Anda di halaman 1dari 29

KONSEP DAN TEORI

A. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


1. Defenisi
Pertumbuhan merupakan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi
tingkat sel organ maupun individu. Sedangkan perkembangan merupakan
bertambahnya kemampuan (Skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan
2. Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut Moersintowarti (2002) tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan,
antara lain:
a. Masa pranatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan).
Masa dibagi menjadi dua periode sebagai berikut:
1) Masa embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu
2) Masa fetus ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa ini terdiri dari
dua periode:
a) Masa fetus dini, sejak usia 9 minggu sampai dengan trimester kedua
kehidupan intra uterin, terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad
manusia sempurna dan alat tubuh telah terbentuk dan mulai berfungsi
b) Masa fetus lanjut, pada trimester akhir pertumbuhan berlangsung pesat dan
adanya perkembangan fungsi-fungsi Pada masa ini terjadi transfer
imunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta.
b. Masa postnatal atau masa setelah lahir. Masa ini terdiri dari lima periode antara
lain:
1) Masa neonatal (0-28 hari)
Terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan sirkulasi
darah, serta mulainya berfungsi organ-organ tubuh lainnya.
2) Masa bayi, dibagi menjadi dua
a) Masa bayi dini (1-12 bulan), pertumbuhan yang sangat pesat dan proses
pematangan berlangsung secara kontiyu terutama meningkatnya fungsi
sistem saraf.
b) Masa bayi akhir (1-2 tahun), kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan
terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik dan fungsi ekskresi
3) Masa prasekolah (2-6 tahun)
Pada saat ini pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi
perkembangan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya
keterampilan dan proses berpikir
4) Masa sekolah atau masa prapubertas (wanita: 6-10 tahun, laki-laki: 8-12 tahun)
Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa prasekolah
keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain berkelompok
dengan jenis kelamin yang sama
5) Masa adolescent (masa remaja), (wanita: 10-18 tahun, laki-laki: 12-20 tahun)
Anak wanita 2 tahun lebih cepat memasuki masa adolescent
dibanding anak laki-laki. Masa ini merupakan transisi dari periode anak ke
dewasa. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan berat badan dan tinggi
badan yang sangat pesat yang disebut adolescent Growth Spurt. Pada masa ini
juga terjadi pertumbuhan dan perkembangan pesat dari alat kelamin dan
timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder
3. Ciri-Ciri Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Ciri-ciri pertumbuhan, antara lain:
1) Perubahan ukuran
Perubahan ini terlihat secara jelas pada pertumbuhan fisik yang dengan
bertambahnya umur anak terjadi pula penambahan berat badan, tinggi badan,
lingkar kepala dan lain-lain
2) Perubahan proporsi
Selain bertambahnya ukuran-ukuran, tubuh juga memperlihatkan
perubahan proporsi. Tubuh anak memperlihatkan perbedaan proporsi bila
dibandingkan dengan tubuh orang dewasa. Pada bayi baru lahir titik pusat
terdapat kurang lebih setinggi umbilikus, sedangkan pada orang dewasa titik
pusat tubuh terdapat kurang lebih setinggi simpisis pubis. Perubahan proporsi
tubuh mulai usia kehamilan 2 bulan sampai dewasa
3) Hilangnya cirri-ciri lama
Selama proses pertumbuhan terdapat hal-hal yang terjadi perlahan-
lahan, seperti menghilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu dan
menghilangnya refleks primitive.
4) Timbulnya ciri-ciri baru
Timbulnya ciri-ciri baru ini adalah akibat pematangan fungsi- fungsi
organ. Perubahan fisik yang penting selama pertumbuhan adalah munculnya
gigi tetap dan munculnya tanda-tanda seks sekunder seperti tumbuhnya rambut
pubis dan aksila, tumbuhnya buah dada pada wanita dan lain-lain
b. Ciri-ciri perkembangan, antara lain:
1) Perkembangan melibatkan perubahan
Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan disertai dengan
perubahan fungsi. Perkembangan sistem reproduksi misalnya, disertai dengan
perubahan pada organ kelamin. Perubahan-perubahan ini meliputi perubahan
ukuran tubuh secara umum, perubahan proporsi tubuh, berubahnya ciri- ciri
lama dan timbulnya cirri-ciri baru sebagai tanda kematangan suatu organ tubuh
tertentu.
2) Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya
Seseorang tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum
ia melewati tahapan sebelumnya Misalnya, seorang anak tidak akan bisa
berjalan sebelum ia bisa berdiri. Karena itu perkembangan awal ini merupakan
masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.
3) Perkembangan mempunyai pola yang tetap
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap,
yaitu:
a) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala kemudian menuju ke
arah kaudal Pola ini disebut pola sefalokaudal
b) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerakan kasar) lalu
berkembang di daerah distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan
dalam gerakan halus. Pola ini disebut proksimodistal
4) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan
Tahap ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur dan
berurutan, tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik misalnya anak terlebih
dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat gambar kotak,
berdiri sebelum berjalan dan lain-lain.
5) Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda
Perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda. Kaki
dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan bagian tubuh
yang lain mungkin berkembang pesat pada masa lainnya

6) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan


Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian,
terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar asosiasi dan lain-lain.
4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
a) Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Anak dapat mewarisi sifat tertentu.
b) Faktor lingkungan
Merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi
bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi
bawaan
Faktor lingkungan dibagi menjadi 2:
1) Faktor prenatal
Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam
kandungan. Misalnya: gizi ibu pada waktu hamil toksin/zat kimia, endokrin,
radiasi, infeksi, dan stres.
2) Faktor postnatal
Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir.
Secara umum dapat digolongkan menjadi
a) Lingkungan biologis, antara lain: Ras/suku bangsa, Jenis kelamin, umur,
gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, fungsi metabolisme
dan hormone
b) Faktor fisik, antara lain: cuaca/musim, sanitasi, keadaan rumah dan radiasi
c) Faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar kelompok sebaya,
kasih sayang dan kualitas interaksi anak orang tua
d) Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: pekerjaaan pendidikan, jumlah
saudara, adat istiadat, norma dan agama

B. PENGKAJIAN ANAK SEHAT


Anak sehat merupakan anak yang melalui masa pertumbuhan dan perkembangan
secara normal sesuai dengan usianya. Salah satu cara untuk menjaga agar anak tetap sehat
adalah dengan mendapatkan pemeriksaan fisik secara berkala. Ini memberikan
kesempatan bagi anak untuk berbicara dengan bebas tentang tubuh dan kesehatan.

1. Pendekatan umum dalam pemeriksaan fisik anak


Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada anak sebaiknya dilakukan secara berurutan
dari kepala sampai ke kaki. Fungsi utama pendekatan sistematik ini adalah memberikan
pedoman umum dalam mengkaji setiap daerah tubuh untuk meminimalkan adanya
bagian yang terlewat dalam pemeriksaan. Standar pencatatan data juga memfasilitasi
pertukaran informasi di antara profesional yang berbeda. Dalam memeriksa anak, urutan
yang teratur ini sering kali berubah untuk mengkaomodasi kebutuhan perkembangan
anak, walaupun pemeriksaan dicatat denagn mengikuti model kepala sampai kaki.
Penggunaan usia perkembanagn dan kronologis sebagai kriteria utama untuk mengkaji
setiap sistem tubuh memiliki beberapa tujuan:
a) Meminimalkan stres dan kecemasan yang berhubungan dengan pengkajian pada
berbagai bagian tubuh.
b) Membantu hubungan saling percaya antara perawat-pasien denagn orang tua

c) Memungkinkan persiapan anak yang maksimum

d) Menjaga keamanan yang sangat penting dalam hubungan orang tua-anak, terutama
denagn anak yang masih kecil

e) Memaksimalkan keakuratan dan reliabilitas hasil pengkajian


2. Persiapan Anak
Pemeriksaan fisik terdiri atas prosedur yang tidak menyakitkan. Namun bagi anak,
penggunaan manset yang terlalu ketat pada lengan, spekulum dalam telinga dan mulut,
penekanan abdomen, dan mendengarkan pada dadanya dengan keping logam yang
dingin dapat dianggap sangat menyiksa.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan semenyenangkan mungkin, seperti halnya
pendidikan. Sebagai contoh, perawat menggunakan gambar yang detail atau boneka
yang sesuai secara anatomis untuk membantu anak prasekolah atau anak yang lebih tua
belajar tentang tubuh mereka
3. Pemeriksaan Fisik
a. Antropometri
1) Panjang
Istilah panjang dinyatakan sebagai pengukuran yang dilakukan ketika anak
telentang (juga dinyatakan sebagai panjang pada saat anak berbaring). Sampai
anak berusia 24 bulan (36 bulan jika digunakan grafik lahir sampai 36 bulan),
dilakukan pengukuran panjang pada saat bayi berbaring. Karena posisi fleksi yang
normal selama masa bayi, ekstensikan tubuh bayi secara penuh dengan cara
(1) Pegang kepala bayi pada garis tengahnya,
(2) pegang kedua lutut denagn lembut,
(3) Tekan lutut ke bawah sampai kaki betul-betul ekstensi dan rata dengan meja.
Jika menggunakan papan pengukur, letakkan kepala benar-benar pada bagian
atas papan dan tumit kaki benar-benar pada bagian bawah papan.
2) Tinggi
Istilah tinggi (atau tinggi pada saat seseorang berdiri) dinyatakan sebagai
pengukuran yang dilakukan ketika anak berdiri tegak. Tinggi diukur dengan cara
meminta anak, dengan melepas sepatu, berdiri setegak dan setinggi mungkin,
denagn kepala pada garis tengah dan garis pandang sejajar denagn langit-langit
atau lantai. Pastikan punggung anak menempel pada dinding atau permukaan
datar lain, dengan tumit, pantat dan bagian belakang bahu menyentuh dinding dan
jika mungkin meleolus medial. Periksa dan perbaiki lutut yang menekuk, bahu
yang turun, atau tumit kaki yang diangkat
3) Berat badan
Berat badan diukur dengan timbangan yang sesuai, yang mengukur berat badan
sampai nilai yang terdekat dengan 10 gr atau 15 gr untuk bayi dan 100 gr atau
125 gr untuk anak-anak. Sebelum anak ditimbang, timbangan diatur pada angka
nol dan jarum timbangan tepat berada di bagian tengah tanda. Jika ujung jarum
timbangan masih bergerak maka berat badan dapat lebih berat atau lebih ringan
dari semsetinya. Timbangan bervariasi dalam hal keakuratannya: timbangan bayi
cenderung lebih akurat daripada timbanagn dewasa. Ketika diperlukan
pengukuran yang benar-benar tepat, dua perawat harus melakukan penimbangan
secara terpisah, dna jika terdapat perbedaan, penimbangan ketiga harus dilakukan.
4) Lingkar kepala
Ukur lingkar kepala pada anak sampai berusia 36 bulan dan pada anak-anak yang
memiliki masalah pada ukuran kepalanya.Ukur lingkar kepala pada lingkaran
terbesarnya, biasanya sedikit di atas alis mata dan daun teinga dan mengelilingi
prominen oksipital di belakang tengkorak. Karena bentuk kepala dapat
mempengaruhi lokasi lingkaran yang maksimum. Maka perlu dilakkan
pengukuran yang paling akurat. Gunakan selembar kertas atau meteran logam
karena meteran yang terbuat dari kain dapat meregang dan memberikan
pengukuran yang salah. Supaya hasil pengukuran yang benar-benar akurat,
gunkan alat pengukur dengan skala 0,1 cm karena grafik persentil hanya berskala
0,5 cm.
b. Pengukuran fisiologis
1) Suhu
Suhu dapat diukur pada beberapa tempat di tubuh melalui rute oral, rektal, kulit,
aksila, atau membrna timpani. Pengganti termometer air raksa tradisional mencakup
termometer elektronik, sensor membran timpani, termometer titik kimia, dan
termometer digital. Alat-alat ini memberkan keuntungan yaitu mengukur suhu secara
tepat dan/atau menghindari akses melalui oral atau rektal.
Berdasarkan penelitian, direkomendasikan 7 menit untuk pembacaan oral, 4
menit untuk pembacaan rektal, dan 5 menit untuk pembacaan aksila. Walaupun
demikian, waktu ini dapat sangat bervariasi dalam lingkungan praktik dan mungkin
tidka mewakili perbedaan yang signifikan secara klinis dari pembacaan suhu yang
dilakukan dalam interval waktu yang lebih pendek.
2) Nadi
Nadi yang teraba kuat dapat diukur secara radial pada anak yang berusia lebih
dari dua tahun. Walaupun demikian, pada bayi dan anak yang lebih kecil denyut apikal
(terdengar melalui stetoskop yang diletakkan pada dada di bagian apeks jantung) lebih
dapat diandalakn. Hitung nadi 1 menit penuh pada bayi dan anak yang masih kecil
karena kemungkinan adanya ketidakteraturan irama jantung.
3) Pernapasan
Hitung frekuensi pernapasan dengan cara seperti pada pasien dewasa. Walaupun
demikian, pada bayi observasi pergerakan abdomen karena pernapasan bayi terutama
adalah pernapasan diafragmatik. Karena pergerakan tersebut tidka teratur, hitung
jumlahnya selama 1 menit penuh agar akurat.
4) Tekanan darah (TD)
Pengukuran tekanan darah dengan metode yang onovasif adalah bagian dari
penentuan tanda vital rutin.TD harus diukur setiap tahunnya pada anak berusia 3 tahun
sampai remaja dan pada anak yang memiliki gejala hipertensi, dan bayi beresiko
tinggi.
5) Kepala dan leher
a) Observasi bentuk dan simetris kepala secara umum. Tanda asimetris biasanya
abnormal dan dapat mengindikasikan penutupan prematur sutura
(kraniosinostosis).
b) Catat kontrol kepala pada bayi dan postur kepala pada anak yang lebih besar.
c) Evaluasi rentang gerak dengan meminta anak yang lebih besar untuk melihat ke
setiap arah atau secara manual lakukan pada anak yang lebih kecil. Keterbatasan
rentang gerak mengindikasikan adanya wryneck atau tortikolis akibat cedera otot
sternokleidomastoideus.
d) Palpasi tulang tengkorak untuk mengetahui kepatenan tulang sutura, ubun-ubun,
fraktur, dan pembengkakan. Normalnya ubun-ubun belakang menutup pada bulan
kedua dan ubun-ubun kecil menyatu antara usia 12-18 bulan. Catat jika penutupan
terlalu cepat atau terlalu lambat.
e) Observasi kesimetrisan, pergerakan dan penampilan umum wajah. Minta anak
untuk mengeksresikan wajahnya untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan atau
mengetahui derajat paralisis.
f) Inspeksi ukuran leher dan palpasi leher untuk mengetahui struktur yang
berhubungan. Normalnya, leher pendek de3ngan lipatan kulit antara kepala dan
bahu selam masa bayi.
6) Mata
Inspeksi struktur Eksterna
a) Inspeksi penempatan kelopak yang tepat pada mata. Ketika mata terbuka, kelopak
mata harus ada dekat iris. Ketika mata tertutup, kelopak mata harus menutupi
kornea dan sklera. Tentukan lengkungan secara umum dari kelopak mata dengan
cara menggambar garis imajiner melalui titik di kantus medial dan orbit luar mata
dan segariskan setiap mata pada garis ini.
b) Inspeksi konjungtiva, normalnya konjungtiva terlihat merah muda dan mengkilap.
Striasi vertikal yang berwarna kuning di sepanjang tepinya disebut
meibomian/kelenjar sebasea, dekat dengan folikel rambut.
c) Catat adanya air mata yang berlebihan, keluaran, inflamasi pada organ lakrimal.
d) konjungtiva bulbar, yang menutupi mata sampai bagian limbus atau taut kornea
dan sklera harus transparan. Sklera harus jernih. Kornea harus jernih dan
transparan. Catat kekeruhan karena dapat menjadi tanda perlukaan atau ulserasi
yang dapat mengganggu penglihatan. Periksa kekeruhan dengan cara mengarahkan
sinar dari sudut.
e) Bandingkan ukuran, bentuk, dan pergerakan pupil. Kedua pupil harus berbentuk
bundar, jernih, dazn sama. Uji reaksi pupil terhadap cahaya dengan menyinari
mata secara cepat dan segera memindahkancahaya tersebut. Periksa resapon
akomodasi dengan meminta anak melihat pada objek yang terang dan bersinar
pada jarak tertentu dan dengan cepat gerakkan objek ke arah wajah. Normal
pemeriksaan pupil, PERRLA, Pupil, Equal (sama), Round (bundar), React to light
(reaksi terhadap cahaya), Accomadation (akomodasi).
f) Inspeksi warna, ukuran, bentuk, dan kejernihan iris dan pupil. Amati lensa mata,
normalnya lensa mata tidak dapat terlihat melalui pupil.
Inspeksi strutur interna
a) Mempersiapkan anak. Tunjukkan instrumen pada anak, mendemonstrasikan
sumber cahaya, dan bagaimana benda tersebut menyinari mata, dan jelaskan alasan
ruangan harus gelap. Untuk bayi dan anak-anak yang masih kecil yang tidak
berespons terhadap penjelasan tersebut, cara terbaik melakukan distrakksi untuk
mendorong anak agar tetap membuka matanya. Inspeksi pembuluh darah, makula,
atau diskus optik.
b) Pemeriksaan funduskopi. Fundus segera tampak sebagai refleks merah. Intensitas
warna meningkat pada individu yang memiliki pigmen kulit gelap.
Uji Penglihatan
a) Uji refleks cahaya, sorotkan cahaya dari oftalmoskop langsung ke arah mata
pasien dai jarak sekitar 40,5 cm(16 inci). jika mata oftorik.normal, cahaya akan
jatuh secara simetris pada setiap pupil. Jika cahaya tidak jatuh di pusat salah satu
mata, berarti mata tidak segaris.
b) Uji tutup mata, salah satu mata ditutup, dan pergerakan mata yyang terbuka
diobservasi ketika anak melihat suatu benda pada jarak dekat (33 cm/13 inci). Jika
mata yang terbuka tidak bergerak, berarti mata segaris. Jika mata yang terbuka
bergerak, terdapat ketidaksegarisan karena ketika mata yang lebih kuat ditutup
sementara, mata yang tidak segaris akan memfokuskan objek tersebut.
c) Uji ketajaman penglihatan pada anak setelah masa bayi
Snellen Chart, terdiri atas deretan huruf dengan ukuran yang semakin
mengecil, anak berdiri 3 meter dari Snellen Chart dengan tumit pada garis 3 m.
Mata kanan diperiksa terlebih dahulu.
Uji E terbalik/HOTV, untuk anak yang tidak mampu membaca huruf atau
angka
Sistem skrining penglihatan untuk anak prasekolah, menggunakan E yang
sudah dimodifikasi menyerupai burung dan cerita tentang Blackbird.
d) Pada bayi barru lahir, penglihatan diuji terutama pada pemeriksaan persepsi
cahaya dengan menyorotkan sinar ke arah mata dan mencatat respons seperti
kontraksi pupil, berkedip, atau penolakan.
e) Penglihatan perifer
Perkirakan pandangan perifer atau lappang pandang setiap mata dengan meminta
anak untuk memusatkan pandangan pada satu titik tertentu secara langsung di
depan mereka sebagai suatu objek, seperti tangan atau pensil, digerakkan dari luar
lapang pandang ke dalalm rentang penglihatan perifer
f) Penglihatan warna
Uji Ishihara dan uji Hardy-Rand-Rittler. Setiap uji terdiri dari seri kartu
(pseudoisokromatik) tempat terdapat lapang warna yang berisi titik-titik warna
tertentu yang membingungkan.
7) Telinga
Inspeksi struktur eksterna
Keseluruhan daun telinga eksterna disebut pina atau aurikula dan terletak pada
kedua kepala. Ukur kesegarisan tinggi pina dengan cara menggambar garis imajiner
dari orbital luar mata ke oksiput, atau bagian yang paling menonjoil dari tulang
tengkorak. Inspeksi permukaan kulit di sekitar telinga untuk mengetahui adanya
lubang kecil, tonjolan tambahan kulit, atau sinus. Kaji juga hygiene telinga.
Inspeksi struktur interna
Posisi anak : sebelum memulai pemeriksaan otoskop, posisikan anak dengan
tepat dan lakukan restrein jika diperlukan. Ketika anda memasukkan speculum ke
dalam meatus, gerakan speculum di sekitar telinga bagian luar untuk membiasakan
anak merasakan sesuatu yang memasuki telinganya. Untuk perlindungan dan
keamanan, bayi dan toodler harus direstrein untuk pemeriksaan otoskop. Jika anak
kooperatif, periksa telinga dengan anak dalam posisi tidur miring, duduk atau berdiri
Pemerisaan otoskop : ketika anak memasuki speculum ke dalam saluran
eksterna, inspeksi didinding saluran, warna membrane timpani, reflek cahaya dan
bentuk tonjolan tulang yang biasa pada telinga tengah.
Uji pendengaran
Beberapa jenis uji pendengaran telah tersedia. Beberapa uji tersebut, seperti
pemeriksaan audiometric, melibatkan alat khusus yang mengukur derajat hilangnhya
pendengaran. Uji lainnya seperti reflek kejut pada neonates adalah estimasi kasar dari
persepsi suara. Perawat harus melakukan pemeriksaan berdasarkan tingkat kecurigaan
yang tinggi untuk anak yang dapat mengalami kehilangan pendengaran.
8) Hidung
Inspeksi struktur eksterna
Bandingkan penempatan dan kesegarisannya dengan cara menggambarkan
garis vertical imajiner dari titik pusat di antara mata kebawah samapai pada bagian
lengkung di bibir atas. Hidung harus terletak tepat secara vertika pada garis ini,
dengan setiap sisi sama simetris. Catat lokasi hidung , adanya deviasi pada salh satu
sisi dan asimetris pada ukurannya secara keseluruhan dan diameter dari nares.
Observasi alae nasi apakah ada tanda-tanda pernafasan cuping hidung, yang
menandakan kesulitan dalam bernafas.
9) Mulut dan tenggorokan
Pada anak yang kooperatif, hampir semua pemeriksaan mulut dan tenggorokan
dapat dilakukan tanpa menggunakan spatel lidah. Minta anak membuka mulutnya
lebar-lebar, menggerakan lidah kea rah yang berbeda untuk visualisasi penuh, dan
mengatakan ahh yang dapat menekan lidah untuk melihat secara penuh bagian
belakang mulut. Untuk melihat mukosa mulut minta anak menggunakan jarinya untuk
menggerakan bibir dan pipi bagian luar ke salah satu sisi.
10) Paru
Inspeksi dada untuk mengetahui ukuran, bentuk, kesismetrisan, pergerakan,
perkembangan payudara, dan adanya gamabaran tulang pada dada yang dibentuk oleh
sternum dan tulang iga.
Inspeksi paru terutama meliputi observasi pergerakan pernafasan, seperti yang
dibahas sebelumnya. Evaluasi kecepatan (jumlah permenit), irama (teratur, tidak
teratur atau periodic), kedalaman (dalam atau dangkal), dan kualitas pernapasan (tanpa
usaha, otomatis, sulit atau dengan usaha). Perhatikan karakter bunyi nafas, seperti
suara berisik, suara yang rendah dan kasar, mendengkur atau berat.
Evaluasi pergerakan pernapasan dengan meletakan kedua telapak tangan
mendatar pada bagian punggung atau dada ke dua ibu jari berada pada garis tengah
sepanjang pinggir iga bagian bawah paru. Anak harus duduk selama prosedur ini dan
jika kooperatif, anak harus menarik nafas dalam beberapa kali. Selama pernapasan,
tangan anda akan bergerak seiring dinding dada. Kaji jumlah dan kecepatan selama
pernapasan dan perhatikan apakah ada ketidak simetrisan pergerakan.
Pemeriksaan perkusi pada paru anterior dilakukan dengan mengetok dari
bagian apeks ke basal paru, biasanya dengan anak pada posisi telentang atau posisi
duduk. Setiap sisi dada diperkusi dengan urutan yang sesuai untuk membandingkan
bunyinya. Ketika paru posterior diperkusi, prosedur dan urutanya sama, walaupun
anak harus duduk. Resonansi terdengar pada semua lobus paru yang tidak berada
dekat organ lain. Adanya deviasi suara dicatat dan dilaporkan.
11) Jantung
Inspeksi paling baik dilakukan pada anak yang duduk dalam posisi semi
fowler. Perhatikan dinding dada anterior dari suatu sudut, bandingkan kedua sisi
rangka dada satu sama lain.. secara normal, keduanya harus tampak simetris. Asal
bunyi jantung dihasilkan dari pembukaan dan penutupan katup dan vibrasi darah pada
dinding jantung dan pembuluh darah. Normalnya, dua bunyi S1 dan S2 dapat
terdengar, yang secara berurutan berhubungan denga suara lub dub yang sering
digunakan untuk menggambarkan bunyi tersebut. S1 disebabkan penutupan katub
trikuspidalis dan katup mitral (kadang-kadang disebut katub antrioventikuler). S2
adalah hasil pentupan katup pulmonal dan katup aorta (kadang-kadang disebut katup
semilunaris). Normalnya pembagian dua suara dalam s2 dapat dibedakan dan
diperlebar selam inspirasi.
12) Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi inpspeksi, diikuti dengan auskultasi, kemudian
palpasi. Lakukan palpasi terakhir, karena hal tersebut dapt mengganggu bunyi normal
abdomen. Inspeksi konter abdomen dengan anak pada posisi tegak dengan telentang.
Normalnya, abdomen bayi dan anak yang masih kecil cukup silindris dan dalam posisi
tegak, agak menonjol karena lordosis fisiologis spinal. Tonjolan pada garis tengah dari
xifoid ke umbilicus atau simfisimpubis biasanya adalah Diastasis Rekti, atau
kegagalan muskulus rektus obdominalis untuk bersatu dalam uterus.Temuan yang
paling penting untuk didengarkan adalah peristaltis atau bising usus yang bunyinya
seperti logam pendek beradu dan seperti orang berkumur. Frekuensi bising usus 5
kali/menit. Bising usung dapat distimulasi dengan cara menggetarkan permukaan
abdomen dengan kuku jari tangan.
Dua tipe palpasi dilakukan: Supersisial dan dalam. Pada palpasi superficial ,
dengan lembut tempatkan tangan pada kulit dan rasakan setiap kuadran, perhatikan
adanya area yang terasa nyeri, tonus otot, dan lesi superficial, seperti kista.

13) Genitalia
a) Genitalia Pria
Catat penampilan eksterna glans dan dan bagian penis, perpisium, meatus uretra,
dan skrotum. Penis umumnya kecil pada bayi dan anak laki-laki sampai masa
puberitas, . Periksa glans penis dan batang penis ( Bagian antara perineum dan
prepusium) apakah ada tanda-tanda pembengkakan, lesi kulit, inflamasi, atau
ketidakteraturan lainnya. Lokasi Meatus uretra diinpeksi secara hati-hati dan
apakah ada tanda-tanda keluaran. Normalnya meatus uretra terletak pada bagian
tengah glans penis.
b) Genitalia Perempuan
Pemeriksaan genitalia perempuan terbatas pada inspeksi dan palpasi struktur
eksterna. Jika pemeriksaan vagina diperlukan, rujukan yan tepat harus dibuat
kecuali jika perawat memiliki kualitas untuk melakukan prosedur tersebut.
Genitalia eksterna: inspeksi struktur, tempatkan anak pada posisi setengah
bersandar pada orang tua dengan lutut fleksi dan telapak kaki saling
bersebelahan
Mons pubis: bantalan lemak diatas simpisis pubis, pada remaja tertutup rambut,
distribusi rambut biasanya adalah triangular
Klitoris: terletak pada ujung anterior labia minora tertutup oleh lipatan kecil kulit
(prepusium).
Labia mayora: dua lipatan tebal kulit membentuk mons pada komisura posterior,
permukaan dalam merah muda dan lembab
Labia minora: dua lipatan kulit interior pada labia mayora, biasanya dapat dilihat
sampai pubertas, menonjol apda bayi baru lahir.S
Meatus uretra: inspeksi terhadap lokasi, seperti bentuk V dengan meregangkan
kearah bawah dari litoris ke perineum
Orifisium vaginalis: pemeriksaan interna biasanya tidak dilakukan, inspeksi
terhadap lubang sebelumnya. Terletak apada posterior meatus uretra, dapat
tertutup oleh memran berbentuk sabit atau sirkuler (himen), rabas biasanya
jernih atau sirkuler.
14) Punggung dan Ekstremitas
Spinal
Kelengkungan umum spina diperhatikan. Normalnya bagian punggung bayi baru lahir
adalah bulat atau berbentuk huruf C dari lengkung toraks dan pelvik. Walaupun
skoliosis dapat diidentifikasi dengan mengobeservasi dan mempalpasi spinal serta
memperhatikan pergeseran kearah samping, uji yang lebih objektif meliputi :
anak pada posisi berdiri tegak dan hanya mengenakan pakaian
dalam. Observasi dari belakang, perhatikan ketidaksimtrisan bahu dna pinggul.
anak membungkuk kedepan sehingga punggung paralel dengan
lantai, observasi dari samping, perhatikan adanya ketidaksimetrisan atau
tonjolan rangka iga.
Berjalan sedikit pincang, bagian bawah lipatan rok/celana panjang miring, atau
keluhan sakit punggung merupakan tanda dan gejala lain dari skoliosis.
Ekstremitas
Inspeksi kesimetrisan panjang dan ukuran masing-masing ekstremitas; rujuk
setiap deviasi untuk evaluasi ortopedik. Hitung jumlah jari tangan dan kaki untuk
memastikan jumlahnya normal. Adanya jari tambahan (polidaktili) atau fusi jari
(sindaktili).
Inspeksi suhu dan warna lengan dan kaki, yang harus sama pada setiap
ekstremitas, walaupun kaki normalnya lebih dingin dari pada tangan. Kaji bentuk
tulang. Beberapa variasi bentuk tulang dapat diobservasi pada anak.
Bowleg/Genu Varum, adalah melengkungnya tibia kearah lateral. Hal ini dapat
dilihat ketika anak berdiri dengan posisi maleoli medial (tonjolan bundar pada
kedua sisi pergelangan kaki) berlawanan satu sama lain dan jarak diantara lutut
lebih besar kira-kira 5cm.
Knockknee atau Genu Valgum, tampak berlawanan dengan bowleg. Pada
genu valgum lutut saling mendekat satu sama lain tapi tidak terpisah jauh. Hal
ini ditentukan secara klinis dengan menggunakan metode yang sama dengan
genu varum tetapi dengan mengukur jarak diantara maleolus, yang normalnya
kurang dari 7,5cm. Knock-knee normalnya terjadi pada anak sekitar usia 2
sampai 7 tahun.
Selanjutnya inspeksi kaki. Kaki bayi dan toodler tampak datar karena kaki
normalnya lebar dan lengkungannya ditutupi oleh lapisan lemak. Observasi refleks
plantar atau menggenggam dengan memberikan tekanan kuat tapi perlahan-lahan
dengan ujung ibu ibu jari pada bagian lateral telapak kaki bayi dari tumit sampai
kelingking kemudian ke ibu jari kaki. Respon normal pada anak yang berjalan
adalah fleksi jari-jari kaki. Tanda Babinski, dorsofleksi ibu jari dan pengembangan
jari-jari yang lain seperti kipas, merupakan hal yang normal terjadi selam masa
bayi tetapi abnormal setelah usia 1 tahun atau ketika lokomotorik dimulai.

C. DDST (Denver Development Screening Test)


DDST adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan
anak. DDST merupakan test perkembangan anak yang bisa dilakukan secara mudah dan
cepat (15 20 menit), dapat diandalkan, dan mempunyai validitas yang tinggi.
1. Unsur Perkembangan dalam DDST
a. Perilaku Sosial (Personal social)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungan
b. Gerakan Motorik Halus
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian- bagian tubuh tertentu dan
dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
c. Bahasa (Language)
Kemampuan yang memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan
d. Gerakan Motorik Kasar (Gross Motor)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh
2. Tahapan perkembangan normal motorik halus dan keterlambatan perkembangan
motorik halus

perkembangan motorik halus Umur


Visual
Fiksasi pandangan Lahir
Mengikuti benda melalui garis tengah 2 bulan
5 bulan
Mengetahui adanya benda kecil
Motorik
Telapak tangan terbuka 3 bulan
Menyatukan kedua tangan 4 bulan
Memindahkan benda antara kedua tangan 5 bulan
Menjimpit imatur (mengambil dng jari) 9 bulan
Menjimpit dengan baik 11 bulan
Melepaskan benda dengan sengaja 12 bulan
Pemecahan masalah
Memeriksa benda 7-8 bulan
Melemparkan benda 9 bulan
Membuka penutup mainan 10 bulan
Meletakan kubus dibawah gelas 11 bulan
Menggambar
Mencoret 12 bulan
Meniru membuat garis 15 bulan
Membuat garis spontan 18 bulan
Membuat garis datar dan tegak 25-27 bulan
Meniru membuat lingkaran 30 bulan
Membuat lingkaran spontan 3 tahun
Melaksanakan tugas
Memasukan biji kedalam botol 12 bulan
Melepaskan biji dengan meniru 14 bulan
Melepaskan biji spontan 16 bulan
Menyusun kubus
Menyusun 2 kubus 15 bulan
Menyusun 3 kubus 16 bulan
Kereta api dengan 4 kubus 2 tahun
Jembatan dari 3 kubus 3 tahun
Pintu gerbang dari 5 kubus 4 tahun
Makan
Makan biskuit yang dipegang 9 bulan
Minum dari gelas sendiri 12 bulan
Menggunakan sendok 12 bulan
Berpakaian
Membuka baju sendiri 24 bulan
Memakai baju 36 bulan
Membuka kancing 36 bulan
Memasang kancing 48 bulan
Mengikatkan tali sepatu 60 bulan
Adanya keterlambatan harus dipikirkan bila ditemukan hal berikut :
Tidak mau memegang atau memegang benda yang diletakan ditangannya pada
usia 4 bulan
Tangan tetap terkepal erat sampai usia 4-5 bulan
Tidak dapat melakukan gerak menjimpit benda kecil dengan ujung jari sampai
1 tahun
Tidak dapat melepaskan benda kecil ke dalam gelas usia 18 bulan
tetap bermain dengan jari saja sampai usia 6-7 bulan
Tetap memasukan benda kedalam mulut disertai ngiler berlebihan sampai usia
2 tahun
Pada anak yang agak besar, gangguan perkembangan pemecahan masalah visuo-mptpr
dapat diperiksa secara bermain dengan anak. Gunakan kubus berukuran 2,5 cm untuk
menguji kemampuan anak. Uji lain dapat dilakukan misalnya dengan menggambar
dengan menggunakan crayon.
Beberapa gangguan gerak dapat merupakan bagian dari suatu kelainan saraf :
Gerakan seperti mencuci tangan terus menerus pada anak perempuan dapat
merupakan ciri sindrom Rett, suatu kelainan yang ditandai kemunduran mental
seorang anak.
Gerakan tangan seperti melambai-lambai di sisi tubuh dapat menjadi salah satu
ciri autisme
Anak yang bermain menonton dapat menjadi ciri autisme
3. Perkembangan Kemampuan Berbahasa
Fungsi berbahasa merupakan proses paling kompleks di antara seluruh proses
perkembangan. Perkembangan bahasa memerlukan fungsi reseptif dan ekspretif.
Fungsi reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi
terhadap seseorang, terhadap kejadian di lingkungan sekitarnya, mengerti maksud
mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata.
Fungsi ekspretif adalah kemampuan anak mengutarakan pikirannya, dimulai
dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan
ekspresi wajah atau mimik, gerakan tubuh, dan akhirnya dengan menggunakan kata-
kata atau komunikasi verbal.
a. Kemampuan berbahasa pada bayi baru lahir
Fungsi reseptif terlihat dengan adanya reaksi bayi terhadap suara dan
mengenal bunyi. hal ini pada mulanya bersifat refleks. Kemudian ia
memperhatikan respons berupa terdiam kalau mendengar suara, mengedip, atau
seperti gerak terkejut. Fungsi ekspresif muncul berupa munculnya suara tenggorok
misalnya bertahak, batuk dan menangis. Fungsi suara tenggorok berangsur
menghilang umur 2 bulan, digantikan dengan suara ooo-ooo. Senyum sosial
telah dapat dilihat pada umur 5 minggu dengan cara mengajaknya berbicara atau
mengelus pipinya. Reaksi orientasi terhadap bunyi seperti respons motorik,
mengedip atau gerakan seperti kaget merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan.
b. Kemampuan berbahasa pada umur 2-21 bulan
Pada umur 2 bulan, bayi dapat mengeluarkan suara ooo-ooo dengan irama
yang musikal. Pada umur 4 bulan, terdengar suara agguuu-aguuu. Padaumur 6
bulan terdengar anak dapat menggumam (babbling) seperti mam-mam. Pada
umur 8 bulan dia dapat mengucapkan dadada lalu menjadi dada yang belum
berarti, disusul dada yang diucapkan saat ia melihat ayahnya. mama akan
muncul lebih belakang. ia dapat mengerti tidak boleh!! yang disertai suara nada
tinggi pada umur 9 bulan. Pada umur 11 bulan ia dapat mengucapkan kata pertama
yang benar, disusul kata kedua pada umur 1 tahun.
c. Kemampuan berbahasa 12-18 bulan
Antara 12-15 bulan terdengar munculnya kata-kata baru sebanyak 4-6 kata.
Dapat terdengar pula immature jargoning yaitu anak berbicara dalam bahasa yang
aneh, atau mencoba mengucapkan kalimat berupa suara yang tidak jelas artinya.
Antara 16-17 bulan, ia sudah dapat menguasai 7-20 kata dan jargoning menjadi
lebih matang yang ditandai munculnya kata yang benar diantara kata yang tidak
benar pada usia 18 bulan, ia dapat mengucapkan kalimat pendek yang susunannya
belum benar misalnya: Joni minta, kasih joni, minta susu.
d. Kemampuan berbahasa setelah 18 bulan
Pada umur 21 bulan, perbendaharaan kata mencapai 50 kata, dan ia dapat
mengucapkan kalimat terdiri dari 2 kata. Ia sudah menggunakan kata saya atau
kamu walaupun seringkali belum tepat. Pada umur 30 bulan, kata saya atau
kamu sudah benar. Pada umur 3 tahun ia menguasai 250 kata dan dapat
membentuk kalimat terdiri 3 kata. Pada umur 4 tahun ia mulai bertanya mengenai
arti suatu kata, terutama yang abstrak. Ia dapat bercerita dan menggunakan
kalimat terdiri dari 4-5 kata.
4. Alat yang digunakan dalam Penilaian DDST
a. Alat peraga : benang wol, manik-manik, kubus warna merah kuning, hijau, biru,
permainan anak, botol kecil, bola teknis, bel kecil, kertas
b. Lembar formulir DDST
c. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap :
1) Tahap pertama : secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 1, 2,
dan 3 tahun
2) Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi
diagnostik yang lengkap.
5. Penilaian
Dari buku Tumbuh Kembang Anak, Soetjiningsih (2005) tentang bagaimana
melakukan penilaian, apakah lulus (Passed=P), gagal (Fail=F) ataukah anak tidak
mendapat kesempatan untuk melaksanakan tugas (No Opportunity=N.O) Kemudian
ditarik garis kronologis yang memotong garis horizontal tugas perkembangan
pada formulir DDST Setelah itu dihitung pada masing-asing sektor, berapa yang P
dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil test
diklasifikasikan dalam : normal, abnormal, meragukan (questionable) dan tidak dapat
ditest (untestable).
a. Abnormal
1) Bila didapat 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor / lebih
2) Bila dalam satu sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan
PLUS 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada
yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
b. Meragukan
1) Bila ada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih
2) Bila dalam satu sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang
sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
Tidak dapat di test.
3) Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil test menjadi abnormal atau
meragukan.
c. Tidak dapat ditest
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hail test menjadi abnormal atau
meragukan
d. Normal
Dalam pelaksanaan skrining dengan DDST ini, umur anak perlu ditetapkan
terlebih dahulu, dengan menggunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12
bulan untuk satu tahun. Bila dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan
ke bawah dan sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas. Perhitungan umur
adalah sebagai berikut misalnya budi lahir pada tanggal 23 Mei 2009 dari kehamilan yang
cukup bulan dan test dilakukan pada tanggal 5 Oktober 2011 , maka perhitungannya
sebagai berikut:
Umur Budi 2 tahun 4 bulan 12 hari, karena 12 hari adalah lebih kecil dari 15
hari maka, dibulatkan ke bawah sehingga umur Budi adalah 2 tahun 4 bulan.
Kemudian garis umur ditarik vertikal pada lembar DDST yang memotong kotak-kotak
tugas perkembangan pada ke-4 sektor.
Tugas-tugas yang terletak di sebelah kiri itu, pada umumnya telah dapat
dikerjakan oleh anak-anak seusia Budi, (2 tahun 4 bulan). Apabila Budi gagal
mengerjakan tugas tersebut (F) , maka berarti suatu keterlambatan pada tugas tersebut.
Bila tugas-tugas yang gagal dikerjakan itu terletak dalam kotak yang terpotong oleh garis
vertikel umur, maka ini bukan suatu keterlambatan, karena pada kontrol lebih lanjut masih
mungkin terdapat perkembangan lagi. Begitu pula pada kotak-kotak disebelah kanan garis
umur. Panjang ujung kotak sebelah kiri terdapat kode-kode R dan nomor. Kalau terdapat
kode R maka tugas perkembangan cukup ditanyakan pada orang tuanya,
sedangkan bila terdapat kode nomor maka tugas perkembangan di test sesuai
petunjuk dibaliknya formulir.
D. IMUNISASI
1. Defenisi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap
suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain.
2. Manfaat Imunisasi
a. Untuk Anak: Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian. Kelompok yang paling penting untuk
mendapatkan Imunisasi Imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang paling
peka terhadap penyakit dan ibu-ibu hamil serta wanita usia subur.
b. Untuk Keluarga:Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak
sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya
akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
c. Untuk Negara:Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan
berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
3. Sasaran Imunisasi
Sasaran imunisasi adalah :
a. Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)
b. Ibu hamil (awal kehamilan - 8 bulan)
c. Wanita usia subur (calon mempelai wanita)
d. Anak sekolah dasar (kelas I-VI)
4. Macam-Macam Kekebalan
Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi 2, yakni :
a. Kekebalan Tidak Spesifik (Non Specific Resistance)
Yang dimaksud dengan faktor-faktor non khusus adalah pertahanan tubuh pada
manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan dari suatu penyakit. Misalnya
kulit, air mata, cairan-cairan khusus yang keluar dari perut (usus), adanya refleks-
refleks tertentu, misalnya batuk, bersin dan sebagainya.

b. Kekebalan Spesifik (Specific Resistance)


Kekebalan spesifik dapat diperoleh dari 2 sumber, yakni :
1). Genetik
Kekebalan yang berasal dari sumber genetik ini biasanya berhubungan dengan
ras (warna kulit dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang kulit hitam (negro)
cenderung lebih resisten terhadap penyakit malaria jenis vivax. Contoh lain, orang
yang mempunyai hemoglobin S lebih resisten terhadap penyakit plasmodium
falciparum daripada orang yang mempunyai hemoglobin AA.
2). Kekebalan yang Diperoleh (Acquired Immunity)
Kekebalan ini diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang bersangkutan.
Kekebalan dapat bersifat aktif dan dapat bersifat pasif. Kekebalan aktif dapat
diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit tertentu. Misalnya anak yang telah
sembuh dari penyakit campak, ia akan kebal terhadap penyakit campak. Kekebalan
aktif juga dapat diperoleh melalui imunisasi yang berarti ke dalam tubuhnya
dimasukkan organisme patogen (bibit) penyakit.
Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta. Ibu yang telah
memperoleh kekebalan terhadap penyakit tertentu misalnya campak, malaria dan
tetanus maka anaknya (bayi) akan memperoleh kekebalan terhadap penyakit
tersebut untuk beberapa bulan pertama. Kekebalan pasif juga dapat diperoleh
melalui serum antibodi dari manusia atau binatang. Kekebalan pasif ini hanya
bersifat sementara (dalam waktu pendek saja).
3). Kekebalan Masyarakat (Heard Immunity)
Kekebalan yang terjadi pada tingkat komunitas disebut heard immunity.
Apabila heard immunity di masyarakat rendah, masyarakat tersebut akan mudah
terjadi wabah. Sebaliknya apabila heard immunity tinggi maka wabah jarang
terjadi pada masyarakat tersebut.
5. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kekebalan
Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan antara lain umur, seks, kehamilan, gizi
dan trauma.
a.Umur
Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan orang tua lebih
mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat muda atau usia tua lebih
rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin
disebabkan karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.
b. Seks
Untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan difteria lebih parah
terjadi pada wanita daripada pria.
c.Kehamilan
Wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan terhadap penyakit-
penyakit menular tertentu misalnya penyakit polio, pneumonia, malaria serta
amubiasis. Sebaliknya untuk penyakit tifoid dan meningitis jarang terjadi pada wanita
hamil.
d. Gizi
Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap
penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan
seseorang terhadap penyakit infeksi.
e.Trauma
Stres salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab kerentanan
seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu.
6. Jenis-Jenis Imunisasi
Pada dasarnya ada 2 jenis imunisasi, yaitu :
a. Imunisasi Pasif (Pasive Immunization)
Imunisasi pasif ini adalah immunoglobulin. Jenis imunisasi ini dapat mencegah
penyakit campak (measles pada anak-anak).
b. Imunisasi Aktif (Active Immunization)
1). Imuniasi yang diberikan pada anak adalah :
2). BCG untuk mencegah penyakit TBC
3). DPT untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis, dan tetanus.
4). Polio untuk mencegah penyakit poliomielitis.
5). Campak untuk mencegah penyakit campak (measles).
Imunisasi pada ibu hamil dan calon pengantin adalah imunisasi tetanus toksoid.
Imunisasi ini untuk mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang dilahirkan.
7. Jadwal Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi pada bayi, ibu hamil, anak kelas I dan kelas VI sekolah dasar dan
calon pengantin mengikuti ketentuan jadwal sebagai berikut :

No Jenis vaksin Jumlah vaksin Selang pemberian Sasaran

1 BCG I kali - Bayi 0-11 bulan

2 DPT 3 kali (DPT 1,2,3) 4 minggu Bayi 2-11 bulan

3 Polio 3 kali 4 minggu Bayi 2-11 bulan

4 Campak 1 kali - Bayi 9-11 bulan

E. MTBS
1. Defenisi MTBS
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu pendekatan
keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang dating berobat ke fasilitas rawat jalan
pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia,
diare, campak, malaria, DHF, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif serta
preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian
makan yang bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi dan Anak Balita serta
menekan morbiditas untuk penyakit tersebut.
2. Sejarah Terbentuknya MTBS

Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996.
Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Modul tersebut digunakan
dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatih dari SEARO. Sejak itu
penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS
dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu
kesehatan anak melalui IDAI.
Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun
belum seluruh Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum adanya
tenaga kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga
kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen dari
Pimpinan Puskesmas, dll. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari Dinas
Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program Kesehatan
Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun
2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi
kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal
60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut.

3. Proses Manajemen Kasus


Tujuan pelayanan kesehatan anak adalah untuk menfasilitasi kesehatan yang
optimal dan kesejahteraan bagi anak dan keluarganya. Hal ini berhubungan dengan
aktifitas yang saling berkaitan antara masalah surveilans dan manajemen, masalah
pencegahan/preventif, promosi kesehatan dan koordinasi pelayanan pada anak dengan
kebutuhan khusus.
Perhatian tradisional yang berfokus pada diagnosis dan manajemen saat ini telah
berkembang dengan skrining penyakit dan mendeteksi tanda-tanda dini yang
asimtomatik di populasi. Para petugas kesehatan telah mengakui manfaat dari program
upaya preventif/pencegahan. Contohnya adalah program imunisasi pada kegiatan rutin,
juga program deteksi dini dan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan
dasar. Penekanan yang terbaru adalah berkaitan dengan konsep promosi kesehatan yang
mengutamakan kesehatan yang optimal dan kesejahteraan anak daripada hanya
penanganan saat ada masalah
Proses manajeman kasus disajikan dalam satu bagan yang memperlihatkan
urutan langkah-langkah dan penjelasan cara pelaksanaannya. Bagan tersebut
menjelasakan langkah-langkah berikut ini:
a. Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan 5 tahun.
Menilai anak sakit, berarti melakukan penilaian dengan cara anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Sedangkan membuat klasifikasi dimaksudkan membuat sebuah
keputusan mengenai kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat
keparahannya. Klasifikasi merupakan suatu katagori untuk menentukan tindakan,
bukan sebagai diagnosis spesifik penyakit.
b. Menentukan tindakan dan memberi pengobatan
Adalah merupakan penentuan tindakan dan member pengobatan di fasilitas
kesehatan yang sesuai dengan setiap klasifikasi, memberi obat untuk diminum di
rumah dan juga mengajari ibu tentang cara memberikan obat serta tindakan lain
yang harus dilakukan di rumah.
c. Memberi konseling bagi ibu
Konseling berarti mengajari atau menasehati ibu yang mencakup mengajukan
pertanyaan, mendengarkan jawaban ibu, memuji, memberikan nasehat yang relevan,
membantu memecahkan masalah dan mengecek pemahaman ibu. Juga termasuk
menilai cara pemberian makan anak, memberi anjuran pemberian makan yang baik
untuk anak serta kapan harus membawa anaknya kembali ke fasilitas kesehatan.
d. Memberi pelayanan tindak lanjut
Adalah menentukan tindakan dan pengobatan pada saat anak datang untuk
kunjungan ulang.
e. Manajemen terpadu bayi muda umur 1 hari 2 bulan
Meliputi menilai dan membuat klasifikasi, menentukan tindakan dan memberi
pengobatan, konseling dan tindak lanjut pada bayi umur 1 hari sampai 2 bulan baik
sehat maupun sakit. Pada prinsipnya, proses manajemen kasus pada bayi muda umur
1 hari 2 bulan tidak berbeda dengan anak sakit umur 2 bulan 5 tahun.
4. Klasifikasi Manajemen Terpadu Balita Sakit
a. Umur 1 hari- 2 bulan
1) Penilaian Tanda dan Gejala

Pada penilaian tanda dan gejala yang pertama kali dilakukan pada balita umur 1
hari sampai 2 bulan adalah:

a) Pertama menilai adanya kejang

b) Kedua, adanya tanda atau gejala gangguan nafas seperti adanya henti nafas
lebih dari 20 detik

c) Ketiga, adanya tanda dan gejala hipotermia seperti penurunan suhu tubuh

d) Keempat, adanya tanda atau gejala kemungkinan infeksi bakteri seperti


mengantuk atau letargi atau tidak sadar
e) Kelima, adanya tanda atau gejala ikterus

f) Keenam, adanya tanda atau gejala gangguan saluran cerna seperti muntah
segera setelah minum

g) Ketujuh, adanya tanda atau gejala diare

h) Kedelapan, adanya tanda atau gejala kemungkinan berat badan rendah dan
masalah pemberian ASI

2) Penentuan Klasifikasi dan Tingkat Kegawatan

a) Penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan ini digunakan untuk


menentukan sejauh mana tingkat kegawatan dari keadaan bayi yang didapat
dari masing-masing tanda dan gejala, adalah sebagai berikut:

b) Klasifikasi kejang. Apabila ditemukan tanda tremor yang disertai adanya


penurunan kesadaran, terjadi gerakan yang tidak terkendali pada mulut, mata
atau anggota gerak lain, mulut mencucu dan sebagainya.

c) Klasifikasi gangguan nafas. Apabila ditemukan adanya henti nafas (apnea)


lebih dari 20 detik, nafas cepat 60 kali per menit, nafas lambat 30 kali per
menit, tampak sianosis, adanya tarikan dada sangat kuat.

d) Klasifikasi hipotermia. Sedang: Apabila ditemukan suhu tubuh pada bayi


sekitar 36-36,4 C serta kaki atau tangan teraba dingin yang dapat disertai
adanya gerakan pada bayi yang kurang normal. Hipotermia berat: apabila
suhu tubuh kurang dari 36 derajat celcius.

e) Klasifikasi kemungkinan infeksi bakteri. Pertama infeksi bakteri sistemik


apabila ditemukan anak selalu mengantuk/letargis atau tidak sadar, kejang,
terdapat gangguan nafas. Kedua infeksi lokal berat bila ditemukan nanah
pada daerah mata keluar dari telinga, tali pusar atau umbilicus terjadi
kemerahan. Ketiga infeksi bakteri lokal bila ditemukan adanya nanah yang
keluar dari mata akan tetapi jumlahnya masih sedikit, bau busuk, terjadi
kerusakan kulit yang sedikit, tali pusat atau umbilicus tampak kemerahan.
f) Klasifikasi ikterus. Pada ikterus patologi bila ditemukan adanya kuning pada
hari kedua setelah lahir. Pada ikterus fisiologis dapat terjadi bila terjadi
kuning pada umur 3 hari sampai 14 hari.

g) Klasifikasi gangguan cerna. Dijumpai bila tanda sebagai berikut; muntah


segera setelah minum, atau berulang, berwarna hijau, gelisah, rewel dan
perut bayi kembung.

h) Klasifikasi diare. Diare dehidrasi berat, jika terdapat tanda seperti letargis
atau mengantuk atau tidak sadar, mata cekung serta turgor jelek. Diare
dehidrasi sedang jika ditemukan tanda seperti gelisah atau rewel, mata
cekuung serta turgor kulit jelek. Diare tanpa dehidrasi bila hanya ada salah
satu tanda dehidrasi berat atau ringan.

i) Klasifikasi BB rendah atau masalah pemberian ASI. Jika ditemukan tanda


seperti bayi sangat kecil, BB kurang dari 200 gram umur kurang 28 hari,
tidak bisa minum ASI, tidak melekat sama sekali, tidak mampu menghisap
ASI.

b. Umur 2 bulan- 5 tahun


1) Penilaian tanda dan gejala

Pada penilaian tanda dan gejala pada bayi umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun
ini yang dinilai adalaha da tidaknya tanda bahaya umum (tidak bisa minum atau
menetek, muntah, kejang, letargis atau tidak sadar) dan keluhan seperti batuk atau
kesukaran bernafas, adanya diare, demam, masalah telinga, malnutrisi, anemia
dan lain-lain.

a) Penilaian pertama, kleuhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum,
tarikan dinding dada ke dalam, stridor, nafas cepat.

b) Penilaian kedua, keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis, mata cekung,
tidak bisa minum atau malas makan, turgor jelek, gelisah, rewel, haus atau
banyak minu.

c) Penilaian ketiga, tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umum,
kaku kuduk dan adanya infeksi lokal.
d) Penilaian keempat, tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga, adanya
pembengkakkan.

e) Penilaian kelima, tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus,
bengkak pada kedua kaki, telapak tangan pucat dan sebagainya.

2) Penentuan klasifikasi tingkat kegawatan

a) Klasifikasi pneumonia. Berat, jika adanya tanda bahaya umum, tarikan


dinding dada ke dalam, adanya stridor. Pneumonia jika ditemukan tanda
frekuensi nafas yang sangat cepat. Batuk bukan pneumonia, bila tidak ada
pneumonia dan hanya keluhan batuk.

b) Klasifikasi dehidrasi. Berat, bila ada tanda dan gejala seperti letargis, mata
cekung, turgor jelek seklai. Ringan atau sedang dengan tanda gelisah, rewel,
mata cekung, haus, turgor jelek. Diare tanpa dehidrasi, bila tidak cukup
tanda adanya dehidrasi.

c) Klasifikasi diare persisten. Jika ditemukan diare sudah lebih dari 14 hari
dengan dikelompokkan menjadi dua kategori persisten berat, jika adanya
tanda dehidrasi dan diare persisten bila tidak ditemukan tanda dehidrasi.

d) Klasifikasi disentri. Bila diare disertai dengan darah dalam tinja atau
diarenya bercampur dengan darah.

e) Klasifikasi resiko malaria. Bila ditemukan bahaya umum dan disertai


dengan kaku kuduk.

f) Klasifikasi campak. Campak dengan komplikasi berat, jika ditemukan


adanya tanda bahaya umum, terjadi kekeruhan pada kornea mata, adanya
luka di daerah mulut. Campak dengan komplikasi pada mata atau mulut bila
ditemukan tanda mata bernanah serta luka dimulut dan ketiga klasifikasi
campak bila hanya tanda khas campak.
g) Klasifikasi demam berdarah dengue. Bila terjaid demam yang kurang dari 7
hari.

h) Klasifikasi status gizi. Gizi buruk dan atau anemia berat, bila BB sangat
kurus, adanya bengkak pada kedua kaki serta pada telapak tangan
ditemukan kepucatan. Klasifikasi dibawah garis merah dan atau anemia bila
ditemukan tanda telapak tangan agak pucat, BB menurut umur di bawah
garis merah dan ketiga, tidak bawah garis merah dan tidak anemia bila tidak
ada tanda di atas.
c.

Anda mungkin juga menyukai