Keluhan klinis sistemik secara umum yang mengikuti, meliputi batuk, cepat letih,
malaise, nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (artralgia), dan peningkatan produksi
keringat (setiap 48 atau 72 jam, tergantung pada spesies). Keluhan
sistemik lainnya bisa didapatkan adanya anoreksia dan letargi, mual dan muntah,
sakit kepala, serta ikterus mungkin didapatkan pada beberapa kasus.
4. Riwayat Kesehatan
Pada riwayat kesehatan, pengkajian awal yang penting bagi perawat untuk
ditanyakan adalah apakah pasien pernah pergi atau diam di tempat endemik
malaria. Kebanyakan pasien tinggal di atau baru saja bepergian ke daerah
endemik, namun beberapa kasus dilaporkan setiap tahun di mana pasien tidak
memiliki riwayat perjalanan tersebut (misalnya kendaraan darat atau air yang
pernah singgah atau melewati daerah endemik).
5. Pengkajian lainnya adalah untuk menentukan status kekebalan pasien, seperti
umur, alergi, kondisi-kondisi medis lainnya, obat lain, dan status kehamilan.
6. Pengkajian psikososial terutama ditujukan dalam penurunan kecemasan dan
pemenuhan informasi.
7. Pemeriksaan Fisik
Secara umum pasien terlihat sangat sakit, terdapat perubahan status kesadaran
yang semakin menurun sesuai dengan tingkat keaktifan kuman dalam tubuh. TTV
biasanya mengalami perubahan seperti takikardia, hipertermi, peningkatan
frekuensi napas, dan penurunan tekanan darah.

17
Bl : Fungsi pernapasan biasanya tidak ada masalah, tetapi pada malaria
falcifarum dengan komplikasi akan didapatkan adanya perubahan takipnu
dengan penurunan kedalaman pernapasan, serta napas pendek pada
istirahat dan aktivitas.
B2 : Pada fase demam akan didapatkan takikardia, tekanan darah menurun,
kulit hangat, dan diuresis (diaforesis) karena vasodilatasi. Pucat dan
lembap berhubungan dengan adanya anemia, hipovolemia, dan penurunan
aliran darah. Pada pasien malaria dengan komplikasi berat sering
didapatkan adanya tanda-tanda syok hipovolemik dan tanda DIC.
B3 : Sistem neuromotorik biasanya tidak ada masalah. Pada beberapa kasus
pasien terkihat gelisah dan ketakutan. Pada kondisi yang lebih berat akan
didapatkan adanya perubahan tingkat kesadaran dengan manifestasi
disorientasi, delirium, bahkan koma. Padabeberapa kasus pasien dengan
adanya perubahan elektrolit sering didapatkan adanya kejang.
B4 : Sistem perkemihan biasanya tidak masalah, tetapi pada saat fase
demam didapatkan adanya penurunan produksi urine, sedangkan pada fase
lanjut didapatka adanya poliuri sekunder dari perubahan glukosa darah.
B5 : Pada inspeksi didapatkan gangguan pencernaan, seperti mual dan muntah,
diare atau konstipasi. Pada auskultasi didapatkan penurunan bising usus.
Pada perkusi didapatkan adanya timfani abdomen. Pada palpasi abdomen
sangat sering didapatkan acaura splenomegali.
B6 : Pada pengkajian integumen didapatkan adanya tanda-tanda anemia dan
ikterus. Pada pemeriksaan muskuloskeletal didapatkan adanya keletihan
dan kelemahan fisik umum, malaise, dan penurunan kekuatan otot.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan imunoserologis.
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibody spes
ifik terhadap parasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau
eritrosit yang terinfeksi plasmodium. Teknik ini terus dikembangkan terutama
menggunakan radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
b. Pemeriksan Biomolekuler.
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik
parasit/plasmodium dalam darah penderita malaria. Tes ini menggunakan

18
DNA lengkap, yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk
mendapatkan ekstrak DNA.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b/d peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi
kuman pada hipotalamus.
2. Perubahan perfusi jaringan b/d anemia, penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrien dalam tubuh.
3. Aktual/resiko tinggi gangguan elektrolit (hiponatremi, hipokalemi) b/d
diuresis osmotik, diaforesis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake makanan yang tidak
adekuat, anoreksia, mual/muntah.
5. Resiko tinggi infeksi b/d penurunan sistem kekebalan tubuh
6. Nyeri dan ketidaknyamanan b/d resfon inflamasi sistemik, mialgia, artralgia,
diaforesis.
7. Kecemasan b/d kondisi sakit, prognosis penyakit malaria falciparum
8. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurangnya pemajanan, kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan
kognitif.

C. Rencana Keperawatan
1. Hipertermia b/d peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman
pada hipotalamus.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurunan suhu tubuh
Kriteria Hasil :
- Klien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang di berikan
- Klien mampu termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah di berikan
Intervensi :
a. Evaluasi TTV pada setiap pergantian sif atau setiap ada keluhan dari klien
b. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu tubuh
c. Lakukan tirah baring total
d. Beri kompres dengan hangat pada daerah aksila, lipat paha dan temporal bila
terjadi panas
e. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat seperti katun.
f. Anjurkan keluarga untuk melakukan masase pada ekstermitas

19
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik.

Rasional :

a. Sebagai pengawasan terhadap adanya perubahan keadaan umum klien sehingga


dapat di lakukan penanganan dan perawatan secara cepat dan tepat
b. Sebagai data dasar untuk memberikan intervensi selanjutnya.
c. Penurunan aktivitas akan menurunkan laju metabolisme yang tinggi pada fase
akut, dengan demikian akan membantu menurunkan suhu tubuh
d. Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin dapat
menyebabkan kedinginan dan menggigil. Selain itu, alkohol dapat mengeringkan
kulit.
e. Pengeluaran suhu tubuh seecara evaporasii berkisar 22% dari pengeluaran suhu
tubuh. Pakaian yang mudah menyerap keringat sangat efektif meningkatkan efek
dari evaporasi.
f. Masase di lakukan untuk meningkatkan aliran darah ke perifer dan terjadi
vasodilatasi perifer yang akan meningkatkan efek evaporasi. Penggunaan cairan
penghangat seperti minyak kayu putih dapat digunakan untuk meningkatkan
efektivitas intervensi masase.
g. Antipiretik bertujuan untuk memblok respons panas sehingga suhu tubuh klien
dapat lebih cepat menurun.

2. Perubahan perfusi jaringan b/d anemia, penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen dan nutrien dalam tubuh.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam terjadi penurunan tingkat kesadaran dan dapat
mempertahankan Cardiac Output secara adekuat guna meningkatkan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
- Klien tidak mengeluh pusing
- TTV dalam batas normal, tidak terjadi sesak, mual dan muntah tanda diaforesis
dan pucat/sianosis hilang, akral hangat, kulit segar, produksi urine >30 ml/jam,
respon verbal baik, EKG Normal.

20
Intervensi :

a. Kaji status mental klien secara teratur.


b. Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan.
c. Pantau terhadap kecendrungan tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi,
dan perubahan pada tekanan nadi.
d. Perhatikan kualitas dan kekuatan dari denyut perifer.
e. Observasi perubahan sensori dan tingkat kesadaran pasien yang menunjukkan
penurunan perfusi otak (gelisah, Confuse/bingung, apatis, samnolen).
f. Kurangi aktivitas yang merangsang timbulnya respons valsava / aktivitas.
g. Catat adanya keluhan pusing
h. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam pemberian transfusi darah
PRC (packed red cells).

Rasional :

a. Mengetahui derajat hipoksia pada otak.


b. Menurunkan kerja miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan efektivitas
dari perfusi jaringan.
c. Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan kuman yang menyerang darah.
d. Pada awalnya nadi cepat dan kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat
lemah atau lambat karena hipotensi yang terus menerus, penurunan curah jantung
dan vasokontriksi perifer.
e. Bukti aktual terhadap penurunan aliran darah ke jaringan serebral adalah adanya
perubahan respons sensori dan penurunan tingkat kesadaran pada fase akut.
Adanya kegagalan harus di lakukan monitoring yang ketat.
f. Respons valsava akan meningkatkan beban jantung sehingga akan menurunkan
curah jantung ke otak.
g. Keluhan pusing merupakan manifestasi penurunan suplai darah ke jaringan otak.
h. Jalur yang paten penting untuk pemenuhan lisis darah sebagai intervensi
kedaruratan.

21
3. Aktual/resiko tinggi gangguan elektrolit (hiponatremi, hipokalemi) b/d diuresis
osmotik, diaphoresis
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi hiponatremi atau kondisi hiponatremi
dan hipokalemi dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
- Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah, GCS :
4, 5, 6.

- TTV dalam batas normal.


- Klien tidak mengalami defisit neurologis.
Intervensi :

a. Kaji faktor penyebab dari situasi atau keadaan individu dan faktor-faktor yang
dapat menurunkan osmolalitas serum.
b. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
c. Bantu pasien untuk membatasi muntah dan batuk. Anjurkan pasien untuk
mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
d. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal.
Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
e. Bantu pasien jika batuk atau muntah
f. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS.
g. Kolaborasi :
- Pemberian oksigen sesuai indikasi
- Berikan cairan intravena jenis NaCL
- Berikan obat deuretik osmotic contohnya : mannitol, furoscide
h. Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.
i. Berikan diet sumber kalium

Rasional :

a. Kehilangan natrium yang mengakibatkan defletional hyponatremia dapat


disebabkan oleh mekanisme ginjal dan nonginjal. Kehilangan garam melalui
nonginjal terjadi pada kehilangan volume cairan seperti pada muntah, diare, atau
diaforesis yang berlebihan.

22
b. Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme
dan oksigen akan menunjang peningkatan TIK/ICP(Intracranial Pressure).
c. Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intra abdominal.
Mengeluarkan nafas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi
diri dari efek valsava.
d. Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak sehingga dapat meningkatkan tekanan
intrakarnial.
e. Aktivitas ini dapat meningkatkan intratoraks atau tekanan dalam toraks dan
tekanan pada abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK.
f. Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan
lokasi dan perkembangan penyakit.
g. Kolaborasi :
- Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral
dan volume darah dan menaikkan TIK.
- Pemenuhan natrium secara intravena akan meningkatkan kadar natrium ke
sirkulasi otak
- Diuretik mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air dari brain
cells dan mengurangi edema cerebral dan TIK.
h. Adanya perubahan TTV secara cepat dapat menjadi pencetus aritmia pada klien
hipokalemi.
i. Sumber-sumber kalium termasuk buah dan sari buah, sayur-sayuran segar dan
beku, daging segar, dan makanan olahan. Sementara itu pisang, aprikot, jeruk,
avokad, kacang-kacangan, kismis, kentang merupakan pengganti garam yang
mengandung 50 sampai 60 mEq kalium.

4. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakadekuatan


intake nutrisi sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan lambung dan intestinal.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam klien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang
adekuat.
Kriteria Hasil :
Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi
individu,menunjukkan peningkatan BB.

23
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan klien tentang intake nutrisi
b. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan
makanan pasien.
c. Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.
d. Observasi dan catat kejadian mual atau muntah dan gejala lain yang berhubungan.
e. Monitor perkembangan berat badan.

Rasional :

a. Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi klien. Perawat


menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi individu klien. Dengan
mengetahui tingkat pengetahuan tersebut, perawat dapat lebih terarah dalam
memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan klien secara efesien dan
efektif.
b. Peran perawat dalam mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
c. Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi atau kontrol.
d. Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
e. Penimbangan berat badan dilakukan sebagai evaluasi terhadap intervensi yang di
berikan.

5. Resiko tinggi infeksi b/d penurunan sistem kekebalan tubuh


Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan
sistem kekebalan tubuh.
Kriteria Hasil :
- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan sistemik
- Leukosit dalam batas normal
- TTV dalam batas normal.
Intervensi :

a. Pantau terhadap kecendrungan peningkatan suhu tubuh.


b. Amati adanya menggigil dan diaphoresis
c. Observasi tanda-tanda penyimpangan kondisi/kegagalan untuk memperbaiki
selama masa terapi.

24
d. Berikan obat anti malaria sesuai petunjuk.
e. Pantau pemeriksaan laboratorium

Rasional :

a. Demam yang di sebabkan oleh endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia


adalah tanda-tanda penting yang merefleksikan perkembangan status
syok/penurunan perfusi jaringan.
b. Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada infeksi umum.
c. Dapat menunjukkan ketidaktepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan dari
organisme.
d. Dapat membasmi atau memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum.
e. Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria.

6. Nyeri dan ketidaknyamanan b/d respons inflamasi sistemik, mialgia, artralgia,


diaforesis.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terjadi penurunan keluhan nyeri dan
ketidaknyamanan.
Kriteria Hasil :
- Secara objektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi
- Skala nyeri 0-1 (0-4). Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri
- Klien tidak gelisah
Intervensi :

a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvasif.
b. Lakukan manajemen nyeri keperawatan.
- Istirahatkan klien pada saat nyeri muncul
- Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri muncul
- Manajemen lingkungan
Lingkungan tenang,
Batasi pengunjung,
Istirahatkan klien

25
c. Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa
lama nyeri akan berlangsung.

Rasional :

a. Pendekatan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah


menunjukkan kesepakatan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
b. - Istirahat secara psikologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
- Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia spina.
- Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan batasan
pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan
menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.
c. Pengetahuan mengenai hal yang akan di rasakan membantu mengurangi nyerinya
dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
terapeutik.

7. Kecemasan b/d kondisi sakit,prognosis penyakit malaria falcifarum


Tujuan : secara objektif melaporkan rasa cemas berkurang
Kriteria Hasil :
- Klien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
- Klien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya koping
dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
- Klien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar.
- Klien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi :

a. Monitor respon fisik, seperti kelemahan, perubahan tanda vital, dan gerakan yang
berulang-ulang. Catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama
komunikasi.
b. Anjurkan klien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa
takutnya.

26
c. Catat redaksi dari klien atau keluarga. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan
perasaannya atau konsentrasinya dan harapan masa depan.
d. Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu, seperti
nonton TV.

Rasional :

a. Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya


ketika melakukan komunikasi verbal.
b. Kesempatan diberikan pada klien untuk mengekspresikan rasa takut dan
kekhawatiran tentang akan merasa malu akibat kurang kontrol terhadap eliminasi
usus. Ketakutan akan rasa malu ini sering menjadi masalah utama.
c. Anggota keluarga dengan responnya pada apa yang terjadi dan kecemasannya
dapat disampaikan kepada perawat.
d. Meningkatkan distraksi dari pikiran klien dengan kondisi sakit.

8. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognesis dan kebutuhan pengobatan b/d


kurangnya pemajanan, kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam klien mampu melaksanakan apa yang telah di
informasikan.
Kriteria Hasil :
- Klien mampu mengulang kembali informasi penting yang di berikan.
- Klien terlihat termotivasi terhadap informasi yang di jelaskan.
Intervensi :

a. Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan,


kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya dan suasana yang tepat).
b. Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
c. Berikan informasi mengenai terapi obat-obatan, interaksi obat, efek samping, dan
ketaatan terhadap program.
d. Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan seimbang
e. Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal
f. Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan
g. Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan

27
Rasional :
a. Keberhasilan proses pembelajaran di pengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional dan
lingkungan yang kondusif.
b. Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien membuat pilihan.
c. Meningkatkan pemahaman dan kerjasama dalam penyembuhan serta mengurangi
kambuhnya komplikasi
d. Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
e. Mencegah pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan penyembuhan.
f. Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah penyebab
penyakit yang ada.
g. Penggunaan terhadap pencegahan terhadap infeksi.

D. Implementasi
Sesuai dengan intervensi

E. Evaluasi
Hasil yang di harapkan pada asuhan keperawatan dengan malaria
meliputi :
a) Penurunan suhu tubuh
b) Terpenuhinya perfusi jaringan
c) Tidak terjadi gangguan elektrolit
d) Terpenuhinya kebutuhan nutrisi
e) Tidak terjadi infeksi
f) Tidak mengeluh nyeri dan peningkatan perasaan nyaman
g) Kecemasan berkurang atau teradaptasi
h) Terpenuhinya kebutuhan pengetahuan individu.

28
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Malaria adalah suatu penyakit infeksi dengan gejala demam berkala yang
disebabkan oleh parasit Plasmodium (Protozoa) dan ditularkan oleh nyamuk
Anopheles betina. Terdapat banyak istilah untuk malaria yaitu paludisme, demam
intermitens, demam roma, demam Chagres, demam rawa, demam tropik, demam
pantai dan ague. Terdapat 4 spesies yang menyerang manusia, yaitu Plasmodium
Falciparum, Plasmodium Vivax, Plasmodium Ovale, dan Plasmodium Malariae.
Siklus hidup plasmodium terdiri dari 2 yaitu siklus sporogoni (siklus seksual) yang
terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada
manusia. Gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya pertahanan tubuh penderita.
Keluhan yang biasa muncul sebelum gejala demam adalah sakit kepala, lesu,
nyeri tulang, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan, dan kadang merasa dingin di
punggung. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu tes darah. Keluhan
utama pada pasien malaria bervariasi sesuai dengan siklus yang terjadi di dalam tubuh
pasien. Demam tiba-tiba dimulai dengan menggigil yang berlangsung selama sekitar
1-2 jam dan diikuti dengan demam tinggi. Setelah itu terjadi penurunan suhu tubuh
secara berlebihan dan suhu tubuh pasien turun menjadi normal atau di bawah normal.
Riwayat kesehatan yang perlu di kaji yaitu pasien pernah pergi atau diam di tempat
endemic malaria. Pengkajian lainnya yaitu status kekebalan pasien, seperti umur,
alergi, kondisi-kondisi medis lainnya, obat lain dan status kehamilan. Pengkajian
psikososial ditujukan dalam penurunan kecemasan dan pemenuhan informasi.
Pemeriksaan fisik, pasien terlihat sangat sakit, terdapat perubahan status kesadaran
semakin menurun, TTV mengalami perubahan seperti Takikardia, hipertermi,
peningkatan frekuensi napas dan penurunan tekanan darah. Diagnosa keperawatan
yang muncul Hipertermia b.d peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung
sirkulasi kuman pada hipotalamus. Resiko tinggi infeksi b.d penurunan sistem
kekebalan tubuh.

29
B. SARAN
1. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat dijadikan referensi untuk tugas selanjutnya dengan memperluas
materi.
2. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi ini dan dapat di perdalam lebih
lanjut lagi.
3. Komunitas
Diharapkan di kalangan masyarakat dapat mengetahui dan bermanfaat
dikehidupan sehari-hari.

30
DAFTAR PUSTAKA

J. Kunoli, Firdaus. 2012. Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta : CV Trans


Info Media
http://odasunrisenurse.blogspot.co.id/2011/05/malaria.html. Di akses pada tanggal 10
April 2017
http://sibawellbercerita.blogspot.co.id/2012/09/asuhan-keperawatan-pada-anak-
dengan.html. Di akses pada tanggal 10 April 2017
Widyanto, Faisalado, Candra dan Cecep Triwibowo. 2013. Trend Disease Trend
Penyakit Saat Ini. Jakarta : CV Trans Info Medika.
R. Jhonson dan Leny R. 2010. Keperawatan keluarga. Yogyakarta. Nuha Medika.

31

Anda mungkin juga menyukai