BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fimosis adalah suatu keadaan dimana prepusium tidak bisa ditarik ke belakang, bisa dikarenakan
keadaan sejak lahir atau karena patologi. Pada usia bayi glan penis dan prepusium terjadi adesi
sehingga lengket jika terdapat luka pada bagian ini maka akan terjadi perlengketan dan terjadi
Phimosis biasanya pada bayi itu adalah hal yang wajar karena keadaan tersebut akan kembali seperti
Beberapa penelitian mengatakan kejadian fimosis saat lahir hanya 4% bayi yang preputiumnya
sudah bisa ditarik mundur sepenuhnya sehingga kepala penis terlihat utuh. Selanjutnya secara
perlahan terjadi desquamasi sehingga perlekatan itu berkurang. Sampai umur 1 tahun, masih 50%
yang belum bisa ditarik penuh. Berturut-turut 30% pada usia 2 tahun, 10% pada usia 4-5 tahun, 5%
pada umur 10 tahun, dan masih ada 1% yang bertahan hingga umur 16-17 tahun. Dari kelompok
terakhir ini ada sebagian kecil yang bertahan secara persisten sampai dewasa bila tidak ditangani.
Bila fimosis menghambat kelancaran berkemih seperti pada ballooning maka sisa-sisa urin
mudah terjebak pada bagian dalam preputium dan lembah tersebut kandungan glukosa pada urine
menjadi lading subur bagi pertumbuhan bakteri, maka berakibat terjadi infeksi saluran kemih.
Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit preputium ke belakang sulkus. Glandularis
hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak laki-laki, hal ini meningkat menjadi 89% pada saat usia
tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia
16 sampai 18 tahun. Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat iritasi menzhun. Fimosis bisa
mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan
penyunatan (sirkumsisi). Suatu penelitian lain juga mendapatkan bahwa hanya 4% bayi yang seluruh
kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat
usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital.
Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13
tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.
Fimosis, baik merupakan bawaan sejak lahir (kongenital) maupun didapat, merupakan kondisi
dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik ke belakang untuk
membuka seluruh bagian kepala penis. Kulit yang melingkupi kepala penis tersebut juga dikenal
dengan istilah kulup, prepuce, preputium, atau foreskin. Preputium terdiri dari dua lapis, bagian dalam
dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan belakang pada batang penis. Pada fimosis, lapis bagian
dalam preputium melekat pada glans penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya
Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar
berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung seperti balon.
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian
setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan
kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit
preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan
jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang menderita penyakit fimosis.
fimosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
seperti balon.
untuk membuka seluruh bagian kepala penis (kulup, prepuce, preputium, foreskin,) Preputium
terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan belakang pada
batang penis. Pada fimosis, lapis bagian dalam preputium melekat pada glans penis. Kadangkala
perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih (meatus urethra externus)
yang terbuka. Fimosis (phimosis) bisa merupakan kelainan bawaan sejak lahir (kongenital).
Fimosis adalah penyempitan atau perlengketan kulup penis sehingga kepala penis tidak
bisa terbuka sepenuhnya. Fimosis dapat menyebabkan penumpukan smegma (kotoran hasil
sekresi kelenjar kulup) di sekitar kepala penis. Penumpukan smegma tersebut dapat mendukung
penyebaran berbagai bakteri penyebab peradangan. Jika fimosis menyebabkan kesulitan buang
air kecil sehingga urin tertahan di saluran kencing (uretra) maka dapat terjadi infeksi uretra.
Sebagian besar anak laki-laki yang baru lahir memiliki fimosis fisiologis. Namun, fimosis ini
biasanya akan menghilang sendiri setelah anak berusia tiga tahun. Jika di usia enam atau tujuh
tahun fimosis masih ada sehingga menyebabkan masalah, maka dibutuhkan penanganan.
Sebenarnya yang berbahaya bukanlah fimosis itu sendiri, melainkan kemungkinan
timbulnya infeksi pada saluran air seni kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini memang
Apabila preputium melekat pada glans penis, maka cairan smegma yaitu cairan putih,
kental yang biasa mengumpul diantara kulit kulup dan kepala penis akan tertimbun di tempat itu,
sehingga mudah sekali terjadi infeksi. Biasanya yang sering di serang adalah bagian ujung penis,
sehingga di sebut infeksi ujung penis atau balanitis. Sewaktu akan kencing, anak menjadi rewel
2. ETIOLOGI
a. Konginetal (fimosis fisiologis) Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir
sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja.
Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang
pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor
pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis
dan lapis glan dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glan
penis. Suatu penelitian mendapatkan bahwa hanya 4% bayi seluruh kulit preputiumnya
dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3
tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital.
Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dan 200 anak laki-laki
berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.
b. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul
kemudian setelah. Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygiene) alat kelamin yang buruk,
peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau
penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang
akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium
yang membuka.
Keterangan :
Gambar A : Fimosis fisiologis, dimana pada umumnya anak – anak kulit kulup tidak bisa
Gambar B : Fimosis patologis yaitu fimosis yang mengalami komplikasi atau kelainan oleh
karena jaringan ikat, sehingga kulit kulup tidak bisa ditarik kebelakang sama sekalidan
3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi fimosis dibedakan berdasarkan penyebabnya. Fimosis fisiologis berhubungan
dengan pemisahan epitel preputium dan glans penis yang terus berkembang hingga
beberapa tahun pertama kehidupan. Fimosis patologis mayoritas terjadi akibat inflamasi
kronik atau berulang pada preputium hingga menimbulkan scar dan cincin fibrotik di sekitar
orifisium preputium.
Patofisiologi Fimosis Fisiologis
Preputium mulai berkembang pada usia gestasi 8 minggu dan menutupi glans penis
secara lengkap pada usia kehamilan 16 minggu. Lapisan epitel pada glans dan preputium
antara preputium dan glans penis adalah proses yang terus berkembang. Pemisahan
yang tidak lengkap pada saat lahir hingga tahun ketiga kehidupan merupakan bawaan
atau fimosis fisiologis. Ereksi intermiten dan keratinisasi epitel bagian dalam secara
gradual akan memisahkan preputium dan glans sehingga retraksi dapat dilakukan.
Fimosis patologis atau fimosis yang didapat merupakan kondisi sekunder yang
melibatkan inflamasi kronik atau rekuren pada preputium. Sangat jarang ditemukan
fimosis patologis primer atau akibat kelainan kongenital. Pada fimosis patologis
ditemukan skar dan cincin fibrotik yang menghambat retraksi preputium.
buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut
disebabkan oleh karena urine yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan
yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar muaranya yang sempit.
c. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.
d. Kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan.
5. KOMPLIKASI
e. Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan
pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
g. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan
6. PENATALAKSANAAN
Ada tiga cara untuk mengatasi fimosis yaitu:
a. Sunat
Banyak dokter yang menyarankan sunat untuk menghilangkan masalah fimosis secara
permanen. Rekomendasi ini diberikan terutama bila fimosis menimbulkan kesulitan buang
air kecil atau peradangan di kepala penis (balanitis). Sunat dapat dilakukan dengan anestesi
umum ataupun local.
b. Obat
Terapi obat dapat diberikan dengan salep yang meningkatkan elastisitas kulup.
Pemberian salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari, harus dilakukan
c. Peregangan
Terapi peregangan dilakukan dengan peregangan bertahap kulup yang dilakukan setelah
mandi air hangat selama lima sampai sepuluh menit setiap hari. Peregangan ini harus
dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari luka yang menyebabkan pembentukan parut.
Fimosis kongenital seyogyanya dibiarkan saja, kecuali bila terdapat alasan agama dan/atau
sosial untuk disirkumsisi. Hanya diperlukan penjelasan dan pengertian mengenai fimosis
kongenital yang memang normal dan lazim terjadi pada masa kanak-kanak serta menjaga
kebersihan alat kelamin dengan secara rutin membersihkannya tanpa penarikan kulit
preputium secara berlebihan ke belakang batang penis dan mengembalikan kembali kulit
preputium ke depan batang penis setiap selesai membersihkan. Upaya untuk membersihkan
alat kelamin dengan menarik kulit preputium secara berlebihan ke belakang sangat
Indikasi medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis
patologik. Penggunaan krim steroid topikal yang dioleskan pada kulit preputium 1 atau 2
kali sehari, selama 4-6 minggu, juga efektif dalam tatalaksana fimosis. Namun jika fimosis
telah membaik, kebersihan alat kelamin tetap dijaga, kulit preputium harus ditarik dan
dikembalikan lagi ke posisi semula pada saat mandi dan setelah berkemih untuk mencegah
kekambuhan fimosis.
Ballooning
Retensi urin
b) Diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan
keperawatan
Pre Operasi
Hambatan Label : Kontrol Label : Manajemen nyeri 1) untuk mengetahui
penguranga hypnosis,
n nyeri relaksasi,imajinasi
BAK
4. Mampu
memulai
dan
mengakhiri
aliran BAK
i stimulus
yang
menyebabk
an cemas
4. Tidur
adekuat
Intra Operatif
tanda syok 1.
2.
Post Operatif
Label : Manajement nyeri
Nyeri akut b.d Label : Kontrol 1) Mebantu
1. Kaji nyeri secara
1. Mengenali ketidaknyamanan
perubahannya
3. Gunakan teknik 3) Menurunkan rasa
komunikasi terapeutik
takut yang dapat
untuk mengetahui
pengalaman nyeri meningkatkan
pasien
relaksasi atau
kenyamanan.
infeksi indikasi.
3. Pertahankan
2. Menunjukk 3) Membatasi sumber
lingkungan aseptic.
an penyebab infeksi
kemampua
n untuk
mencegah
timbulnya
infeksi
LAPORAN PENDAHULUAN
SIRKUMSISI
1. Pengertian Sirkumsisi
Sirkumsisi adalah tindakan operatif yang ditujukan untuk mengangkat sebagian, maupun seluruh
bagian, dari kulup atau prepusium dari penis. Sirkumsisi termasuk dalam prosedur bedah minor.
(Purnomo, 2011).
2. Tujuan Sirkumsisi
Sirkumsisi bertujuan untuk mencegah timbulnya
mukosa prepusium. Prepusium adalah lipatan kulit yang menutupi ujung penis. Prepusium melekat di
sekitar corona radiata hingga menutup bagian glans (Hosseinzadeh et al, 2013). Apabila higienitas di
daerah prepusium tidak dijaga dengan baik, akan terjadi akumulasi dari smegma di prepusium.
Bakteri akan dengan mudah berkembang di area tersebut. Hal ini mengakibatkan inflamasi dan infeksi
menjadi sering terjadi pada daerah prepusium. Oleh karena itu dengan dihilangkannya bagian
prepusium dengan cara sirkumsisi akan mengurangi akumulasi smegma di daerah glans. Oleh karena
itu tujuan dari sirkumsisi adalah untuk mencegah terjadinya infeksi maupun inflamasi (Hosseinzadeh
et al, 2013).
3. Indikasi Sirkumsisi
Sirkumsisi biasa dilakukan dengan tujuan tertentu. Selain untuk menjaga kebersihan penis,
sirkumsisi memiliki banyak manfaat lain. Oleh karena itu, terdapat beberapa indikasi dilakukannya
sirkumsisi, antara lain:
a. Manfaat Agama
Dari segi agama, beberapa agama seperti Agama Islam dan Yahudi mewajibkan laki-laki
untuk melakukan sirkumsisi. Dalam agama Islam, sirkumsisi dilakukan berdasarkan sabda
Rasulullah SAW, “Kesucian (fitrah) itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut
bulu ketiak, memendekkan kumis, dan memotong kuku” (HR Bukhari Muslim).
b. Manfaat Medis
Dengan dilakukannya pemotongan dari prepusium penis, sirkumsisi tidak hanya bermanfaat
untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi karena akumulasi smegma. Sirkumsisi memiliki
manfaat salah satunya adalah sebagai terapi dari beberapa penyakit. Contoh penyakit yang
4. Kontraindikasi
Sirkumsisi tidak boleh dilakukan pada kondisi medis tertentu. Beberapa kondisi dapat
menjadikan sirkumsisi tidak dapat dilakukan, atau perlu ditunda terlebih dahulu. Kondisi ini
Kontraindikasi absolut sirkumsisi antara lain hipospadia dan epispadia. Hipospadia adalah
keadaan dimana lubang penis berada di bawah penis. Sedangkan epispadia adalah keadaan
dimana lubang penis berada di bagian atas penis (Patricia, 2016). Menurut Syamsir (2014),
bayi prematur, kelainan bentuk penis atau kulit penis, mikropenis, ambigus genitalia juga
merupakan kontraindikasi sirkumsisi. Mikropenis adalah ukuran penis yang terlalu kecil.
Sedangkan ambigus genitalia adalah kelainan pada bentuk genitalia eksterna atau fenotip
yang tidak jelas laki-laki atau perempuan.
Kontraindikasi Relatif
Sedangkan yang termasuk kontraindikasi relatif sirkumsisi yakni pasien dengan diabetes
terjadinya infeksi dan memperlambat penyembuhan (Syamsir, 2014). Infeksi lokal pada penis
maupun sekitarnya dan infeksi umum juga dapat menjadi kontraindikasi relatif sirkumsisi
(Mulia & Adiputra, 2013). Menurut Syamsir (2014), bleeding diathesis adalah salah satu
kontraindikasi relatif dilakukannya sirkumsisi. Bleeding diathesis adalah kecenderungan
5. Komplikasi Sirkumsisi
Menurut Syamsir (2014), komplikasi pada sirkumsisi dapat terjadi meskipun tindakan
bedah sudah dilakukan dengan teknik yang benar dan sterilitas yang terjamin. Komplikasi yang
terjadi dapat bervariasi dari ringan hingga berat. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman,
keterampilan, dan alat-alat yang digunakan. Komplikasi yang dapat terjadi pada sirkumsisi antara
lain:
a. Perdarahan
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah perdarahan. Perdarahan terjadi pada 1,07%-
3,33% kasus komplikasi dari sirkumsisi. Perdarahan yang terjadi disebabkan oleh tidak
sempurnanya hemostasis. Hemostasis yang tidak sempurna dapat terjadi karena terdapat
pembuluh darah yang tidak terkait, adanya rembesan yang tidak diketahui, maupun
Perdarahan dapat diatasi dengan tindakan penekanan atau pengikatan pembuluh darah
(Syamsir, 2014).
b. Infeksi
kebersihan dan perawatan pasca sirkumsisi yang baik. Sebagian besar infeksi bersifat ringan
atau sedangdan terlokasi. Infeksi dapat diobati dengan pemberian antibiotic (Syamsir, 2014).
6. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Keadaan umum pasien.
penunjang.
b. Diagnosa keperawatan pre op
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
d. Intervensi
berkurang atau hilang dengan kriteria hasil Pasien terlihat tenang. Intervensi :
akan hilang dengan kriteria hasil tidak adanya tanda – tanda infeksi, Menunjukan
pasien
3) Gangguan pola eliminasi urin berhubungan dengan infeksi pada saluran perkemihan
- Pantau eliminasi urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna
yang tepat
Resiko cedera akibat posisi periooperatif b.d persepsi akibat cedera. Tujuan : setelah
- Verifikasi bahwa ijin untuk dilakukan tindakan pembedahan selah ditanda tangani
- Melakukan verifikasi identifikasi pasien
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi. Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan faktor resiko infeksi akan hilang dengan
K.H Tidak adanya tanda – tanda infeksi, Menunjukan hygiene pribadi yang adekuat.
Intevensi :
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/37435200/makalah_hidrocefalus_fimosis_dan_hipospadia.doc
x, diakses pada 05 November 2019 pukul 00.03
http://fk.unsoed.ac.id/wpcontent/uploads/modul%20labskill/genap%20I/Genap%20I%20
-%20Sirkumsisi.pdf, diakses pada 06 November 2019 pukul 15.05
http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle&article=433801.
diakses pada 06 November 2019 pukul 15.20
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/151/jtptunimus-gdl-isniayusro-7506-2-14.bab-
i.pdf. diakses pada 06 November 2019 pukul 15.45