Bab 1 Pendahuluan
2.2 Epidemiologi 5
2.4 Etiologi 7
2.5 Patogenesis 8
Bab 3 Pembahasan
3.1 Kasus 16
3.2 Pembahasan 27
Bab 4 Kesimpulan 30
Daftar Pustaka 31
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
Prognosis angina ludwig sangat tergantung kepada seberapa cepat
tatalaksana mengamankan jalan nafas dan pemberian antibiotik dilakukan.9
Dahulu sebelum berkembangnya antibiotik, penyakit ini sering menyebabkan
kematian pada lebih dari 50% kasus. Dengan berkembangnya teknik bedah
dan terapi antibiotik saat ini terbukti menurunkan angka kematian dari peyakit
ini yakni sekitar 8% dari total kasus.4
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 1. Angina Ludwig atau Phlegmon Dasar Mulut
5
Ruang submandibularis dipisahkan dengan ruang sublingualis di bagian
superiornya oleh otot mylohyoid dan otot hypoglossus, di bagian medialnya
oleh styloglossus dan dibagian lateralnya oleh korpus mandibula. Batas
lateralnya berupa kulit, fasia superfisial, otot platysma lapisan superfisial pada
fasia servikal bagian dalam. Di bagian inferior nya dibentuk oleh otot
digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas dengan
ruang submental, dan di bagian posterior nya terhubung dengan ruang
pharyngeal. Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxilaris,
duktus wharton, dll.8
Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak
di garis tengah di bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya
dibatasi bagian anterior dari otot digastrikus. Dasar pada ruangan ini adalah
otot mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, fasia superficial, dan otot
platsma. Ruang submental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan
lemak fibrous. Ruang submaxillaris berada di bawah otot mylohyoid,
dan ruang sublingual berada di atasnya tetapi masih di bawah lidah. Ruang-
6
ruang yang sering terkontaminasi adalah leher bagian depan, ruang
faringomaksilaris (parafaringeal), retrofaring dan mediastinum superior.8
7
SLE, alkoholisme, dan defisiensi gama globulin. Hal-hal tersebut diketahui
dapat menurunkan sistem imunitas tubuh sehingga infeksi supuratif dapat
menyebar dengan cepat dan meluas.1,12,14
8
Gambar 3. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan M. Mylohyoideus. Infeksi premolar
dan molar menyebabkan perforasi, kemudian menyebar keruang-ruang yang dibatasi
M. Mylohyoideus
Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang
keras dari fasia servikal profunda dengan m. digastricus anterior dan tulang
hyoid. Edema dagu dapat terbentuk dengan jelas. Infeksi pada ruang submaksilar
biasanya terbatas didalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang
duktus submaksilar Whartoni dan mengikuti struktur kelenjar menuju ruang
sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m. hyoglossus menuju
ruang-ruang fasia leher.
Gambar 4. Ruang submandibular terletak antara M. Mylohyoid, fasia dan kulit. Ruang
submandibular terinfeksi langsung oleh molar kedua dan ketiga
9
Gambar 5. Ruang sublingual terletak antara mukosa mulut dn m. Mylohyoid. Ruang ini
dapat terinfeksi yang berasal dari premolar dan molar pertama.
10
dan takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi, dan konfusi. Gejala lainnya yaitu
adanya pembengkakan yang nyeri pada dasar mulut dan bagian anterior leher,
demam, disfagia, odinofagia, drooling, trismus, nyeri pada gigi, dan fetid
breath. Suara serak, stridor, stress pernafasan, penurunan air movement,
sianosis, dan snifiing posisition.9
Stridor, kesulitan mengeluarkan secret, kecemasan, sianosis, dan posisi
duduk merupakan tanda akhir dari adanya obstruksi jalan nafa yang lama dan
merupakan indikasi untuk dipasang alat bantu pernfasan.7
Pasien dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema pada
struktur vokalis. Gejala klinis ini harus diwaspadai oleh klinisi akan adanya
gangguan berat pada jalan nafas.9
11
adanya penyempitan saluran nafas. Sonografi telah digunakan untuk
mengidentifkasi penumpukan cairan di dalam soft tissue. Foto panoramik dari
rahang menunjukan focus infeksi pada gigi.9
Setelah patensi jalan nafas diamankan, CT scan dapat dilakukan unuk
mengidentifikasi adanya pembengkakan soft tissue, penumpukan cairan, dan
gangguan jalan nafas.9CT scan juga dapat menentukan luas abses
retrofaringeal dan dapat menolong untuk menentukan kapan alat bantu
pernafasan diperlukan.7
MRI merupakan pemeriksaan lain yang dapat dipertimbangkan pada
beberapa pasien9:
12
2.8 Terapi dan Komplikasi Phlegmon9
13
pasien yang sangat memerlukan bantuan pernapasan, kontrol jalan nafas idealnya
dilakukan di ruang operasi, untuk dilakukan krikotiroidotomi atau trakeostomi
jika diperlukan.9
Apabila jalan nafas telah diamankan, administrasi antibiotik intravena
secara agresif harus dilakukan. Terapi awal ditargetkan untuk bakteri gram positif
danbakteri gram negatif pada rongga mulut. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan antibiotika adalah efektifitas obat terhadap bakteri,
risiko peningkatan resistensi bakteri minimal, toksisitas obat rendah, stabilitas
tinggi dan masa kerja yang lebih lama..Pemberian beberapa antibiotik harus
dilakukan, yaitu kombinasi penesilin G, klindamisin dan gentamisin, kombinasi
ceftriaxone dan klindamisin, kombinasi ceftriaxone dan metronidazole, kombinasi
cefuroxime dan klindamisin, kombinasi pinisilin dan metronidazole. Meskipun
masih menjadi kontroversi, pemberian deksametason untuk mengurangi edema
dan meningkatkan penetrasi antibiotik dapat membantu. Pemberian deksametason
intravena dan nebul adrenalin telah dilakukan untuk mengurangi edema saluran
nafas bagian atas pada beberapa kasus.9 Meropenem merupakan antibiotika
berspektrum luas untuk bakteri aerobik dan anaerob.
Drainase surgikal diindikasikan jika terdapat infeksi supuratif,
bukti radiologis adanya penumpukan cairan didalam soft-tissue, krepitus, atau
aspirasijarum purulen. Drainase juga diindikasikan jika tidak ada perbaikan
setelah pemberian terapi antibiotik. Drainase ditempatkan di muskulus milohioid
kedalam ruang sublingual. Mencabut gigi yang terinfeksi juga penting untuk
proses drainase yang lengkap.9
14
Gambar 10. Insisi dan Drainase
15
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1Kasus
No RM : 540109
Nama Pasien : Tn. Slamet Purwanto
Tanggal Lahir : 11 November 1959
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Ruang Rawat Inap : Intermediate Care II
Alamat : Keranggan Permai, Jati Sampurna, Bekasi.
Tanggal Operasi : 18 Oktober 2016
Dokter Operator : drg. Henry Setiawan, Sp. BM
B. TandaVital :
1. Tensi darah : 110/80 mmHg
2. Suhu : 37 °C
3. Frekuensi nafas : 20x/m
4. Frekuensi nadi : 84x/m
C. Pemeriksaan Penunjang :
1) Laboratorium (16 Oktober 2016):
a. Hematologi
Hemoglobin : 15.4 g/dl
Leukosit : 9.300 u/l
16
Hematokrit : 47 %
Trombosit : 215.000 u/l
2) Kimia Klinik (16 Oktober 2016):
a. Ureum : 51mg/dl
b. Kreatinin : 0.8 mg/dl
c. Gula Darah Sewaktu : 368 mg/dl
D. Diagnosa : Phlegmon
E. Rencana terapi : Insisi drainase
F. Laporan Pre Operasi (Rawat Inap)
Pasien datang ke IGD tanggal 17 Oktober 2016 pukul 16.09,
Pasien dipindahkan keruang rawat inap kamar Flamboyan tanggal 17
Oktober 2016 pukul 00:22.
Pasien rawat inap sampai tanggal 28 Oktober 2016 sebelum
operasi tanggal 18 Oktober 2016.
Keterangan:
a. Terapi yang didapat, konsul drg Sp.BM :
inj. Ranitidine 1 amp
drip Tramadol 1 amp
inj. Novorupid 150
inj. Keturoluc 30 mg
Pasien di pasanginfus.
b. S : Pasien merasakan nyeri
O: Pasien tampak lemas
A: Masalah belum teratasi
P: Persiapan operasi
Kesadaran : Compos mentis
Td : 155/98 mmHg , N : 84x/menit , S : 36 ° C , Rr : 22x/menit
GCS: 15
A : nyeri akut belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
17
OS telah diinstruksikan puasa 8 jam sebelum dilakukan operasi.
18
Kalium : 4.4 mmol/l
Chlorida : 98 mmol/l
Hematologi (21:09:17)
Hemoglobin : 14.9 g/dl
Lekosit : 11.100 u/l
Hematokrit : 43 %
Trombosit : 128.000 /ul
Masa Pendarahan : 3’
Masa Pembekuan : 12’
Kimia Klinik (21:09:17)
Ureum : 7.1 mg/dl
Creatinine : 1.0 mg/dl
ANALISIS GAS DARAH
pH : 7.39
pOO2 :18 mm Hg
pO2 : 102 mm Hg
O2 Saturasi : 98 %
HCO3 : 11 mmol/L
Base Excess : -12 mmol/L
SBC : 15 mmol/L
Total CO2 : 11 mmol/L
SBE : -14 mmol/L
G. Laporan Operasi :
Tanggal operasi : 18 Oktober2016
Ruang operasi : OK Central kamar1
Jam : 8.30 – 09.15
Tindakan: Drainase insisi fasial
Tahapan :
1. Pasien diantar dari ruang rawat inap ke ruang OK Central kamar
1 untuk tahap persiapan.
19
2. Persiapan alat dan bahan.
20
4. Pasien dilakukan anestesi lokal di tepi abses
21
6. Masukkan drain buatan dari area yang telah di insisi kemudian
jahit area tersebut.
22
10. Instruksi post operasikepadapasien.
11. Berikan instruksi post op
Puasa samapai BU,DU,FL
NGT terpasang
Observasi bleeding
Terapi medikasi
23
Laboratorium :
Hematologi
Hemoglobin : 13,6 g/dl
Leukosit :13.300 u/l
Hematokrit : 42 %
Trombosit :167.000 u/l
Kimia Klinik
GDS : 325 mg/dl
24
PemeriksaanTTV :
Td : 137/69 mmHg
RR : 20x/menit
Suhu : 36° C
N : 99x/menit
NB: NGT masih berwarna hitam
Laboratorium :
Hematologi (20:07:27)
Hemoglobin : 16,4g/dl
Leukosit : 20.000 u/l
Hematokrit : 52 %
Trombosit :303.000 u/l
Kimia Klinik (19:20:17)
GDS : 356 mg/dl
25
Kimia Klinik (09:07:26)
GDS :459 mg/dl
26
Suhu : 36° C
N : 91x/menit
GDS: 290 mg/dl
Albumin: 2,6
NB: NGT sudah aff
Laboratorium :
Hematologi
Hemoglobin : 13,9 g/dl
Leukosit :10.700 u/l
Hematokrit : 43 %
Trombosit :171.000 u/l
GDS : 290 mg/dl
Pasien diizinkan pulang oleh drg. Henry Setiawan, Sp.BM pada tanggal 28
Oktober 2016 dan dilakukan kontrol kembali pada 3 november 2016.
3.2 Pembahasan
27
rendah menunjukkan nilai 9.300, yang diketahui dapat menurunkan system
imunitas tubuh sehingga infeksi supuratif dapat menyebar dengan cepat dan
meluas.
Gambaran klinis dari penyakit ini ditandai dengan adanya selulitis yang
meluas yang menyebabkan pembengkakan pada dasar mulut, lidah dan regio
submandibula, sehingga dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, dan pada
pasien ini menyebabkan lidah terangkat.
Pada kasus ini pasien memiliki kadar gula darah sewaktu yang tinggi yang
menyebabkan lekosit menurun akibat pasien memiliki terapi insulin terhadap
penyakit diabetes mellitus yang dimilikinya. Terapi insulin dikatakan
memiliki sifat anti inflamasi dan menekan produksi berbagai proinflamasi.
Kadar gula darah yang meningkat dapat membentuk hubungan
menurunnya kadar lekosit, penyebab lainnya adalah pasien yang sudah
mendapatkan pengobatan antibiotik, sehingga respon pasien berbeda-beda
mungkin saja pengobatan antibiotik yang lebih dahulu berespon daripada kerja
insuling sehingga leukosit menurun sementara kadar gula darah tetap tinggi.
Pemberian kortikosteroid pada pasien DM merupakan kontroversi.
Kortikosteroid merupakan penyebab tersering terjadinya DM yang diinduksi
obat. Hans dkk, menemukan peningkatan kadar glukosa darah pada pasien
yang menjalani operasi setelah pemberian deksametason 10 mg baik pada
penderita non-diabetes maupun pada penderita DM tipe 2. Bila memang
diperlukan pemberian kortikosteroid pada pasien DM harus dengan
pemantauan kadar glukosa darah yang ketat. Pada pasien awalnya diberikan
deksametason intravena, tapi dihentikan karena dari hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah terlihat kecenderungan meningkat, dan mempertimbangkan
inflamasi pada pasien tidak terlalu berat sehingga antiinflamasi diganti dengan
tinoridin oral. Dengan tindakan insisi segera ditambah dengan pemberian
antibiotik serta penatalaksanaan DM yang adekuat penyembuhan infeksi pada
pasien relatif baik.4
Pasien dengan DM lebih rentan terhadap infeksi dan mengalami
komplikasi. Oleh karena itu perhatian khusus harus diberikan pada penderita
28
DM yang mengalami abses submandibula dan drainase pus segera harus
dipertimbangkan, walaupun pada kasus yang sepertinya tidak berat. Tindakan
insisi dan eksplorasi abses pada pasien merupakan suatu tindakan invasif yang
dapat menimbulkan tekanan atau stress fisik pada pasien. Stress pada pasien
DM dapat memicu peningkatan kadar glukosa darah. Pasien DM yang akan
menjalani insisi dan eksplorasi abses atau tindakan bedah minor umumnya
ditatalaksana berdasarkan obat yang biasa digunakannya, kadar glukosa darah,
lamanya prosedur bedah, dan tersedianya tenaga ahli. Kadar glukosa darah
harus dimonitor sebelum dan segera sesudah operasi pada semua pasien DM.
Kadar glukosa darah preoperatif sebaiknya antara 120-180 mg/dl.4
Diabetes mellitus ditandai dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam
plasma sebagai akibat dari terganggunya fungsi relatif dalam menghasilakan
insulin. Pasien diabetes mellitus dengan kadar glukosa dalam darah yang tidak
terkontrol lebih rentan terhadap infeksi bakteri, karena disfungsi dari fungsi
polymorphonuclear bakterisida neutrofil, sel kekebalan, dan aktivasi
komplemen. Untuk alasan ini, pasien diabetes cenderung memiliki insiden
yang lebih tinggi dan meningkatkan keparahan infeksi dibandingkan pasien
non-diabetes.16
Pada kasus ini dilakukan Pemasangan pipa nasogastrik atau nasogastric
bermanfaat untuk tujuan diagnosis maupun terapi. Dua indikasi yang sering
yaitu untuk akses pemberian nutrisi bagi pasien yang tidak mampu makan
melalui mulut dan untuk mengevaluasi isi lambung bagi pasien yang dicurigai
Indikasi pemasangan NGT yaitu untuk drainase isi lambung untuk bahan
atau obat-obatan pada pasien yang tidak mampu mengkonsumsi secara oral.
29
Warna normal dari cairan lambung yaitu abu-abu mutiara, bila pada tabung
oesophagus.15-18
30
BAB 4
PENUTUPAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32
12. Soni YC, Pael HD, Pandya HB, Dewan HS, Bhasvar BC, Shah UH.
Ludwig’s angina: diagnosis and management – a clinical review. J Res
Adv Dent. 2014; 3(2s): 131-6.
13. Ugboko V, Ndukwe K, Oginni F. 2005. Ludwig’s angina: An Analysis of
sixteen cases in a suburban nierian tertiary facility. African journal of oral
health. Volume 2 number 1 & 2. 2005: 16-23.
14. Winters M, Evidence-based diagnosis and management of ent emergencies
[internet]. New York: WebMD LLC; 2007 [diakses tanggal 2 maret 2015].
Tersedia dari: http://www.medscape.com/viewartcle/551650_4.
15. Blok Barbara and Nelson Bret. Nasogastric Tube.
http://www.npinstitute.com
17. Wong Donna L and Hockenberry Marilyn J. Nursing Care of Infant and
Children. Wong’s Seventh ed. Mosby Elsevier 2003;27:1162-64.
18. dr. Saud L. Getah lambung. [diakses tanggal 31 Oktober 2016]. Tersedia
dari:http://www.academia.edu/8571366/06._dr._Saud_L._T._-
_GETAH_LAMBUNG
33
MAKALAH REFRAT
PHLEGMON
DISUSUN OLEH:
Annesya Shabrina Putri 2015-16-060
Bayu Indra Lesmana 2015-16-061
Birgitta Ajeng Filonita 2015-16-062
Delsi Pratamasari 2015-16-067
Gladys Rosalyn Haditanojo 2015-16-078
Greta Simatupang 2015-16-079
Andarini Fitriyani 2015-16-057
Angelica Michelle 2015-16-059
Ezario Amabel 2015-16-048
M. Triyuwana Putra 2015-16-049
PEMBIMBING:
drg. Henry Setiawan, Sp. BM
34