Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. M
Usia : 70 tahun
Alamat : Ds. Karang Asem, Cirebon
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam

Tanggal Pemeriksaan : 3 November 2020

1.2 PRIMARY SURVEY


 Airway : clear, stridor (-), gurgling (-)
 Breathing : pernafasan adekuat, vbs (+/+), rhonki (-/-), whezing (-/-).
RR : 24, SpO2 : 99%
 Circulation : TD : 60/palpasi mmHg, nadi : 79x/menit, nadi reguler,
nadi teraba kuat di a.radialis
 Disability : GCS 15 (Composmentis)
 Exposure : tampak luka terbuka pada kaki dan tangan kiri

1.3 ANAMNESIS
 Keluhan Utama : luka pada kaki kiri
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan luka pada kaki kiri. Keluhan disertai
rasa nyeri pada kaki dan tangan kiri pasien.
 Mekanisme Trauma:
Pasien terserempet truk 1 jam SMRS saat sedang dibonceng
dengan sepeda motor. Pasien jatuh terpental dan kaki kiri pasien terlindas
truk. Pasien sadar dan langsung dibawa ke IGD RSUD Waled. Keluhan
muntah, perdarahan dari hidung dan mulut disangkal.
1.4 SECONDARY SURVEY
Status Generalis :
 Mata : Conjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-
 Hidung : Discharge(-), epitaksis (-)
 Mulut : Sianosis (-)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
 Thoraks :
Inspeksi : Dinding dada simetris, jejas (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI linea axilaris anterior
sinistra, kuat angkat (+), fremitus taktil, simetris, nyeri
tekan (-)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi:
Pulmo : VBS +/+, Rh -/-, wh -/-
Cor : BJ I = II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), sikatrik (-)
Palpasi : nyeri tekan (+), soepel, hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : bising usus (+) 12 kali/ menit (normal)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik
Status Lokalis e.r cruris sinistra
Look :
Tampak luka terbuka, swelling (+), Deformitas (+)
Feel :
Nyeri tengan (+), Pulsasi A.dorsalis pedis (-)
Move :
ROM : terbatas
Status Lokalis e.r digiti IV manus sinistra
Look :
Tampak luka terbuka, swelling (-), Deformitas (+)
Feel :
Nyeri tengan (+), Pulsasi A.radialis sinistra (+)
Move :
ROM : terbatas

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Rutin 31/10/2020
Hematologi Hasil
Golongan darah B
Resus Positif (+)
Hemoglobin 10.7 gr (↓)
Hematokrit 31%
Trombosit 272 mm3
Leukosit 24000 (↑)
MCV 95.7
MCH 33.4 pg
MCHC 34.9 g/dl
Eritrosit 3.22 mm3 (↓)
Basofil 1%
Eosinofil 2%
Neutrofil Batang 0%
Neutrofil Segmen 56 %
Lomfisit % 37%
Monosit % 4%

Kimia klinik 31/10/2020

Elektrolit Hasil

NA 140.5 mg/dl
K 4.00 mg/dl

Cl 104.3 mg/dl

GDS 114 mg/dl

Rontgen Tibia Fibula Sinistra 31/10/2020

Rontgen torak dan manus sinistra 31/10/2020


1.6 DIAGNOSIS
Crush injury cruris sinistra + open fraktur digiti IV manus sinistra + syok
hipovolemik

1.7 PENATALAKSANAAN
Farmakologi
• IVFD RL 500 cc/ 6 jam
• Omeprazole 1x40 mg iv
• Cefotaxime 3x100 mg iv
• Ketorolac 3x30 mg iv
• Asam traneksamat 3x500mg iv

Non farmakologi
• Observasi KU dan TTV
• Rencana amputasi setinggi distal femur

Definisi Amputasi
Amputasi berasal dari kata : amputare (latin) atau apocope (yunani), yang
berarti : " pancung " (to cut away,.,to cut off). Pemancungan dalam arti “tindakan
bedah" membuang anggota gerak (extrernitas) seluruh / bagian dalam saja,
sesuatu yang menonjol/tonjolan, atau alat (organ) tubuh.1

Etiologi
Penyebab amputasi sendiri secara umum dapat dibedakan menjadi :2
a. Defek lahir kongenital (5%)
Mayoritas tampak pada usia dari lahir hingga 16 tahun.
b. Didapat (95%), terdiri dari :
1. Penyakit oklusi arterial (Occlusive Arterial Disease) – 60%.
Penyakit vaskuler yang berhubungan dengan amputasi adalah
diabetes mellitus, arteriosklerosis, dan Buerger’s Disease. Mempunyai
insidensi pada usia sekitar 60-70 tahun. 90% kasus melibatkan alat gerak
bawah; 5% partial foot and ankle amputations, 50% below knee
amputation, 35% above knee amputation dan 7-10% hip amputation.2,3
2. Trauma - 30%
Paling sering terjadi pada usia antara 17-55 tahun (71% pria).
Lebih banyak mengenai alat gerak bawah, dengan ratio 10 : 1
dibandingkan dengan alat gerak atas. Trauma dari ekstremitas melibatkan
kerusakan pada vaskuler atau nervus, luka bakar, dingin, dan fraktur yang
tidak menyembuh. Ini dapat membuat ekstremitas secara permanen kurang
fungsional. Dalam kasus tersebut. amputasi awal, dalam upaya
menyelamatkan anggota badan, seringkali merupakan pilihan terbaik.2,3
3. Tumor – 5%
Biasanya tampak pada usia sekitar 10-20 tahun. Dalam kasus
keganasan, hal itu biasa di masa lalu untuk mengamputasi proksimal
bagian yang baik ke lesi neoplastik. Kemajuan dibidang kemoterapi dan
radiaoterapi dengan staging tumor lebih baik sekarang menjadi mungkin,
dalam banyak kasus, untuk melakukan reseksi segmental ekstremitas
dengan eksisi lokal luas dari tumor.2,3
Level Amputasi Pada Ekstremitas Bawah
Panjang puntung dipertahankan pada ketinggian yang baik untuk
perbaikan kembali fungsi dengan prostetik dan rehabilitasi. Untuk ekstremitas
bawah yang sering dilakukan adalah :1
a. Partial Foot
b. Symes(ankle disarticulation)
c. Transtibial (below knee)
d. Through knee (knee disarticulation)
e. Transfemoral (above knee)
f. Hip Disarticulation
g. Hemipelvectomy

Indikasi dan Tujuan Operasi Amputasi


Indikasi amputasi:1,2
a. Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan yang
mengancam jiwa (perdarahan dan infeksi).
b. Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas secara
maksimal), seperti pada kelainan kongenital dan keganasan.
Tujuan utama amputasi ialah penyembuhan atau menghentikan penyakit,
tetapi kebanyakan penderita juga berharap adanya perbaikan fungsi, hal ini
tergantung pada 5 faktor : kemampuan keseluruhan, mental dan fisik penderita,
ketingggian amputasi, puntung amputasi, prostetik, rehabilitasi.2

Komplikasi Amputasi dan Penatalaksanaannya


a. Masalah Kulit
Perawatan kulit merupakan hal yang penting karena adanya beberapa
lapisan jaringan yang berdekatan di ujung akhir tulang seperti jaringan parut,
termasuk kulit dan lapisan subkutan, yang mudah melekat pada tulang.
Sehingga perlu diperhatikan adanya mobilisasi jaringan parut.2
Setelah insisi sembuh, lunakkan kulit dengan sebuah krim yang larut air
atau preparat lanolin tiga kali sehari. Massage secara lembut pada jaringan
lunak bagian distal akan membantu mempertahankan mobilitasnya di atas
permukaan atau ujung tulang. Tapping jaringan parut dan bagian distal
jaringan lunak sebanyak 4 kali sehari sering membantu untuk mendesensitasi
area tersebut sebelum penggunaan prostetik. Tapping dilakukan dengan ujung
jari, dimulai dengan sentuhan ringan dan kemudian tekanan ditingkatkan
sekitar 5 menit hingga timbul rasa tidak nyaman yang ringan.2
b. Infeksi
Jika terjadi infeksi pada puntung, jika sifatnya terbuka, memerlukan terapi
antibiotik. Jika sifatnya tertutup, harus dilakukan insisi serta terapi antibiotik.4
c. Masalah tulang
Penggunaan prostetik tidak memberikan pembebanan pada sistem skeletal
(bypassing weight bearing) bisa menyebabkan osteoporosis. Sisa dari
periosteum dapat berkembang menjadi bone spurs yang dapat menimbulkan
tekanan pada kulit.4
Jenis yang paling umum dari pertumbuhan tulang yang berlebihan adalah
bone spurs karena sisa-sisa periosteum kiri dipuntung pada saat operasi.
Secara umum, modifikasi socket dapat mengkompensasinya. Penarikan socket
kedalam diperlukan. Pembedahan pengangkatan spur dan periosteum kadang-
kadang diperlukan. Xeroradiography dengan pembebanan dan tanpa
pembebanan dengan prostetik akan menunjukkan kedua hubungan dari spur
ke socket dan kulit dan tepatnya bagaimana "total kontak" socket
sesungguhnya.4
d. Neuroma
Setiap syaraf yang terpotong akan membentuk distal neuroma bila
menyembuh. Pada beberapa kasus, nodular bundles dari akson ini di jaringan
ikat akan menyebabkan nyeri saat prostetik memberikan tekanan. Pada
awalnya, nyeri dapat dihilangkan dengan memodifikasi socket. Neuroma dapat
pula diinjeksi secara lokal dengan 50 mg lidocaine hydrochloride (xylocaine)
dan 40 mg triamcinolone actonide (Kenalog). Injeksi ini dapat dikombinasikan
dengan terapi ultrasound.2
e. Phantom Sensation
Normal terjadi setelah amputasi alat gerak. Didefinisikan sebagai suatu
sensasi yang timbul tentang keberadaan bagian yang diamputasi. Pasien
mengalami sensasi seperti dari alat gerak yang intak, yang saat ini telah
hilang. Kondisi ini dapat disertai dengan perasaan tingling atau rasa baal yang
tidak menyenangkan. Phantom sensation dapat juga terasa sangat nyata
sehingga pasien dapat mencoba untuk berjalan dengan kaki yang telah
diamputasi. Dengan berlalunya waktu, phantom sensation cenderung
menghilang tetapi juga terkadang akan menetap untuk beberapa dekade.
Biasanya sensasi terakhir yang hilang adalah yang berasal dari jari, jari
telunjuk atau ibu jari, yang terasa seolah-olah masih menempel pada puntung.2
Sejumlah teori telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Salah
satunya adalah teori yang menyatakan bahwa karena alat gerak merupakan
bagian integral dari tubuh, maka akan secara berkelanjutan memberikan
sensory cortex rasa taktil, propriosepsi, dan terkadang stimuli nyeri yang
diingat sebagian besar di bawah sadar sebagai bagian dari body image. Setelah
amputasi, persepsi yang diingat tersebut akan menimbulkan phantom
sensation.2
f. Phantom Pain
Dapat timbul lebih lambat dibandingkan dengan phantom sensation.
Sebagian besar phantom pain bersifat temporer dan akan berkurang
intensitasnya secara bertahap serta menghilang dalam beberapa minggu
hingga kurang lebih satu tahun. Bagaimanapun juga sejumlah ketidamampuan
dapat timbul menyertai rasa nyeri pada beberapa pasien amputasi.2
Rasa nyeri yang timbul merupakan akibat memori bagian yang diamputasi
dalam korteks dan impuls syaraf yang tetap menyebar karena hilangnya
pengaruh inhibisi yang secara normal diinisiasi melalui impuls afferent dari
alat gerak ke pusat. Sering dihubungkan dengan gangguan emosional, tetapi
sulit menentukan apakan gangguan emosional mendahului atau merupakan
akibat darinya.2
Phantom pain dapat dipresipitasi atau ditingkatkan oleh setiap kontak,
tidak perlu dengan rasa nyeri saja, tetapi dapat juga dalam bentuk kontak
dengan puntung atau dengan suatu “trigger area” pada batang tubuh, kontak
dengan alat gerak kontralateral, atau kepala. Selain itu juga dapat dipicu oleh
suatu fungsi otonomik seperti miksi, defekasi, ejakulasi, angina pectoris, atau
merokok sigaret.2
Phantom pain secara bervariasi digambarkan sebagai nyeri yang berbentuk
seperti cramping, electric shock like discomfort, crushing, burning, atau
shooting dan dapat bersifat intermitten, berkelanjutan, hilang timbul dalam
suatu siklus yang berdurasi beberapa menit. Sering pula digambarkan sebagai
rasa nyeri seperti diputar atau distorsi dari bagian tubuh, contohnya seperti
menggenggam tangan dengan kuku menekan ke dalam telapak tangan.2
Phantom pain berat yang menetap dapat dikurangi dengan terapi non
invasif. Pasien sebaiknya diberikan analgesik yang adekuat preoperatif dan
didorong untuk merawat puntungnya paska operasi untuk mengurangi
sensitivitasnya. Sejumlah modalitas dan cara telah dicoba untuk mengurangi
nyerinya seperti penggunaan prostetik, injeksi lokal pada trigger points,
penggunaan transcutaneous nerve stimulation (TENS), interferential,
akupunktur, dan ultrasound. 4

Mangled Extremity Severity Score (MESS)


MESS adalah instrumen penilaian yang didesain untuk memprediksi
kemampuan hidup/ bertahan dari anggota gerak yang cedera. Angka diberikan
pada keparahan cedera, iskemi anggota gerak, syok, dan usia. Nilai ≥7
memprediksi dibutuhkan amputasi.4
Tabel MESS

DAFTAR PUSTAKA
1. Reksoprodjo, S. 1988. Indikasi dan Kondisi Pra/Pasca Amputasi. Naskah
Lengkap Simposium Kedokteran Fisik & Rehabilitasi Medik Dalam Klinik.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal.48-49.
2. Vitriana. 2002. Rehabilitasi Pasien Amputasi Bawah Lutut dengan
Menggunakan Immediate Post Operative Prosthetic. [Online]. [Diakses 19 Juli
2010]. HYPERLINK http//www.pustaka.unpad.ac.id/rebilitasi_pasien_amputasi
_ bawah_lutut.pdf.
3. McAnelly, RD., & Virgil W. Faulker. 1996. Lower Limb Prostheses.
Randall L. Braddom, et al (Eds.). Physical Medicine & Rehabilitation.
Philadelphia : W.B Saunders Company. P.289-297.
4. Friedmann, LW. 1990. Rehabilitation of The Lower Extremity Amputee.
Frederic J. Kottke, et al (Eds.). Krusen’s Handbook of Physical Medicine and
Rehabilitation. 4th Edition. Philadelphia : W.B Saunders Company. P.1024-
1068

Anda mungkin juga menyukai