Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. SKENARIO
IDENTITAS PASIEN
1. Nama : An.A
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Lahir pada tanggal/umur : 05 November 2019/1 tahun 5 bulan
4. Kebangsaan : Indonesia
5. Agama : Islam
6. Suku Bangsa : Bugis
7. Nama ibu : Ny. R
8. Usia ibu : 27 Tahun
9. Pekerjaan ibu : IRT
10. Pendidikan terakhir ibu : SMA
11. Nama ayah : Tn. A
12. Usia ayah : 29 Tahun
13. Pekerjaan ayah : Dosen
14. Pendidikan terakhir ayah : S1
15. Alamat : Jln.
16. Tanggal masuk ruangan /jam : 12 Mei 2021/12.30 Wita
17. Tanggal keluar ruangan /jam : 18 Mei 2021/03.50 Wita
18. Jumlah hari perawatan : 6 Hari
19. Diagnosis : Kejang Demam Sederhana
20. Anamnesis diberikan oleh : Orang tua pasien
21. Family Tree
2

KELUHAN UTAMA :
Kejang Demam

ANAMNESIS :

Seorang pasien anak laki-laki berusia 1 tahun 5 bulan masuk ke rumah sakit dengan
keluhan kejang pada kedua tangannya yang dialami dirumah 1 jam sebelum masuk rumah
sakit sebanyak 1 kali yang berdurasi >5 menit. Saat kejang, kedua tangan mengalami
kekakuan selama 2 menit. Sebelum kejang, pasien juga mengalami demam 1 hari sebelum
masuk rumah sakit yang bersifat countinus dengan suhu badan 38,50C dan akhirnya
mengalami kejang. Menurut ayah pasien, pasien juga mengalami batuk berdahak sejak 1
bulan yang lalu dan sudaaah diberikan obat puyer batuk sebelumnya. Mual (-), muntah, (-),
menggigil (-), sesak napas (-). Nafsu makan baik. BAK lancar dan BAB biasa

RIWAYAT KEHAMILAN IBU :

Riwayat kehamilan ibu G1P1A0 dengan riwayat antenatal care (ANC) rutin di puskesmas
Sidoarjo.Tidak ada riwayat hipertensi,diabetes dan anemia selama kehamilan. Riwayat bayi
lahir secara normal dirumah sakit dibantu bidan dan dokter dengan BBL: 3100 gr dan
panjang badan lahir 32 cm , lahir cukup bulan , sesuai masa kehamilan, dan lahir langsung
menangis.

PEMERIKSAAN FISIK :

Tanda Vital

Nadi : 136 kali/menit

Pernafasan : 23 kali/menit

Suhu : 38,5 0C

Tensi :-

KEJANG

Tipe : Tonik

Lamanya : >5 menit


3

Kulit

Warna : Kuning Langsat - Turgor : <2 detik

Efloresensi : (-) - Tonus : Baik

Pigmentasi : (-) - Oedema : (-)

Jaringan parut : (-)

Lapisan lemak : (-)

Lain- lain : (-)

Kepala

Bentuk : Normocephal

Rambut : Berwarna hitam, tidak mudah tercabut

Ubun-Ubun Besar : Terbuka

Mata :

Exophthalmus/Enophthalmus : (-/-)

Conjungtiva : Anemis (-/-)

Sclera : Ikterik (-/-)

Pupil : Isokor (+/+), RCL (+/+), RCTL (+/+)

Lensa : Tidak dilakukan pemeriksaan

Fundus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Gerakan : Tidak dilakukan pemeriksaan

Telinga : Otorrhea (-/-)

Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)

Mulut
4

Bibir : kering (-), sianosis (-)

Lidah : kotor (-)

Gigi : lengkap

Selaput mulut : tidak ada stomatitis angularis

Gusi : tidak ada perdarahan

Bau pernapasan : normal

Tenggorokan

Tonsil : Tonsil T1/T1

Faring : Mukosa hiperemis (-), dinding tidak rata (-)

Kelenjar : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Leher

Trachea : Letak ditengah

Kelenjar : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Kaku kuduk : (-)

Lain-lain : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

Thorax

Bentuk : Normothorax - Xiphosternum : Tidak ada

Rachitic Rosary : Tidak ada - Harrison’s groove : Tidak ada

Ruang Intercostal : Normal - Pernapasan paradoxal : Tidak ada

Precordial Bulging : Tidak ada - Retraksi : (-)

Lain-lain: : Tidak ada

Paru-paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral, retraksi intercostal (-)


5

Palpasi : Vokal fremitus (+) normal kiri dan kanan, massa (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : Bronchovesikuler (+/+), Ronkhi(-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

Detak jantung : 97 x / menit

Ictus : Ictus Cordis tidak tampak

Batas kiri : di SIC V linea axilaris sinistra

Batas kanan : di SIC V linea Parasternal dextra

Batas atas : di SIC II linea parasternal sinistra

Bunyi jantung : Bunyi jantung I/II murni regular

Bising : (-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak Datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepatomegali (-), Spleenomegali (-)

Genital : Tidak ditemukan adanya kelainan

Anggota gerak : Ekstremitas atas/bawah akral hangat, peteki(-), edema (-)

Tulang-tulang : Tidak ada deformitas, Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)

Otot-otot : Eutrofi (+), Atrofi (-)

Refleks : Fisiologis (+), patologis (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
6

Darah Lengkap (12 Mei 2021)

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

Leukosit 10.2 µl 4,5-13,8 x 103/µl

Eritrosit 4.3 µl 4,7-8,1 x 106/µl

Hemoglobin 11,5 g/dl 14-18 g/dl

Hemotakrit 34,6 % 42 – 52 %

Trombosit 243 µl 150-450 x 103/µl

MCH 26,5 fL 27,0-31 fL

MCV 79,7 pg 80-90 pg

Pemeriksaan Foto Thorax AP (13 Mei 2021)

- Bercak infiltrate pada kedua paru


- Tidak tampak pemadatan hilus
- COR ukuran dan bentuk
- Sinus dan diafragma baik
- tulang-tulang yang tervisualisasi intak
- incidental finding : Tampak distende gaster
Kesan :
- Bronchopneumonia

B. KATA KUNCI
1. Seorang anak laki-laki
2. Usia 1 tahun 5 bulan
3. Kejang pada kedua tangan mengalami kekakuan
4. Sebanyak 1 kali dan durasi kejang >5 menit
5. Demam 1hari sebelum MRS
6. Sifat demam countinus 38,5C
7. Batuk berdahak 1 bulan yang lalu
8. Sudah diberikan obat puyer batuuk
7

D. KATA KUNCI
1. Pathogenesis kejang demam?
2. Bagaimana kriteria living stone?
3. Penatalaksanaan kejang demam?

BAB I
8

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitankejang yang terjadi pada anak berumur6 bulan sampai 5
tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu diatas 380C,dengan metode
pengukuransuhu apa pun) yang tidak disebabkanoleh proses intrakranial.Klasifikasi kejang
meliputi kejang demam sederhana (simple febrile seizure).Kejang demam kompleks
(complex febrile seizure) Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.

Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam.Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam.

Kejang demam dapat berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada
keluarga. Saat pasien datang dengan kejang disertai demam, dipikirkan 3 kemungkinan
yaitu : 1) kejang demam,

2) pasien epilepsi terkontrol dengan demam sebagai pemicu kejang epilepsi,

3) kejang disebabkan infeksi sistem saraf pusat atau gangguan elektrolit akibat dehidrasi.

Faktor resiko timbul kejang demam berulang apabila kejang terjadi sebelum usia 12 bulan,
kejang yang terjadi pada suhu rendah berkisar 380C timbulnya kejang kurang dari 1 jam
setelah timbulnya panas dan adanya riwayat kejang demam pada keluarga. Jika empat faktor
resiko ini ditemukan pada anak, kemungkinan untuk berulangnya kejang demam sebanyak
70-80%.Jika hanya terdapat satu faktor resiko, maka kemungkinan berulang sebanyak 10-
20%. Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dilakukan,yaitu :

1) Memberantas kejang secepat mungkin,

2)Pengobatan penunjang,

3)Memberikan pengobatan dirumah,

4) Mencari dan mengobati penyebab dengan penanggulangan yang tepat dan cepat.

Prognosis pada pasien yang memiliki riwayat kejang demam kemungkinan mengalami
kecacatan atau kelainan neurologis, kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam
9

tidak pernah dilaporkan.Perkembangan mental neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal.

BAB II
10

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (38ºC,
rektal), biasanya terjadi pada bayi dan anak antara umur 6 bulan dan 5 tahun yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium dan tidak terbukti adanya penyebab tertentu.1,2
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam tidak termasuk.Kejang demam
biasanya terjadi pada awal demam.Sering diperkirakan bahwa cepatnya peningkatan
temperaturemerupakan pencetus untuk terjadinya kejang. Meskipun belum ada data yang
menunjangnya.1,2

B. Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan
Eropa Barat.Di Asia dilaporkan lebih tinggi.Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
yang kompleks.Umumnya kejang demam timbul pada tahun kehidupan (17-23 bulan).Kejang
demam sedikit lebih sering terjadi pada anak laki-laki.Kejang sangat tergantung kepada
umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23
bulan.Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan
atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam
lagi/ namun, beberapa pasien masih dapat mengalami kejang demam sampai umur lebih dari
5-6 tahun.2,4
Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam
sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%.Kejang
demam juga dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi
dan pencapaian tingkat akademik. 4

C. Etiologi

Etiologi kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan
cepat suhu meningkat mempengaruh terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai
peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan
riwayat kejang demam pada masa kecil.3,4
Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah demam itu sendiri,
infeksi saluran pernapasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut (cairan
11

telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam) gastroenteritis akut, infeksi saluran kemih, perubahan
keseimbangan cairan atau elektrolit, dan ensefalitis viral.3,4

D. Faktor resiko

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.Ada riwayat kejang
demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan
kecenderungan genetik. Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada
masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah, cepatnya anak
mendapat ejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga
kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi.6,8,

Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya gangguan


neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsy dalam keluarga, lamanya
demam saat awitan, lebih dari satu kali kejang demam kompleks.4,5

E. Patofosiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah mejadi CO2 dan
air. Sel dikelilingi oleh mebran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionic.Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya.Kecuali ion klorida (Cl-).Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaa sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membrane menjaga keseimbangan potensial membrane diperlukan energy dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. 7,8,9
Keseimbangan potesial membrane ini dapat diubah oleh :
- Perubahan konsentrasi ion di ruangan ektraseluler
- Rangsangan yang dating medadak mislanya mekanisme kimiawi, atau aliran listrik
dari sekitarnya
- Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan deman kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan metabolism basal
10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkatan 20%/ pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh
12

karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik.Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke mebran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter”
dan terjadi kejang. Kejang demam berlangsung yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit )
biasanya dsertai apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan energy untuk kontraksi oto
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh
metabolism anerobik, hipotensi arternal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat metabolism otot meningkat. 7,8,9

F. Klasifikasi

Ikatan dokter Anak Indonesia (IDAI) membagi kejang demam menjadi dua yaitu:3,4
1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)
- Berlangsung singkat
- Umumnya serangan berhenti sedniri dalam waktu <15 menit
- Bangkitan kejang tonik, tonik klonik tanpa gerakan fokal
- Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut )
- Kejang berlangsung lama. Lebih dari 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang didahului dengan kejang parsial
- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam,, anak sadar kembali di antara
bangkitan kejang.
-
G. Gejala Klinik

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain: anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikkan subu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba),
kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 dektik – 5 menit
(hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai
dengan kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki.Anak dapat
menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam
keadaan berdiri. 5,6
Postur tonik (kontraksi dan kekuatan otot menyeluruh yang biasasya berlangsung selama
10-20 detik). Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuta berirama, biasanya
13

berlangsung selama 1-2 menit ) lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya tertutup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya sianosis. Saat kejang, anak akan mengalami berbagai
macam sejala seperti:6,7
- Anak hilang kesadaran
- Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
- Sulit bernapas
- Busa di mulut
- Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
- Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

H. Diagnosis

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab dari kejangg itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak).Pungsi
lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis.Adanya sumber infeksi seperti otitis
media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotic, maka perlu
pertimbangan pungsi lumbal.Penegakan diagnosa kejang demam dapat diperoleh melalui
beberapa langkah yakni anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
terdiri dari laboratorium dan pencitraan jika diperlukan.8,9,10
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur
penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa. Sebagaimana
disebutkan sebelumnya, epidemiologi kejang demam lebih banyak terjadi pada
anak laki-laki pada usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun.10
b. Riwayat Penyakit
Pada kasus kejang demam, perlu digali informasi mengenai demam dan
kejang itu sendiri.Pada setiap keluhan demam perlu ditanyakan berapa lama
demam berlangsung; karakteristik demam apakah timbul mendadak, remitten,
intermitten, kontinou, apakah terutama saat malam hari, dsb. Hal lain yang
menyertai demam juga perlu ditanyakan misalnya menggigil, kejang, kesadaran
menurun, merancau, mengigau, mencret, muntah, sesak nafas, adanya manifestasi
perdarahan. Demam didapatkan pada penyakit infeksi dan non infeksi. Dari
anamnesa diharapkan kita bisa mengarahkan kecurigaan terhadap penyebab
demam itu sendiri.10
14

Pada anamnesa kejang perlu digali informasi mengenai kapan kejang terjadi;
apakah didahului adanya demam, berapa jarak antara demam dengan onset kejang;
apakah kejang ini baru pertama kalinya atau sudah pernah sebelumnya (bila sudah
pernah berapa kali (frekuensi per tahun), saat anak umur berapa mulai muncul
kejang pertama); apakah terjadi kejang ulangan dalam 24 jam, berapa lama waktu
sekali kejang. Tipe kejang harus ditanyakan secara teliti apakah kejang bersifat
klonik, tonik, umum, atau fokal.Ditanyakan pula lamanya serangan kejang, interval
antara dua serangan, kesadaran pada saat kejang dan setelah kejang. Gejala lain
yang menyertai juga penting termasuk panas, muntah, adanya kelumpuhan,
penurunan kesadaran, dan apakah ada kemunduran kepandaian anak. Pada kejang
demam juga perlu dibedakan apakah termasuk kejang demam sederhana atau
kejang suatu epilepsi yang dibangkitkan serangannya oleh demam (berdasarkan
kriteria Livingstone).7,9
c. Riwayat Kehamilan Ibu
Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit, serta
upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit.Riwayat mengkonsumsi obat-
obatan tertentu, merokok, minuman keras, konsumsi makanan ibu selama hamil.8
d. Riwayat Persalinan
Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran, siapa yang
menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat badan dan panjang
badan bayi saat lahir, dan hari-hari pertama setelah lahir. Perlu juga ditanyakan
masa kehamilan apakah cukup bulan atau kurang bulan atau lewat bulan. Dengan
mengetahui informasi yang lengkap tentang keadaan ibu saat hamil dan riwayat
persalinan anak dapat disimpulkan beberapa hal penting termasuk terdapatnya
asfiksia, trauma lahir, infeksi intrapartum,dsb yang mungkin berhubungan dengan
riwayat penyakit sekarang, misalnya kejang.8,9
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat ditelaah dari
kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur.Data ini dapat
diperoleh dari KMS atau kartu pemeriksaan kesehatan lainnya.Status
perkembangan pasien perlu ditelaah secara rinci untuk mengetahui ada tidaknya
penyimpangan. Pada anak balita perlu ditanyakan perkembangan motorik kasar,
motorik halus, sosial-personal, dan bahasa.8,10
f. Riwayat Imunisasi
15

Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai jadwal


yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi.10
g. Riwayat Makanan
Makanan dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya.10
h. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Pada kejang demam perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami
kejang dengan atau tanpa demam, apakah pernah mengalami penyakit saraf
sebelumnya.9
i. Riwayat Keluarga
Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada keluarga lainnya (ayah,ibu,
atau saudara kandung), oleh sebab itu perlu ditanyakan riwayat familial penderita.7
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan
pemeriksaan sistematis. Penilaian keadaan umum pasien antara lain meliputi kesan
keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau berat); tanda – tanda vital
pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu tubuh); status gizi
pasien; serta data antropometrik (panjang badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar
dada).7,8
Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan apakah
kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita mendapatkan pasien
dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik,
umum, atau fokal.Amati pula kesadaran pada waktu kejang. Perlu diperiksa keadaan
pupil; adanya tanda-tanda lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku kuduk, Kernig
sign, Brudzinski I, II); adanya paresis, paralisa; adanya spastisitas; pemeriksaan reflek
patologis dan fisiologis.9.8
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan dapat
meliputi: darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, serum kalsium, fosfor,
magnesium, ureum, kreatinin, urinalisis, biakan darah, urin, feses.7
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebro spinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis
16

adalah 0,6% - 6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas.8,9
Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan.
3) Bayi >18 bulan tidak rutin (jika dicurigai menderita meningitis)
c. Pencitraan
Pemeriksaan imaging (CT scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan:10
1) Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
2) Kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastik).
3) Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, fontanel anterior membonjol, paresis nervus VI, papiledema) atau
kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis).
d. Elektroensefalografi
Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Pemeriksaan EEG dipertimbangkan pada kejang demam tidak khas /atipikal,
misalkan kejang demam kompleks.pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang
demam fokal.9,10
I. Diagnosis Banding

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah
penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelianan didalam otak biasanya
karena infeksi, misalnya meningitis, encephalitis dan abses otak.6,7
Menegakkan diagnosis meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang
masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak terjadi kekhilafan yang
berakibat fatal dan harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umunya diambil
mulalui pungsi lumbal.6.7

J. Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan kejang demam, ada 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu pengobatan
fase akut, pengobatan rumatan dan edukasi orangtua pasien:5,6,7
1) Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri.Pada saat pasien kejang, semua pakaian yang ketat
harus dibuka, dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah terjadinya
17

aspirasi.Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin.Awasi keadaan vital seperti
kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung.Suhu tubuh yang tinggi
dapat diturunkan dengan kompres dan antipiretik.

Pemberian diazepam merupakan pilihan utama dengan dosis :

- Diazepam intrarektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau jika BB <10 kg diberikan dengan dosis
5 mg, BB >10 kg diberikan dengan dosis 10 mg.
- Diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
dan dosis maksimal 20 mg.
- Fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-15 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya
adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
- Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat diruang rawat
intensif.
2) Pengobatan rumattan

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim
penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi
atas dua bagian, yaitu: Profilaksis intermitten dan profilaksis terus-menerus

a. Profilaksis intermitten
Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang
mempunyai efek samping paling sedikit dibandingkan dengan obat antikonvulsan
lainnya.Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya
kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun oral pada waktu
anak mulai terasa panas.
Profilaksis intermiten pada saat demam berupa:
 Anti-piretik
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan
adalah mencegah demam meningkat. Pemberian obat penurun panas paracetamol
10-15 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kaliatau ibuprofen 5-10
mg/kgBB/kali, 3-4 kali.Penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan karena
dapat menimbulkan syndrome Reye.
 Anti-kejang
18

- Diberikan diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam.


- Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam bila demam diatas 38°C.
- Dapat juga diazepam per rectal5 mg untuk anak dengan BB <10 kg (tiap 8 jam)
dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 kg (tiap 8 jam), efek sampingnya ataksia,
mengantuk dan hipotonia.
- Klonazepam (0,03 mg/kgBB per dosis tiap 8 jam). Efek sampingnya mengantuk,
mudah tersinggung, gangguan tingkah laku, depresi dan hipersalivasi.
- Kloralhidrat supposituria250 mg (untuk BB <15 kg), 500 mg (untuk BB >15 kg).
Kontraindikasi pada pasien dengan kerusakan ginjal, hepar, penyakit jantung dan
gastritis.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak
untuk menderita kejang demam sederhana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur
4 tahun.
b. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis
teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah
terulangnya kejang di kemudian hari.
Pengobatan jangka panjang kejang demam diberikan bila ada >1 keadaan
berikut:
1) Kejang demam lebih dari 15 menit.
2) Adanya defisit neurologis yang jelas baik sebelum maupun sesudah kejang
(misalkan palsi cerebral, retardasi mental atau mikrosefal).
3) Kejang demam fokal.
4) Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga.
Dipertimbangkan apabila:
a) Kejang demam pertama pada umur dibawah 12 bulan.
b) Kejang berulang dalam 24 jam.
c) Kejang demam berulang (≥ 4 kali per tahun).
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
1) Fenobarbital
Dosis 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.Efek samping dari pemakaian
fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif,
perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi
luhur.
19

2) Sodium valproat / asam valproat


Dosisnya ialah 15-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis.Namun,
obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan
gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pancreatitis.
3) Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan
sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital.Hasilnya tidak atau
kurang memuaskan.Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang
ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati
epilepsi.Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan
dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

Gambar 1. Algoritma penanganan Kejang Demam

3) Edukasi pada orang tua

Bila melihat anak kejang, usahakan untuk tetap tenang dan lakukan hal-hal berikut:1,2,3

1. Letakkan anak di tempat yang aman, jauhkan dari benda-benda berbahaya seperti
listrik dan pecah-belah.
20

2. Baringkan anak dalam posisi miring agar makanan, minuman, muntahan, atau benda
lain yang ada dalam mulut akan keluar sehingga anak terhindar dari bahaya tersedak.
3. Jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut. Memasukkan sendok, kayu, jari
orangtua, atau benda lainnya ke dalam mulut, atau memberi minum anak yang sedang
kejang, berisiko menyebabkan sumbatan jalan napas apabila luka
4. Jangan berusaha menahan gerakan anak atau menghentikan kejang dengan paksa,
karena dapat menyebabkan patah tulang.
5. Amati apa yang terjadi saat anak kejang, karena ini dapat menjadi informasi berharga
bagi dokter. Tunggu sampai kejang berhenti, kemudian bawa anak ke unit gawat
darurat terdekat.
6. Apabila anak sudah pernah kejang demam sebelumnya, dokter mungkin akan
membekali orangtua dengan obat kejang yang dapat diberikan melalui dubur. Setelah
melakukan langkah-langkah pertolongan pertama di atas, obat tersebut dapat
diberikan sesuai instruksi dokter.

K. Prognosis

Prognosis pada pasien yang memiliki riwayat kejang demam kemungkinan mengalami
kecacatan atau kelainan neurologis, kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam
tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal.4,5

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif RF. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education-CDK-


232/Vol.42 No.9. 2015
21

2. Rekomendasi Penatalaksanaan pada anak. 2016. IDAI. Diterbitkan oleh: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia
3. Erwika A. Manajemen terapi kejang demam sederhana dengan hiperpireksia pada anak
usia tiga tahun, J Medula Unila, Vol.3 No.2 Desember, Universitas Lampung, 2014.
4. Masloman N, Kejang demam. 2016. Jakarta : simposium kejang demam.
5. Budiman Arif. Penatalaksanaan kejang demam. 2016. KSM Ilmu Kesehatan Anak RSU
kabupaten Tangderang.
6. Dimyati Y. Kejang demam. 2016. UKK Neurologi IDAI.
7. Deliana, M. Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak. Sari Pediatrik. Vol. 4, no 2, 2002
8. Kania. N. Kejang Pada Anak. Penanganan Kejang Pada Anak di AMCH Hospital
Bandung. 2007
9. KejangDemam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2006. Staf Pengajar IKA FKUI.
10. Cahyaning A. Kejang Demam. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.2017

Anda mungkin juga menyukai