Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah
satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf
pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi
dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.
Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit
yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B ditemukan
pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab
meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang
disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada
usia 0 4 tahun dan 15 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan
Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 100 per 100.000 populasi pada anak
kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia,
dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan
gangguan pendengaran 28%.
Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya
gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai
peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari
gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan
manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik
memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus,
gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi. Oleh
karena itu sangat diperlukan tenaga kesehatan perawat yang kompeten dalam melakukan
asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis.

1.2 Rumusan Masalah


1.

Bagaimana konsep dasar penyakit meningitis?

2.

Bagaimana konsep asuhan keperawatan anak dengan meningitis?

1.3 Tujuan Penulisan


1.

Tujuan Umum

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Anak I pada semester IV, dan di
harapkan bagi mahasiswa agar mampu memahami tentang konsep dasar penyakit
persyarafan, meningitis pada anak dan dapat membuat asuhan keperawatan anak dengan
meningitis.
2.
1.

Tujuan Khusus
Mahasiswa mengetahui dan mampu memahami konsep dasar penyakit meningitis

meliputi:
a.

Definisi meningitis

b.

Etiologi meningitis

c.

Manifestasi klinis meningitis

d.

Patofisiologi meningitis

e.

Komplikasi meningitis

f.

Penatalaksanaan pada meningitis

2.

Mahasiswa mengetahui dan mampu membuat konsep asuhan keperawatan anak dengan

meningitis meliputi:
a.

Pengkajian

b.

Pemeriksaan penunjang

c.

Diagnosa dan intervensi keperawatan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Penyakit
A.

Definisi
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spiral

column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat. (Suriadi, 2006)
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur. (NANDA, 2012)
Meningitis merupakan keradangan pada daerah meningen, meningitis itu sendiri terdiri atas
meningitis tuberculosis, yang disebabkan oleh bakteri dan meningitis virus atau disebut
nonpurulen meningitis atau istilahnya disebut aseptic meningitis yang disebabkan oleh virus.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2006)
Meningitis adalah peradangan pada meninges, membran dari otak dan sumsum tulang
belakang. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur), tetapi
juga dapat diproduksi oleh iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker dan kondisi
lainnya. (WHO, 2014)
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah
satu dari mikroorganisme pneumokok, meningokok, stafilokok, streptokok, hemophilus
influenza dan bahan aseptis (virus).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter,
araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis
yang superfisial.

B.

Klasifikasi

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak,
yaitu :
1.

Meningitis purulenta
Meningitis purulenta ada yang disebabkan metastasis infeksi dari tempat lain yang

menyebar melalui darah. Penyebabnya ialah meningokok (Neisseria meningitidisis),


pneumokok (Diplococcus pneumoniae), haemophilus influenzae.Ada pula yang timbul
karena perjalanan radang langsung dari radang tulang tengkorak, mastoiditis misalnya, dari
tromboflebitis atau pada luka tembus kepala.Penyebabnya ialah streptokok, stafilokok,

kadang-kadang

pneumokok.Likuor

serebrospinal

keruh

kekuning-kuningan

karena

mengandung pus, nanah.Nanah ialah campuran leukosit hidup dan yang mati, jaringan yang
mati dan bakteri.
Pada permulaan gejala awal meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang
terus menerus, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri
pada punggung dan sendi, setelah 12-24 jam tibul gambaran klinis meningitis yang lebih khas
yaitu nyeri pada kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam, tanda-tanda selaput
otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan,
penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukkan perubahan mental seperti
bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan koma yang berat dapat terjadi herniasi otak
sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
2.

Meningitis serosa
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa.Penyebab lain seperti lues,

virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.Likuor serebrospinal jernih meskipun mengandung


jumlah sel dan protein yang meninggi.
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang
dewasa.Meningitis tuberculosis terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer,
biasanya dari paru-paru.Meningitis bukan terjadi karena terinfeksi selaput otak langsung
penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada
permukaan otak, sumsum tuang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam
rongga arachnoid.
Tuberculosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa.Pada
meningitis tuberculosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang
terlambat.Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi,
hydrocephalus akibat sumbatan, reabsorpsi berkuran atau produksi berlebihan dari likuor
serebrospinal.Anak juga bisa menjadi tuli atau buta dan kadang-kadang menderita retardasi
mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulanya pelan.Terdapat panas yang tidak terlalu
tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri
otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai
tanda-tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi
hemiparases dan kerusakan syaraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII, N VIII sampai
akhirnya kesadaran menurun.

Sedangkan berdasarkan etologinya meningitis terbagi atas:


a.

Meningitis Bakterial
Meningitis bakterial

merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh meningen,

dimana organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan subarahnoid.


Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi dengan angka kematian sekitar
25 %.
Meningitis bacterial adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai dengan
peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya
bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal.
Meningitis purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa pus,
disebabkan oleh kuman non spesifik dan nonvirus.
Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat
akan mendapatkan hasil yang baik.

Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai

meningitis purulen atau meningitis septik.


Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus
pneuemonia

(pneumococcus),

Neisseria

meningitides,

Haemophilus

influenza,

(meningococcus), Staphylococcus aureus dan Mycobakterium tuberculosis.


Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), bakteri ini penyebab tersering meningitis akut,
dan paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak.

Neisseria

meningitides (meningococcus) bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah


Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas
bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.Haemophilus
influenza, Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat
menyebabkan meningitis.Jenis bakteri ini sebagai penyebab terjadinya infeksi pernafasan
bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis.Pemberian vaksin (Hib vaksin) telah
membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri
jenis ini.Staphylococcus aureus, Mycobakterium tuberculosis jenis hominis.
Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Diplococcus pneumonia dan
Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negatif.Pada anak-anak bakteri tersering adalah
Hemophylus influenza, Neiseria meningitidis dan Diplococcus pneumonia. (Satyanegara,
2010)

b.

Meningitis Virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik.Sering terjadi akibat lanjutan

dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles, mumps, herpes simplek, dan
herpes zoster.
Meningitis virus adalah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang akut
dengan gejalah rangsang meningeal,pleiositosis

dalam likuor serebrospinalis dengan

deferensiasi terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak lama dan selflimited tanpa


komplikasi.
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA
(ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus RNA adalah
enterovirus (polio), arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis,
morbili). Sedangkan contoh virus DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS).
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti semula (penyembuhan
secara komplit).
Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut, meningoensepalitis akut atau ensepalitis akut.Derajat ringan akut meningo-ensepalitis mungkin terjadi
pada banyak infeksi virus akut, biasanya terjadi pada anak-anak, sedangkan pada pasien
dewasa tidak teridentifikasi.
c.

Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit oportunistik

yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga sulit.
Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa meningitis
(paling sering) dan proses desak ruang (abses atau kista).
Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30-40% dan insidensinya
meningkat seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan penurunan daya tahan tubuh.
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur, disebabkan oleh infeksi
jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada pasien acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS).
C.

Etiologi

a.

Bakteri

Merupakan penyebab tersering dari meningitis.Adapun beberapa bakteri yang secara umum
diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah:

Haemophillus influenza

Nesseria meningitides (meningococcal)

Diplococcus pneumoniae (pneumococca)

Streptococcus, grup A

Staphylococcus aureus

Escherichia coli

Klebsiella

Proteus

Pseudomonas

b.

Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh

sendiri.Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem
nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem
vaskuler.Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus seperti: campak, mumps, herpes
simplek, dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sel
mengalami nekrosis.Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter
yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
c.

Faktor predisposisi
Jenis kelamin: laki-laki lebih sering dibandingkan wanita.

d.

Faktor maternal
Ruptur membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.

e.

Faktor Imunologi
Defesiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobin, anak yang mendapat obat
imunosupresi.

f.

Faktor resiko terjadinya meningitis :

1)

Infeksi sistemik

Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan oleh bakteri terdiri atas faktor pencetus
sebagai berikut diantaranya adalah :
a.

Otitis media

b.

Pneumonia

c.

Sinusitis

d.

Sickle cell anemia

e.

Fraktur cranial, trauma otak

f.

Operasi spinal

g.

Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh

seperti AIDS.
2)

Trauma kepala

Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang
memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorrhea
3)

Kelainan anatomis

Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi
cranium.
D.

Manifestasi Klinis
Neonatus : menolak untuk makan, reflex menghisap kurang, muntah atau diare, tonus

otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.

Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan

perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi,
perilaku agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Tanda kernig dan
brudzinski positif, reflex fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus (menunjukkan adanya
infeksi meningococcal).

Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : demam, malas makan, muntah,

mudah terstimulasi, kejang, menangis dan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan
tanda kernig dan Brudzinsky positif.
E.

Patofisiologi

Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak
dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid
dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui
villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak
melalui aliran darah di dalam pembuluh darah otak.Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret
telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena
hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang
masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme

yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan
ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal
yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat
menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.
F. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain:
1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena
adanya desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya
cairan dari lapisan otak ke daerah subdural.
2. Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada meningen
dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun
hematogen termasuk ke ventrikuler.
3. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi
Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga
memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis.
Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di intrakranial.
4. Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena
meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.
5. Epilepsi
6. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang
sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat
menyimpan memori.
7. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas
atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk
pengobatan.
G.

Penatalaksanaan

a.

Penatalaksanaan Terapeutik

Isolasi
Terapi antimikroba: antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil kultur, diberikan

dengan dosis tinggi melalui intravena.


Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan dan mencegah

kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema.


Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi
heparin pada anak yang mengalami DIC,

b.

Mengontrol kejang: pemberian terapi antiepilepsi


Mempertahankan ventilasi
Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
Penatalaksanaan syok bacterial
Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
Memperbaiki anemia
Penatalaksanaan Medis

o
o
o
o
o
o
o

Antibiotik sesuai jenis agen penyebab


Steroid untuk mengatasi inflamasi
Antipiretik untuk mengatasi demam
Antikonvulsant untuk mencegah kejang
Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan
Pembedahan: seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).
Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau
ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan anak
atau tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena anak yang menderita meningitis sering
datang dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah,
pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan yang

kurang akibat kesadaran yang menurun.


o Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal diberikan
diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah kejang dapat diatasi
maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonatus 30 mg, anak kurang
dari 1 tahun 50 mg sedangkan yang lebih 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan
fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan selama 2 hari.
Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5
mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian diazepam selain untuk
menurunkan kejang juga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena selain hasil
toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
o Penempatan pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya
dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat membangkitkan kejang
pada anak karena peningkatan rangsangan depolarisasi neuron yang dapat
berlangsung cepat.
o Pembebasan jalan nafas denga menghisap lendir melalui section dan memposisikan
anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan pembebasan jalan nafas
dipadu dengan pemberian oksigen untuk mensupport kebutuhan metabolisme yang
meningkat selain itu mungkin juga terjadi depresi pusat pernafasan karena
peningkatan tekanan intrakranial sehingga perlu diberikan oksigen bertekanan lebih

tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran pernafasan. Pemberian oksigen pada anak
dengan meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi melalui masker
oksigen.
o Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang
sering dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-400mg/KgBB dibagi dalam 6 dosis
pemberian secara intrevena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB
dibagi dalam 4 dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui
kultur dari pembelian cairan serebrospinal melalui lumbal fungtio.
c.

Penatalaksanaan di Rumah:
o Tempatkan anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu panas dan
tidak terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi mensupport penyediaan
oksigen lingkungan yang cukup karena anakyang menderita demam terjadi
peningkatan metabolisme aerobik yang praktis membutuhkan masukan oksigen yang
cukup. Selain itu ruangan yang cukup oksigen juga berfungsi menjaga fungsi saluran
pernafasan dapat berfungsi dengan baik. Adapun lingkunganyang panas selain
mempersulit perpindahan panas anak ke lingkungan juga dapat terjadi sebaliknya
kadang anak yang justru menerima paparan sinar dari lingkungan.
o Tempatkan anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi kepala miring
hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya jalan nafas
sehingga mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan.
o Berikan kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan demam. Kompres
ini berfungsi memindahan panas anak melalui proses konduksi. Perpindahan panas
anak biar dapat lebih efektif dipadukan dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga
panas tubuh anak mudah berpindah ke lingkungan.
o Berikan anak obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak). Untuk patokan
umum dosis dapat diberikan anak dengan usia sampai 1 tahun 60 120 mg, 1-5 tahun
120-150 mg, 5 tahun ke atas 250-500 mg yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.
o Anak diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata kebutuhan
30-40 cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk mengganti cairan yang
hilang karena peningkatan suhu tubuh juga berfungsi untuk menjaga kelangsungan
fungsi sel tubuhyang sebagian besar komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan
minuman hangat dapat membantu mengencerkan sekret yang kental pada saluran
pernafasan.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A.

Pengkajian
Riwayat keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat

pembedahan pada otak, cedera kepala

Pada neonatus : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, refleks menghisap kurang,

muntah dan diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menagis lemah

Pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang

diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia,
delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk,
opistotonus, tanda kernig dan Brudzinsky positif, reflex fisiologis hiperaktif, petchiae atau
pruritus.

Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam, malas makan,

muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dangan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku
kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky positif.
B.

Pemeriksaan Penunjang
Lumbal Pungsi:

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein, cairan
serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.

Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein

meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.

Glukosa & dan LDH : meningkat.

LED/ESRD: meningkat.

CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.

Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.

Kultur Darah

Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan

B.

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1.

Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial

Tujuan :
-

Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit

Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil

Tanda-tanda vital dalam batas normal

Rasa sakit kepala berkurang

Kesadaran meningkat

Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan

intrakranial yang meningkat.


I

: Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal

:Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya
herniasi otak

: Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.

:Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt

:Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada
hipertensi sistolik

: Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik


berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan
vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan
diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi.

: Monitor intake dan output

: Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi


terutama pada pasien yang tidak sadar, nausea yang menurunkan intake per oral

: Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan
napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.

: Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen.


Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari
efek valsava

Kolaborasi
I

: Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.

: Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi


cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral

: Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen

: Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel
dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral

: Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.

: Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.


Menurunkan edema serebri, Menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang.

2.

Nyeri sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak

Tujuan
-

Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol

Kriteria hasil:
-

Pasien dapat tidur dengan tenang

Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Mandiri
I

: Pantau berat ringan nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala nyeri

: Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakansehingga memudahkan pemberian


intervensi

:Pantau saat muncul awitan nyeri

: Menghindari pencetus nyeri merupakansalah satu metode distraksi yang efektif

: Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang

: Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya


dan menganjurkan pasien untuk beristirahat

: Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata

: Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak

: Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati

: Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit /
disconfort

Kolaborasi
I

: Berikan obat analgesic

: Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan: Narkotika merupakan


kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.

3.

Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status

mental dan penurunan tingkat kesadaran


Tujuan:
-

Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran

Independent
I

: monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya

: Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

: Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat pasien.

: Melindungi pasien bila kejang terjadi

: Pertahankan bedrest total selama fae akut

: Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi

Kolaborasi
I

: Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.

: Untuk mencegah atau mengurangi kejang.

Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.


4.

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan:
-

Suhu tubuh klien menurun dan kembali normal.

Kriteria hasil:
-

Suhu tubuh 36,5 - 37,5 C

: Ukur suhu badan anak setiap 4 jam

: suhu 38,9 41,1 menunjukkan proses penyakit infeksius

: Pantau suhu lingkungan

: Untuk mempertahankan suhu badan mendekati normal

: Berikan kompres hangat

: Untuk mengurangi demam dengan proses konduksi

: Berikan selimut pendingin

: Untuk mengurangi demam lebih dari 39,5 0C

: Kolaborasi dengan tim medis : pemberian antipiretik

: Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya di hipotalamus

5.

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

Tujuan:
-

Anak dapat mempertahankan fungsi sensori

Kriteria hasil:
-

Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual,

mendemontrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap hasil.


INTERVENSI
RASIONALISASI
Kaji tingkat kesadaran sensorik
Tingkat kesadaran sensorik yang buruk dapat meningkatkan resiko terjadinya injury
Kaji reflek pupil, extraocular movement, respon terhadap suara, tonus otot dan reflek-reflek
tertentu
Penurunan reflek menandakan adanya kerusakan syaraf dan dapat berpengaruh terhadap
keamanan pasien
Hilangkan suara bising
Menurunkan stimulan dari lingkungan
Bertingkah laku tenang, konsisten, bicara lambat dan jelas
Dapat membantu memudahkan pasien dalam berkomunikasi dan meningkatkan pemahaman
anak

6.

Resiko (penyebaran) infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan terhadap

infeksi
Tujuan:
-

Anak akan mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa penyebaran infeksi

endogen atau keterlibatan dengan orang lain


INTERVENSI
RASIONALISASI

Pertahankan teknik aseptic dan cuci tangan baik pasien, pengunjung maupun staf
Menurunkan pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran infeksi, mencegah
pemajanan pada individu terinfeksi (mis: individu yang mengalami infeksi saluran pernafasan
atas)
Pantau dan catat teratur tanda-tanda klinis dari proses infeksi
Terapi obat akan diberikan secara terus menerus selama lebih dari 5 hari setelah suhu turun
(kembali normal) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis terus merupakan
indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai dengan
berminggu-minggu atau berbulan-bulan atau penyebaran pathogen secara hematogen/sepsis
Ubah posis pasien secara tertatur setiap 2 jam
Mobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko
terjadinya komplikasi terhadap pernafasan
Catat karakteristik urine seperti warna, kejernihan dan bau
Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko terhadap infeksi kandung
kemih/ginjal/awitan sepsis
Kolaborasi dengan tim medis : pemberian antibiotic
Obat yang dipilih tergantung infeksi dan sensitifitas individu.
Catatan: obat cranial mungkin diindikasikan untuk basillus gram negative, jamur, amoeba
7.

Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,

mual, muntah
Tujuan:
-

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada anak tidak

terjadi
Kriteria Hasil:
-

Masukan nutrisi adekuat

Tidak mengalami penurunan BB

INTERVENSI

RASIONALISASI
Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi
Berpengaruh terhadap pemilihan jenis makanan
Hindari makanan yang memperburuk mual dan muntah
Meminimalkan mual dan muntah
Anjurkan menyajikan diet dalam keadaan hangat
makanan hangat meminimalkan risiko muntah
Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan
Timbang BB setiap hari
Menunjukkan status nutrisi
Auskultasi bising usus
Menentukan respon makan atau berkembangnya komplikasi
Kolaborasi dengan tim gizi
Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan nutrisi pasien
8.

Ansietas berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung (hospitalisasi)

Tujuan:
-

Ansietas pasien berkurang

Kriteria Hasil:
-

Pasien/keluarga dapat mengikuti dan mendiskusikan rasa takut

Pasien/keluarga dapat mengungkapkan kekurang pengetahuan tentang situasi

Pasien/keluarga tampak rileks dan tenang

Pasien/keluarga melaporkan ansietas berkurang

INTERVENSI
RASIONALISASI

Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien/keluarga


Gangguan kesadaran dapat mempengaruhi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya.
Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimanainformasi tersebut dapat diterima individu
Berikan penjelasan hubungan proses penyakit dengan tanda gela
Meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidak tahuan serta dapat
membantu menurunkan ansietas
Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatiandan berikan informasi mengenai prognosa
penyakit
Penting untuk menciptakan kepercayaan karena diagnose meningitis mungkin menakutkan,
ketulusan dan informasi yang akurat dapat memberikan keyakinan kepada pasien dan juga
keluarga
Libatkan pasien/keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-hari, membuat
keputusan sebanyak mungkin
Meningkatkan perasaan control terhadap diri dan meningkatkan kemandirian
Lindungi privasi klien jika terjadi kejang
Memperhatikan kebutuhan privasi klien, memberikan peningkatan akan harga diri dan
melindungi pasien dari rasa lalu

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

Meningitis merupakan peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. Yang disebabkan oleh
bakteri, virus, faktor maternal dan faktor imunologi. Berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak adalah meningitis serosa dan meningitis purulenta, sedangkan berdasarkan
etiologinya meningitis dibedakan atas meningitis bakteri, meningitis virus dan meningitis
jamur. Meningitis purulent adalah adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang

meliputi otak dan medula spinalis dan Meningitis serosa ( bakteri ) merupakan peradangan
yang disebabkan oleh organisme pada bakteri seperti meningococcus, staphylococcus,
Baccilus influenza, Baccilus tubercula, Neiserria meningitides, sreptococus pnemoniae (pada
dewasa), haimopilus influenza (pada anak-anak dan remaja).
3.2 Saran
1.

Tenaga kesehatan

Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang meningitis dan
problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita memberikan informasi atau health
education mengenai meningitis kepada para orang tua anak yang paling utama.
2.

Masyarakat

Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya meningitis dan
meningkatkan pola hidup yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Perawatan Bayi dan Anak.Jakarta: Depkes RI Pusat Pendidikan
Tenaga Kesehatan
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Riyadi,Sujono.2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit.Yogyakarta: Gosyen
Publising
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah

Ed.8.

Jakarta:

EGC

dalam

http://askep-

asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-meningitis.html diakses pada 1 Mei


2014
Suriadi, Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: PT. Penerbitan
Penebar Swadaya
Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis,
And

Outcome.Ed.

5.

Jakarta:

EGC

dalam

http://askep-

asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-meningitis.html diakses pada 1 Mei


2014

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai