d) Menjaga keamanan yang sangat penting dalam hubungan orang tua-anak, terutama
denagn anak yang masih kecil
13) Genitalia
a) Genitalia Pria
Catat penampilan eksterna glans dan dan bagian penis, perpisium, meatus uretra,
dan skrotum. Penis umumnya kecil pada bayi dan anak laki-laki sampai masa
puberitas, . Periksa glans penis dan batang penis ( Bagian antara perineum dan
prepusium) apakah ada tanda-tanda pembengkakan, lesi kulit, inflamasi, atau
ketidakteraturan lainnya. Lokasi Meatus uretra diinpeksi secara hati-hati dan
apakah ada tanda-tanda keluaran. Normalnya meatus uretra terletak pada bagian
tengah glans penis.
b) Genitalia Perempuan
Pemeriksaan genitalia perempuan terbatas pada inspeksi dan palpasi struktur
eksterna. Jika pemeriksaan vagina diperlukan, rujukan yan tepat harus dibuat
kecuali jika perawat memiliki kualitas untuk melakukan prosedur tersebut.
Genitalia eksterna: inspeksi struktur, tempatkan anak pada posisi setengah
bersandar pada orang tua dengan lutut fleksi dan telapak kaki saling
bersebelahan
Mons pubis: bantalan lemak diatas simpisis pubis, pada remaja tertutup rambut,
distribusi rambut biasanya adalah triangular
Klitoris: terletak pada ujung anterior labia minora tertutup oleh lipatan kecil kulit
(prepusium).
Labia mayora: dua lipatan tebal kulit membentuk mons pada komisura posterior,
permukaan dalam merah muda dan lembab
Labia minora: dua lipatan kulit interior pada labia mayora, biasanya dapat dilihat
sampai pubertas, menonjol apda bayi baru lahir.S
Meatus uretra: inspeksi terhadap lokasi, seperti bentuk V dengan meregangkan
kearah bawah dari litoris ke perineum
Orifisium vaginalis: pemeriksaan interna biasanya tidak dilakukan, inspeksi
terhadap lubang sebelumnya. Terletak apada posterior meatus uretra, dapat
tertutup oleh memran berbentuk sabit atau sirkuler (himen), rabas biasanya
jernih atau sirkuler.
14) Punggung dan Ekstremitas
Spinal
Kelengkungan umum spina diperhatikan. Normalnya bagian punggung bayi baru lahir
adalah bulat atau berbentuk huruf C dari lengkung toraks dan pelvik. Walaupun
skoliosis dapat diidentifikasi dengan mengobeservasi dan mempalpasi spinal serta
memperhatikan pergeseran kearah samping, uji yang lebih objektif meliputi :
anak pada posisi berdiri tegak dan hanya mengenakan pakaian
dalam. Observasi dari belakang, perhatikan ketidaksimtrisan bahu dna pinggul.
anak membungkuk kedepan sehingga punggung paralel dengan
lantai, observasi dari samping, perhatikan adanya ketidaksimetrisan atau
tonjolan rangka iga.
Berjalan sedikit pincang, bagian bawah lipatan rok/celana panjang miring, atau
keluhan sakit punggung merupakan tanda dan gejala lain dari skoliosis.
Ekstremitas
Inspeksi kesimetrisan panjang dan ukuran masing-masing ekstremitas; rujuk
setiap deviasi untuk evaluasi ortopedik. Hitung jumlah jari tangan dan kaki untuk
memastikan jumlahnya normal. Adanya jari tambahan (polidaktili) atau fusi jari
(sindaktili).
Inspeksi suhu dan warna lengan dan kaki, yang harus sama pada setiap
ekstremitas, walaupun kaki normalnya lebih dingin dari pada tangan. Kaji bentuk
tulang. Beberapa variasi bentuk tulang dapat diobservasi pada anak.
Bowleg/Genu Varum, adalah melengkungnya tibia kearah lateral. Hal ini dapat
dilihat ketika anak berdiri dengan posisi maleoli medial (tonjolan bundar pada
kedua sisi pergelangan kaki) berlawanan satu sama lain dan jarak diantara lutut
lebih besar kira-kira 5cm.
Knockknee atau Genu Valgum, tampak berlawanan dengan bowleg. Pada
genu valgum lutut saling mendekat satu sama lain tapi tidak terpisah jauh. Hal
ini ditentukan secara klinis dengan menggunakan metode yang sama dengan
genu varum tetapi dengan mengukur jarak diantara maleolus, yang normalnya
kurang dari 7,5cm. Knock-knee normalnya terjadi pada anak sekitar usia 2
sampai 7 tahun.
Selanjutnya inspeksi kaki. Kaki bayi dan toodler tampak datar karena kaki
normalnya lebar dan lengkungannya ditutupi oleh lapisan lemak. Observasi refleks
plantar atau menggenggam dengan memberikan tekanan kuat tapi perlahan-lahan
dengan ujung ibu ibu jari pada bagian lateral telapak kaki bayi dari tumit sampai
kelingking kemudian ke ibu jari kaki. Respon normal pada anak yang berjalan
adalah fleksi jari-jari kaki. Tanda Babinski, dorsofleksi ibu jari dan pengembangan
jari-jari yang lain seperti kipas, merupakan hal yang normal terjadi selam masa
bayi tetapi abnormal setelah usia 1 tahun atau ketika lokomotorik dimulai.
E. MTBS
1. Defenisi MTBS
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu pendekatan
keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang dating berobat ke fasilitas rawat jalan
pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia,
diare, campak, malaria, DHF, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif serta
preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian
makan yang bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi dan Anak Balita serta
menekan morbiditas untuk penyakit tersebut.
2. Sejarah Terbentuknya MTBS
Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996.
Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Modul tersebut digunakan
dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatih dari SEARO. Sejak itu
penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS
dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu
kesehatan anak melalui IDAI.
Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun
belum seluruh Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum adanya
tenaga kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga
kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen dari
Pimpinan Puskesmas, dll. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari Dinas
Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program Kesehatan
Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun
2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi
kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal
60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut.
Pada penilaian tanda dan gejala yang pertama kali dilakukan pada balita umur 1
hari sampai 2 bulan adalah:
b) Kedua, adanya tanda atau gejala gangguan nafas seperti adanya henti nafas
lebih dari 20 detik
c) Ketiga, adanya tanda dan gejala hipotermia seperti penurunan suhu tubuh
f) Keenam, adanya tanda atau gejala gangguan saluran cerna seperti muntah
segera setelah minum
h) Kedelapan, adanya tanda atau gejala kemungkinan berat badan rendah dan
masalah pemberian ASI
h) Klasifikasi diare. Diare dehidrasi berat, jika terdapat tanda seperti letargis
atau mengantuk atau tidak sadar, mata cekung serta turgor jelek. Diare
dehidrasi sedang jika ditemukan tanda seperti gelisah atau rewel, mata
cekuung serta turgor kulit jelek. Diare tanpa dehidrasi bila hanya ada salah
satu tanda dehidrasi berat atau ringan.
Pada penilaian tanda dan gejala pada bayi umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun
ini yang dinilai adalaha da tidaknya tanda bahaya umum (tidak bisa minum atau
menetek, muntah, kejang, letargis atau tidak sadar) dan keluhan seperti batuk atau
kesukaran bernafas, adanya diare, demam, masalah telinga, malnutrisi, anemia
dan lain-lain.
a) Penilaian pertama, kleuhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum,
tarikan dinding dada ke dalam, stridor, nafas cepat.
b) Penilaian kedua, keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis, mata cekung,
tidak bisa minum atau malas makan, turgor jelek, gelisah, rewel, haus atau
banyak minu.
c) Penilaian ketiga, tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umum,
kaku kuduk dan adanya infeksi lokal.
d) Penilaian keempat, tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga, adanya
pembengkakkan.
e) Penilaian kelima, tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus,
bengkak pada kedua kaki, telapak tangan pucat dan sebagainya.
b) Klasifikasi dehidrasi. Berat, bila ada tanda dan gejala seperti letargis, mata
cekung, turgor jelek seklai. Ringan atau sedang dengan tanda gelisah, rewel,
mata cekung, haus, turgor jelek. Diare tanpa dehidrasi, bila tidak cukup
tanda adanya dehidrasi.
c) Klasifikasi diare persisten. Jika ditemukan diare sudah lebih dari 14 hari
dengan dikelompokkan menjadi dua kategori persisten berat, jika adanya
tanda dehidrasi dan diare persisten bila tidak ditemukan tanda dehidrasi.
d) Klasifikasi disentri. Bila diare disertai dengan darah dalam tinja atau
diarenya bercampur dengan darah.
h) Klasifikasi status gizi. Gizi buruk dan atau anemia berat, bila BB sangat
kurus, adanya bengkak pada kedua kaki serta pada telapak tangan
ditemukan kepucatan. Klasifikasi dibawah garis merah dan atau anemia bila
ditemukan tanda telapak tangan agak pucat, BB menurut umur di bawah
garis merah dan ketiga, tidak bawah garis merah dan tidak anemia bila tidak
ada tanda di atas.
c.